Anda di halaman 1dari 24

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Penyakit pembuluh arteri, vena dan sistem pembuluh darah limfatik.
DVTa keadaan klinis, istilah PVD sering disebut sebagai penyakit
pembuluh arteri perifer (Black & Hawks, 2014).
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah semua penyakit yang terjadi
DVTa pembuluh darah non sindroma coroner akut setelah keluar dari
jantung dan aortailiaka, sehingga pembuluh yang dapat menjadi lokasi
terjadinya PAP adalah pembuluh DVTa keempat ekstremitas, arteri
karotis, arteri renalis, arteri mesentrika, aorta abdominalis dan semua
pembuluh cabang yang keluar dari aortailiaka. Namun secara garis
besar, secara klinis PAP merupakan gangguan DVTa arteri yang
memperdarahi ekstremitas bawah (Morley, Sharma, Horsch, &
Hinchliffe, 2018).
Insufisiensi arteri DVTa ekstremitas biasanya dijumpai DVTa orang
yang berusia diatas 50 tahun, kebanyakan pria. PAP dapat terjadi oleh
karena adanya perubahan struktur ataupun fungsi dari pembuluh
darah. PAP sering kali merupakan bagian dari proses penyakit sistemik
yang berpengaruh terhadap kenainal multiple. Adanya PAP DVTa satu
arteri menjadi predictor kuat adanya PAP DVTa arteri lainnya,
termasuk pembuluh darah coroner, karotis dan cerebral (Morley et al.,
2018).
B. Etiologi
Faktor risiko dalam mengembangkan DVT bisadiprediksi oleh usia
dan faktor risiko eterosclerotic, termasuk, diabetes mellitus,
hiperkolesterolemia, dan hipertensi. Selain itu menurut data
Framingham Heart Study DVTditentukan oleh usia, jenis kelamin,
kolesterol serum meningkat, hipertensi, penggunaan tembakau, dan
jantung koronersebagai faktor yang terkait dengan suaturisiko untuk
terjadinya DVT. Hal ini penting untuk diketahui karena berguna dalam
menentukanpasien yang berisiko DVT(Stoyioglou & Jaff, 2014).

1
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit sistemik. Sekitar 60% pasien
dengan penyakit arteri perifer akan memiliki penyakit jantung
iskemik, dan 30% memiliki penyakit serebrovaskular. Dalam lima
tahun diagnosis, 10-15% pasien dengan klaudikasio intermiten
akan meninggal karena penyakit kardiovaskular(Morley et al.,
2018).
Aterosklerosis adalah suatu proses radang kompleks dan kronis
yang secara perlahan menyumbat pembuluh arteri yang bersifat
elastis dan kuat. Proses aterosklerosis ini secara bertahap akan
menyebabkan penyumbatan total DVTa pembuluh arteri berukuran
sedang dan besar (Black & Hawks, 2014).
Penyakit arteri perifer adalah hasil dari iskemia (aliran darah
yang tidak cukup) DVTa ekstremitas bawah. Dalam sebagian besar
kasus, penyebabnya adalah atherosclerosis yang merupakan salah
satu penyakit yang paling umum dan salah satu yang jarang
mempengaruhi pembuluh darah ekstremitas bawah saja, melainkan
seluruh sistem kardiovaskular. Dengan demikian, semua pasien
yang memiliki gejala penyakit arteri perifer harus dinilai untuk risiko
aterosklerosis. Penyakit arteri perifer dalam bentuk ringan mungkin
terbatas DVTa klaudikasio intermiten, nyeri DVTa ekstremitas
bawah yang dipicu oleh pengerahan tenaga tetapi itu berhenti
selama istirahat. Ketika iskemia kronis, kritis atau akut - ditandai
oleh pembuluh darah stenosis atau tersumbat, penyakit arteri
perifer meningkatkan risiko kematian jaringan (gangren), amputasi
dan kematian dini(Engström-laurent, 2009).
2. Merokok
Hasildari tinjauan sistematis 17 studi termasuk 20.278 pasien
menunjukkan bahwa setengah dari semua penyakit arteri perifer
dapat dihubungkan dengan merokok. Ini menyimpulkan bahwa
perokok berat lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit arteri
perifer dariDVTa perokok ringan dan bahwa mantan perokok

