Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KONSEP DIRI

A. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah kebutuhan


psikososial yang tidak di dapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai
hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Kensep diri ini berkembang
secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang.
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, serta pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. Konsep diri belum muncul saat bayi, tetapi
mulai berkembang secara bertahap. Bayi mampu mengenal dan membedakan
dirinya dengan orang lain serta mempunyai pengalaman dalam berhubungan
dengan orang lain. Konsep diri dipelajari melalui pengalaman pribadi setiap
individu, hubungan dengan orang lain, dan interaksi dengan dunia di luar
dirinya. Memahami konsep diri penting bagi perawat karena asuhan
keperawatan diberikan secara utuh bukan hanya penyakit tetapi menghadapi
individu yang mempunyai pandangan, nilai dan pendapat tertentu tentang
dirinya. (Yusuf, dkk.2015)

a. Komponen Konsep Diri


1. Gambaran (Citra) Diri
Gambaran atau citra diri (body image) mencakup sikap individu
terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan
fungsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi hal-hal yang terkait
dengan seksualitas, femininitas dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan
dan kekuatan. Citra mental tersebut tidak selalu konsisten dengan struktur
atau penampilan fisik yang sesungguhnya. Beberapa kelainan citra diri.
Beberapa kelainan citra diri memiliki akar psikologi yang dalam, misalnya
kelainan pola makan seperti anoreksia.
Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan
perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti
pubertas dan penuaan terlihat lebih jelas terhadap citra diri dibandingkan
dengan aspek-aspek konsep diri lainnya. Selain itu, citra diri juga
dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakat menentukan
norma-norma yang diterima luas mengenai citra diri dan dapat
mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna
kulit, tindik tubuh serta tato, dan sebagainya.

2. Harga Diri
Menurut Santrock (1998), self-esteem adalah dimensi penilaian
yang menyeluruh dari diri. Self-esteem juga sering disebut dengan self-
worth atau self-image. Sedangkan, self-concept adalah penilaian terhadap
domain yang spesifik. Coopersmith (1967) dalam karya klasifiknya The
Antecedents of Self-Esteem , mendefinisikan harga diri (self-esteem)
sebagai berikut: Self-esteem refers to the evaluation that individual makes
and customarily maintains with regard to himself: it expresses an attitude
of approval or disapprobal and indicates the extent to which the
individuals believes himself to be capable, significant, successful, and
worthy.
Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang dirinya
dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain.
Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun
dari orang lain. Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan
diterima, dicintai, dihormati orang lain, serta keberhasilan yang pernah
dicapai individu dalam hidupnya.

3. Peran Diri
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ). Peran
yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan,
sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi
kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat
merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang
menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan ( Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran yang
tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran
yang harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah:
1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat
yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola
sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang dharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat, misalnya sebagai orang tua, atasan,
teman dekat, dan sebagainya. Setiap peran berhubungan dengan
pemenuhan harapan-harapan tertentu. Apabila harapan tersebut dapat
dipenuhi, rasa percaya diri seseorang akan meningkat. Sebaliknya,
kegagalan untuk memenuhi harapan atas peran dapat menyebabkan
penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang.

4. Identitas Diri
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang
memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari
perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas
diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis
kelamin (Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir
secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak
dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-
masing jenis kelamin tersebut.
Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sebagai
suatu kesatuan yang utuh. Identitas mencakup konsistensi seseorang
sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan
atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Identitas sering kali
didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar seseorang
dari orang lain mengenai dirinya.
Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan intim
karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungannya dengan orang
lain. Seksualitas merupakan bagian dari identitas. Identitas seksual
merupakan konseptualitas seseorang atas dirinya sebagai pria atau wanita
dan mencakup orientasi seksual.
5. Ideal Diri
Persepsi individu tentang seharusnya berperilaku berdasarkan standar,
aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan ideal diri
dipengaruhi oleh kebudayaan, keluarga, ambisi, keinginan, dan
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan norma serta
prestasi masyarakat setempat. Individu cenderung menyusun tujuan yang
sesuai dengan kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan
rasa cemas, serta inferiority. Ideal diri harus cukup tinggi supaya
mendukung respek terhadap diri tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu
menuntut, serta samar-samar atau kabur. Ideal diri akan melahirkan
harapan individu terhadap dirinya saat berada di tengah masyarakat
dengan norma tertentu. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan
membantu individu mempertahankan kemampuannya menghadapi konflik
atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental.

B. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1. Citra tubuh
a. Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
b. Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat tumbuh
kembang atau
penyakit).
c. Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
d. Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.
2. Harga diri
a. Penolakan.
b. Kurang penghargaan.
c. Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu
dituntut.
d. Persaingan antara keluarga.
e. Kesalahan dan kegagalan berulang.
f. Tidak mampu mencapai standar.
3. Ideal diri
a. Cita-cita yang terlalu tinggi.
b. Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Ideal diri samar atau tidak jelas.
4. Peran
a. Stereotipe peran seks.
b. Tuntutan peran kerja.
c. Harapan peran kultural.
5. Identitas diri
a. Ketidakpercayaan orang tua.
b. Tekanan dari teman sebaya.
c. Perubahan struktur sosial.

b. Faktor Presipitasi
1. Trauma.
2. Ketegangan peran.
3. Transisi peran perkembangan.
4. Transisi peran situasi.
5. Transisi peran sehat-sakit.

C. Tanda dan Gejala


1. Citra tubuh
a. Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu.
b. Menolak bercermin.
c. Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh.
d. Menolak usaha rehabilitasi.
e. Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat.
f. Menyangkal cacat tubuh.

2. Harga diri rendah


a. Mengkritik diri sendiri/orang lain.
b. Produktivitas menurun.
c. Gangguan berhubungan.
d. Merasa diri paling penting.
e. Destruktif pada orang lain.
f. Merasa tidak mampu.
g. Merasa bersalah dan khawatir.
h. Mudah tersinggung/marah.
i. Perasaan negatif terhadap tubuh.
j. Ketegangan peran.
k. Pesimis menghadapi hidup.
l. Keluhan fisik.
m. Penolakan kemampuan diri.
n. Pandangan hidup bertentangan.
o. Destruktif terhadap diri.
p. Menarik diri secara sosial.
q. Penyalahgunaan zat.
r. Menarik diri dari realitas.

3. Kerancuan identitas
a. Tidak ada kode moral.
b. Kepribadian yang bertentangan.
c. Hubungan interpersonal yang eksploitatif.
d. Perasaan hampa.
e. Perasaan mengambang tentang diri.
f. Kerancuan gender.
g. Tingkat ansietas tinggi.
h. Tidak mampu empati terhadap orang lain.
i. Masalah estimasi.
4. Depersonalisasi

D. Mekanisme Koping
1. Pertahanan jangka pendek
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis, seperti kerja
keras, nonton, dan lain-lain.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, seperti ikut
kegiatan sosial, politik, agama, dan lain-lain.
c. Aktivitas yang sementara dapat menguatkan perasaan diri, seperti kompetisi
pencapaian akademik.
d. Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat masalah identitas
menjadi kurang berarti dalam kehidupan, seperti penyalahgunaan obat.
2. Pertahanan jangka panjang
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu
tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, dan potensi diri individu.
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai-nilai harapan
masyarakat.
3. Mekanisme pertahanan ego
a. Fantasi
b. Disosiasi
c. Isolasi
d. Proyeksi
e. Displacement
f. Marah/amuk pada diri sendiri

E. Diagnosis Keperawatan
Daftar Diagnosis
1. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Gangguan konsep diri: citra tubuh berhubungan dengan koping keluarga
inefektif.
4. Gangguan konsep diri: identitas personal berhubungan dengan perubahan
penampilan peran.

F. Tindakan Keperawatan pada Pasien


1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c. Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
e. Pasien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
2. Tindakan keperawatan
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
1) Mendiskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek
positif seperti kegiatan pasien di rumah, serta adanya keluarga dan lingkungan
terdekat pasien.
2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
pasien
penilaian yang negatif.
b. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
1) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini
setelah mengalami bencana.
2) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan pasien.
3) Perlihatkan respons yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.
c. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan.
1) Mendiskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
2) Bantu pasien menetapkan aktivitas yang dapat pasien lakukan secara mandiri,
aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga, dan aktivitas yang
perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat pasien. Berikan
contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama
pasien dan buat daftar aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien.
d. Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih sesuai kemampuan.
1) Mendiskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan (yang sudah
dipilih pasien) yang akan dilatihkan.
2) Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang akan
dilakukan pasien.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan
pasien.
e. Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya.
1) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan.
Web Of Coution : Konsep Diri

Stressor dari lingkungan


Terjadinya konflik Personal

Terjadinya perilaku yang Klien tidak dapat menjalankan


menyimpang dari ideal diri perannya sebagai mahasiswa
yang diharapkan dengan jurusan yang diambil

Masalah pada Konsep Diri


Remaja tersebut

Tindakan individu yang Timbulnya situasi yang tidak Tindakan individu tidak
tidak sesuai dengan nilai kondusif akibat individu yang dapat menampilkan peran
yang berlaku. tidakefektifan dalam koping yang sesuai dengan
harapannya.

MK:
Penilaian terhadap individu
Ketidakefektifan
tersebut menjadi negatif,
performa peran
sehingga ia merasa harga
dirinya rendah.

Penyelesaian masalah yang Penyebab stressor semakin


tidak efektif menekan kondisi
kejiwaannya

Terjadinya hal hal yang tidak


diinginkan
MK: Ketidakefektiifan MK: Kehilangan
Koping Harapan

Gangguan Jiwa
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah dkk.2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta Selatan:


Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai