Anda di halaman 1dari 1

CIVIL SOCIETY

Istilah civil society mula-mula muncul di Inggris dalam masa-masa awal


perkembangan kapitalisme modern, yang konon merupakan implikasi pertama
penerapan ekonomi Adam Simth dengan karyanya The Wealth of Nation. Pandangan
ekonomi Smith itu mendorong perkembangan kewirausahaan Inggris, yang dalam
prosesnya terbentur kepada pembatasan-pembatasan oleh pemerintah karena
adanya merkantilisme negara di mana pemerintah terlibat langsung dalam setiap
praktik ekonomi sehingga menyulitkan para usahawan mengembangkan usahanya.
Para usahawan kemudian menuntut adanya ruang kebebasan di mana dapat
bergerak dengan bebas dan leluasa mengembangkan usaha mereka dan pemerintah
tidak ikut campur dalam praktik ekonomi. Ruang kebebasan itu merupakan tempat
terwujudnya civil society, yang merupakan ruang penengah antara kekuasaan
(pemerintah) dan rakyat umum. Cukup jelas bahwa civil society senantiasa bercirikan
kebebasan serta keterlepasan dari keterbatasan oleh kekuasaan. Dari sini konsep
civil society lebih mengarah pada para usahawan (sipil) dengan kebebasan dalam
mengembangkan usahanya yang terbebas dari pembatasan negara.

Kemudian gagasan dan ide mengenai civil society mencuat kembali setelah
Gorbachev menggagas ide tentang keterbukaan. Gagasan keterbukaan yang disebut
dengan glasnoot dan perestoroika merupakan reformasi atas rejim komunis yang
diktator dan tirani dimana negara menutup ruang kebebasan dan keterbukaan bagi
warganya. Akibatnya rejim komunisme hancur.

Dalam wacana kontemporer, istilah civil society lebih kuat tekanannya terhadap
lembaga-lembaga non-pemerintah (non-governmental organization – NGO) atau
lembaga swadaya masyarakat dimana lembaga-lembaga ini bebas dari cengkeraman
kekuasaan negara untuk mengekspresikan hak-haknya sebagai warga negara.

Diambil dari modul universitas terbuka.

Anda mungkin juga menyukai