2
memiliki risiko yang terus meningkat dibandingkan dengan tidak
pernah perokok(Willigendael et al., 2014).
Penggunaan rokok merupakan hal yang paling penting dalam
merubah faktor resiko DVTa perkembangan dari penyakit
aterosklerosis. Jumlah dan lamanya rokok berkolerasi secara
langsung dengan perkembangan progresifitas PAP. Peranannya
adalah efek aterogenik dari rokok. Efek tersebut adalah akibat
gabungan aktivasi dari sistem simpatetik, efek vasokonstriksi,
oksidasi dari LDL kolesterol, penghambatan pembebasan dari
plasminogen activator dari endothelium, peningkatan kadar
fibrinogen, peningkatan aktivitas trombosit, peningkatan ekspresi
dari faktor jaringan dan disfungsi endotel(Eason, Petersen, Suarez-
Almazor, Davis, & Collins, 2015).
3. Diabetes Melltus
Pedoman TASC II menyimpulkan bahwa, untuk semua pasien
dengan diabetes, risiko relatif untuk mengembangkan penyakit
arteri perifer serupa dengan orang yang merokok. Sebuah
kohortstudy prospektif dari 1894 peserta diabetes menemukan
bahwa kontrol diabetes yang buruk dikaitkan dengan peningkatan
risiko penyakit arteri perifer. Pasien dengan diabetes lebih
cenderung asimtomatik karena ko-eksistensi neuropati dalam
proporsi yang cukup besar. Penyakit arteri perifer DVTa populasi ini
lebih mungkin ditemukan di pembuluh yang lebih distal di betis.
Studi populasi telah menemukan bahwa sekitar setengah pasien
rawat jalan dengan ulkus kaki diabetik memiliki arterial
perifer(Norgren et al., 2017).
Dalam Kesehatan KardiovaskularStudi, diabetes
dikaitkandengan peningkatan prevalensi 3,8 kali lipatDVT DVTa
pasien yang lebih tua dari 65 tahunusia(Stoyioglou & Jaff, 2014).
4. Gender
Prevalensi DVT, simtomatik atau asimtomatik, sedikit lebih tinggi
DVTa pria dariDVTa wanita, terutama DVTa kelompok usia yang
lebih muda(Norgren et al., 2017).

3
5. Hipertensi
Hipertensi dikaitkan dengan semua bentuk penyakit
kardiovaskular, termasuk DVT. Namun, risiko relatif untuk
mengembangkan DVT kurang untuk hipertensi dibandingkan
diabetes atau merokok(Norgren et al., 2017).
Peran dari hipertensi sebagai faktor resiko besar DVTa
perkembangan PAP didemonstrasikan DVTa offspring dan trial
DVTa studi epidemiologi German. Penelitian-penelitian epidemilogi
lain juga menghubungkan dan mendapatkan resiko Pap dan
hipertensi sekitar 50-92%. DVTa studi National Health and
Nutritional Examination Survey (NHANES). DAN Peripheral Arterial
Disease Awereness Risk and Treatment : New Resources for
Survival (PARTNERS) mendapatkan hubungan PAP dengan
hipertensi sekitar 74% dan 92% berturut-turut (Norgren et al.,
2017).
6. Dyslipidemia
Dalamstudi framingham, tingkat kolesterol puasa lebih dari 7
mmol / L (270 mg / dL) diasosiasikan dengan dua kali lipat dari
kejadian IC tetapi rasio kolesterol total hingga high density
lipoprotein (HDL) adalah prediktor terbaik terjadinya dari
DVT.Dalampenelitian lain, pasien dengan DVT memiliki tingkat
yang lebih tinggi dari serum tryglycerides, sangat rendah lipoprotein
(VLDL) kolesterol. Meskipunbeberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa total cholesterol adalah faktor risiko independen yang kuat
untuk DVT, yang lain gagal mengkonfirmasi hubungan ini(Kullo &
Rooke, 2016).
Telahdisarankan bahwa merokok dapat meningkatkan efek
hiperkolesterolemia. ada bukti bahwa pengobatan hiperlipidemia
mengurangi baik perkembangan DVT dan kejadian IC. hubungan
antara DVT dan hipertrigliseridemia juga telah dilaporkan dan telah
terbukti berhubungan dengan perkembangan dan komplikasi

4
sistematis DVT. lipoprotein merupakan faktor risiko signifikan yang
tidak tergantung DVTa DVT(Norgren et al., 2017).
C. Manifestasi Klinis
DVTa saat gejala awal penyakit arteri perifer menjadi nyata,
aterosklerosis sering menyempit arteri menjadi kurang dari setengah
diameter normalnya.Berikut ini adalah gejala awal utama penyakit
arteri perifer(Engström-laurent, 2009) :
1. Manifestasi utama yang dapat dirasakan DVTa penyempitan arteri
kronis adalah klaudikasio intermitten (Black & Hawks, 2014).
2. Tanda khas dari insufisiensi arteri perifer adalah klaudikasi
intermitten. Nyeri ini datang mendadak dan dapat dirasakan
sebagai ngilu, kram, kelelahan dan kelemahan. Nyeri istirahat
bersifat menetap, ngilu dan tidak nyaman, biasanya terjadi dibagian
distal ekstremitas.Umum untuk semua jenis penyakit arteri perifer
adalah rasa sakit - dari jenis transien yang dapat ditangani dalam
klaudikasi ringan intermiten ke jenis yang tak terhindarkan, sulit
diobati dalam iskemia ekstrem kritis kronis. Rasa sakit iskemia
ekstremitas akut dijelaskan oleh pasien sebagai tidak tertahankan
dan tidak dapat diatasi dengan terapi obat. Dikombinasikan dengan
kemampuan berjalan yang sering terbatas, rasa sakit yang
membandel mengurangi kualitas hidup. Meskipun prosesnya
mempengaruhi orang-orang dengan cara yang berbeda,
dampaknya selalu jauh dan sering kali melumpuhkan.
3. Kelemahan otot
4. Perasaan dingin atau baal DVTa ekstremitas dapat menyertai
klaudikasi intermitten yang disebabkan oleh penurunan aliran arteri
(Smeltzer, 2002).
5. Perubahan kulit dan kuku, ulkus, gangrene dan atrofi otot tampak
jelas (Smeltzer, 2002).
6. Dapat terdengar bruit DVTa auskultasi dengan stetoskop (Smeltzer,
2002).
7. Denyut nadi perifer dapat melemah atau hilang sama sekali.

5
8. Tanda-tanda fisik : pemeriksaan fisik dari gangguan pembuluh
darah disebut sebagai kritia bila ditemukan tanda tanda klasik “5 P”
yaitu : pulselessness, paralysys, parastesia, pain dan pallor. Bila
dijumpai paralysis dan parastesia sudah terjadi iskemia kaki yang
sangat kritis dan keharusan untuk dilakukan evaluasi dan
konsultasi.
D. Patofisiologi
Ada berbagai etiologi PAP non aterosklerotik seperti trauma,
vaskulitis, dan emboli. Etiologi aterosklerosis merupakan presentasi
sebagian besar PAP dan memiliki dampak epidemiologi terbesar.
Aterogenesis dimulai dengan lesi di dinding pembuluh darah dan
pembentukan plak aterosklerotik. Proses ini dikuasai oleh
leokocytemediated inflammationlokal dan oxidized lipoprotein species
terutama lowdensity Lipoproteins(LDL). Merokok, hiperkolesterolemia,
diabetes, dan hipertensi menurut beberapa penelitian mempercepat
pembentukan aterosklerosis(Morley et al., 2018).
Aterosklerosis bersifat progresif dan menyebabkan jaringan
kekurangan darah yang mengandung oksigen. Saat itu terjadi, arteri-
arteri kolateral akan berkompenasasi untuk dapat memenuhi
kebutuhan oksigen DVTa pembuluh arteri yang tersumbat. Akan tetapi,
proses ini berlangsung lambat. Secara bersamaan, vasodilatasi dan
proses anaerob akan digunakan untuk pemenuhan oksigen dan nutrisi
dalam pembuluh darah. Vasodilatasi ini memberikan efek minimal oleh
karena pembuluh arteri yang kekurangan oksigen akan sangat cepat
berdilatasi maksimal. Metabolisme anaerob dalam sel akan berusaha
memenuhi kebutuhan dasar, akan tetapi proses pembuangan dalam
bentuk asam laktat dan asam piruvat akan terbentuk secara cepat
sehingga menyebabkan keadaan toksik dan diekskresikan sangat
lambat (Black & Hawks, 2014).
Adanya stenosis DVTa pembuluh darah maka resistensi meningkat,
selain itu DVTa saat latihan tekanan intramuskuler meningkat sehingga
diperlukan tekanan darah yang lebih tinggi namun setelah melewati
daerah stenosis tekanandarah menjadi rendah. Tercukupinya

6
kebutuhan oksigen dan nutrisi DVTa pasien dengan stenosis
bergantung DVTa diameter lumen dan adanya kolateral yang dapat
menyuplai darah secara cukup DVTa saat istirahat namun tetap tidak
mencukupi kebutuhan saat latihan(Black & Hawks, 2014).
Abnormalitas dari reaktifitas vasomotor mengganggu aliran darah.
Normalnya arteri dilatasi terhadap respon farmakologi dan stimulus
biokimia seperti asetilkolin, serotonin, trombin, dan bradikinin. Respon
vasodilatasi ini merupakan hasil dari pelepasan zat aktif biologi dari
endotelium terutama nitrit oksida. DVTa arteri yang aterosklerosis
mengalami respon vasodilatasi yang buruk terhadap stimulus arus atau
farmakologi. Tidak hanya terlibat dalam vasodilatasi dengan relaksasi
otot polos, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi trombosit,
adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah;
dan mencegah adhesi leukosit DVTa endotel (Kullo & Rooke, 2016).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis penyakit arteri perifer didasarkan terutama DVTa
deskripsi pasien tentang gejala-gejalanya, riwayat medis dan status
(hasil pemeriksaan fisik). Riwayat medis pasien harus mencakup
analisis menyeluruh terhadap rasa nyeri berjalan, berjalan kaki, rasa
sakit saat istirahat, penampilan dan lokasi bisul dan gangren (kematian
jaringan karena arteri yang tersumbat), dan penyakit serta pengobatan
lainnya. Status termasuk palpasi denyut nadi di selangkangan, lutut
dan DVTa kaki, dengarkan dengan stetoskop untuk murmur dari
stenosis di pembuluh darah utama (terutama di selangkangan) dan
mengukur tekanan darah, keduanya dengan metode biasa di lengan
dan dengan monitor Doppler tepat di atas sendi pergelangan kaki.
Tekanan darah yang secara signifikan lebih rendah di pergelangan
kaki dariDVTa lengan adalah tanda penyakit arteri perifer bahkan jika
tidak ada gejala khas lainnya yang hadir(Engström-laurent, 2009).
Evaluasi metode diagnostik membutuhkan metode standar atau
referensi yang dapat dibandingkan. Metode referensi harus memiliki
bukti ilmiah terbaik untuk benar-benar mendeteksi penyakit dan telah
digunakan untuk tujuan diagnostik. Evaluasi mencakup tiga dari

7
metode diagnostik yaitu ultrasonografi dupleks, magnetic resonance
angiography (MRA) dan computed tomographic angiography
(CTA)(Engström-laurent, 2009).
1. Ultrasonograpi Doppler
Pemeriksaan ultrasonografi dopler dapat membantu
menegakkan aspek kualitatif dan kuantitatif masalah. Dopler adalah
stetoskop elektronik yang mampu memantulkan suara aliran darah
bahkan bila denyutan tidak teraba sama sekali.
2. Angiografi
Angiografi dapat digunakan untuk menegakkan diagnose
penyakit arteri bila akan dilakukan pembedahan. Prosedurnya
meliputi penyempitan medium kontras langsung kesistem vascular
untuk menampilkan gambaran pembuluh darah saat bahan
radiopak tersebut melewatinya. Lokasi penyumbatan pembuluh
darah atau aneurisma dan adanya kolateral dapat terlihat (Black &
Hawks, 2014).
3. Computed Tomographic Angiography (CTA)
Spiral computed tomography adalah metode radiologis lapisan
tipis atau penampang melintang tubuh. Mudah dibacadan salah
satu pelayanan rawat jalan biasa di semua rumah sakit darurat.
Metodenya sangat cepat, dan perubahan dinamis seperti densitas
kontras dari arteri dapat ditangkap DVTa resolusi tinggi. CTA dapat
digunakan untuk dengan cepat menggambarkan sistem vaskular
yang panjang, seperti dari aorta perut ke arteri kaki, sementara
mempertahankan resolusi tinggi secara longitudinal di dalam tubuh
ketika agen kontras melewati untuk waktu yang singkat(Engström-
laurent, 2009).
Jumlah agen kontras adalah sama, atau agak lebih tinggi,
dariDVTa dalam angiografi konvensional. Karena agen kontras
mengandung yodium, fungsi ginjal pasien serta kemungkinan
adanya diabetes atau dehidrasiharus dipertimbangkan. Studi yang
membandingkan kepastian diagnostik CTA dengan angiografi
konvensional menunjukkan bahwa(Engström-laurent, 2009) :

8
a. CTA memiliki akurasi diagnostik (sensitivitas dan spesifisitas
≥80%) setara dengan angiografi konvensional untuk
memastikan atau mengesampingkan stenosis hemodinamik
yang signifikan (≥50 reduksi diameter) atau oklusi di semua
tingkat dari aorta abdominal ke arteri DVTa tungkai bawah dan
kaki.
b. CTA sebagai dasar untuk memilih strategi pengobatan DVTa
penyakit arteri perifer DVTa dasarnya sama pastinya dengan
angiografi konvensional (≥ 80% perjanjian atau nilai kappa>
0,6).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut The Swedish Council on Technology
Assessment in Health Care terdiri dari Terapi obat, Metode Fisik,
Natural Remedies dan Terapi Alternatif(Engström-laurent, 2009) :
1. LatihanBerjalan
UntukClaudication Intermiten Pelatihan berjalan meningkatkan
jarak berjalan DVTa pasien dengan klaudikasio intermiten.
2. Antihipertensi
Banyak pasien dengan penyakit arteri perifer juga memiliki
hipertensi dan diobati dengan antihipertensi, terutama untuk
meminimalkan risiko infark miokard dan stroke. Karena tekanan
darah rendah juga berarti berkurangnya aliran darah, upaya
telah dilakukan untuk memastikan apakah ada bukti ilmiah untuk
memilih atau mengesampingkan kelompok tertentu
antihipertensi DVTa pasien dengan penyakit arteri perifer.
3. Antikoagulan
Bukti ilmiah kurang menilai keefektifan antikoagulan (antagonis
molekul dan antagonis molekul yang tidak terfraksi atau rendah)
untuk klaudikasio intermiten dan penyembuhan ulkus kaki
diabetik.
4. Prostanoid
Prostanoid telah digunakan untuk mengobati penyakit arteri
perifer, terutama karena beberapa zat dalam kelompok memiliki

9
efek dilatasi DVTa pembuluh darah kecil. Ada bukti ilmiah yang
terbatas bahwa prostaglandin E1 intravena meningkatkan jarak
berjalan DVTa pasien dengan klaudikasio intermiten (Bukti
Kelas 3). Infus iloprost, analog prostasiklin, setidaknya selama
dua minggu DVTa pasien iskemik ekstremitas kronik kronis
memiliki dampak positif DVTa risiko amputasi, serta efek
agregat variabel amputasi dan kematian
5. Terapi Chelators
Chelator didasarkan DVTa hipotesis bahwa injeksi
ethylenediamine tetraacetate (EDTA), yang mengikat ion
kalsium, dapat mengurangi atherosclerosis dan gejala.
6. Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik (ruang dekompresi) telah digunakan
sebagai tambahan untuk pengobatan luka yang telah ditetapkan
dan diduga meningkatkan penyembuhan luka kronis.
7. Stimulasi Spinal cord
Stimulasi Spinal corddigunakan terutama DVTa tahun 1980
dalam upaya untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan
aliran darah DVTa iskemia ekstremitas kritis ketika rekonstruksi
bedah tidak layak. Metode ini mahal, dan bukti ilmiah kurang
untuk menilai efek analgesik atau kemampuannya untuk
mengurangi risiko amputasi.

10
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Assessment
Penilaian keperawatan mencakup riwayat kesehatan dan
pengobatan lengkap dan identifikasi faktor risiko untuk penyakit
arteri perifer. Tanda dan gejala yang terdeteksi selama penilaian
keperawatan mungkin termasuk nyeri klaudikasio; istirahat sakit di
kaki depan; pucat, rubor, atau sianosis; denyut perifer lemah atau
tidak ada; dan kerusakan kulit atau ulserasi (Smeltzer, Suzanne,
Bare, Brenda, Hinkle, Janice, Cheever, 2013).
2. Riwayat Kesehatan
Banyak penyakit mempengaruhi sistem kardiovaskular
secara langsung atau tidak langsung. Tanyakan keDVTa pasien
tentang riwayat nyeri dada, sesak napas, kelelahan, alkohol dan
merokok, anemia, demam rematik, infeksi tenggorokan
streptokokus, penyakit jantung bawaan, stroke, palpitasi, pusing
dengan perubahan posisi, sinkop, hipertensi, tromboflebitis,
intermiten klaudikasio, varises dan edema (Lewis, Dirksen,
Heitkemper, & Bucher, 2014)
Riwayat klien harus meliputi pertanyaan mengenai penyakit
arteri, riwayat operasi, penggunaan obat-obatan dan adanya ulkus.
Beberapa klien tidak memperhatikan adanya nyeri dada, sesak
ataupun lemas oleh karena perhatian mereka terfokus DVTa
ketidaknyamanan tungkai. Tanyakan baik-baik tentang bagaimana
ketidaknyamanan yang dirasakan. Oleh karena penyakit kronis
yang diderita, pemeriksaan psikososial harus dilakukan. Klien
mungkin memiliki perasaan yang tidak berdaya (Black & Hawks,
2014).
Menilai penggunaan obat saat ini dan masa lalu pasien. Ini
termasuk obat over-the-counter (OTC), suplemen herbal dan obat-
obatan lainnya. Misalnya, aspirin memperpanjang waktu
pembekuan darah, dan ditemukan di banyak obat yang digunakan

11
untuk mengobati gejala dingin. Buat daftar semua obat pasien.
Sertakan dosis, waktu dosis terakhir dan pemahaman pasien
tentang tujuan dan efek samping obat tersebut (Lewis et al., 2014).
Tanyakan keDVTa pasien tentang pola gaya hidup,
perawatan khusus, operasi masa lalu, atau penerimaan rumah
sakit terkait masalah kardiovaskular. Jelajahi prosedur penerimaan
atau rawat jalan untuk pemeriksaan diagnostik atau gejala
kardiovaskular. Perhatikan apakah EKG atau sinar-X dada telah
dilakukan(Lewis et al., 2014)
Kaji pola metabolisme nutrisi. Menjadi kurus atau kelebihan
berat badan dapat mengindikasikan masalah kardiovaskular yang
potensial. Oleh karena itu penting untuk menilai riwayat berat
pasien (misalnya, selama setahun terakhir) dalam kaitannya
dengan tinggi badan. Selain itu kaji pola tidur pasien (Lewis et al.,
2014)
Pola Eliminasi; Pasien DVTa diuretik dapat melaporkan
peningkatan berkemih atau nokturia. Selidiki riwayat inkontinensia
atau konstipasi, termasuk setiap penggunaan obat (diresepkan dan
OTC) untuk sembelit. Tanyakan DVTa pasien apakah mereka
mengalami pembengkakan DVTa ekstremitas bawah dan jika
sembuh ketika kaki mereka terangkat atau setelah tidur semalam
(Lewis et al., 2014)
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan denyut nadi
perifer (dimulai dari dorsalis pedis, kemudian dilanjutkan ke tibialis
posterior, poplitea dan femoralis hingga denyut nadi dirasa),
perhatikan juga warna kulit, suhu kulit, dan banyaknya rambut
yang tumbuh DVTa tungkai dan pemeriksaan integritas kulit
(termasuk adanya ulkus, area menghitam DVTa kulit, tinea pedis
atau kuku yang menebal), waktu pengisian kapiler. Dan adanya
pengisian pembuluh vena saat kaki menggantung. Pencatatan
denyut nadi paling baik dengan cara memberikan tanda DVTa
lokasi menggunakan spidol antiair, dicatat apakah dapat diraba

12
atau terdengar dengan menggunakan doppler(Black & Hawks,
2014).
Catat bila timbul perubahan warna atau suhu kulit, adanya
perabaan dan kualitas denyut nadi, gangguan sensasi/indera
perabaan (mislanya pemeriksaan tusuk jarum) atau bila klien
melaporkan nyeri diekstremitas(Black & Hawks, 2014).

Gambar 1: Menilai denyut perifer. (Kiri) Nadi Popliteal. (Kanan)


Dorsalis pedis pulsa (Bawah) Tibialis posterior (Smeltzer, et al 2013)

Gambar 2:Lokasi arteri peroneal; maleus lateral. Mengidentifikasi


DVT kronis (American Journal of Nursing dalam Smeltzer, et al 2013)

Continuous-waveDopplerlebih berguna sebagai alat klinis


bila dikombinasikan dengan tekanan darah pergelangan kaki, yang
digunakan untuk menentukan ankle-brachial index (ABI), juga
disebut ankle-arm index (AAI). ABI adalah rasio dari tekanan darah

13
sistolik pergelangan kaki ke tekanan darah sistolik lengan. Ini
adalah indikator obyektif penyakit arteri yang memungkinkan
pemeriksa untuk mengukur tingkat stenosis. Dengan meningkatnya
penyempitan arteri, ada penurunan progresif dalam tekanan
sistolik distal ke situs yang terlibat. Langkah pertama dalam
menentukan ABI adalah agar pasien beristirahat dalam posisi
terlentang (tidak duduk) setidaknya selama 5 menit. Manset
tekanan darah berukuran tepat (biasanya, 10 cm) diaplikasikan
DVTa pergelangan kaki pasien di atas maleolus. Setelah
mengidentifikasi sinyal arteri di arteri tibialis dan dorsalis pedis
posterior, tekanan pergelangan kaki sistolik diperoleh di kedua
kaki. Tekanan diastolik tidak dapat diukur dengan Doppler. Jika
tekanan dalam arteri ini tidak dapat diukur, tekanan dapat diukur
dalam arteri peroneal, yang juga dapat dinilai DVTa pergelangan
kaki(Smeltzer et al, 2013).
Secara umum, tekanan sistolik di pergelangan kaki orang
yang sehat adalah sama atau sedikit lebih tinggi dariDVTa tekanan
sistolik brakialis, menghasilkan ABI sekitar 1.0 (tidak ada
insufisiensi arteri). Pasien dengan klaudikasio biasanya memiliki
ABI 0.95-0.50 (insufisiensi ringan sampai sedang); pasien dengan
nyeri istirahat iskemik memiliki ABI kurang dari 0.50, dan pasien
dengan iskemia berat atau kehilangan jaringan memiliki ABI 0.25
atau kurang (Smeltzer et al, 2013).

Gambar 3: interpretation of anklebrachialIndex results(Lewis et al., 2014)

14
Gambar 4: Continuous-wave (CW) Doppler ultrasound mendeteksi
aliran darah di pembuluh perifer. Dikombinasikan dengan perhitungan
tekanan pergelangan kaki atau lengan, teknik diagnostik ini membantu
penyedia layanan kesehatan mencirikan sifat penyakit vaskular perifer.
Mengidentifikasi DVT kronis. American Journal of Nursingdalam Smeltzer,
et al 2013)

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data penilaian, diagnosis keperawatan utama
untuk pasien mungkin termasuk yang berikut (Smeltzer et al, 2013;
Black & Hawks, 2014; Lewis et al., 2014)
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguansirkulasi, sekunder dari sumbatan pembuluh arteri.
2. Nyeri akut atau nyeri kronis berhubungan dengan asupan darah
arteri ke kaki yang tidak adekuat
3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
berkurangnya sirkulasi perifer
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri kaki
setelah berjalan.
6. Kurang pengetahuan berhubungan denganprogram berjalan yang
dibuktikan dengan tidak pernah dilakukannya self-care activities
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan periferberhubungan dengan
gangguan sirkulasi, sekunder dari sumbatan pembuluh arteri

NOC: (Moorhead et al 2016; Black & Hawks, 2014).


Klien dapat mempertahankan perfusi jaringan perifer
adekuat ke ekstremitas yang terkena yang dibuktikan dengan

15
adanya peningkatan warna kulit dasar, suhu kulit, pemeriksaan
denyut nadi dan tingkat nyeri.
NIC: (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)
a. Managemen asam basa; monitor asam basa, tes laboratorium
disamping tempat tidur.
b. Managemen elektrolit/cairan
c. Monitor cairan
d. Pengaturan hemodinamik, managemen hipervolemia atau
hipovolemia.
e. Terapi oksigen
f. Managemen sensasi perifer; perlindungan terhadap torniket
penumatik, pengaturan posisi, pencegahan luka tekan
g. Pengecekan kulit; bantu penghentian merokok, monitor tanda-
tanda vital, edukasi pasien proses penyakit
h. Intervensi tambahan; perawatan perifer, latihan ambulasi,
latihan keseimbangan, latihan pergerakan sendi, kontrol otot.
i. Periksa warna, suhu, pengisian kapiler, keberadaan denyut
perifer, dan sensasi dan gerakan serta ukur ABI(Lewis et al.,
2014)
j. Posisikan klien dengan penyakit arteri sehingga darah mengalir
dengan baik ke tungkai dan kaki (Black & Hawks, 2014).
k. Berikan penjelasan tentang bahaya merokok keDVTa klien.
Ajak klien untuk berhenti total merokok. Selain itu, bantu klien
untuk mengikuti kelompok terapi, latihan evaluasi diri dan beri
terapi stres (Black & Hawks, 2014).
l. EBN: perawatan luka Peripheral Arterial Disease(DVT)
menggunakan ionic silver-containing Hydrofiber™ dressing
dengan Transcutaenous Electrical Nerve Stimulation(TENS)
frekuensi rendah efektif dalam menyembuhkan luka (100%
epithelialized) setelah 12 minggu perlakuan dan ABI meningkat
dari 0.63 menjadi 0.71 DVTa ekstremitas bawah(Yarboro &
Smith, 2014)

16
m. EBN: Penggunaan buerger exercises yang dikombinasikan
dengan program promosi kesehatan dapat memperbaiki gejala
neuropati perifer dan sirkulasi perifer (Chang, Chang, Hwang, &
Chen, 2015).
2. Nyeri Akut atau Nyeri Kronisberhubungan dengan asupan
darah arteri ke kaki yang tidak adekuat

NOC: (Moorhead et al 2016; Black & Hawks, 2014).


Klien dapat merasakan kenyamanan meningkat ditandai
dengan nyeri berkurang atau terkontrol
NIC: (Bulechek et al., 2016)
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e. Edukasi klien untuk: hindari berdiri dengan satu posisi lebih dari
beberapa menit, hindari menyilangkan tungkai diatas lutut, beri
posisi yang nyaman, laporkan jika adanya edema (Black &
Hawks, 2014).
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
g. EBN: TENS untuk nyeri akut (Jhonson, Paley, Howe, & Sluka,
2015)TENS ini diberikan dengan cara memberikan tegangan
arus listrik tekanan rendah di kulit selanjutnya nyeri dinilai
dengan skala nyeri subjektif. TENS dapat digunakan untuk
mengurangi nyeri yang sifatnya akut DVTa orang dewasa dan
agar tidak menimbulkan efek samping diperlukan metode atau
strategi terkait modifikasi elektroda DVTa kulit (Bennett et al.,
2010).

17
h. Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri dan kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
i. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat dan
evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
3. Risiko kerusakan integritas kulitberhubungan dengan
berkurangnya sirkulasi perifer

NOC: (Moorhead et al 2016; Black & Hawks, 2014).


Klien akan menurunkan resiko kerusakan kulit dengan cara
mempertahankan kelembapan kulit, melindungi kulit dari trauma
dan tidak menunjukkan tanda-tanda cedera kulit
NIC: (Bulechek et al., 2016)
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan DVTaa tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
e. Monitor kulit akan adanya kemerahan
f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil DVTa derah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
h. Monitor status nutrisi pasien
i. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
j. Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor faktor risiko pasien
(Braden Scale, Skala Norton)
k. Inspeksi kulit terutama DVTa tulang-tulang yang menonjol dan
titik-titik tekanan ketika merubah posisi pasien.
l. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein,
mineral dan vitamin
m. Monitor serum albumin dan transferin
n. Cegahlah cedera DVTa ekstremitas, terutama dikaki.Periksa
kaki dan cucilah setiap hari. Kenakan kapas bersih atau kaus
kaki wol dan sepatu yang pas. Hindari duduk dengan kaki
disilangkan, suhu panas dan dingin yang ekstrim, dan berdiri
lama. DVTa klien yang tirah baring, gunakan pembungkus kaki

18
berbulu atau stoking dari bahan katun (Black & Hawks, 2014;
Lewis et al., 2014).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan denganketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.

NOC: (Moorhead et al 2016; Lewis et al., 2014)

Toleransi terhadap aktivitas, dengan batasan karakteristik


konservasi energi, tanda-tanda vital dalam batas normal, aktivitas
sehari-hari terpenuhi
NIC: (Bulechek et al., 2016)
a. Terapi aktivitas; peningkatan mekanika tubuh
b. Managemen energi; managemen lingkungan, penigkatan
latihan, managemen alam perasaan, bantuan perawatan diri,
peningkatan tempat tidur,
c. Peningkatan latihan; peregangan, ambulasi, mobilitas atau
pergerakan sendi, terapi keseimbangan.
d. Peningkatan keterlibatan keluarga
e. Fasilitasi meditasi, terapi musik
f. Managemen nutrisi, terapi oksigen, managemen nyeri
g. Relaksasi otot progresif
h. Bantuan penghentian merokok, beri dukungan spritual
5. Resiko intoleransi aktivitasberhubungan dengan nyeri kaki
setelah berjalan.

NOC: (Moorhead et al 2016; Black & Hawks, 2014).


Klien dapat menjalankan aktivitas tanpa rasa nyeri dan
kelelahan berlebih yang dibuktikan dengan tanda-tanda vital
normal, tidak ditemukan nyeri, dan mengerti secara verbalakan
keuntungan meningkatkan aktivitas dan latihan secara bertahap
NIC: (Bulechek et al., 2016)
a. Peningkatan latihan; latihan kekuatan, peregangan, terapi
latihan ambulasi, terapi keseimbangan, terapi kontrol otot
b. Managemen nutrisi, terapi oksigen, managemen nyeri
c. Monitor tanda-tanda vital

19
d. Bantuan perawatan diri; ADL
e. Pilih intervensi tambahan; mobilisasi keluarga, managemen
pengobatan, pengaturan posisi, peningkatan keselamatan,
bantu penghentian merokok dan managemen berat badan.
f. Saat nyeri mulai dirasakan ketika berjalan, anjurkan berhenti
dan beristirahat dan mulai berjalan kembali(Black & Hawks,
2014).
g. Tinggikan kaki jika terjadi bengkak. Perhatikan klaudikasio
intermitten yang timbul yang menandakan otot dan jaringan di
kaki tidak terdapat cukup oksigen(Black & Hawks, 2014).
h. Periksa baik-baik riwayat penyakit dan lakukan pemeriksaan
fisik terlebih dahulu. Klien harus menggunakan sepatu yang
kuat untuk melindungi kaki dari trauma (Black & Hawks, 2014).
i. EBN:Stimulasi transcutaneous electrical nervediterapkan DVTa
ekstremitas bawahefektif untuk membantu meningkatkan
kinerja berjalan DVTa pasien pasien dengan DVT
danintermittent claudication(IC) (Seenan et al., 2016).
6. Kurang pengetahuanberhubungan dengan program berjalan
yang dibuktikan dengan tidak pernah dilakukannya self-care
activities

NOC: (Moorhead et al 2016; Black & Hawks, 2014).


Klien mengalami kemajuan dan dapat mengikuti program
berjalan secara progresif
NIC: (Bulechek et al., 2016)
a. Teaching : disease Process
b. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
c. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
d. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul DVTa
penyakit, dengan cara yang tepat dan gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat

20
e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f. Sediakan informasi DVTa pasien tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
g. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
h. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
i. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
j. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
k. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
l. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan DVTa pemberi perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat
m. Peringatkan klien bahwa kemungkinan timbul nyeri saat
pertama kali berjalan jarak jauh dan anjurkan untuk sering
berhenti untuk beristrahat. Berjalan menggunakan treadmill
adalah cara paling baik untuk memulai latihan (Black & Hawks,
2014).

21
DAFTAR PUSTAKA
Belch, J., Stansby, G., Shearman, C., Brittenden, J., Dugdill, S., Fowkes,
G., … Morrell, J. (2007). Peripheral arterial disease -- a
cardiovascular time bomb. The British Journal of Diabetes & Vascular
Disease, 7(5), 236–239.
https://doi.org/10.1177/14746514070070050701

Bennett, M. I., Johnson, M. I., Brown, S. R., Radford, H., Brown, J. M., &
Searle, R. D. (2010). Feasibility Study of Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation (TENS) for Cancer Bone Pain. Journal of Pain,
11(4), 351–359. https://doi.org/10.1016/j.jpain.2009.08.002

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.


(2016). Nursing Intervension Clasification (NIC). (T. R. D. Nurjanah
Intasari, Ed.) (6th ed.). Singapore: Elseviers Singapore Pte Ltd.

Chang, C. F., Chang, C. C., Hwang, S. L., & Chen, M. Y. (2015). Effects of
Buerger Exercise Combined Health-Promoting Program on Peripheral
Neurovasculopathy Among Community Residents at High Risk for
Diabetic Foot Ulceration. Worldviews on Evidence-Based Nursing,
12(3), 145–153. https://doi.org/10.1111/wvn.12091

Eason, S. L., Petersen, N. J., Suarez-Almazor, M., Davis, B., & Collins, T.
C. (2015). Diabetes mellitus, smoking, and the risk for asymptomatic
peripheral arterial disease: whom should we screen? The Journal of
the American Board of Family Practice / American Board of Family
Practice. https://doi.org/10.3122/jabfm.18.5.355

Engström-laurent, A. (2009). Peripheral Arterial Disease – Diagnosis and


Treatment The Swedish Council on Technology Assessment in Health
Care SBU Board of Directors and Scientific Advisory Committee
Secreteriat Board of Directors.

Jhonson, M. I., Paley, C. A., Howe, T. E., & Sluka, K. A. (2015).


Transcutaneus electrical nerve stimulation for acute pain. Cocharane
Database of Sistematic Reviews, (6).
https://doi.org/10.1002/14651858.CD006142.PUB3

Kullo, I. J., & Rooke, T. W. (2016). Peripheral Artery Disease. New


England Journal of Medicine, 374(9), 861–871.
https://doi.org/10.1056/NEJMcp1507631

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014).


Medical-Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical
Problems. (M. M. Harding, Ed.) (9th ed.). Canada: Elsevier.

Moorhead, S., Marion, J., Meridean, L. M., & Swanson, E. (2016). Nursing

22
Outcomes Classification (NOC) (6th ed.). Singapore: Elsevier.

Morley, R. L., Sharma, A., Horsch, A. D., & Hinchliffe, R. J. (2018).


Peripheral Artery Disease. Bmj, 5842(February), j5842.
https://doi.org/10.1136/bmj.j5842

Norgren, L., Hiatt, W. R., Dormandy, J. A., Nehler, M. R., Harris, K. A.,
Fowkes, F. G. R., & Rutherford, R. B. (2017). Inter-Society
Consensus for the management of peripheral arterial disease (TASC
II). International Angiology, 26(2), 82–157.
https://doi.org/10.1016/j.jvs.2006.12.037

Olin, J. W., & Sealove, B. A. (2010). Peripheral artery disease: Current


insight into the disease and its diagnosis and management. Mayo
Clinic Proceedings, 85(7), 678–692.
https://doi.org/10.4065/mcp.2010.0133

Seenan, C., McSwiggan, S., Roche, P. A., Tan, C.-W., Mercer, T., &
Belch, J. J. F. (2016). Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
Improves Walking Performance in Patients With Intermittent
Claudication. The Journal of Cardiovascular Nursing, 31(4), 323–330.
https://doi.org/10.1097/JCN.0000000000000258

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G., Hinkle, Janice L., Cheever, K. H.
(2013). Brunner & Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing.

Stoyioglou, A., & Jaff, M. R. (2014). Medical treatment of peripheral arterial


disease: A comprehensive review. Journal of Vascular and
Interventional Radiology, 15(11), 1197–1207.
https://doi.org/10.1097/01.RVI.0000137978.15352.C6

Willigendael, E. M., Teijink, J. A. W., Bartelink, M. L., Kuiken, B. W.,


Boiten, J., Moll, F. L., … Prins, M. H. (2014). Influence of smoking on
incidence and prevalence of peripheral arterial disease. Journal of
Vascular Surgery, 40(6), 1158–1165.
https://doi.org/10.1016/j.jvs.2004.08.049

Yarboro, D., & Smith, R. (2014). Transcutaenous electrical nerve


stimulation to manage a lower extremity wound complicated by
peripheral arterial disease: a case report. Ostomy Wound Manage,
60(7), 40–45. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25019248

23

Anda mungkin juga menyukai