Anda di halaman 1dari 6

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN

LIMBAH PABRIK GULA


Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong
dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter,
sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui
kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.
3.1. Limbah Bagasse (Ampas)
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah
lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang
mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki
potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa
menghasilkan bagas yang cukup melimpah. Potensi bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil
samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas
(bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen.
Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik kertas, namun
karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih
berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang
dimiliki pabrik gula cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di
lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara lain blotong dan ampas
tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas 50%
15
(Unus, 2002). Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang
berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse) tebu mengandung
52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5; dan 0,38% K2O.
Kompos adalah hasil dekomposisi biologi dari bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba (bakteria, actinomycetes dan fungi) dalam kondisi lingkungan
aerobik atau anaerobic. Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel
diinkubasi dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke
lahan tebu. Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha.
Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme (mikroba lignolitik, selulolitik,
proteolitik, lipolitik, amilolitik, dan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik) untuk mempercepat laju
pengomposan bahan organik . Bibit perombak Katalek® merupakan bioaktivator pembuatan kompos
yang diteliti selama beberapa tahun akan keefektifan mikrobanya dalam mempercepat perombakan
bahan-bahan organik menjadi unsur hara yang berguna bagi tanah. Bibit perombak Katalek®
mengandung 13 macam mikroba (diantaranya Bacillus, Lactobacillus, Pseudomonas, Streptomyces,
Clostridium, Aspergillus) yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah oirganik sampai
berubah menjadi kompos. Sedangkan penggunaan bibit pengaya Katalek® yang terdiri dari beberapa
mikroba diantaranya Azotobacter, Trichoderma, Aspergillus, Pseudomonas) akan menghasilkan
kompos yang lebih kaya akan unsur hara (N, P dan K) sehingga dapat mempengaruhi produktivitas
tanaman.
Pengembangan teknologi bioproses etanol dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya
diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan enzim sebagai zat
penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas, penelitian telah dilakukan untuk
mengantikan asam yaitu menggunakan jamur pelapuk putih untuk perlakuan awal kemudian dengan
menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi
16
glukosa, kemudian melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi
menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu
mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat
bagas adalah hemiselulosa. Jika kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti akan meningkatkan
konversi bagas menjadi etanol. Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki
substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan
senyawa organik lainnya. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah
polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam
kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida.
Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa,
xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis umumnya
digunakan pada industry etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis)
dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl). Proses
hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic
hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan
dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek
negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan
yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis dan fermentasi ini
akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu
yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation
(SSF). Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak
kembali menjadi poliskarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu
dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan yang
digunakan.
17
Seperti halnya pakan ternak dari limbah yang mengandung serat pada umumnya, bagas tebu
mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan kecernaannya yang sangat rendah. Bagas
tebu mempunyai kadar serat kasar dan kadar lignin sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar 46,5%
dan 14%. Pendekatan bioproses dalam rumen melalui suplementasi amonium sulfat dan defaunasi
yang dilakukan pada kambing yang mendapat ransum berbahan dasar limbah tebu belum berhasil
meningkatkan produktivitas kambing. Pendekatan melalui teknik pengolahan pakan sebelum pakan
dikonsumsi akan dapat meningkatkan daya guna bagas tebu. Rekayasa teknologi pengolahan pakan
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi bagas tebu adalah teknik amoniasi dan
fermentasi. Proses amoniasi akan melemahkan ikatan lignoselulosa bagas tebu serta fermentasi telah
terbukti dapat menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar. Mikroba yang
sering digunakan sebagai agen fermentasi limbah yang mengandung serat kasar tinggi adalah kapang
Trichoderma viride. Kapang tersebut akan menghasilkan enzim untuk mencerna serat kasar sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan.
Teknologi pembuatan papan partikel dari ampas tebu PSUH 94-3 merupakan komponen teknologi
pemanfaatan hasil samping tebu. Kompo-sisi bahan dan teknologi pembuatan papan partikel telah
memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) seperti terlihat pada tabel hasil uji coba. Papan partikel
dari ampas tebu dibuat dengan cara pengeringan, penggilingan, dan pe-nyaringan ampas,
pencampuran ampas dengan perekat, resin dan parafin wax serta pencetakan dengan tekanan
hidrolik pada kondisi tekanan 10 kg per cm2, suhu 150?C selama 15 menit. Perekat terdiri dari urea
formaldehide, hardener, ammonia, dan air.
3.2. Limbah Blotong (Padat)
Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah blotong, limbah ini keluar
dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi < panas >,
berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari
nira.
18
Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5
dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya, bergantung pada
pola prodkasi dan asal tebu.
Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang
blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam
para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa
minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan
kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter,
maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada
perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik
setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan. Pemanfaatan blotong sebagai kayu
bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar PG, hal ini diawali dari
pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk
memanfaatkan blotong sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang
terkandung didalamnya.\ untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, mereka
mencetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor didapur
mereka.
Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah blotong dari pabrik yang
masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi pengrajin/pembuat blotong kayu bakar,
blotong ini kemudian dijemur di terik matahari selama 2 – 3 minggu dengan intensitas matahari
penuh. Sebelum total kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit
pori dan membuang sisa kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk memudahkan
pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan, bata blothong ini dibalik, supaya
sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang
bobotnya ringan karena kandungan airnya sudah hilang. Penggunaan, untuk keperluan memasak di
19
kompor tanah mereka, blothong kering tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih
kecil menyesuaikan lubang pemasukan kompor. Dari satu rit blothong tersebut, setelah diolah dan
kering, kemudian dipindahkan ke dapur sebagai cadangan kayu bakar. Cadangan blothong / kayu
bakar ini cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak sampai dengan musim giling tahun depan.
Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari nira sekitar 0.5 % berat
zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari
blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %. Protein
hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan
dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan
protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan
cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari
kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk
pellet
Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar alternative dalam bentuk briket.
Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket
blotong adalah harganya yang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi
untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain
itu juga tergantung dari kondisi cuaca. Pada saat ini semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan
blotong sebagai bahan bakar rumah tangga pengganti MITAN dan kayu bakar. Kedepannya perlu ada
kajian apakah briket blotong ini juga bisa digunakan sebagai bahan bakar ketel sehingga dapat
mengurangi konsumsi bahan bakar minyak PG.
Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan
tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu dan abu ketel (kabak).
Pemberian ke tanaman tebu sebanyak
20
100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara
signifikan. Kandungan hara kompos ampas tebu (KAT), blotong dan komposdari ampas tebu, blotong
dan abu ketel (KABAK) disajikan pada Tabel
 Tabel Hasil Analisis Kimia KAT, Blotong dan KABAK
3.3 Limbah Tetes (Cair)
Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes
diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat
dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk
pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton
tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena
mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes
sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll.
Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 – 92 dengan zat kering 77 – 84 %.
Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %.
Untuk tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang
sudah masak.
21
Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa
dan gula reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat penting
bagi industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan, sedangkan bagi
pabrik gula kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam tetes.
 Komposisi Tetes
Tetes merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan mineral
yaqng cukup dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu tetes juga mengandung vitamin B
komplek yang sangat berguna untuk sapi yang masih pedet. Tetes mengandung mineral kalium yang
sangat tinggi sehingga pemakaiannya pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari.
Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan
22
nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya
cernanya. Apabila takaran melebihi batas atau sapi belum terbiasa maka menyebabkan kotoran
menjadi lembek dan tidak pernah dilaporkan terjadi kematian karena keracunan tetes.
Pembuatan bioethanol molase melalui tahap pengenceran karena kadar gula dalam tetes tebu
terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula
yang diinginkan kurang lebih adalah 14 %. Kemudian dilakukan penambahan ragi, urea dan NPK
kemudian dilakukan proses fermentasi. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau
kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya
gelembung-gelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %.
Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler dan
suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak
menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator.
Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah
95%, distilasi perlu diulangi lagi hingga kadar etanolnya 95%. Apabila kadar etanolnya sudah 95%
dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor
atau zeolit sintetis. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.
PENGARUH TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT

1. Kurang baiknya sanitasi akibat sulitnya penyediaan air


Sebagian besar kota di Indonesia menggunakan air sungai/air permukaan lain sebagai sumber
air baku untuk air bersih. Bila air permukaan tercemar limbah, otomatis penyediaan air akan
terganggu. Terganggunya penyediaan air akan berakibat pada buruknya sanitasi.

2. Berbagai penyakit pernapasan akibat pencemaran udara


Asap cerobong serta partikulat dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan. Bila
kesehatan masyarakat dan pekerja terganggu maka produktifitas juga akan terganggu. Pada
akhirnya juga akan membawa pengaruh buruk pada kinerja perusahaan itu sendiri.

3. Stres akibat kebisingan


Kebisingan pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan stres pada
manusia di sekitarnya.

4. Penyakit kulit akibat pembuangan limbah cair


Limbah cair tertentu bila dibuang ke badan air dan badan air tersebut digunakan untuk MCK
masyarakat, akan dapat menyebabkan penyakit gatal-gatal.
Meski begitu banyak dampak kegiatan/usaha, pada kenyataannya mustahil untuk
menghindari dampak dengan cara melarang kegiatan/usaha, karena berbagai aktifitas tersebut
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan
lingkungan untuk meminimalisir dampak.

Dalam istilah pengelolaan lingkungan dikenal istilah dampak besar dan penting. Suatu
kegiatan/usaha yang menimbulkan dampak besar dan penting wajib mengelola dampak
tersebut dengan dokumen AMDAL. Sedangkan usaha/kegiatan yang tidak wajib AMDAL
diwajibkan menyusun UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan).

Anda mungkin juga menyukai