Blue-Print Pembelajaran Sejarah Berbasis Kontroversi
Blue-Print Pembelajaran Sejarah Berbasis Kontroversi
Abstract: History teachers often avoid the controversial material in history learning.
This phenomenon did not happen by accident but constructed by some perspectives
in writing the past. One of the topics which are full of controversy is that of the era of
England colonization in Nusantara. This controversy was raised due to the
degradation of the sense of history among educators. Educators actually should be
able to dig the historical resources independently and explain the various
perspectives clearly. The author, by the help of re-enactment theory, offerred a way
in understanding a controversial material through the topic of England colonization.
The author hopes that the students will be able to imagine and understand the various
controversy in history learning especially in the era of England colonization.
Abstrak: Materi sejarah yang sarat akan kontroversi seringkali dihindari oleh guru.
Kecenderungan ini bukan suatu kebetulan akan tetapi dikonstruksi oleh berbagai
perspektif dalam menuliskan masa lalu. Salah satu materi sejarah yang sarat akan
kontroversi adalah masa penjajahan Inggris di Nusantara. Kontroversi tersebut
muncul karena degradasi sense of history pendidik. Mereka seyogyanya menggali
sumber-sumber sejarah secara mandiri dan mampu menjelaskan perbedaan perspektif
tersebut dengan baik. Dengan bantuan teori re-enactment, penulis menawarkan cara
dalam memahami materi kontroversial dengan contoh kasus materi kolonialisme
Inggris. Penulis berharap siswa akan dapat membayangkan dan memahami beragam
kontroversi pada materi sejarah terutama masa penjajahan Inggris.
merajut kisah yang sebenarnya terjadi Indonesia yakni masa kekuasaan Inggris. Masa
(Kochhar, 2008). tersebut masih jarang dikaji oleh sejarawan
Sejarah adalah rekonstruksi manusia atas karena pasokan sumber yang terbatas (Adam,
masa lalu. Manusia (di masa kini) menyusun 2007).
satu sumber dengan sumber lainnya, mengecek Interpretasi seringkali dianggap sebagai
kembali, dan menafsirkannya agar dapat biang keladi munculnya beragam kontroversi
menuliskannya dengan baik. Tidak salah jika dalam materi sejarah. Namun perlu juga
kemudian muncul pandangan bahwa “sejarah dipahami bahwa interpretasi dalam ilmu
bukan masa lalu itu sendiri melainkan narasi sejarah berbeda dengan sastra. Sejarawan
tentang masa lalu” (Purwanto, 2013:1). Akan boleh menginterpretasikan sesuatu tetapi harus
tetapi, kita seringkali terjebak dan berpikir berdasarkan fakta yang ada. Jikalau tiada
anakronis atau malah tenggelam dalam sumber yang dapat dipakai maka sejarawan
kelampauan. Hal ini adalah hal yang wajar. harus hati-hati dalam mengimajinasikannya.
Secara alamiah, manusia berbeda dalam Hal ini harus disadari juga oleh para guru.
memahami masa lalu karena mereka memiliki Ketika buku-buku yang terikat dalam
perbedaan pengetahuan. historiografi Indonesiasentris mengungkapkan
Sebagai ilustrasi, pada suatu ketika bahwa Raffles adalah seorang imperialis dan
terjadi kecelakaan sepeda motor dan tidak tiada bedanya dengan tokoh penjajah yang lain
berselang lama warga berkerumun serta maka semua guru sejarah mengikutinya. Guru
beragam cerita muncul. Ada yang menjelaskan hanya mengikuti karya para sejarawan. Jika
detail kecelakaan namun banyak dibumbui sejarawan tidak menggali lebih dalam
dengan penafsirannya (mereka dari dua arah mengenai topik yang dikaji maka guru akan
berlawanan, motor dari arah barat terpelanting terhenti pengetahuannya. Guru perlu kembali
karena mungkin mengantuk) dan ada pula membangun semangat “sejarawan pendidik”.
yang menjelaskan motor dari arah barat Guru sejarah bukan hanya sebagai
terpelanting karena menghindari jalan yang penyambung lidah kurikulum tetapi dia juga
berlubang dan tergenang air. Apa yang mereka berperan sebagai penyambung sumber primer
kemukakan pada intinya sama tetapi sumber pada siswa.
pengetahuan yang mereka dapatkan berbeda Guru sejarah tidak selamanya dapat
sehingga narasi yang mereka sajikan juga menunggu historiografi dari para sejarawan.
berbeda. Sejarah bukan mutlak milik para sejarawan
Perbedaan narasi historis bersumber dari akademik tetapi semua orang yang menulis
fakta yang didapat tidak tepat, tidak lengkap, masa lalu dapat disebut sebagai sejarawan.
dan tidak jelas. Ketiga hal tersebut jelas Guru sejarah dapat menggali sumber primer
menjadi biang terjadinya berbagai penafsiran terkait materi pelajaran yang disajikan dalam
dan berujung pada kontroversi sejarah. Oleh kurikulum. Setiap materi sejarah yang tersaji
karena itu, para sejarawan cenderung masih diselimuti dengan beragam kontroversi.
mengambil suatu peristiwa yang kaya akan Pada standar kompetensi, ketika menganalisis
sumber sejarah dan mudah dilakukan kehidupan awal masyarakat Indonesia, guru
verifikasi sumber yang didapat. Ironisnya, sejarah biasanya akan mendapat pertanyaan
mereka melupakan salah satu episode sejarah siapa yang menjadi manusia pertama: adam
20
DAYA N WIJAYA | BLUE-PRINT PEMBELAJARAN SEJARAH …
atau makhluk sejenis primata. Selain itu, teknik-teknik pembelajaran yang inovatif
kontroversi yang sering muncul adalah dalang tetapi juga mendalami materi terkait. Ada
dibalik peristiwa G30S: Soeharto, CIA, empat langkah yang biasa dilakukan. Langkah
Soekarno, atau PKI (Widiadi, 2013). pertama adalah menyiapkan alat perlengkapan
Materi masa kekuasaan Inggris di Jawa berupa pensil, pulpen dan kertas catatan.
juga seringkali memunculkan kontroversi. Langkah kedua adalah menyusun bibliografi
Kontroversi yang mengemuka adalah apakah kerja. Langkah ketiga adalah mengatur waktu
Raffles seorang humanis, imperialis, atau penelitian. Setelah itu yang perlu dilakukan
romantis. Terlepas dari kepentingan negara adalah membaca dan membuat catatan
berada di atas kepentingan akademik yang penelitian.
menuntut guru harus mengikuti sejarah resmi Penyusunan bibliografi kerja sangat
pemerintah (Hassan, 2015), kontroversi harus berguna untuk melacak apa referensi yang
dijelaskan dengan menggali sumber primer relevan dengan materi yang akan dibahas.
yang ada. Bukankah dalam pendekatan Biasanya dilakukan dengan melihat bibliografi
saintifik menganjurkan materi pembelajaran atau daftar rujukan di belakang buku yang
harus berbasis pada fakta bukan sebatas kira- dibaca untuk mencari referensi tambahan.
kira belaka (Hosnan, 2014). Hal ini Sebagai ilustrasi kita akan mengetahui
mengindikasikan bahwa kurikulum 2013 berbagai sumber utama mengenai Raffles
menginginkan guru untuk menerapkan cara setelah kita melihat di bibliografi buku dari
kerja peneliti dalam pembelajaran di kelas. John Bastin. Dalam konteks masa kekuasaan
Guru sejarah seyogyanya melihat filosofi kerja Inggris di Jawa, sejarawan pendidik dapat
sejarawan pendidik. Mereka bukan hanya mengakses buku Mona Lohanda yang
sekedar mengajar sejarah di kelas tetapi juga diterbitkan pada tahun 2011 berjudul
mengomunikasikan apa yang mereka pahami Membaca Sumber Menulis Sejarah dan artikel
dari sumber data terkait. Tulisan ini berupaya John Bastin pada tahun 2007 yang berjudul
menjelaskan langkah-langkah dalam English Sources for the Modern Period of
mendesain pembelajaran kontroversial. Indonesian History tentang apa dan dimana
Langkah pertama, memahami cara kerja sumber informasi mengenai pemerintahan
peneliti kepustakaan; langkah kedua, Inggris didapatkan
menggunakan teori re-enactment dalam Berpijak dari kedua pedoman tersebut,
memahami sumber terkait; dan langkah ketiga, sumber utama (primer) yang terkait dengan
mendesain pembelajaran kontoversial. kebijakan liberal Raffles dan alternatif solusi
atas kontroversi tersebut dapat ditelusuri
PEMBAHASAN dengan membaca karyanya yakni Substance of
Sejarawan Pendidik dan Peneliti a Minute yang diterbitkan pada tahun 1814,
Kepustakaan Review of the Administration, Value, and State
Guru sebagai sejarawan pendidik of the Colony of Java with Its Dependencies
seyogyanya juga harus melakukan penelitian pada tahun 1816, History of Java pada tahun
kepustakaan sebagai alternatif dari penelitian 1817, dan Statement of the Services pada tahun
historis. Alangkah lebih baik apabila seorang 1824. Kita tidak perlu jauh mencari sumber
guru bukan hanya mengembangkan wawasan utama tersebut di India Office Library London
21
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 1, APRIL 2016
22
DAYA N WIJAYA | BLUE-PRINT PEMBELAJARAN SEJARAH …
23
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 1, APRIL 2016
dokumen, sumber lisan, dan sumber keterangan tetapi sejarawan seyogyanya tidak
artefaktual. Lebih lanjut, Kuntowijoyo (2013) mengetahui masa lalu secara langsung dari
menjelaskan bahwa sumber sejarah menurut pemberi keterangan yang melihat peristiwa-
bahannya dibagi menjadi dua yakni tertulis peristiwa dan meninggalkan sumber sejarah.
dan lisan atau dokumen dan artifact. Ketika sejarawan mendapat informasi dari
Sedangkan, Abdillah (2012) menjelaskan pemberi informasi selayaknya sejarawan harus
bahwa sumber sejarah menurut bentuk dan memberikan kritisi pada sumber yang didapat.
sifatnya terdiri dari tulisan, lisan, dan visual Oleh karena itu sejarawan harus memahami
serta sumber sejarah jika dilihat dari jenisnya apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu
dibagi menjadi sumber primer dan sekunder. peristiwa melalui penggambaran kembali masa
Sumber primer berkenaan dengan segala lalu dalam akalnya sendiri (Collingwood,
sesuatu yang melekat dengan peristiwa atau 1985). Apabila seseorang berpikir secara
pelaku sejarah. Biasanya sumber primer ini historis, dokumen-dokumen yang ada
berbentuk dokumen seperti autobiografi, surat merupakan peninggalan manusia di masa lalu.
pribadi, catatan, memoirs, surat kabar, Oleh karena itu, apa yang dimaksud dalam
dokumen pemerintah, dan cerita roman. dokumen akan sulit dipahami tanpa
Sjamsuddin (2007) kiranya memberikan mengetahui tujuan dari orang atau instansi
kategori yang gamblang tentang sumber yang menuliskannya. Dengan demikian,
sejarah yang dibagi ke dalam peninggalan- sejarawan akan mengetahui makna dengan
peninggalan (relics atau remains) dan catatan- lebih tepat (Collingwood, 1985).
catatan (records). Peninggalan-peninggalan Proses penggambaran harus dilakukan
yang dimaksud disini sebenarnya sebagai dengan hati-hati karena pemikiran manusia
pelantar fakta yang tidak direncanakan seperti dapat dipahami hanya jika manusia
surat, sastra, dokumen umum, catatan bisnis, menggunakan akalnya untuk
sebuah inskripsi tertentu bahasa, adat-istiadat, mengimajinasikan apa yang sedang dipikirkan.
lembaga-lembaga, alat-alat, dan artifak-artifak Jika manusia menolak pandangan ini berarti
lainnya. Sedangkan catatan-catatan sebenarnya mereka termasuk manusia yang menolak sifat
difungsikan sebagai pelantar fakta yang alaminya sebagai makhluk yang berpikir
direncanakan ada yang tertulis (kronik, annal, (Collingwood, 1985). Segala sesuatu yang
biografi, genealogi, memoir, catatan harian); masuk dalam akal manusia pada hakikatnya
ada yang lisan (balada, anekdot, cerita, saga, bersifat subjektif maka dengan itu manusia
fonograf, dan tape recording); serta karya seni harus berpikir untuk menggapai objektivisme
seperti foto, lukisan, patung, mata uang, dan (Collingwood, 1985). Pengetahuan sejarah
film. adalah ingatan khusus dimana objek pemikiran
Masa lalu bukanlah suatu fakta yang masa kini adalah pemikiran masa lalu. Jurang
dapat dipahami secara empiris melalui diantara masa kini dan masa lalu bukan saja
penglihatan. Sejarawan bukanlah pengumpul dihubungkan dengan kekuatan pemikiran masa
fakta yang ingin diketahuinya. Pengetahuan kini dalam memikirkan masa lalu tetapi juga
tentang masa lalu biasanya dalam bentuk menggunakan kekuatan pemikiran masa lalu
perantara dan bersifat tidak langsung. untuk membangun dirinya sendiri dalam masa
Perantara yang dimaksud bukan bersifat kini (Collingwood, 1985).
24
DAYA N WIJAYA | BLUE-PRINT PEMBELAJARAN SEJARAH …
25
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 1, APRIL 2016
26
DAYA N WIJAYA | BLUE-PRINT PEMBELAJARAN SEJARAH …
keuntungan pada perusahaan tetapi di sisi yang Keahlian ini seharusnya berkelanjutan untuk
lain kamu merasa iba pada rakyat jelata”. menyempurnakan apa yang telah didapat dari
Ketika mereka mengimajinasikan maka perguruan tinggi. Dia harus mengikuti
mereka berupaya untuk memahami apa yang perkembangan ilmu pengetahuan terbaru baik
dilakukan oleh Raffles dan bagaimana dari media massa atau dari jurnal-jurnal
menyikapi kontroversi imperialis-humanis kesejarahan. Dengan terus menggali substansi
Raffles. Terakhir, kisah yang dihadirkan sejarah, citra guru sejarah yang memerlukan
tersebut dibuat ringan dengan berbagai usaha keras bisa dijaga. Di lain pihak akan
ilustrasi-ilustrasi dan terkait dengan tumbuh situasi dimana tidak begitu saja orang
pengalaman sehari-hari. Salah satu contohnya, bisa dianggap sebagai guru sejarah atau
sejarawan pendidik dapat menganalogikan merasa mampu jadi guru sejarah. Dengan
dengan aktivitas siswa. Suatu ketika dia dasar ini mestinya tidak ada lagi kesan seakan-
diminta untuk memutuskan kekasihnya oleh akan semua orang merasa mampu mengajar
orang tuanya tetapi dia di sisi yang lain sangat sejarah. Dengan kata lain, mata pelajaran
mencintai kekasihnya. Dia pasti terlihat sejarah tidak akan lagi menjadi big sale di
memiliki dua peran baik sebagai anak dan antara para guru di sekolah (Widja, 2002).
sebagai kekasih. Sama halnya dengan Raffles
yang memiliki dua peran dalam menjalani PENUTUP
kehidupannya. Simpulan
Sejarah merekam fakta empiris yang Kontroversi dalam materi sejarah
secara kronologis menjadi suatu pengalaman bukanlah sesuatu yang harus dihindari. Akan
tidak langsung bagi kita yang hidup saat tetapi, suatu misteri yang harus dijelaskan.
ini.”Bukankah pengala-man adalah guru yang Penjelasan ini akan dapat menyinari kekalutan
terbaik?” Maka, sejarah sebagai fakta empiris materi sejarah kontroversial. Menggali
akan memiliki sejuta pengalaman yang dapat kepustakaan (sumber data) terkait adalah salah
“menggurui” kita, dan menjadi sebuah satu cara yang harus dilakukan oleh sejarawan
keniscayaan kita berguru kepada pen-galaman pendidik dalam memberi penjelasan pada
itu. Oposisi relasional muncul dalam materi kontroversial. Dengan menggunakan
pembelajaran sejarah, guru dalam mengajar penelitian kepustakaan diharapkan sejarawan
sejarah membuat para siswa belajar, dengan pendidik, jika meminjam terminologi dari
belajar, para siswa mengajar untuk dirinya Widja, dapat menambah wawasan dan secara
sendiri. Konse-kuensi logisnya adalah siswa kritis dapat menjelaskan kekalutan kontroversi
tidak seka-dar menjadi objek pembelajaran yang ada. Mereka akan dapat menjelaskan
sejarah, tetapi menjadi subjek yang kreatif, ter- materi secara kronologis. Mereka akan mampu
buka pikirannya, dan peka nuraninya (Widodo, menguasai kelas dengan baik jika memiliki
2011). kemampuan berkomunikasi yang baik.
Setiap guru sejarah mestinya tidak Dengan bantuan teori re-enactment,
menganggap tugasnya sebagai tugas amatiran sejarawan pendidik dapat membantu siswa
atau sekedar pekerja tukang. Dia seyogyanya untuk mengimajinasikan kondisi dan situasi
bukan hanya memiliki keahlian dalam teknik aktor sejarah tertentu. Pada konteks materi
pembelajaran tetapi juga substansi sejarah. kontroversial Raffles, sejarawan pendidik
27
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 1, APRIL 2016
dapat mengajak mereka untuk berpikir ketika Mujiyati, N. dan Sumiyatun. (2016).
mereka memiliki peran yang berbeda di saat ‘Kontruksi Pembelajaran Sejarah
bersamaan. Mereka akan menyadari pula Melalui Problem Based Learning
(PBL)’. Jurnal Historia, 4(2), 81-90.
bahwa kehadiran Raffles bukan hanya sebagai Pakaya, Y. (2008). ‘Penerapan Model
imperialis tetapi juga humanis. Dengan desain Pembelajaran Kooperatif pada
pembelajaran seperti ini, siswa diharapkan Pembelajaran Sejarah’. Inovasi, 5(2),
dapat memenuhi dan mengembangkan 1-8.
kompetensi minimal yang dianjurkan dalam Purwanto, B. (2013). Membangun Kesadaran
Teoretis dan Metodologis dalam
Kurikulum 2013 yakni “mengevaluasi Historiografi Indonesiasentris.
berdasarkan kriteria internal kebenaran fakta Makalah kuliah umum Fakultas Ilmu
dan hubungan sebab akibat suatu peristiwa Sosial Universitas Negeri Malang.
sejarah”. Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.
Sjamsuddin, H. (2012). ‘Model Pendekatan
DAFTAR RUJUKAN Pembelajaran Sejarah dari Isus-Isu
Abdillah, A. (2012). Pengantar Ilmu Sejarah. Kontroversial, Sejarah-Komparatif ke
Bandung: Pustaka Setia. Analisis Tekstual’. Agastya. 2(1): 11-
Adam, A.W. (2007). Seabad Kontroversi 20.
Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Subakti, Y.R. (2010). ‘Paradigma
Arta, K.S. (2012). ‘Kurikulum dan Pembelajaran Sejarah Berbasis
Kontroversi Buku Teks Sejarah dalam Konstruktivisme’. Jurnal Historia
KTSP’. Media Komunikasi FIS, 11(1), Vitae, 24(1), 1-23.
153-168. Wahyu. (2015). “Pendidikan Sejarah dalam
Collingwood, RG. (1985). Idea Sejarah. Kuala Membangun Generasi Emas 2050”.
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Makalah Seminar Nasional.
Friedman, TL. (2006). The World is Flat: Banjarmasin
Sejarah Ringkas Abad ke-21. Jakarta: Widiadi, AN. (2013). Pembelajaran Sejarah
Dian Rakyat. berbasis ADITS sebagai Alternatif
Hamid, A.R. (2014). Pembelajaran Sejarah. Solusi PESEK. Dalam Aditya Widiadi,
Yogyakarta: Ombak. et.al. Pendidikan Sejarah, Suatu
Hannigan, T. (2015). Raffles dan Invasi Keharusan: Reformulasi Pendidikan
Inggris di Jawa. Jakarta: KPG. Sejarah. Yogyakarta: FIS-Sejarah.
Hassan, S.H. (2015). “Pendidikan Sejarah Widja, IG. (2002). Menuju Wajah Baru
dalam Membangun Generasi Emas Pendidikan Sejarah. Yogyakarta:
2050”. Makalah Seminar Nasional Lappera Pustaka Utama.
Pendidikan Sejarah. Banjarmasin Widodo, T. (2011). ‘Memahami Makna
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Praksis Pelaksanaan Pembelajaran
Kontekstual dalam Pembelajaran Abad Sejarah Kontroversial’. Paramita,
21. 21(2), 238-247.
Kartodirdjo, S. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial Wijaya, DN. (2015). “R.G. Collingwood
dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: dalam Idealisme Historis”. Jurnal
Gramedia Pustaka Utama. Sejarah & Budaya: Sejarah, Budaya,
Kochhar, S.K. (2008). Teaching of History. dan Pengajarannya, 9(1), 8-18
Jakarta: Grasindo. Zed, M. (2008). Metode Penelitian
Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Yogyakarta: Tiara Wacana. Indonesia.
28