Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Lingkungan
Pendidikan khusus tentang lingkungan lebih dikenal dengan pendidikan
lingkungan hidup (PLH). Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional
sejak tahun 1984 menetapkan bahwa penyampaian mata ajar tentang masalah
kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam
kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan materi kependudukan dan
lingkungan hidup ke dalam semua mata pelajaran pada tingkat menengah umum
dan kejuruan. Pada kurikulum tahun 2006 (KTSP) pendidikan lingkungan hidup
selain terintegrasi ke mata pelajaran lain, juga diberikan peluang menjadi
pelajaran tersendiri melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok). Tidak berhenti
pada program pendidikan lingkungan hidup, pemerintah sejak tahun 2006
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementrian
Lingkungan Hidup mengembangkan program Sekolah Peduli dan Berbudaya
Lingkungan (SPBL) yang dikenal dengan program Adiwiyata (Muhammad,
Basyir & Alfitri, 2015).
Dengan telah dilaksanakannya program pendidikan lingkungan hidup dan
adanya peningkatan jumlah sekolah penerima penghargaan Adiwiyata,
seharusnya perilaku menjaga kelestarian lingkungan juga akan mengalami
peningkatan. Namun pada kenyataannya, berdasarkan pengamatan kami di
Terminal Baruga Kota Kendari, untuk pengetahuan masyarakat dan para
pedagang tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan masih kurang, serta
masih banyak masyarakat dan para pedagang yang kurang memiliki kesadaran
tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Masih ditemukan pedagang
membuang sampah sembarangan padahal sudah tersedia tempat sampah.
B. Prasarana Lingkungan
Pertumbuhan kota yang cepat secara langsung berimplikasi pada
pembangunan infrastruktur dasar pelayanan publik. Kurangnya pelayanan
prasarana lingkungan seperti infrastruktur air bersih dan sistem sanitasi,
penyediaan rumah dan transportasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan kota, menjadi penyebab utama timbulnya berbagai masalah di
kota-kota negara-negara yang sedang berkembang. (Nurmadi, 1991).
Kurang memadainya prasarana lingkungan pada suatu kawasan atau
lingkungan hunian dapat menimbulkan permasalahan seperti buruknya kualitas
lingkungan permukiman di daerah tersebut, karena pada dasarnya keberadaan
prasarana lingkungan merupakan kebutuhan yang paling penting yang secara
langsung maupun tidak langsung berimplikasi/berpengaruh terhadap kesehatan
dan kesejahteraan manusia. Artinya prasarana dasar dalam satu unit lingkungan
adalah syarat bagi tercipta kenyamanan hunian (Claire, 1973).
Permasalahan lingkungan disebabkan oleh dua hal, yaitu prasarana yang
ada memang tidak sesuai dengan standar kebutuhan penghuni dan adanya
pendapat masyarakat yang menilai bahwa prasarana yang ada di lingkungannya
kurang dapat memenuhi kebutuhannya. Tingkat kenyamaman seseorang dalam
bertempat tinggal ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan, termasuk juga
prasarana lingkungan, karena prasarana lingkungan merupakan kelengkapan
fisik dasar suatu lingkungan perumahan (Budiharjo & Sujarto, 1998).
Dengan tersedianya prasarana fasilitas tempat pembuangan sampah dan
petugas kebersihan, seharusnya perilaku menjaga kelestarian lingkungan juga
akan mengalami peningkatan. Namun pada kenyataannya, berdasarkan
pengamatan kami di Terminal Baruga Kota Kendari, untuk tempat pembuangan
sampah telah tersedia 1 tempat penampungan sampah yang terpusat yang
digunakan masyarakat sekitar dan para pedagang untuk membuang sampah.
Namun yang menjadi kendala dari hasil wawancara kami terhadap salah satu
pedagang bahwa untuk pengangkutan sampah dari tempat penampungan oleh
pihak Dinas Kebersihan Pemerintah Kota (Pemkot) sudah mulai jarang diangkut
untuk dibawa ke tempat pembuangan sampah akhir. Dari keterangan pedagang
yang kami wawancarai, untuk pengangkutan sampah dari tempat penampungan
dilakukan hampir setiap hari dengan durasi 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali sehari,
tapi sekarang sudah tidak setiap hari dan sampah dipenampungan hanya
diangkut di pagi hari saja.
Untuk petugas kebersihan di Terminal Baruga Kota Kendari, dari hasil
pengamatan dan wawancara kami terhadap salah satu pedagang, telah tersedia
petugas kebersihan yang bertugas untuk membersihkan sampah di terminal dan
sampah-sampah yang berasal dari para pedagang untuk diangkut ke tempat
penampungan sampah.
C. Pengendalian, Pengawasan dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Sosial
1. Pengendalian Pengelolaan Lingkungan Sosial
Beberapa pola pengendalian pengelolaan lingkungan sosial:
1.1 Sejumlah peraturan yang mewajibkan dan melarang dengan
sanksi-sanksinya.
1.2 Mengadakan perlengkapan aturan yang protektif agar suatu
ancaman dalam lingkungan sosial tersebut tidak terjadi.
1.3 Pengadaan aturan yang bersifat prosedural secara terus
menerus.
1.4 Proses pembelajaran yang di dalamnya ada pemahaman akan
latar belakang dari cara prosedural, protektif, dan larangan
serta keharusan (Purba, 2002).
2. Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Sosial
Pengawasan atau pemantauan lingkungan sosial merupakan kegiatan
yang melihat konsekuensi kebijakan tertentu. Kegiatan pemantauan lebih
mengarah pada pemenuhan kebutuhan informasi. Pemantauan yang baik
akan memberikan keuntungan:
2.1 Sebagai masukan untuk mengantisipasi masalah yang bersifat
umum.
2.2 Sebagai masukkan untuk mengantisipasi masalah yang khusus
(spesial).
2.3 Alat untuk mengetahui efektivitas program (Purba, 2002).
3. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Sosial
Pelaksanaan evaluasi dilakukan dengan cara-cara:
3.1 Pemantauan terhadap pelaksanaan program sesuai dengan
perencanaan.
3.2 Audit lingkungan sosial.
3.3 Investigasi.
3.4 Studi Lapangan yang terancang (Purba, 2002).
Untuk pengendalian, pengawasan dan evaluasi pengelolaan lingkungan sosial di
Terminal Baruga Kota Kendari oleh Dinas Kebersihan Pemerintah Kota (Pemkot) dan
Pihak Terkait, dari hasil pengamatan dan wawancara kami terlihat upaya-upaya yang
dilakukan oleh pihak terkait belum berjalan optimal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Untuk pengetahuan dan sikap masyarakat dan para pedagang tentang
kebersihan dan kesehatan lingkungan masih kurang.
2. Untuk tempat pembuangan sampah telah tersedia 1 tempat penampungan
sampah yang terpusat yang digunakan masyarakat sekitar dan para pedagang
untuk membuang sampah, namun penggunaan dan pengangkutannya belum
berjalan optimal. Untuk petugas kebersihan telah tersedia petugas kebersihan
yang bertugas untuk membersihkan sampah di terminal dan sampah-sampah
yang berasal dari para pedagang untuk diangkut ke tempat penampungan
sampah.
3. Untuk pengendalian, pengawasan dan evaluasi pengelolaan lingkungan
sosial, upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak terkait belum berjalan
optimal.
B. Saran
1. Perlu dilakukannya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat atau
para pedagang tentang pengetahuan dan kesadaran lingkungan dengan cara
edukasi oleh Dinas Kebersihan Pemerintah Kota (Pemkot) maupun Pihak
Terkait.
2. Perlu dilakukannya peningkatan prasarana dan kinerja Dinas Kebersihan
Pemerintah Kota (Pemkot) maupun Pihak Terkait dalam pelaksanaan tugas
pengelolaan lingkungan.
3. Perlu dilakukannya peningkatan pengendalian, pengawasan dan evaluasi
pengelolaan lingkungan sosial oleh Dinas Kebersihan Pemerintah Kota
(Pemkot) dan Pihak Terkait, agar pengelolaan lingkungan bisa berjalan
optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo E. & Sujarto D. 1998. Kota Yang Berkelanjutan (Sustainable City).


Universitas Diponegoro. Semarang.

Claire H. W. 1973. Randbook on Urban Planning. Van Hostrand Rentrold. New York.

Muhammad A., Basyir D. & Alfitri. 2015. Hubungan Pengetahuan dan Etika
Lingkungan dengan Sikap dan Perilaku Menjaga Kelestarian Lingkungan.
Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Semarang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 13(1): 36-41.

Nurmadi A. 1999. Manajemen Perkotaan. Lingkaran Bangsa. Yogyakarta.

Purba J. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai