Anda di halaman 1dari 149

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JL. FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

HAVIANI RIZKA NURCAHYANINGTYAS, S.Farm.


1206313173

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JL. FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

HAVIANI RIZKA NURCAHYANINGTYAS, S.Farm.


1206313173

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

ii

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


iii

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


KATA PENGANTAR

Segala puji saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dan dapat menyusun laporan
tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama pelaksanaan PKPA ini, khususnya kepada:
1. Dra. Alfina Rianti, Apt., M. Pharm. selaku pembimbing dari RSUP
Fatmawati yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang
bermanfaat selama melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan ini.
2. Ibu Prof. Dr. Effionora Anwar M. S., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan serta penyusunan laporan ini.
3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5. Seluruh staf RSUP Fatmawati yang telah memberikan pengetahuan dan
pengalaman yang bermanfaat serta membantu penulis selama melaksanakan
kegiatan PKPA.
6. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program pendidikan profesi apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
7. Seluruh keluarga (bapak, ibu, mas, dan lain - lain) yang telah memberikan
bantuan dukungan material dan moral kepada penulis.
8. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan LXXVI yang telah memberikan
banyak sekali bantuan dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam menyusun laporan PKPA ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan
laporan ini. Semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis
2013

iv

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Haviani Rizka Nurcahyaningtyas, S. Farm.


NPM : 1206313173
Program Studi : Profesi Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya akhir saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jl. Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan Periode 1 April – 31 Mei 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal: 1 Juli 2013
Yang menyatakan

( Haviani Rizka Nurcahyaningtyas, S. Farm.)

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................ v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii

1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2

2. TINJAUAN UMUM ..................................................................................... 3


2.1 Definisi Rumah Sakit ............................................................................. 3
2.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit ............................................................. 3
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ......................................................................... 3
2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati ....................................... 5
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ........................... ................ 6
2.6 Visi dan Misi .......................................................................................... 7

3. TINJAUAN KHUSUS .................................................................................. 10


3.1 Instalasi Farmasi ..................................................................................... 10
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ........................................................ 16
3.3 Satuan Farmasi Fungsional ............................................................. 42
3.4 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati ............................................ 56

4. PEMBAHASAN ........................................................................................... 58

5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 79


5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 79
5.2 Saran ....................................................................................................... 79
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 82

vi

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur organisasi RSUP Fatmawati ........................................ 83


Lampiran 2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ............ 84
Lampiran 3. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP
Fatmawati ................................................................................... 85
Lampiran 4. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi ............... 86
Lampiran 5. Alur penerimaan perbekalan farmasi .......................................... 87
Lampiran 6. Alur distribusi perbekalan farmasi ............................................. 88
Lampiran 7. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik ....... 89
Lampiran 8. Alur pelayanan obat sitostatika .................................................. 90
Lampiran 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas ............................. 92
Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual
prescription ................................................................................. 93
Lampiran 11. Alur pelayanan resep di Depo ASKES ....................................... 94
Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati ........................................................................ 95
Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi
Bedah Sentral .............................................................................. 96
Lampiran 14. Daftar paket obat dan alkes Cito ................................................ 98
Lampiran 15. Daftar paket obat dan alkes Paket Elektif ................................... 99
Lampiran 16. Daftar paket obat dan alkes Bedah Prima ................................... 100
Lampiran 17. Alur pemantauan efek samping obat .......................................... 101
Lampiran 18. Alur program pelayanan informasi obat ..................................... 102
Lampiran 19. Formulir pelayanan informasi obat ............................................ 103
Lampiran 20. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat ................................... 104
Lampiran 21. Alur pengkajian resep ................................................................. 105

vii

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi
setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai,
norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi. Dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan pemerintah memiliki tanggung jawab dalam hal merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Daris, 2010).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit
merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan salah satu sarana
kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya
kesehatan rujukan dan / atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, rumah sakit
juga dapat dipergunakan untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian,
serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan
(Siregar, 2004). Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal ini diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit
adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah
sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


2

Pelayanan kesehatan farmasi di rumah sakit tidak terlepas dari adanya


peran apoteker. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan,
ketrampilan, dan keahlian di bidang farmasi serta memiliki hak dalam
menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian. Peran apoteker menjadi hal penting
guna mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan
pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (patient oriented).
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan
keahlian di bidang kefarmasian, serta untuk mempersiapkan calon apoteker
memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional, maka
dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati Jakarta. RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang
berupaya memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan
dan penelitian diseluruh disiplin ilmu.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP
Fatmawati adalah sebagai berikut:
a. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS).
b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Satuan Farmasi
Fungsional (SFF)
c. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam Tim Farmasi dan
Terapi (TFT).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi Rumah Sakit


Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (UU RI No. 44/2009)


Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit
mempunyai fungsi:
1. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
2. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;
3. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
4. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3 Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
1. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri dari:

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


4

a. Rumah Sakit Umum Kelas A


Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua
belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8
(delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2
(dua) spesialis dasar.
2. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas :
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
lengkap.
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


5

spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang


terbatas.
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
minimal.

2.3.2 Berdasarkan pengelolaan


Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat.
1. Rumah Sakit Publik adakah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.
Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
2. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati


Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak
yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dengan dana
yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana
Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit
Ibu Soekarno.
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah
menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan
kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


6

Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya pada tahun 1984 RSU
Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun
1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah
Sakit Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni
tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada
tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit
mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati
ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun
2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada
tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati
memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP
Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16
Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan
Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri
Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati
telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 :
2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI
(Joint Commission International).

2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati


2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


7

terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan


pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian.

2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati


Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan:
1. Pelayanan medis
2. Pelayanan penunjang medis dan non medis
3. Pelayanan dan asuhan keperawatan
4. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit
5. Pelayanan rujukan
6. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan
7. Penelitian dan pengembangan
8. Administrasi umum dan keuangan

2.6 Visi dan Misi


Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP
Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan,
paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan:
1. terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap;
2. paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care)
serta tuntas;
3. terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini;
4. menjangkau seluruh lapisan masyarakat; dan
5. berorientasi kepada para pelanggan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


8

Misi dari RSUP Fatmawati adalah:


1. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan
dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi
dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.
2. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
4. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
5. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya
manusia.

2.6.1 Motto dan Falsafah


Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami”. Sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah:
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan
3. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama
4. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan
5. kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan

2.6.2 Nilai
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
1. Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
2. Profesional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan peka budaya).
3. Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
4. Ikhlas

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


9

Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada


pelanggan.
5. Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.

2.6.3 Tujuan
Tujuan RSUP Fatmawati adalah:
1. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety)
2. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif
yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
3. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
4. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
5. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber
daya manusia rumah sakit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Instalasi Farmasi


Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau IFRS dipimpin oleh Apoteker. Kepala
Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan
- peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi
barang farmasi.

3.1.1 Bagan organisasi


Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, kewenangan, dan fungsi. Kerangka organisasi minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang
dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi
RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.1.2 Peran lintas terkait dalam pelayanan farmasi rumah sakit


3.1.2.1 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan
rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di
rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga
dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medik fungsional
yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena
semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di
seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.

10 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


11

Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan


formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.

3.1.2.2 Panitia pengendalian infeksi rumah sakit


Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya.

3.1.2.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit
Apoteker juga berperan dalam tim / panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain:
1. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
2. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
3. Tim penanggulangan AIDS
4. Tim transplantasi
5. Tim PKMRS, dan lain - lain.

3.1.3 Analisa kebutuhan tenaga


3.1.3.1 Jenis ketenagaan
1. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana
farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF)
2. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer /
teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi
3. Pembantu pelaksana

3.1.3.2 Beban kerja


Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1. Kapasitas tempat tidur dan BOR
2. Jumlah resep atau formulir per hari

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


12

3. Volume perbekalan farmasi


4. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian)

3.1.3.3 Jenis pelayanan


1. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
2. Pelayanan rawat inap intensif
3. Pelayanan rawat inap
4. Pelayanan rawat jalan
5. Penyimpanan dan pendistribusian
6. Produksi obat

3.1.4 Pengelolaan perbekalan farmasi


Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

3.1.4.1 Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standardisasi sampai menjaga dan memperbaharui standard obat. Penentuan
seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan purna transaksi
pembelian.

3.1.4.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar - dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain metode konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metode

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


13

kombinasi konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan epidemiologi


disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

3.1.4.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi / pembuatan
sediaan farmasi, maupun sumbangan / droping / hibah.

3.1.4.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.

3.1.4.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan.

3.1.4.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

3.1.4.7 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik.

a. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap


Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


14

desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep


perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.

b. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan


Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotik rumah sakit.

c. Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja


Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam
kerja yang diselenggarakan oleh:
 Apotik rumah sakit / satelit farmasi yang dibuka 24 jam
 Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi

3.1.5 Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan


Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker
serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang
dilakukan antara lain:

1. Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.

2. Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan / meracik obat, memberikan label / etiket,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


15

penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.

3. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat


Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi.

4. Pelayanan informasi obat


Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

5. Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

6. Pemantauan kadar obat dalam darah


Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit.

7. Ronde / visite
Ronde / visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

8. Pengkajian penggunaan obat


Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


16

3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati


Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satu -
satunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi
dengan sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP
Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan
Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala Instalasi yang membawahi
15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu:
1. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)
2. Penyelia Depo Askes
3. Penyelia Depo IGD dan IRI
4. Penyelia Depo IBS
5. Penyelia Depo Teratai – IRNA A
6. Penyelia Depo Teratai – IRNA B
7. Penyelia Depo Griya Husada
8. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto
9. Penyelia Gudang Farmasi
10. Penyelia Produksi Farmasi
11. Penyelia Sistem Informasi
12. Penyelia Distribusi dan Penerimaan
13. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi
14. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
15. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi
Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2. Kepala Instalasi Farmasi dalam menjalankan tugasnya berkoordinasi
dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati.

3.2.1 Tugas pokok dan fungsi instalasi farmasi


 Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah:
a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


17

b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan,


pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan
farmasi di RSUP Fatmawati.
c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi
kefarmasian.

 Fungsi instalasi farmasi adalah:


a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati dengan pihak - pihak tekait.
b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati.
c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta
tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi
di RSUP Fatmawati.

3.2.2 Visi instalasi farmasi


Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”

3.2.3 Misi instalasi farmasi


Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
1. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


18

2. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP


Fatmawati.
3. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif
dan efisien.
4. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang
orthopedi dan rehabilitasi medik.

3.2.4 Tujuan instalasi farmasi


Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
1. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang profesional dan
bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah
sakit.
2. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
3. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi
seluruh masyarakat rumah sakit.
4. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim
pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi.
5. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,
masyarakat, serta lingkungan.
6. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan
pelatihan.
7. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi
pelayanan.
8. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.

3.2.5 Nilai - nilai instalasi farmasi


Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
1. Profesional
2. Benar dan aman (safety)
3. Penuh tanggung jawab
4. Jujur

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


19

5. Ramah dan peduli (care)

3.2.6 Ruang lingkup kegiatan farmasi


3.2.6.1 Gudang farmasi
Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati ialah
sebagai berikut:
1. Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah
dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang
tersedia, dengan menggunakan dasar - dasar perencanaan dan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi. Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan
untuk merealisasikan kebutuhan dalam perencanaan melalui pembelian, produksi /
pembuatan sediaan farmasi, sumbangan / dropping / hibah. Di gudang farmasi
RSUP Fatmawati ada 4 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia
sistem informasi farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan, dan penyelia
perencanaan perbekalan farmasi.
Perencanaan dibuat paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan untuk
memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Pembuatan perencanaan kebutuhan
bulanan menggunakan gabungan metode konsumsi dan epidemiologi.
Perencanaan dibuat berdasarkan evaluasi penjualan 3 bulan sebelumnya; terutama
1 bulan sebelumnya, melihat sisa stok obat yang ada dan melihat anggaran yang
tersedia. Data penerimaan pada sistem akan diolah, kemudian dikombinasi dengan
analisa penjualan depo - depo farmasi untuk penentuan jumlah kebutuhan bulan
berikutnya. Penyelia gudang farmasi dan penyelia depo farmasi melakukan cross
check sehingga harus ada komunikasi di antara keduanya. Bila terdapat
peningkatan kebutuhan, maka dibuat perencanaan tambahan. Proses penyusunan
perencanaan dilakukan setiap bulan untuk kebutuhan reguler (obat formularium).
Selain itu, disusun juga perencanaan untuk kebutuhan 3 bulan (obat generik, obat
DPHO Askes), dan kebutuhan 6 bulan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD).
Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah
perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medik, reagen, bahan baku, dan bahan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


20

untuk radiologi seperti film rontgen. Kesemua perencanaan yang dibuat merujuk
pada daftar obat dalam formularium, DPHO, DOEN, obat bebas dan generik.
Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang
diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk dimintakan persetujuannya dan
ditandatangani. Perencanaan kebutuhan kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP
Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan
dikirimkan ke Direktur Medik dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke
Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan
dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya
mengirimkan ke Direktur Utama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah
mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke PPK atau
Pejabat Pembuat Komitmen. PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk
dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan
dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran
untuk disetujui dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur
Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta,
maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan
harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan
lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK
akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau
membuatkan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai
200 juta, dan mengirimkan ke distributor terkait. Alur perencanaan dan
perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Obat cito dapat diadakan dengan membuat disposisi untuk meminta
persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil
Pejabat Pengadaan Medik, sedangkan bila di luar jam kerja menggunakan kas
kecil Duty Manager. Pengiriman perbekalan farmasi oleh distributor ke RSUP
Fatmawati sesuai dengan data perencanaan, diterima oleh Tim Penerima Barang.
Serah terima perbekalan farmasi dilaksanakan dari Tim Penerima Barang ke
petugas gudang farmasi dan dilakukan input data di Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS), kemudian dilaksanakan proses penyimpanan di gudang farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


21

2. Penerimaan perbekalan farmasi


Penerimaan merupakan suatu proses kegiatan untuk menerima perbekalan
farmasi yang telah diadakan pada proses pengadaan, baik melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Tujuan prosedur penerimaan
perbekalan farmasi ialah terjaminnya penerimaan perbekalan farmasi sesuai
dengan Surat Pesanan (SP) atau kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan
Pengadaan (ULP), baik dari segi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah,
jangka waktu kadaluarsa yang mencukupi dan waktu kedatangan. Penerimaan
perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang berdasarkan Surat
Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP, tender, konsinyasi atau sumbangan. Prosedur
penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut (Lampiran 5):
a. Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor / rekanan / rumah
sakit / apotik / donatur lain oleh Tim Penerima Barang Medik, selanjutnya
diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi
di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik untuk obat /
alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat / alkes yang dibeli di
apotek luar atau rumah sakit lain atau dari distributor karena pemesanan
mendadak (cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo IGD untuk selanjutnya
diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik.
b. Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang
Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:
- faktur perbekalan farmasi;
- kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP / SPK;
- kondisi perbekalan farmasi;
- jumlah perbekalan farmasi;
- tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi
tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun dengan persetujuan
user;
- Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk
alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


22

c. Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang


Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang
Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.
d. Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang
akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.
e. Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang
Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi.
f. Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.

3. Penyimpanan perbekalan farmasi


Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan proses kegiatan menyimpan
dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari kehilangan serta gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi ialah:
a. Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan.
b. Terhindarnya kehilangan persediaan perbekalan farmasi selama penyimpanan.
c. Terjaminnya ketersediaan perbekalan farmasi melalui administrasi pencatatan
persediaan perbekalan farmasi.
d. Terbantunya pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi.
Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi ialah:
1. Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan
memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut:
a. Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai
dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk
sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Di RSUP Fatmawati,
penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan menjadi empat ruang besar
yakni :
i. ruang penyimpanan alat kesehatan
alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya.
ii. ruang penyimpanan cairan
cairan disimpan diruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat
kesehatan. Disusun didalam dus dan diletakkan diatas pallet.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


23

iii. ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid


sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu
kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis.
iv. ruang penyimpanan gas medik
gas medik disimpan di gedung terpisah, terletak dibelakang gedung
teratai. Penyimpanannya disusun berdasarkan jenis gas medik dan
ukurannya.
b. Penempatan perbekalan farmasi
- Penempatan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First Out)
berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi, atau FEFO (First
Expired First Out) berdasarkan waktu daluwarsa. Metode FIFO dan FEFO
akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau di depan perbekalan
farmasi yang datang kemudian atau kadaluwarsa lebih lama.
- Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka
penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka penyimpanan memperhatikan
sistem FIFO.
- Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk
patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama /
pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak
pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat
non kategori LASA di antaranya dan pada rak / tempat obat diberikan
stiker LASA.
- Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya
masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan
jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati - Hati
Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”
- Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi
masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk
mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


24

- Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat


diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari
kelembaban.
c. Suhu selama penyimpanan
- Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus, alat
kesehatan, pembalut, dan gas medik.
- Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2 - 8oC
untuk obat - obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang
membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai
dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas yang
mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”.
- Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus dan
harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan
alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati.
d. Kelembaban
Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau
kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65% -
98%.
e. Cahaya matahari
Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.
f. Sirkulasi udara
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
g. Resiko kebakaran
Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada
Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api
Ringan).
h. Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya.
i. Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan
bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi.
j. Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk
menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


25

2. Pelaksanaan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat


penyimpanan secara aman oleh petugas farmasi.
3. Pelaksanaan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi
ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
oleh petugas farmasi.
4. Pembuatan laporan mutasi atau distribusi perbekalan farmasi oleh petugas
farmasi.

Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika:


1. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim
Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis,
jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu PT.
Kimia Farma.
2. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat /
dokumentasi dengan ketentuan:
a. Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci
ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis.
b. Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi
terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.
c. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya.
d. Dilengkapi dengan kartu stok.
3. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman kepada
beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
a. Menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
b. Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
- Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2 - 8oC
- Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15 - 25oC
c. Menurut sifatnya mudah / tidak terbakar
d. Menurut ketahanan terhadap cahaya / tidak
4. Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) atau
berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


26

5. Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis, yaitu


berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” dan seterusnya.
6. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah stok
awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.
7. Monitoring selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan
fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah stok
narkotika dan psikotropika setiap hari.

Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert:


1. Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor melalui Tim
Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.
2. Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa nama,
jumlah, tanggal kadaluarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta kondisi
penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.
3. Pemberian penanda khusus (stiker) obat high alert golongan elektrolit
konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan pada kardus
terluar obat high alert.
4. Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan
dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok gudang farmasi
sebagai penambahan jumlah.
5. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang bertanda
khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.
6. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO
dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara:
a. Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin, yaitu
antara 2 - 8oC, maka disimpan dalam lemari pharmaceutical refrigerator
dengan suhu terkendali.
b. Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu ruangan,
yaitu 25oC, maka disimpan dalam lemari yang telah diberikan penanda
khusus.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


27

c. Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike Sound
Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan memberikan
selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya.

 Pendistribusian perbekalan farmasi


Pendistribusian perbekalan farmasi oleh gudang RSUP Fatmawati yang
dilakukan ada dua macam yakni pendistribusian amprahan obat berdasarkan
permintaan dari depo - depo farmasi melalui sistem dan pendistribusian floor
stock dari ruangan secara manual atau menggunakan formulir. Untuk
pendistribusian amprahan obat dilakukan dengan sistem komputerisasi dan
dilakukan setiap hari. Alur distribusinya adalah setiap pagi petugas gudang
farmasi mengecek sistem dan akan menilai secara keseluruhan pembagian stok ke
depo - depo farmasi agar manajemen persediaan di gudang farmasi tetap baik.
Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh petugas gudang farmasi, maka akan
dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah terima dilakukan
pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi. Petugas
menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai, kemudian
dilakukan penginputan ke sistem dan di - print out. Setelah itu, petugas gudang
farmasi mengecek pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan
terpotong bila telah diverifikasi. Untuk pendistribusian floor stock, dilakukan
secara manual dan jadwal pengambilan tiap ruangan berbeda - beda untuk
memudahkan kerja petugas gudang farmasi. Alur distribusi perbekalan farmasi
dapat dilihat pada Lampiran 6.

 Pelaporan perbekalan farmasi


Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:
a. Buku induk penerimaan barang
b. Rekapitulasi penerimaan barang
c. Rekapitulasi pengeluaran barang
d. Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medik
e. Laporan stok opname setiap satu bulan
f. Laporan persediaan floor stock setiap tiga bulan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


28

g. Laporan narkotika
h. Laporan barang sumbangan

 Prosedur retur perbekalan farmasi


Retur perbekalan farmasi merupakan proses pengembalian perbekalan
farmasi ke distributor disebabkan karena rusak, kadaluwarsa, dan penarikan
produk (recall) oleh produsen. Tujuannya ialah agar tersedianya produk
perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan terlindunginya pasien dari
penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu. Prosedur retur perbekalan
farmasi ialah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang farmasi,
depo farmasi, instalasi rawat inap untuk perbekalan farmasi floor stock.
b. Pelaksanaan item pengecekan untuk mengetahui perbekalan farmasi yang
rusak, kadaluwarsa, dan recall.
c. Pencatatan perbekalan farmasi yang diketahui rusak, mendekati tanggal
kadaluwarsa atau recall. Pencatatan dilakukan dengan mencatat nama produk,
nama pabrik, nomor batch, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa, jumlah
sediaan.
d. Pengembalian dan pengumpulan perbekalan farmasi yang rusak, kadaluwarsa,
atau recall dari seluruh depo farmasi dan floor stock rawat inap ke gudang
farmasi.
e. Pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi untuk produk yang:
- Rusak dan tidak dapat digunakan
- Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kadaluwarsa
- Recall berdasarkan surat edaran dari pabrik pembuat produk, Kementerian
Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Tim
Farmasi dan Terapi (TFT) berdasarkan hasil audit investigasi.
f. Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi
dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: “Penyimpanan
Obat Tidak Layak Pakai”

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


29

g. Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan dilakukan


penggantian produk, dengan melengkapi dokumen faktur pembelian, surat
pesanan, dan berita acara serah terima.
h. Pemusnahan perbekalan farmasi yang telah mencapai masa tanggal
kadaluwarsa dan tidak dapat diretur ke distributor, yang akan dimusnahkan
secara bersamaan dalam waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang.
i. Pembuatan laporan hasil oleh wakil kepala perbekalan farmasi untuk
disampaikan pada Kepala Instalasi Farmasi.
j. Penyampaian laporan ke Direksi.

3.2.7.1 Tata usaha farmasi


Kegiatan administrasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilaksanakan di
Tata Usaha Farmasi. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia
Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Tata
cara persuratan yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan di
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mencakup pencatatan surat masuk dan surat
keluar. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit
ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat keluar
untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah
Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang dilakukan
oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan:
a. Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan barang
floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan kerja
berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan untuk pembuatan
laporan keuangan dan catatan permintaan obat / alkes depo farmasi ke
gudang farmasi untuk pembuatan laporan pengeluaran perbekalan farmasi
per depo farmasi.
b. Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat narkotika
dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi oleh Kepala
Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk narkotika dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


30

setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan laporan pemakaian


obat narkotika dan laporan pemakaian obat psikotropika.
c. Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik dan
non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di depo -
depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan pemantauan
penulisan resep obat generik.
d. Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk
pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi.
e. Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah R/ depo farmasi dari
pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di depo -
depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi.
f. Pengambilan data kuitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi dari
catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan laporan
pemakaian kas kecil instalasi farmasi.
2. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
a. Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per
depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik,
laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, laporan kegiatan instalasi
farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi setiap bulan.
b. Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan
pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi
Farmasi.
Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan
ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang
ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran
perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik
dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan
kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan
Kepala Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip di
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


31

1. Arsip surat masuk / surat keluar / SK Direktur RSUP Fatmawati / SK


Kemenkes.
2. Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing - masing pegawai Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati.
3. Arsip laporan - laporan.
4. Arsip resep rawat jalan dan rawat inap.
5. Arsip catatan kehadiran pegawai (absensi) di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati.
6. Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
7. Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
8. Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
Pemusnahan dilakukan setiap awal tahun untuk laporan - laporan dan resep
- resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta surat masuk dan surat keluar yang
berumur 5 tahun.

3.2.7.2 Produksi farmasi


Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
produksi non steril dan produksi steril. Produksi steril berada di bawah
pengawasan Satuan Farmasi Fungsional, sedangkan produksi non steril berada di
bawah pengawasan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 1 penyelia, yaitu
Penyelia Produksi Farmasi, dan 2 asisten apoteker di produksi farmasi RSUP
Fatmawati.
1. Produksi non steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan
farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang
diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat.
Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Di
ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43 master formula sebagai
panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk penghematan anggaran, terdapat sediaan
dengan formula khusus dan sediaan obat dibutuhkan segar seperti rekonstitusi
obat suntik dan obat kanker.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


32

Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari gudang
farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan
sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk
dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril mendistribusikan
produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi non steril terbagi
menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya)
dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh
produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk
yang rusak, dan laporan produk yang kadaluwarsa.

2. Produksi steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi steril adalah IV admixture dan
penanganan obat sitostatika. Kegiatan IV admixture yang dilakukan di produksi
steril adalah mempersiapkan injeksi tuberkulin untuk Tes Mantoux dan
mencampurkan / mengencerkan KCl ke dalam cairan normal saline (NaCl 0,9%).
Penanganan obat sitostatika adalah mempersiapkan obat sitostatika untuk
pengobatan kanker. Alur masuk ke ruang produksi aseptik dispensing dan
pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Alur penanganan
limbah padat, cair, dan gas, serta alur penanganan limbah sitostatika dapat dilihat
pada Lampiran 9.

3.2.7.3 Depo Instalasi Rawat Jalan


Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat
poliklinik bedah, poliklinik bedah plastik, poliklinik gigi dan mulut, dan poliklinik
jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf,
poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik pegawai, poliklinik edukasi,
poliklinik saraf, dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik
paru, poliklinik PPKT, poliklinik anak, poliklinik anestesi, poliklinik akupuntur,
poliklinik kulit dan kelamin, dan poliklinik jiwa. Depo farmasi terdapat di setiap
lantai gedung Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1
berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 4 Asisten Apoteker, dan 2 bagian
administrasi. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 1 Apoteker

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


33

dan 4 Asisten Apoteker. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 1
Apoteker dan 2 Asisten Apoteker.
Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan ke
gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien tunai,
jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani
pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani
pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan pasien TBC.
Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas,
Jamkesda Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan yaitu: resep asli dan 1 lembar
fotokopi resep, SJP asli dan 2 lembar fotokopi SJP, fotokopi 2 lembar surat
pengantar dari Dinas Kesehatan Daerah, fotokopi 2 lembar kartu Jamkesda, Surat
rujukan asli dari puskesmas, kartu berobat di RSUP Fatmawati, fotokopi Kartu
Keluarga (KK) 2 lembar, serta fotokopi KTP atau akte bila anak di bawah umur.
Persyaratan – persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien KJS yaitu: resep, bukti
pembayaran, SJP asli, surat rujukan asli puskesmas, dan fotokopi KTP.
Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan
secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan
menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat
diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian
peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription adalah agar:
1. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat
pada pasien rawat jalan.
2. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription (Lampiran
10):
1. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi.
2. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
3. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada
skrining resep.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


34

4. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi: pasien


ASKES, pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS.
5. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari
skrining dan kajian peresepan obat.
6. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran
dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
7. Pelaksanaan permohonan ijin prinsip:
a. Resep pasien ASKES dengan verifikasi oleh penjamin ASKES, atau
b. Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau
c. Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau
d. Verifikasi ijin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan farmasi
yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi beban RSUP
Fatmawati.
8. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
a. Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual / dan
lain - lain).
b. Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.
Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama
pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute pemberian,
dan tanggal kadarluarsa.
9. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
10. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
11. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh
Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
a. Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
b. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda
Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


35

c. Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati


d. Selesai mengikuti masa orientasi
Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju
loket pengambilan obat.
12. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
13. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien.

3.2.7.4 Depo Farmasi Griya Husada


Griya Husada merupakan suatu pelayanan eksekutif di RSUP Fatmawati.
Sistem distribusi obat di Depo Farmasi Griya Husada adalah sistem individual
prescription. Pelayanan di Depo Farmasi Griya Husada mencakup pasien
pembayaran tunai dan pasien ASKES. Alur pelayanan kepada pasien yaitu:
1. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi
2. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep
3. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada
skrining resep
4. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien ASKES
5. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan
dari skrining dan kajian peresepan obat
6. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai
7. Pembuatan etiket obat dan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi
dibeli pasien atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi
8. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi
9. Pemanggilan nama pasien melalui pengeras suara untuk menuju loket
pengambilan obat
10. Penyerahan obat kepada pasien oleh tenaga kefarmasian

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


36

11. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih


lanjut
12. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien

3.2.7.5 Depo Askes


Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien
rawat jalan peserta Askes dan pasien Jamkesda Bogor. Sumber daya manusia
yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6
orang asisten apoteker, 1 orang juru resep, dan 5 orang petugas administrasi.
Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Farmasi
dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara
online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO Askes dan non
DPHO Askes, bentuk sediaan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan
psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock). Obat -
obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan
sistem FIFO dan FEFO.
Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk
mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah:
a. Resep Asli
b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan
c. Fotokopi kartu Askes
Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman - pedoman
yang disesuaikan dengan status pasien. Beberapa pedoman yang dapat digunakan
antara lain:
1. Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi pasien
peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat diberikan
kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat khusus untuk
penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat dengan batasan
jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


37

2. Daftar Obat Inhealth


Daftar Obat Inhealth merupakan acuan yang dapat digunakan bagi pasien
peserta Inhealth.
3. Formularium Jamkesmas
Formularium Jamkesmas merupakan acuan yang dapat digunakan bagi pasien
peserta Jamkesmas.
4. Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit merupakan acuan yang dapat digunakan bagi
peserta Askes.
Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke
bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes akan
memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh
pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya dilakukan
skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat
yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan
datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer,
selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu
resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat
racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat (Lampiran 11).
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu:
1. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
2. Laporan penulisan obat generik dan non generik.
3. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes.
4. Laporan analisa penjualan.
5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
6. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah R/.
Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep per
hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung dan
penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes sedangkan
pembayaran pasien Jamkesda Bogor dengan menggunakan sistem INA CBG’s.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


38

3.2.7.6 Depo farmasi rawat inap (Teratai)


Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat ditengah lantai
pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas
550 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut :
1. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya
pada kondisi pre eklampsia berat) dan high care unit di selatan Teratai.
2. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di
selatan Teratai.
3. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak - anak (<18 tahun) dan high
care unit di selatan Teratai.
4. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara
Teratai.
5. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care
unit di selatan Teratai.
6. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit di
selatan Teratai.
Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia.
Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1,
2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang terdiri
dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 28 orang,
dengan perincian apoteker sebanyak 4 orang, petugas perincian (billing) sebanyak
6 orang, juru resep sebanyak 5 orang dan 13 orang merupakan tenaga teknis
kefarmasian.
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian
kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang
farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan
bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis
dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat
LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat
LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat 2 refrigerator untuk penyimpanan
obat - obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya. Obat - obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


39

narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari dengan double lock dan
setiap obat - obat tersebut diambil maka dilakukan pencatatan di buku
penggunaan.
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya adalah, sistem distribusi dosis unit. Sistem ini merupakan sistem
pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai dalam
jangka waktu 24 jam. Sistem ini dipakai di lantai tiga untuk obat - obat injeksi,
lantai empat, lima dan enam. Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 12.
Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock, dan sistem resep individual berupa
resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini
diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak - anak yang masih mendapatkan puyer
dan lantai 2. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya
dengan depo - depo farmasi lainnya, di antaranya adalah:
1. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
2. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.
3. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
4. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.

3.2.7.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam.
Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari
40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara
maksimal mengatasi kegawatdaruratan medik. IGD memiliki pelayanan
pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam, radiologi (USG,
CT Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP
Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan:
1. Ruang resusitasi (ruang merah)
Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket
resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


40

dikarenakan pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan
kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan
butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD
untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu
dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap harinya dan dilengkapi
jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati.
2. Ruang P2 (Ruang kuning)
Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di
ruang ini terdapat paket namun tidak disediakan lemari emergency.
3. Ruang Triase
Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah
sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini.
Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang
administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam
dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien
rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU),
Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan
pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase,
maupun poli IGD.
Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan
ke gudang farmasi setiap hari secara online. Obat - obatan disusun berdasarkan
abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat - obat yang tidak stabil
pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis
narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double
lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang
menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan
membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012). Alat kesehatan ditempatkan di rak
tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. Jenis
sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan IRI adalah sediaan injeksi.
Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah:
1. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


41

2. Laporan pemakaian obat–obat narkotika yang dibuat setiap bulan.


3. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
4. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
6. Laporan jumlah R/ dan lembar resep setiap bulan.

3.2.7.8 Depo Instalasi Bedah Sentral


Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar.
Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal
operasinya atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan alkes
OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi
bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik,
sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat dan alat kesehatan. Saat pasien
masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK
Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan
dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di lemari
emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi,
Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang
telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan
pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi.
Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar
dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif
telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima
jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi
kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket
tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket
berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada
hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi.
Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung,
maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo
farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


42

farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah
selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas
depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke
administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di
mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah
Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien
tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket
Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur
pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat
Lampiran 13.
SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan
2 Asisten Apoteker. Daftar Paket obat dan alkes OK Cito, Paket Elektif, dan Paket
Bedah Prima dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, dan 16. Paket anestesi spinal
terdiri dari Spinocan (spinal and diagnostic puncture) 27G x 3 ”, bupivacain
HCl 5 mg/ml, ondansetron 4 mg/2 ml, klonidin HCl 150 µg/ml, dan ketolorac 3%.
Paket anestesi umum terdiri dari propofol 10 mg/ml, atracurium besilat, fentanyl,
ondansetron 4 mg/2ml, dan ketolorac 3%.

3.3 Satuan Farmasi Fungsional (SFF)


Satuan Farmasi Fungsional (SFF) berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP
Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) dipimpin oleh seorang Ketua
dengan sebutan Ketua Satuan Farmasi Fungsional dan membawahi 2 (dua) orang
koordinator:
1. Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian
2. Koordinator Bidang Pelayanan
Satuan Farmasi Fungsional (SFF) merupakan wadah non struktural bagi
tenaga fungsional profesi apoteker yang bekerja melayani pasien di RSUP
Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) mempunyai struktur organisasi
sebagaimana tertera dalam Lampiran 3. Ketua Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Kepala Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


43

3.3.1 Tugas pokok dan fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1. Tugas Pokok Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
a. Meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan
pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati.
b. Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan apoteker.
c. Melaksanakan kegiatan penelitian di Instalasi Farmasi.
d. Menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan pengembangan tenaga
fungsional profesi apoteker di bidang teknis profesinya.
2. Fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
a. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan pada pasien sesuai teknis
profesi apoteker kepada seluruh anggota SFF.
b. Mengembangkan pelayanan teknis profesi apoteker berdasarkan
perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

3.3.2 Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF)


Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah “Tersedianya Tenaga Fungsional
Profesi Apoteker yang terampil, professional dan berdedikasi tinggi di RSUP
Fatmawati demi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian kepada pasien”.

3.3.3 Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF)


Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1. Melaksanakan pelayanan farmasi klinis di RSUP Fatmawati
2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Apoteker RSUP Fatmawati
3. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan obat di RSUP Fatmawati
4. Melaksanakan pembinaan apoteker di RSUP Fatmawati
3.3.4 Tujuan Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
Tujuan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1. Menjamin pelayanan farmasi klinis yang profesional kepada pasien
2. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien
3. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh
masyarakat rumah sakit

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


44

4. Meningkatkan peran Apoteker sebagai bagian integral dari Tim Pelayanan


Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi
klinik
5. Meningkatkan kemampuan Apoteker lainnya melalui pendidikan berkelanjutan
6. Melaksanakan penelitian dan ikut serta dalam Uji Klinik Obat

3.3.5 Nilai - nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF)


Nilai - nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1. Profesional
2. Kerjasama
3. Tanggung Jawab
4. Peduli

3.3.6 Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional (SFF)


Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional antara lain:
a. Pengkajian resep
b. Pengkajian penggunaan obat
c. Ronde / visite
d. Pelayanan Informasi Obat
e. Konseling
f. Edukasi farmasi
g. Pendidikan PKPA
h. Pemantauan penanganan sitostatika
i. Monitoring efek samping obat
j. Monitoring interaksi obat

3.3.6.1 Pengkajian Resep


Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan
screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan
administratif, farmasetis, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan
terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk
resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


45

keterangan “Resep / Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep
yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang
ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep dapat dilihat
pada Lampiran 21.
Prosedur:
1. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:
a. Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal
dari RSUP Fatmawati
b. Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP
Fatmawati
2. Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi
untuk menilai kelengkapan:
a. Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak:
i. Nama dokter
ii. Tanggal penulisan resep
iii. Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
iv. Nomor rekam medik pasien
v. Nama pasien
vi. Umur pasien
vii. Jenis kelamin pasien
viii. Berat badan pasien
ix. Nama obat
x. Jumlah yang diminta dalam resep obat
xi. Instruksi pengerjaan dispensing resep
xii. Aturan pemakaian obat
b. Persyaratan Farmasetis dengan menilai:
i. Bentuk sediaan
ii. Kekuatan sediaan
iii. Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis
iv. Stabilitas sediaan
v. Cara penyimpanan obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


46

c. Persyaratan Klinis dengan menilai:


i. Indikasi obat
ii. Riwayat alergi obat
iii. Duplikasi pengobatan
iv. Interaksi obat dengan obat
v. Interaksi obat dengan makanan
vi. Kontraindikasi obat
vii. Biaya obat
3. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi
Farmasi dengan dokter penulis resep
a. Untuk konfirmasi bila ditemukan
i. Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep
ii. Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep
iii. Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep
iv. Resep tidak terbaca
v. Obat tidak tersedia
vi. Temuan masalah resep lainnya
b. Klarifikasi dan problem solving
i. Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep
ii. Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan
dengan komunikasi melalui telepon
4. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.
5. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan:
a. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda”
berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi” pada resep
pasien.
b. Penandaan cap stempel HETIP yaitu:
i. Harga (billing)
ii. Etiket
iii. Timbang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


47

iv. Isi
v. Penyerahan dan pemeriksaan
c. Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi
kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user
(pemilik resep)

3.3.6.2 Pengkajian penggunaan obat


Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian
penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan
obat adalah:
1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan / dokter tertentu.
2. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu
dengan yang lain.
3. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan
obat antara lain:
1. Indikator peresepan
2. Indikator pelayanan
3. Indikator fasilitas
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment)
terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan
pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan
data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian
penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional
(SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan
menilai adanya potensial drug related problem (DRP), yaitu:
1. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


48

2. Ketepatan pemilihan obat


3. Dosis terlalu tinggi
4. Dosis terlalu rendah
5. Efek samping obat
6. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji
laboratorium
7. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak
mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat,
pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak
mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan.
8. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan
Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah
apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati
2. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal
Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan
untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang
telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel
keterangan “Resep / Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM)
pasien. Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan
komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan
terkait dengan pengobatan pasien.

3.3.6.3 Visite
Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan
obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien
(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam
lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan
pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien untuk memastikan bahwa
pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional.
Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


49

pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite
sebagai salah satu aktivitasnya.
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang
lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara
aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan
keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif;
b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien;
c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;
d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat
akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya;
Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu
membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi
medik, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi,
farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang
diagnostik lainnya.
Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus
dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker). Terkait
keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima
pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima
pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut:
a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b. Pasien dalam perawatan intensif;
c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal;
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical
value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin;

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


50

f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi sempit,


berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan
pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan
informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik,
wawancara dengan pasien / keluarga. Setelah informasi didapatkan maka
selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan
yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan obat yang memiliki risiko
mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi)
maupun yang potensial (mungkin terjadi).
Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi.
Kegiatan visite mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada
pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan identifikasi
masalah, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah
terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan implementasi rekomendasi dan
melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan terkait penggunaan obat.
Sedangkan visite tim dimulai dengan memperkenalkan diri kepada pasien
dan/atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan,
memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait
penggunaan obat, melakukan pemantauan implementasi rekomendasi, dan
melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat.
Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan
adalah pendokumentasian. Pendokumentasian merupakan hal yang harus
dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Tujuannya adalah menjamin
akuntabilitas dan kredibilitas, bahan evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan, dan
bahan pendidikan dan penelitian kegiatan.

3.3.6.4 Monitoring efek samping obat


Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping.
Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


51

manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping tidak
mungkin dihindari / dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah
seminimal mungkin dengan menghindari faktor - faktor risiko. Masalah efek
samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena
kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya efek samping obat dapat
meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan penderitaan, meningkatkan
perawatan / perpanjangan masa perawatan, dan dapat menyebabkan kematian.
Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada Lampiran 17.
MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi badan
pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademisi. Beberapa tujuan
diadakannya MESO diantaranya adalah :
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat baik yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan / mempengaruhi
timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya
efek samping obat
d. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
e. Membuat peraturan yang sesuai
f. Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
g. Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO

MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :


a. Laporan insidentil
Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau
laporan kasus di majalah.
b. Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat
c. Laporan intensif di RS

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


52

Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul
kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan lain - lain).
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
d. Laporan wajib
Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek
samping obat di tempat tugas / praktek sehari - hari.
e. Laporan lewat catatan medik
Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima.

3.3.6.5 Pelayanan informasi obat


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan
pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk
membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi
Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas
ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah:
- 200 tempat tidur : 20 m2
- 400 – 600 tempat tidur : 40 m2
- 1300 tempat tidur : 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang
memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip.
Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah:
- Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif.
- Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
- Membuat buletin, leaflet, label obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


53

- Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan


penyusunan Formularium Rumah Sakit.
- Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap.
- Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya.
- Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Alur program pelayanan informasi obat dan formulir pelayanan informasi obat
dapat dilihat pada Lampiran 18 dan 19.

3.3.6.6 Monitoring interaksi obat


Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati adalah tata cara
melakukan pemantauan terjadinya dan upaya pencegahan terhadap interaksi
antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan
oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat
dilakukan dengan tahapan dari proses penilaian interaksi obat yang sedang terjadi
atau interaksi obat yang akan terjadi hingga pemberian rekomendasi
penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat
mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level
signifikan dari interaksi yang sedang / akan terjadi. Beberapa alternatif pemecahan
masalah yang dapat digunakan adalah:
- Penggantian dengan obat yang lebih aman.
- Pengaturan jadwal penggunaan.
- Penurunan dosis obat.
- Pemberian antidot / pramedikasi sebelum penggunaan obat.
Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat dilihat
pada Lampiran 20.

3.3.6.7 Konseling obat


Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan dan
memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka gunakan
serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


54

dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam


penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam pemberian
pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman.
Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan harus
dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien
atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari
kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan
dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan informasi obat
(PIO). Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker pada pasien dengan kriteria:
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
3) Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan
pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien
rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu
diantaranya:
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi dengan apoteker.
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker.
3) Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti:
a. Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
b. Pasien dengan pengobatan kronis.
c. Pasien dengan riwayat alergi.
d. Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
e. Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,
pengobatan HIV / AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi
dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat
oleh apoteker dengan tahapan berikut:
1) Perkenalan.
2) Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


55

3) Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat


meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian
obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin
terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan
baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung.
4) Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
5) Penutup.

3.3.6.8 Edukasi farmasi


Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan
penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan
masyarakat. Program ini dilakukan dengan tujuan tercapainya peningkatan
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien atau keluarga pasien, serta
terwujudnya kepatuhan pasien terkait dengan penggunaan obat secara benar.
Prosedur program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal apoteker
untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap bulan
oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi
kepada petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia
administrasi dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema
edukasi yang telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan
pengumpulan materi edukasi oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi
Farmasi dalam bentuk power point / makalah / lainnya dalam softcopy atau
hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan
kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker sesuai jadwal kepada
pasien, keluarga pasien, atau masyarakat sesuai tema yang ditentukan dengan
metode:
1) Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara
pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60
menit).
2) Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai
materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


56

3.4 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati


Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk
untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang
penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya TFT
adalah:
1. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai yang
bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati.
2. Tersusunnya standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati.
3. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang
baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati.
4. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP
Fatmawati.
5. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan dan
pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati.
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung
jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur
organisasi TFT terdiri dari:
1. Ketua : Dokter
2. Sekretaris : Apoteker
3. Anggota : Dokter, Apoteker, dan Perawat
Tugas pokok dari TFT adalah:
1. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan
penggunaan obat dan alkes habis pakai.
2. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara
berkala.
3. Menyusun Antibiotic Guideline bersama - sama dengan Komite Pengendalian
Penyakit Infeksi.
4. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan
penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama - sama Instalasi
Farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


57

5. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan
perbekalan kesehatan lainnya .
Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat
yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3
tahun. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan
berisi nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1
item), nama merek dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan
mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik
pembuat. Formularium Obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun
1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada
tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Pembuatan revisi
formularium RSUP Fatmawati tidak dilakukan setiap tahun, dikarenakan kendala
biaya untuk mencetak formularium baru dan kesulitan untuk mengumpulkan
anggota TFT.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya
kesehatan penunjang, salah satunya RSUP Fatmawati. Dalam upaya memberikan
pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kefarmasian yang
berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut maka dibentuk suatu
badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). IFRS dipimpin oleh
seorang Kepala IFRS yaitu Apoteker dan bertanggung jawab terhadap segala
aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan
distribusi maupun administrasi barang farmasi.
Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah
menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau
tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat Formularium yang disusunnya.
Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk
penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat
direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak Formularium
terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi formularium
obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3 tahun sekali.
Formularium obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990,
kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun
1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Dengan adanya
kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati sudah
berjalan dengan baik.
Salah satu tugas pokok Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati ialah
meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan pelayanan
farmasi klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan
pelayanan farmasi klinik.

58 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


59

1. Pengkajian Resep
Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu,
pengkajian resep juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat.
Kegiatan dalam pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya
dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya
pada resep untuk pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali
tidak tertera pada lembar resep padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk
menghitung dosis maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama
pasien yang tertera pada lembar resep. Pada lembar intruksi pemberian obat pada
pasien rawat inap, terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel
keterangan “Resep telah di review Farmasi”.
Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh
banyaknya resep / pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP
Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan
cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan
secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien
rawat jalan.

2. Pengkajian Penggunaan Obat


Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian
penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem
selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi
pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari
rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk
selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah-masalah yang terkait dengan pengobatan
pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


60

3. Visite
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang
lebih baik. Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi
dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di
RSUP Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan
intensif dan memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication
errors). Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP
Fatmawati contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU),
Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang
perawatan pasien pra operasi dan post operasi.
Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan
secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi
dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat
memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas
pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan
obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite
ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus
dilakukan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi dan
penyampaian informasinya kurang lengkap.
Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan
dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan
pasien High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post
operasi. Sedangkan untuk pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan
3-4 kali dalam seminggu, hal ini disebabkan karena kondisi pasien pada ruang
perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi
sehingga memungkinkan pasien menerima bermacam-macam jenis obat. Hal ini
memungkinkan terjadinya masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi
outcome pasien sehingga diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan
terapi obat yang diterima oleh pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


61

Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi maka


apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi,
mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saaat visite
secara tim rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien.
Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang
diminta oleh tim visite kepada apoteker diantaranya adalah pemilihan terapi obat,
misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen, obat pengganti yang dapat diberikan
kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, segi cost effectiveness, dan lain-
lain. Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya
apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan
keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang
diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi
praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan
adanya pendokumentasian yang baik dapat dijadikan sebagai jaminan
terlaksananya kegiatan visite, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan
mutu pelayanan.

4. Monitoring Efek Samping Obat


Prosedur program monitoring efek samping obat (MESO) adalah tata cara
menganalisa kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini
merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan baik
dokter, perawat, apoteker dan semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit
termasuk pasien dan keluarga pasien. Di RSUP Fatmawati kegiatan monitoring
penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan
serta kemungkinan terjadinya efek terapi dari proses pengobatan serta
kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat
dilakukan pengkajian oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek
samping obat dan tindakan pengatasan harus terdokumentasi dalam catatan rekam
medik pasien dan dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh
kepala satuan kerja terkait. Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi
(Lampiran 17):

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


62

a. Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap


timbulnya efek samping obat
b. Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga
kesehatan, keluarga pasien atau petugas lainnya
c. Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping
obat dalam formulir pelaporan
d. Pelaksanaan kegiatan komunikasi / interview oleh tim kerja (tim
monitoring efek samping obat) yang terdiri dari DPJP, perawat ruangan,
apoteker ruangan.
e. Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim monitoring efek samping obat
terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua
sumber
f. Pelaksanaan kegiatan diskusi sevara komprehensif sebagai media problem
solving oleh tim monitoring efek samping obat atas hasil analisa yang telah
dilakukan
g. Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim monitoring efek
samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan
terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasan efek
samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat
yang akan datang.
h. Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim monitoring efek samping obat.
Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat
dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis
obat, memberikan antidot / premedikasi sebelum penggunaan obat, dan
membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan
insiden (internal).
i. Pelaksanaan implementasi rencana tindakan pengatasan efek samping obat
j. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan
intervensi yang dilakukan
k. Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim monitoring efek samping obat jika
diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


63

l. Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada


formulir laporan MESO Nasional.
Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi segera oleh tim
monitoring efek samping obat kepada kepala satuan kerja tempat temuan kejadian
efek samping obat yang ditindaklanjuti menjadi laporan ke Tim Farmasi dan
Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Manajemen Resiko (KMMR) dalam waktu
48 (empat puluh delapan) jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam
kategori kejadian tidak diharapkan (KTD) dan Sentinel.

5. Pelayanan Informasi Obat


RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan
pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga,
efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,
farmakokinetik / farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,
indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat
menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian
informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat
pengobatan pasien, dan riwayat alergi / efek samping obat yang pernah dialami
pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati
adalah literatur tersier. Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan
informasi obat di RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 18.
Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga
dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk:
- Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan
dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.
- Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.
- Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
- Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


64

- Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan


pelayanan.
- Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan
informasi obat.
Contoh Formulir Pelayanan Informasi Obat dapat dilihat pada Lampiran
19. Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup
penilaian / pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi
penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun
demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan
menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam).
Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi
obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to
date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah
pertanyaan yang masih sedikit.

6. Monitoring Interaksi Obat


Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan
seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurut SPO yang ada, kegiatan
pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi
obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literatur
pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan
interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga
tidak dilakukan dengan rutin oleh karena kesibukan apoteker di pelayanan
kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi obat yang
dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


65

7. Konsultasi Obat
Konsultasi obat diawali dengan memperkenalkan diri kepada pasien.
Kemudian apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait
penggunaan obatnya. Apoteker mulai menjelaskan obat-obat yang diterima pasien
dengan memberitahukan nama obat dan indikasi obat. Dalam menjelaskan atau
memecahkan masalah pasien, apoteker menggunakan alat tulis untuk
memudahkan pasien dalam memahami penjelasan dari apoteker, misalnya
masalah waktu dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mendapat
polifarmasi. Pasien yang mendapat polifarmasi sering mengalami kesulitan dalam
hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang
diberikan harus diminum bersamaan ataukah harus diberi jarak waktu. Pasien juga
menanyakan obat mana saja yang harus diminum sebelum dan sesudah makan.
Setelah pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta
pasien untuk mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji
pemahaman pasien. Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang
diberikan maka apoteker akan mengulangi penjelasan tersebut dan meminta
pasien untuk mengulangi penjelasan dari apoteker tersebut. Setelah pasien
memahami yang dijelaskan apoteker, apoteker akan menanyakan masalah apa lagi
yang dialami pasien dan apakah ada yang dapat apoteker bantu.
Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi
dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang
dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki
riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang
ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti cara kerja obat, efek samping yang
mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi antara
obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu ataupun interaksi antara obat
dengan makanan.

8. Edukasi Farmasi
Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah
orang dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker
mengenai tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


66

yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan
presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta
diperkenankan bertanya mengenai masalah mengenai obat, baik tentang cara
pakai, penyimpanan obat, dan masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk
melakukan kegiatan program edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas
penunjang seperti infocus, layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat
kegiatan, dilakukan pembagian questioner mengenai tanggapan peserta terhadap
kegiatan tersebut. Hasil questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi
terhadap kegiatan edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang
tidak mengisi questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan
program edukasi di Depo Askes dan Jaminan, perhatian peserta edukasi terbagi
antara mendengarkan pemaparan presentator dengan mendengarkan panggilan
petugas depo farmasi yang akan memberikan obat.
Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain:
1. Gudang Farmasi
Perbekalan farmasi disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan
pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk sediaan serta
jenisnya dan disusun secara alfabetis. Perbekalan farmasi juga disusun dengan
metode FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out). Obat yang
termasuk kategori LASA diselingi dengan 2 obat non kategori LASA di antaranya
dan pada rak / tempat obat diberikan stiker LASA. Narkotika dan psikotropika
ditempatkan pada lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan
susunan berlapis. Obat high alert disimpan di lemari penyimpanan obat yang
bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.
Perbekalan farmasi dalam kemasan besar ditempatkan di atas pallet. Suhu dan
kelembaban dipantau di setiap ruang penyimpanan perbekalan farmasi. Obat yang
memerlukan suhu dingin disimpan dalam pharmaceutical refrigerator.
Penyimpanan perbekalan farmasi berada dalam ruangan yang tidak terkena cahaya
matahari secara langsung. Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak
disimpan pada ruang khusus tidak disimpan pada gudang tahan api. Saat ini
gudang tahan api masih berada satu gedung dengan gedung farmasi dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


67

digunakan untuk menyimpan stok obat yang berlebih, yaitu cairan infus. Tempat
dan sarana penyimpanan bersih. Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan,
pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS).

2. Tata Usaha Farmasi


Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati melaksanakan pencatatan, pelaporan,
dan pengarsipan secara rutin maupun tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan,
semesteran, atau tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen
berdaya guna dan tepat guna. Adanya kegiatan administrasi dalam pelayanan
kefarmasian bertujuan untuk:
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi.
b. Tersedianya informasi yang akurat.
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan.
d. Tersedianya data / laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan.
e. Anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi
terkelola secara efisien dan efektif.
Sistem rekapitulasi data pasien masih dilakukan secara manual. Hal ini
dikarenakan belum tersedianya sistem yang memadai untuk dilakukan perekapan
secara komputerisasi.

3. Produksi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
yang dimaksud dengan produksi adalah kegiatan untuk membuat, merubah
bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi, baik steril maupun non steril
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit dengan
kriteria obat yang diproduksi sebagai berikut:
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b. Sediaan farmasi dengan harga murah.
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


68

e. Sediaan nutrisi parenteral.


f. Rekonstitusi sediaan obat kanker.
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati memiliki ruang produksi farmasi untuk
sediaan farmasi non steril dan steril. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan
merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, sesuai dengan
pengertian kegiatan produksi menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit. Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih
murah sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih
menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Tujuan lainnya adalah untuk
memudahkan penerimaan obat oleh pasien / tenaga kesehatan lainnya karena
sudah dikemas kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan
menghasilkan produk yang tidak dijual di pasaran.
Produksi farmasi non steril memiliki master formula yang berisi formula
untuk 74 item. Dari 74 item yang ada tidak semua item tersebut diproduksi karena
jumlah permintaan terhadap beberapa item sudah jarang / tidak ada lagi sehingga
jumlah item yang masih diproduksi hanya 42 item. Master formula yang terdapat
di ruang produksi non steril mengalami beberapa kali revisi. Master formula inilah
yang dijadikan acuan untuk memproduksi suatu item produk.
Produksi farmasi steril hanya melakukan kegiatan IV admixture dan
penanganan obat sitostatika. Sebelumnya pernah dilakukan penyiapan nutrisi
parenteral, namun karena biaya produksi yang mahal dan juga tidak ada
permintaan terhadap pelayanan ini, maka pelayanan penyiapan nutrisi parenteral
tidak diadakan lagi. Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat
sitostatika dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan.
Pada saat obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan
pencampuran obat sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke produksi farmasi
steril. Obat sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat
sitostatika memiliki waktu kedaluwarsa selama 24 jam sehingga obat yang telah
disiapkan harus segera digunakan. Preparasi obat sitostatika dilakukan dengan
cara teknik aseptik oleh tenaga kefarmasian yang telah dilatih dan melalui

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


69

pelatihan internal di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Setelah obat selesai


disiapkan, petugas produksi farmasi akan membawa obat tersebut ke ruang
kemoterapi pasien.
Beberapa temuan yang diperoleh dari kegiatan orientasi produksi farmasi
adalah pengemasan obat kadang-kadang dibagi tidak berdasarkan takaran
menggunakan alat ukur (berdasarkan kasat mata), QC (Quality Control) uji
keseragaman bobot pada kapsul tidak dilakukan, tidak adanya produk pertinggal
untuk produk yang telah diproduksi, produk dari produksi farmasi non steril tidak
didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu, tidak adanya pass box untuk
memasukkan / mengeluarkan obat sitostatika, dan sudah lama tidak dilakukan
pemantauan mikrobiologis di ruang produksi steril.
Pengemasan obat berupa pembagian sediaan cair bervolume besar menjadi
beberapa sediaan cair bervolume kecil terkadang tidak dilakukan dengan alat
ukur. Hal ini mengakibatkan volume produk sediaan cair yang dikemas kembali
tidak terdistribusi merata. Pengontrolan kualitas untuk menjamin keseragaman
bobot pada kapsul hasil produksi pun tidak dilakukan sehingga tidak dapat
dijamin tepatnya isi tiap kapsul yang dikemas produksi farmasi. Keterbatasan
sumber daya manusia di produksi farmasi non steril menyebabkan produk farmasi
non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu Petugas depo
farmasi yang membutuhkan produk dari produksi non steril datang ke gudang
farmasi untuk mendapatkan formulir bon obat lalu datang ke produksi farmasi non
steril untuk mendapatkan produknya kemudian melaporkannya ke gudang farmasi
dengan membawa formulir bon obat. Sistem distribusi produk seperti ini dapat
menyebabkan timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.
Dalam penanganan obat sitostatika di produksi farmasi steril, obat
dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi tidak melalui pass box (obat dimasukkan
hanya melalui lemari 2 pintu biasa). Penggunaan lemari biasa pada saat
memasukkan obat ke dalam ruang rekonstitusi menyebabkan seringkali terjadi
suatu keadaan dimana kedua pintu lemari dibuka bersamaan karena tidak ada
sistem interlock guard seperti pada pass box. Dengan dibukanya kedua pintu
lemari, maka terjadi hubungan langsung antara ruang penyiapan obat dengan
ruang rekonstitusi sehingga memungkinkan terjadinya gangguan aliran udara dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


70

kontaminasi partikel pada ruang rekonstitusi. Dengan tidak adanya particle


counter pada produksi farmasi steril, pemantauan dan pengontrolan jumlah
partikel di tiap kelas ruangan menjadi semakin sulit untuk dilakukan. Pemantauan
secara mikrobiologis dengan cawan papar atau pengambilan sampel permukaan
juga perlu dilakukan untuk mengontrol jumlah mikroba di tiap kelas ruangan.

4. Depo Instalasi Rawat Jalan


Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur penyiapan obat
rawat jalan secara individual prescription dengan baik. Depo Instalasi Rawat
Jalan lantai 1 khusus melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV.
Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 khusus melayani pasien Kartu Jakarta Sehat
(KJS). Sedangkan depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 khusus melayani pasien
pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok dan Tangerang, serta pasien TBC.
Berdasarkan pengamatan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat
Jalan lantai 1 tidak diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di
antaranya. Blender obat di Depo Instalasi Rawat Jalan juga tidak dibersihkan
ketika akan meracik lagi, seharusnya dibersihkan terlebih dahulu untuk
menghindari terjadinya interaksi obat.

5. Depo Griya Husada


Griya Husada merupakan salah satu tempat pelayanan eksekutif di RSUP
Fatmawati. Perbedaan antara depo griya husada dan depo instalasi rawat jalan
yaitu dari tarif pelayanan dan obat yang diresepkan. Obat yang diresepkan pada
depo griya husada biasanya obat branded (merek dagang) yang mengacu pada
formularium RS dan DPHO Askes. Depo griya husada melayani pasien tunai dan
peserta Askes.
Alur pelayanan resep di griya husada sama dengan depo farmasi lain yaitu
dimulai dari pasien membawa resep beserta berkas-berkas yang diperlukan
sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas. Petugas akan melakukan
pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obat-obat dalam resep (apakah
obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat diserahkan kepada pasien).
Resep kemudian diinput untuk pemotongan stok obat, lalu dilakukan pembuatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


71

etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing tahap dikerjakan oleh


orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan dilakukan pemberian
stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel
tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi
kesalahan.
Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat,
baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan
memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket.
Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja
tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang
dibutuhkan. Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaan, dimana sirup, cream,
dan kosmetik diletakkan di etalase pada bagian depan depo. Sediaan insulin,
suppositoria diletakkan pada pharmaceutical refrigerator, sedangkan tablet di
depo griya husada tidak berdasarkan abjad sehingga menyulitkan dalam pencarian
akibatnya memperlama proses pelayanan.

6. Depo Askes
Pasien Askes merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati.
Mulai tanggal 1 April 2013, pasien Askes yang semula dilayani di lantai 2 dan 3
gedung Instalasi Rawat Jalan, sekarang dilayani di Depo Askes. Selain melayani
pasien Askes, Depo Askes juga melayani pasien Jamkesda Bogor. Terdapat
beberapa acuan yang dapat digunakan dalam melayani pasien-pasien tersebut,
antara lain DPHO untuk pasien peserta Askes, Daftar Obat Inhealth, Formularium
Jamkesmas, Formularium Rumah Sakit, dll. Acuan tersebut digunakan untuk
mengetahui obat-obat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien beserta batasan
jumlah maksimal yang dapat diberikan.
Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkas-
berkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas.
Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obat-
obat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat
diserahkan kepada pasien). Resep kemudian di input untuk pemotongan stok obat,
lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


72

tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan
dilakukan pemberian stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan).
Pemberian stempel tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan
kembali apabila terjadi kesalahan.
Sebelum pembuatan etiket, petugas terlebih dahulu memeriksa kartu
rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada
tanggal tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila
pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya
telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas
akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di Depo
Askes sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain.
Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat,
baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan
memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket.
Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja
tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang
dibutuhkan. Untuk obat yang tidak dikemas dalam kemasan blister, obat
dimasukkan ke dalam etiket dengan menggunakan peralatan seadanya karena
tidak tersedia alat hitung tablet. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi obat
apalagi jika obat dimasukkan ke dalam etiket menggunakan tangan.
Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan.
Alur penyerahan obat meliputi verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien,
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, kemudian petugas
meminta nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan meminta tanda tangan
pasien. Pemberian informasi obat dilakukan secara singkat. Informasi yang
diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai
obat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang dilayani sehingga
waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat.
Jumlah resep yang dilayani Depo Askes lebih kurang 200-300 resep/hari.
Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani. Terkadang
masih terdapat pasien yang belum dilayani meskipun jam pelayanan telah selesai.
Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang terdapat di Depo Askes. Selain itu,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


73

seringkali pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama, misalnya
selain melakukan penyerahan obat, petugas tersebut juga melakukan penyiapan
obat.
Obat yang sering diresepkan di Depo Askes adalah obat - obat jantung.
Selain itu, terdapat obat spesifik yang dilayani di Depo Askes yaitu obat-obat
kemoterapi. Namun, untuk obat-obat kemoterapi, yang dilayani di Depo Askes
hanya berkas-berkasnya saja sedangkan obatnya dititipkan di ruang produksi steril
di Instalasi Farmasi. Hal ini dikarenakan hanya gudang farmasi dan produksi
farmasi steril yang boleh menyimpan obat - obat kemoterapi. Obat akan diberikan
kepada pasien setelah direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi pada saat
kemoterapi akan dilakukan. Selain melayani obat DPHO Askes, Depo Askes juga
melayani obat non DPHO Askes tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan
biaya. Untuk obat non DPHO Askes, pembayaran dilakukan setelah penyerahan
obat. Sedangkan untuk pasien peserta Askes yang mendapatkan obat-obat DPHO
Askes, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES.
Setelah selesai pelayanan, dilakukan penginputan kembali menggunakan program
yang terhubung dengan PT. ASKES. Klaim Askes dilakukan oleh Instalasi
Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di Depo Askes disediakan komputer
yang digunakan untuk klaim Askes.
Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesda menggunakan sistem INA
CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paket-paket yang telah ditentukan. Apabila
tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan, selebihnya akan menjadi
beban rumah sakit. Sedangkan bila tagihan pasien kurang dari paketnya, kelebihan
tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit yang dapat digunakan untuk
menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah sakit. Dengan demikian
terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya melebihi paket dengan pasien
yang tagihannya kurang dari paket.
Penyimpanan barang di Depo Askes dilakukan berdasarkan jenis
sediaannya, suhu penyimpanan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan
psikotropika disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh
Depo Askes antara lain laporan analisa penjualan, obat generik dan non generik,
narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


74

resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan
mengetahui beban kerja pegawai di Depo Askes.

7. Depo Farmasi Rawat Inap (Depo Teratai)


Depo farmasi rawat inap merupakan depo yang menyediakan perbekalan
farmasi (obat dan alkes) bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki
jumlah SDM sebanyak 28 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 4 orang,
petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 5 orang dan 14
orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
depo farmasi rawat inap diantaranya pengadaan obat, penyiapan obat, distribusi
hingga dokumentasi.
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian
kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang
farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan oleh
petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta telah disiapkan,
maka petugas gudang farmasi akan mengkonfirmasi petugas depo farmasi melalui
telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah terima barang
antara petugas gudang farmasi dan petugas farmasi. Setelah dilakukan verifikasi,
secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh depo farmasi rawat inap telah
menjadi stok di depo rawat inap di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka
memungkinkan stok obat di depo farmasi dan di sistem sama besarnya (real
stock). Namun, hal ini terkadang masih belum berjalan dengan baik, stok di depo
farmasi terkadang berbeda dengan stok yang ada di sistem. Salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah kurangnya SDM untuk memantau stok yang ada.
Terkadang obat-obat yang sudah digunakan lupa untuk diinput ke sistem.
Penyimpanan perbekalan farmasi yang tersedia di depo farmasi ini cukup
lengkap dan teratur susunannya. Obat dipisahkan antara generik dan non generik,
bentuk sediaan dan disusun berdasarkan alfabetis agar memudahkan pengambilan
sehingga mempercepat pelayanan. Obat-obat mahal dan mudah pecah disimpan
didalam lemari kaca dan terkunci hal ini bertujuan agar mencegah hilang atau

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


75

pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga disimpan rapi terlindung dari cahaya, dengan
tujuan untuk menjaga kestabilan sediaan tersebut.
Depo Farmasi Teratai memiliki beberapa unit lemari - lemari emergency
yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di
ruang HCU (High Care Unit) lantai 4 utara, 5 selatan dan 6 selatan. Obat dan
alkes yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa
harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Setiap petugas mengambil obat
dan alkes dari lemari emergency harus mencatat di lembar insidentil per pasien
guna dimasukkan ke dalam tagihan pasien. Isi dari lemari emergency memiliki
standar baku. Setiap harinya petugas depo farmasi memiliki tugas untuk
mengecek persediaan obat dan alkes dalam lemari emergency, mencatat pasien
yang menggunakan dan mengisi kembali jika terdapat kekurangan sesuai dengan
standar baku.
Di depo farmasi rawat inap juga menyediakan menyediakan paket-paket
kebidanan yang digunakan di lantai satu gedung teratai (emergency kebidanan).
Paket-paket ini disediakan agar mempercepat pelayanan obat dan alkes sampai
kepada pasien tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Paket - paket
ini berisi obat dan alkes yang dibutuhkan untuk pasien yang membutuhkan
tindakan penanganan yang cepat karena berhubungan dengan nyawa. Terdapat
delapan jenis paket yang tersedia, diantaranya : Paket Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi,
Paket Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorogic Post Partum
(HPP), Paket PreEklampsia Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Sistem distribusi yang digunakan cukup beragam diantaranya resep
individual, floor stock serta dosis unit. Sistem distribusi resep individual adalah
sistem order / resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. melalui perawat ke
ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini, resep orisinil oleh perawat dikirim ke
depo farmasi kemudian resep diproses sesuai kaidah dispensing yang baik dan
obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan di lantai
tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer dan lantai 2
kebidanan. Selanjutnya sistem distribusi floor stock merupakan suatu sistem
dengan cara kelompok obat tertentu disimpan di ruang perawatan untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


76

digunakan oleh seluruh pasien, biaya penggunaan obat-obat ini dihitung sebagai
biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat
penggunaan umum yang terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah
ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di ruang perawat. Apoteker
bertanggung jawab dan bekerja sama dengan bidang keperawatan untuk
menyediakan obat dan meningkatkan pelayanan. Sistem distribusi terakhir adalah
sistem distribusi dosis unit, yaitu sistem distribusi obat yang diresepkan oleh
dokter untuk penderita selama 24 jam atau beberapa jenis obat yang masing-
masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup
untuk suatu waktu tertentu. Untuk penyediaan dosis unit, satu petugas depo
farmasi bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada bagian
utara dan selatan Teratai di tiap lantai yang menerapkan sistem ini. Proses
penyiapan dosis unit oleh petugas dimulai dari pagi hari, dimulai dari pemilahan
obat, penyiapan obat ke dalam kemasan dosis unit, pengecekan kembali hingga
peletakkan di dalam troley dosis unit sesuai dengan nama pasien). Selanjutnya
sore harinya petugas depo farmasi yang bertanggung jawab mengantarkan obat
dengan menggunakan troley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya
dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekan kembali. Hal ini sangat efektif
untuk memastikan bahwa obat yang diterima oleh pasien adalah obat yang sesuai
dengan yang diresepkan.
Di antara sistem distribusi yang digunakan di depo farmasi rawat inap,
sistem dosis unit merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan
diantara sistem distribusi lainnya. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan
diantaranya adalah penderita menerima pelayanan 24 jam sehari dan penderita
hanya membayar obat yang dikonsumsinya saja, semua dosis yang diperlukan
pada ruang perawat telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Hal ini membuat
perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita,
sistem ini juga menghemat ruangan perawat dengan meniadakan persediaan obat
-obatan dan kemasan dosis unit dapat mengurangi kesempatan salah obat, juga
membantu penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat. Namun,
sistem ini juga memilki beberapa keterbatasan diantaranya adalah sistem ini
mengharuskan obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


77

sehingga perlu teknik kerja yang cepat dan tepat, serta kebutuhan tenaga farmasi
lebih banyak.
Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan
depo-depo farmasi lainnya, diantaranya adalah laporan analisa penjualan dan
laporan tagihan pasien, laporan pemakaian obat – obat narkotika dan psikotropika,
laporan penulisan resep obat generik dan non generik, dan laporan medication
error.

8. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat, dipilih atau dipisahkan
sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang butuh penanganan
segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan resusitasi untuk
mendapatkan tindakan medis sesuai yang dibutuhkan pasien. Pasien yang
membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning.
Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya
diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang
Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang mengantri kamar di
gedung rawat inap. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat inap dilakukan
dengan sistem unit dose sedangkan pasien rawat jalan pendistribusiannya
dilakukan dengan sistem individual prescription. Di instalasi gawat darurat
terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak
tiga kali sehari, sedangkan di ruang rawat inap seperti ruang ICU, NICU, PICU
lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Lemari emergency diperiksa
jumlahnya dan siapa yang menggunakan obat tersebut pada lembar insidentil. Jika
terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency
dengan yang ada di lembar insidentil maka petugas depo farmasi akan
mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat agar perawat
mencari siapa pemakai obat tersebut.
Alur permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD dimulai dengan
pasien masuk IGD kemudian pasien ditempatkan di ruang sesuai kondisi pasien.
Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket yang berisi obat maupun alat
kesehatan ke depo farmasi IGD. Pasien yang masuk ruang resusitasi akan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


78

mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi tersebut melalui perawat.
Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut. Barang
dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan dikembalikan ke depo farmasi
IGD dan dibuat perincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh
pasien.

9. Depo Instalasi Bedah Sentral


Lemari emergensi hanya terdapat di OK Cito karena operasi bersifat
segera dan depo farmasi berada di lantai 2. Permintaan obat dan alat kesehatan
antara penata anestesi dan penata bedah dibedakan untuk mempermudah
pendistribusian keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya, permintaan
obat dan alat kesehatan penata anestesi dan bedah akan digabungkan. Obat di
Depo Instalasi Bedah Sentral disimpan pada lemari yang terpisah dari alat
kesehatan, namun obat tidak disusun sesuai abjad. Obat seharusnya disusun sesuai
abjad untuk mempermudah pengambilan saat diperlukan. Obat tidak disusun
sesuai abjad karena fasilitas lemari penyimpanan yang sempit. Obat yang
memerlukan suhu dingin disimpan di pharmaceutical refrigerator yang
dilengkapi dengan monitor suhu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat
diambil, yakni :
a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Fatmawati yaitu melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari proses
perencanaan, pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian dengan
menggunakan sistem satu pintu.
b. Peran dan tanggung jawab Satuan Farmasi Fungional (SFF) adalah menjamin
berjalannya fungsi farmasi klinik yang profesional, antara lain melakukan
visite pasien, monitoring / review penggunaan obat, monitoring efek samping
obat, pemberian edukasi bagi staf farmasi.
c. Peran dan tanggung jawab Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah menyusun
formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai
di Rumah Sakit, melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi
penggunaan obat dan alkes, serta melaksanakan edukasi bagi staf farmasi dan
profesi lain tentang perbekalan farmasi.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melakukan praktek kerja di
RSUP Fatmawati Jakarta, terdapat beberapa saran yang dapat menjadi
pertimbangan dalam mengelola dan mengembangkan kegiatan farmasi di RSUP
Fatmawati Jakarta ke depannya, diantaranya adalah :
a. Pelayanan Informasi Obat
1. Penambahan jumlah literatur yang terkini.
2. Peran aktif apoteker dalam membuat dan menyebarkan bulletin / leaflet
obat sehingga keberadaan kegiatan pelayanan informasi obat semakin
diketahui oleh banyak pihak.

79 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


80

b. Monitoring Interaksi Obat


1. Kegiatan pemantauan terapi obat perlu dilakukan secara rutin agar dapat
dilakukan pemantauan interaksi obat secara prospektif sehingga dapat
dilakukan pemberian rekomendasi penanggulangan interaksi obat selama
pasien masih dirawat.

c. Tata Usaha Farmasi


1. Sistem rekapitulasi data pasien masih secara manual, hal ini dapat
menyebabkan kesalahan pendataan. Sebaiknya pendataan status pasien
dibuat secara online dengan sub IFRS.

d. Produksi Farmasi Non Steril


1. Sebaiknya pengemasan obat dibagi berdasarkan takaran menggunakan alat
ukur, tidak berdasarkan kasat mata.
2. Sebaiknya dilakukan pengujian keseragaman bobot pada kapsul yang
dibuat untuk menjamin mutu produksi kapsul yang dibuat.
3. Pada setiap kegiatan produksi di ruang produksi IFRS sebaiknya dibuat
sampel per tinggal.

e. Produksi Farmasi Steril


1. Obat yang dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi sebaiknya melalui
pass box.
2. Pemantauan jumlah partikel perlu dilakukan untuk mengontrol jumlah
partikel di tiap kelas ruangan.

f. Depo Instalasi Rawat Jalan


1. Penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1
sebaiknya diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di
antaranya.
2. Blender seharusnya dibersihkan terlebih dahulu untuk menghindari
terjadinya interaksi obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


81

g. Depo Farmasi Griya Husada


Penyusunan sediaan tablet pada rak sebaiknya diurut sesuai abjad untuk
mempermudah pengambilan obat.

h. Depo Farmasi ASKES


Menambahkan fasilitas yang memadai, misalnya alat penghitung tablet.

i. Depo Farmasi Rawat Inap (Depo Teratai)


Stok obat antara sistem dan fisik harus sesuai, pengecekan terhadap stok
harus lebih sering dilakukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

Daris, Azwar. (2010). Suplemen Himpunan Peraturan Perundang-undangan


Kefarmasian. Jakarta: ISFI.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 36 tahun 2009


Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Sekretariat Negara.

RSUP Fatmawati. (2009). Sejarah Singkat. 03 Mei 2013.


http://www.fatmawatihospital.com/mode1.php?id=1&mode=2

RSUP Fatmawati. (2009). Pelayanan Rawat Darurat. 03 Mei 2013.


http://www.fatmaweatihospital.com/mode2.php?id=8&mode=3

RSUP Fatmawati. (2012). Keputusan Direktur Utama No. HK.


03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika.
Jakarta: RSUP Fatmawati

RSUP Fatmawati. (2012). Keputusan Direktur Utama Nomor:


HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati. Jakarta : RSUP Fatmawati

Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.
Jakarta: EGC.

82 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


LAMPIRAN

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati

83
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
84

Lampiran 2. Stuktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


85

Lampiran 3. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati

Direktur Utama

Direktur Medik dan Keperawatan

Ketua Instalasi Farmasi


Satuan Farmasi Fungsional

Koordinator Koordinator
Bidang Pendidikan dan Penelitian Bidang Pelayanan

Apoteker

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


Lampiran 4. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi

Kepala Direktur Medik Direktur Bagian


Gudang Farmasi Instalasi dan Keuangan Anggaran
Farmasi Keperawatan

Sekretariat PPK Pejabat Pembuat Direktur Utama Direktur


PPK Harga Perkiraan Komitmen (Kuasa Pengguna Keuangan
Sendiri (HPS) (PPK) Anggaran)

Direktur Bagian Direktur Pejabat


Keuangan Anggaran Keuangan PPK Pengadaan
Medik (<200
juta)

ULP (diatas 200 Sekretariat PPK:


juta); lelang Surat Pesanan (< 50
juta); Surat Perintah
Kerja (50-200 juta);
kirim ke distributor

86
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
87

Lampiran 5. Alur penerimaan perbekalan farmasi

Penerimaan oleh Tim Penerima Barang Medik

Serah terima Tim Penerima Barang Medik dan Petugas Gudang Farmasi.
Cek: faktur; SP/SPK; kondisi; jumlah; tanggal kedaluwarsa (minimal 2 tahun);
Certificate of analysis (bahan baku obat), Certificate of origin (alkes), MSDS
(bahan berbahaya) bila diperlukan atau dicurigai.

Penyesuaian Bukti Penyerahan Barang dengan faktur


oleh Penyelia Gudang Farmasi

Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi

Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik,


Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi

Penyimpanan perbekalan farmasi

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


Lampiran 6. Alur distribusi perbekalan farmasi

Serah terima petugas


Petugas gudang gudang farmasi dan
Permintaan petugas depo farmasi.
farmasi cek Cek:
(sistem/manual)
sistem • Volume
• Expired date

Print out Input ke sistem Tanda tangan

Cek Stok gudang


Verifikasi
pengeluaran farmasi terpotong

88
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
89

Lampiran 7. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


90

Lampiran 8. Alur pelayanan obat sitostatika rawat jalan dan rawat inap

Rawat Jalan

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


91

Rawat Inap

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


92

Lampiran 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription

Pembuatan billing
Pelaksanaan pelayanan
Penerimaan resep dari Pelaksanaan skrining Pemeriksaan berkas transaksi untuk resep
obat pasien yang telah
dokter/perawat resep untuk menilai kelengkapan resep yang telah memenuhi
memenuhi persyaratan
ruangan oleh petugas kesesuaian penulisan untuk pasien persyaratan dari
pada skrining
farmasi resep jaminan/asuransi skrining dan kajian
peresepan
peresepan obat

Pemanggilan nama
Pembuatan etiket obat
pasien dengan pengeras Pengecekan obat
dan copy resep bagi Pelaksanaan Pembayaran resep
suara dan penyerahan tentang kebenaran
obat yang tidak jadi permohonan ijin berdasarkan billing
obat kepada pasien oleh obat yang sudah
dibeli pasien ataupun prinsip untuk pasien resep untuk pasien
tenaga kefarmasian disiapkan dengan
tidak terlayani oleh jaminan tunai
dengan verifikasi dan klarifikasi 5 benar
depo farmasi
klarifikasi 7 benar

Pendokumentasian
Pelaksanaan konseling
resep dan bukti print
obat apabila pasien
out dalam file sesuai
membutuhkan
dengan status
penjelasan lebih lanjut
pembiayaan pasien

93
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
94

Lampiran 11. Alur pelayanan resep di depo ASKES

Penerimaan Resep

Pemeriksaan
kelengkapan berkas

Pasien mendapatkan
nomor

Input data ke
komputer

Penulisan etiket

Penyiapan Obat

Penyerahan +
informasi singkat

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


95

Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral

OK Cito

Penata mengambil Paket Obat Bila kurang, maka penata


anastesi / bedah dapat
dan Alkes OK Cito yang telah
Pasien masuk ke OK Cito mengambilnya di lemari
disiapkan oleh emergensi dan mencatatnya
petugas depo farmasi. di Lembar Pemakaian.

Petugas Depo IBS menyiapkan Depo IBS melakukan perincian Lembar Pemakaian
kembali Paket Obat dan Alkes biaya pasien dan mengirimkan dimasukkan ke dalam Paket
dan OK Cito, serta melengkapi ke depo farmasi di mana Obat dan Alkes OK Cito yang
lemari emergensi. pasien dirawat telah terpakai oleh pasien

96
96

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


(lanjutan)

OK Elektif

Pada hari operasi, penata


Sehari sebelum operasi, Petugas depo farmasi Pada hari operasi, penata
bedah mencatat
Depo IBS menerima menyiapkan paket bedah dan penata
permintaan di buku pada
jadwal operasi dan anestesi dan memberi anestesi meminta paket
hari operasi dan paket
permintaan anestesi label nama pasien pada masing-masing ke Depo
bedah disiapkan oleh
umum atau spinal paket tersebut IBS
petugas depo farmasi

Setelah operasi, paket Bila kekurangan obat dan


dikembalikan ke depo alat kesehatan saat operasi
Perincian selanjutnya farmasi IBS dan petugas sedang berlangsung, maka
Petugas depo farmasi
dikirimkan ke depo depo farmasi penata anastesi / bedah
mencatat permintaan
farmasi di mana pasien merekapitulasi semua dapat meminta secara
obat dan alat kesehatan.
dirawat. penggunaan obat dan alat langsung ke depo farmasi
kesehatan ke bagian dengan menyebutkan nama
perincian pasien dan kamar operasi.

97
97

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


98

Lampiran 14. Daftar paket obat dan alkes OK Cito

No. Nama Barang Jumlah


INJEKSI
1. Aqua pro injection 25 ml 2
2. Epinefrin 1 mg/ml 1
3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2
ALKES
1. Blood administration set JMS 1
2. Disp. Syringe 3 cc 3
3. Disp. Syringe 5 cc 3
4. Disp. Syringe 10 cc 3
5. Electrode 3
6. Infus set JMS 1
7. Mata pisau no.10 1
8. Mata pisau no.15 1
9. Mata pisau no.23 1
10. Mata pisau no.24 1
11. Kapas alkohol/Wippy 3

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


99

Lampiran 15. Daftar paket obat dan alkes Paket Elektif

No. Nama Barang Jumlah


INJEKSI
1. Aqua pro injection 25 ml 1
2. Epinefrin 1 mg/ml 1
3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2
4. Diazepam 1
ALKES
1. Blood administration set JMS 1
2. Disp. Syringe 3 cc 3
3. Disp. Syringe 5 cc 3
4. Disp. Syringe 10 cc 3
5. Electrode 3
6. Infus set JMS 1
7. Kapas alkohol/Wippy 2
8. Vasofix Safety no.18 1
9. Vasofix Safety no.20 1
10. Veca C 1
INFUS
1. Ringer Lactate 500 ml 2

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


100

Lampiran 16. Daftar paket obat dan alkes Paket Bedah Prima

No. Nama Barang Jumlah


INJEKSI
1. Aqua pro injection 25 ml 1
2. Epinefrin 1 mg/ml 1
3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2
4. Diazepam 1
ALKES
1. Disp. Syringe 3 cc 3
2. Disp. Syringe 5 cc 3
3. Disp. Syringe 10 cc 3
4. Electrode 3
5. Infus set JMS 1
6. Kapas alkohol/Wippy 2
7. Vasofix Safety no.20 1
INFUS
1. Ringer Lactate 500 ml 2

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


101

Lampiran 17. Alur pemantauan efek samping obat

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


102

Lampiran 18. Alur program pelayanan informasi obat

User (pasien/lainnya)
Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis

Apoteker
1. Menerima pertanyaan
2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya

Tidak Ok
Ok

Apoteker
1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat.
2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur.
3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat.
4. Penyampaian jawaban kepada user.

User
1. Menerima jawaban pertanyaan
2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan.

Tidak Ok
Ok

Selesai

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


103

Lampiran 19. Formulir pelayanan informasi obat

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


104

Lampiran 20. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat

Apoteker
1. Entry data pasien dalam software interaksi obat.
2. Entry data pengobatan pasien dalam software
interaksi obat.
3. Penilaian informasi data interaksi obat dari
software (penilaian level signifikansi)

Signifikan Tidak Signifikan

Apoteker
1. Penyusunan rekomendasi dalam formulir
rekomendasi farmasi klinik untuk
penanganan interaksi obat.
2. Penyampaian rekomendasi pada tenaga
kesehatan.

Dokter/SMF
Instruksi perbaikan terapi

Ok
Tidak Ok
Apoteker/Asisten Apoteker
Perubahan instruksi terapi

Selesai

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


105

Lampiran 21. Alur pengkajian resep

Mulai

Dokter DPJP/Representatif DPJP

1. Menulis resep untuk pasien


2. Melengkapi persyaratan resep

Petugas Farmasi (Apoteker/Penyelia)

1. Menerima resep dokter


2. Screening resep dokter

Belum
Lengkap?

Ya

Petugas Farmasi (AA)

Pelayanan resep obat pasien yang


telah lengkap/benar

1. Screening resep dokter

Selesai

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS BIAYA PASIEN ASKES BEDAH ORTHOPEDI


PERIODE OKTOBER HINGGA DESEMBER 2012
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP FATMAWATI

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

HAVIANI RIZKA NURCAHYANINGTYAS, S. Farm.


1206313173

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iii

1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3


2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ........................................................ 3
2.2 Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT Askes .................................... 4

3. METODOLOGI PENGKAJIAN ..................................................................... 6


3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian................................................................... 6
3.2 Metode Pengkajian ..................................................................................... 6

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 7

5. KESIMPULAN .............................................................................................. 10
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 10

DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 11

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Pasien dengan Tindakan Bedah Orthopedi di Bulan Oktober


hingga Desember 2012 .................................................................. 12
Lampiran 2. Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Bulan Oktober
2012 ............................................................................................... 16
Lampiran 3. Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Bulan November
2012 ............................................................................................... 19
Lampiran 4. Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Bulan Desember
2012 ............................................................................................... 22
Lampiran 5. Besaran Tarif Tindakan Medis Operatif Bagi Peserta PT Askes ... 25
Lampiran 6. Perhitungan Analisis Biaya Pasien Askes Bedah Orthopedi .......... 31

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien Askes yang mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau
pemberi pelayanan kesehatan akan dijamin biayanya oleh PT Askes dengan syarat
obat – obatan yang diberikan kepada pasien masuk ke dalam Daftar dan Plafond
Harga Obat (DPHO) Askes. PT Askes wajib membayar tarif atau harga pelayanan
kesehatan kepada pemberi pelayanan kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/II/2011 tentang Tarif Pelayanan
Kesehatan bagi Peserta PT Askes (Persero)).
Selain obat – obatan yang masuk ke dalam DPHO Askes, PT Askes juga
memberikan tarif paket tindakan operatif. Bedah orthopedi merupakan salah satu
tindakan operatif yang masuk ke dalam tarif paket tindakan operatif yang
diberikan oleh PT Askes. Besaran tarif tindakan medis operatif bedah orthopedi
yang dapat ditagihkan ke PT Askes termasuk dalam tarif sarana dan tarif jasa
pelayanan. Obat yang dijamin oleh PT Askes yaitu obat yang sesuai dengan
Daftar dan Plafond Harga Obat (DPHO) sedangkan obat yang tidak termasuk
dalam DPHO dan alat kesehatan yang digunakan menjadi beban rumah sakit atau
menjadi tanggungan pasien.
Tarif yang diberikan PT Askes akan dikelola oleh pihak rumah sakit yang
nantinya akan dibagikan kepada pihak – pihat yang terkait di rumah sakit. Saat
ini, pembagian tarif bedah orthopedi dari PT Askes di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati yaitu 40% : 30% : 30% yang berturut – turut untuk jasa dokter / medis
: jasa rumah sakit : jasa farmasi. Biaya obat dan alat kesehatan serta jasa
pelayanan farmasi merupakan jasa farmasi. Pembagian tarif ini belum ada
ketentuan dasar faktanya. Melalui analisis biaya obat dan alat kesehatan, dapat
diketahui besar biaya obat dan alat kesehatan serta jasa pelayanan farmasi bila
dibandingkan dengan tarif yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati. Biaya obat dan alat kesehatan serta jasa pelayanan farmasi menjadi
bahan evaluasi untuk pihak rumah sakit dalam pembagian tarif atas jasa sarana
dan jasa pelayanan, sehingga tarif yang diberikan oleh PT Askes dapat dikelola
dengan baik.
1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


2

1.2 Tujuan
a. Mengetahui biaya dan persentase obat dan alat kesehatan yang dikeluarkan
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang merupakan bagian dari tarif tindakan
medis operatif bedah orthopedi PT Askes.
b. Mengetahui rata - rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien pada
tindakan bedah orthopedi, dengan rincian sebagai berikut:
i. Rata - rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang bayar tunai
oleh pasien.
ii. Rata - rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang ditagihkan ke
PT Askes.
iii. Rata -rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang ditagihkan ke
pihak rumah sakit dan persentasenya bila dibandingkan dengan tarif yang
diberikan oleh PT Askes.
iv. Rata - rata total biaya jasa pelayanan farmasi per pasien yang ditagihkan ke
pihak rumah sakit dan persentasenya bila dibandingkan dengan tarif yang
diberikan oleh PT Askes.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program negara yang
bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional, perlu
dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum. Berdasarkan Pasal 5
ayat 1 dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk
mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat
Indonesia (Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia, 2011).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dimaksud terdiri dari Perusahaan
Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Perusahaan
Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen),
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (Asabri), dan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia (Askes) (Presiden Republik Indonesia, 2004).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyelenggarakan sistem
jaminan sosial nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS menyelenggarakan sistem jaminan
sosial nasional berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,
kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat,
dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. BPJS
terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan, sedangkan BPJS
Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dewan komisaris dan
Direksi PT. Askes diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS
Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan mulai
3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


4

beroperasi, yaitu pada tanggal 1 Januari 2014 (Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden Republik Indonesia, 2011).

2.2 Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT Askes


Peserta adalah pegawai negeri sipil, pejabat negara, penerima pensiun,
veteran, perintis kemerdekaan, beserta anggota keluarganya, serta dokter dan
bidan pegawai tidak tetap. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta PT
Askes dan anggota keluarganya. Pelayanan kesehatan bagi peserta diberikan oleh
PPK Tingkat Pertama dan PPK Tingkat Lanjutan. PPK Tingkat Pertama adalah
praktek perorangan dokter/dokter gigi dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu dokter keluarga, klinik,
puskesmas, dan jejaring puskesmas. PPK Tingkat Lanjutan adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan/pelayanan spesialistik, yaitu rumah sakit. Rumah Sakit adalah rumah
sakit milik pemerintah pusat, rumah sakit milik pemerintah daerah, atau rumah
sakit yang menjalin kerjasama dengan PT Askes, yaitu Rumah Sakit Umum Kelas
A, Kelas B, Kelas C, dan Kelas D, serta Rumah Sakit Khusus Kelas A, Kelas B
dan Kelas C. Obat yang dijamin oleh PT Askes bagi peserta adalah obat yang
sesuai dengan Daftar dan Plafond Harga Obat (DPHO). DPHO merupakan daftar
obat beserta harganya yang digunakan untuk pelayanan obat bagi peserta dan
anggota keluarganya yang ditentukan oleh PT. Askes (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012).
Tindakan medis operatif merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan
dengan anestesi umum, anestesi lokal, atau lumbal di kamar operasi. Jenis
tindakan medis operatif ditetapkan dalam 4 kelompok berdasarkan kompleksitas
operasi, yaitu Kelompok I, Kelompok II, Kelompok III, dan Kelompok Khusus.
Bedah orthopedi merupakan jenis tindakan operasi yang termasuk dalam
Kelompok I, Kelompok II, Kelompok III, maupun Kelompok Khusus
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Tarif adalah harga pelayanan kesehatan bagi peserta dan/atau anggota
keluarganya yang wajib dibayarkan oleh PT Askes kepada pemberi pelayanan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


5

kesehatan. Tarif paket tindakan medis operatif meliputi tarif atas jasa sarana dan
jasa pelayanan. Tarif atas jasa sarana meliputi biaya penggunaan sarana dan
fasilitas operasi, serta bahan dan alat kesehatan habis pakai yang digunakan dalam
tindakan operasi. Tarif atas jasa pelayanan meliputi biaya jasa bagi tim medis.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian


Pengkajian dilakukan mulai tanggal 10 – 26 April 2013. Data identitas
pasien Askes dengan tindakan bedah orthopedi bulan Oktober hingga Desember
2012 diambil di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
sedangkan data rincian beban biaya obat dan alat kesehatan bulan Oktober hingga
Desember 2012 diambil di ruang arsip rawat inap di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta.

3.2 Metode Pengkajian


Metode yang dilakukan yaitu dengan cara pencatatan rincian tagihan
pasien Askes yang menjalani tindakan bedah orthopedi pada periode Oktober
hingga Desember 2012. Pasien dengan kriteria tersebut berjumlah 70 orang. Dari
rincian tagihan pasien, dilakukan perhitungan rata - rata total biaya obat dan alat
kesehatan per pasien yang dibayar tunai oleh pasien, yang ditagihkan ke PT
Askes, dan yang ditagihkan ke pihak rumah sakit, serta persentase rata - rata total
biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang ditagihkan ke pihak rumah sakit.
Selain itu, dilakukan pula perhitungan rata - rata total biaya jasa pelayanan
farmasi per pasien yang ditagihkan ke pihak rumah sakit serta persentasenya.

6 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


416/MENKES/PER/II/2011, tindakan medis operatif merupakan tindakan
pembedahan yang dilakukan dengan anestesi umum, anestesi lokal, atau lumbal di
kamar operasi. Jenis tindakan medis operatif ditetapkan dalam 4 kelompok
berdasarkan kompleksitas operasi, yaitu Kelompok I, Kelompok II, Kelompok III,
dan Kelompok Khusus. Bedah orthopedi dapat masuk ke dalam keempat
kelompok tersebut tergantung dari jenis tindakan operasi yang dilakukan.
Tindakan medis operatif bedah orthopedi yang dilakukan di Instalasi Bedah
Sentral RSUP Fatmawati periode Oktober hingga Desember 2012 telah
dikelompokkan dan hasilnya tidak ada tindakan yang masuk ke dalam Kelompok
Khusus sehingga bedah orthopedi yang dilakukan hanya masuk ke dalam
Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III. Rincian tindakan medis operatif
Kelompok I, II, dan III dapat dilihat pada lampiran 5.
Rincian beban biaya obat dan alat kesehatan pasien dibagi berdasarkan
penjaminan, yaitu yang dijamin oleh PT Askes, yang menjadi beban rumah sakit,
atau yang dibayar tunai oleh pasien. Obat yang dijamin oleh PT. Askes ialah obat
yang sesuai dengan Daftar dan Plafond Harga Obat (DPHO), sedangkan obat di
luar DPHO menjadi beban rumah sakit atau menjadi tanggungan pasien. Alat
kesehatan yang digunakan pasien selama tindakan operasi menjadi beban rumah
sakit. Pasien Askes yang menjalani tindakan medis operatif bedah orthopedi pada
periode Oktober hingga Desember 2012 berjumlah 70 orang. Identitas pasien
dapat dilihat pada lampiran 1. Rincian tagihan pasien yang menjalani tindakan
bedah orthopedi periode Oktober hingga Desember 2012 dapat dilihat pada
lampiran 2 hingga lampiran 4.
Melalui rincian tagihan pasien, dapat dilihat daftar, jumlah, dan harga obat
dan alat kesehatan yang dibayar tunai oleh pasien, yang ditagihkan ke PT Askes,
yang menjadi beban rumah sakit, subtotal biaya, jasa pelayanan, dan total biaya.
Subtotal biaya merupakan penjumlahan obat dan alat kesehatan dari biaya yang
ditagihkan ke PT. Askes, biaya yang dibayar tunai oleh pasien dan biaya yang

7 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


8

menjadi beban rumah sakit. Biaya yang menjadi beban rumah sakit ditagihkan ke
pihak rumah sakit. Total biaya merupakan penjumlahan dari subtotal biaya dan
jasa pelayanan.
Tarif paket bedah orthopedi yang merupakan tindakan medis operatif
Kelompok I yang diberikan untuk Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sebagai
Rumah Sakit kelas A adalah sebesar Rp 3.125.000, tindakan medis operatif
Kelompok II yang diberikan untuk Rumah Sakit kelas A adalah sebesar Rp
4.375.000, dan tindakan medis operatif Kelompok III yang diberikan untuk
Rumah Sakit kelas A adalah sebesar Rp 5.625.000. Pasien yang mendapat
tindakan medis operatif bedah orthopedi Kelompok I berjumlah 26 orang yang
memiliki jenis tindakan terbanyak yaitu Dekompresi (unilateral/bilateral)
ekstremitas atas, pada Kelompok II berjumlah 23 orang yang memiliki jenis
tindakan terbanyak yaitu Removal of implants (plate, nail, screw), dan pada
Kelompok III berjumlah 21 orang yang memiliki jenis tindakan terbanyak yaitu
Debridement and anterior fusion in TB spine sehingga total tarif tindakan medis
operatif bedah orthopedi yang dijamin PT Askes sebesar Rp 300.000.000. Total
tarif tindakan medis operatif bedah orthopedi per pasien sebesar Rp 4.285.714,29.
Total biaya obat dan alat kesehatan yang dikeluarkan oleh IFRS dan ditagihkan ke
pihak rumah sakit sebesar Rp 147.927.700 sehingga persentase total biaya obat
dan alat kesehatan yang ditagihkan ke pihak Rumah Sakit yang merupakan bagian
dari tarif tindakan medis operatif bedah orthopedi PT Askes yaitu sebesar 49,31%.
Perhitungan biaya pasien Askes dengan tindakan medis operatif bedah orthopedi
dapat dilihat pada lampiran 6.
Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan yang digunakan dalam bedah
orthopedi periode Oktober hingga Desember 2012 per pasien adalah Rp
2.442.523,91. Rata-rata ini didapatkan dari total biaya obat dan alat kesehatan
seluruh pasien dibagi dengan jumlah pasien, yaitu 70 pasien. Rata-rata total biaya
obat dan alat kesehatan per pasien merupakan penjumlahan dari rata-rata total
biaya yang dibayar tunai oleh pasien, rata-rata total biaya yang dijamin oleh PT
Askes, rata-rata total biaya yang menjadi beban rumah sakit, dan rata-rata total
biaya jasa pelayanan farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


9

Jasa pelayanan farmasi adalah sebesar Rp 800 per jenis obat atau alat
kesehatan yang digunakan oleh pasien. Rata-rata total biaya jasa pelayanan
farmasi per pasien yang ditagihkan ke pihak rumah sakit sebesar Rp 25.862,46.
Bila rata-rata ini dibandingkan dengan tarif yang diberikan oleh PT Askes, yaitu
Kelompok I sebesar Rp 3.125.000 maka persentasenya sebesar 0,83%, Kelompok
II sebesar Rp 4.375.000 maka persentasenya sebesar 0,59%, dan Kelompok III
sebesar Rp 5.625.000 maka persentasenya sebesar 0,46%.
Total biaya obat dan alat kesehatan tertinggi untuk tindakan bedah
orthopedi terdapat adalah sebesar Rp 25.741.900. Total biaya obat dan alat
kesehatan ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata total biaya obat
dan alat kesehatan per pasien sebesar Rp2.442.523,91 tetapi tidak menjadi
masalah karena adanya subsidi silang antar pasien.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 029
Tahun 2012 tentang Perubahan atas Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT
Askes, tarif paket tindakan medis operatif meliputi tarif atas jasa sarana dan jasa
pelayanan. Biaya obat dan alat kesehatan serta biaya jasa pelayanan farmasi yang
telah dihitung dapat menjadi bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit untuk
pembagian tarif atas jasa sarana dan jasa pelayanan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
a. Biaya obat dan alat kesehatan yang dikeluarkan Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati sebesar Rp 147.927.700 yang merupakan bagian dari tarif tindakan
medis operatif bedah orthopedi PT Askes sebesar Rp 300.000.000 sehingga
memiliki persentase sebesar 49,31%.
b. Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien pada tindakan bedah
orthopedi adalah Rp 2.442.523,91
dengan rincian sebagai berikut:
i. Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang bayar tunai
oleh pasien adalah Rp 263.708,06
ii. Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang ditagihkan ke
PT Askes adalah Rp 212.486,06
iii. Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang ditagihkan ke
pihak rumah sakit adalah Rp 2.113.252,86 dan persentasenya bila
dibandingkan dengan tarif yang diberikan oleh PT Askes yaitu:
- Tindakan medis operatif kelompok I : 67,62%
- Tindakan medis operatif kelompok II : 48,30%
- Tindakan medis operatif kelompok III : 37,57%
iv. Rata-rata total biaya jasa pelayanan farmasi per pasien yang ditagihkan ke
pihak rumah sakit adalah Rp 25.862,46 dan persentasenya bila dibandingkan
dengan tarif yang diberikan oleh PT Askes yaitu:
- Tindakan medis operatif kelompok I : 0,83%
- Tindakan medis operatif kelompok II : 0,59%
- Tindakan medis operatif kelompok III : 0,46%

10 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

Presiden Republik Indonesia. (2004). Undang - Undang Republik Indonesia


Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia. (2011). Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/II/2011 tentang
Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT Askes (Persero). Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 029 Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/II/2011 tentang
Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT Askes (Persero). Jakarta.

11 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


LAMPIRAN

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


Lampiran 1. Identitas Pasien Askes dengan Tindakan Bedah Orthopedi Bulan Oktober hingga Desember 2012
Periode No. Nama Pasien Tanggal Diagnosa Tindakan
Rekam Tindakan
Medik
Oktober 197175 Bachrudin Salimin 3/10/2012 Cervical myelopathy C5-C6 Dekompresi + stabilisasi C
Arm
473627 M. Aufa 3/10/2012 Close fr radius dextra Pro close reduction
1177155 Cahya Suminar 3/10/2012 Close fr montegia bado type III dex ORIF
857036 Dhafian Narafi 3/10/2012 Union fr supracondyler dextra Remove implant
1176963 Muhammad Taha 5/10/2012 Fr ankle dextra Arthrodesis ankle
1176623 Entik Suntiar 5/10/2012 Lumbal canal stenosis Dekompresi + ISD
1174594 Urip Widodo 10/10/2012 Ruptur ACL Arthroscopy ACL
rekonstruction
606795 Maimunah M. Yasin 10/10/2012 Union fr right femur Remove implant
1178289 Fatimah Syarkawi 12/10/2012 Crusinjury right pedis + lisfrane ORIF mini plate + cancellous
injury + multiple fr metatarsal screw
920974 Ratnawati Indung 12/10/2012 CF left femoral neck garden IV THR
1176762 Abdul Rohman 12/10/2012 Spondilitis TB L4-L5 dd MBD Deb + stab posterior + dekom +
biopsi
480626 Endah S. Wulan 17/10/2012 OA Genu kiri Total knee replacement left
597667 Warneck Gultom 17/10/2012 Rotator coff tear sin Arthroscopy rotator coff repain
1098812 R. Nizar Prakas 17/10/2012 Union fr tibia Remove implant
663124 Dini Prihmayanti 17/10/2012 Union fr left clavicle + union fr right Pro remove implant
radius ulna
1178017 Joni Sudarsana 19/10/2012 Bursitis genu sin Pro exisi
1180689 Marfiati Kusuma 19/10/2012 Open fr right shaft tibia fibula Dep + ORIF P/S
1145970 Elin Rosita 19/10/2012 Fr kompresi T12, L1, L2 ec susp Dep + dekom + stabilisasi

12
spondilitis posterior

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


870102 Ogur Marpaung 24/10/2012 Union fr left tibia post ORIF sign Remove implant
nail
1072385 Rohana Ludin 24/10/2012 Fraktur distal radius ulna sinitra Pro ORIF plate, screw, wire
1180372 Darnelis Badarudin 24/10/2012 OA genu bilateral Total knee replacement left
958881 Darso Winahyu 24/10/2012 Osteomilitis left post TBW patella Remove implant deb
546646 Ivone Lestari 25/10/2012 Fr femur dextra Pro revisi dg ORIF locking
plate
1178126 Rosalina Yenny 31/10/2012 HNP L5-S1 (cadangan) Discectomy + flavektomi + stab
posterior
1154808 Kurnia Dwi Putra 31/10/2012 Meniscal tear right knee Arthroscopy meniscal repair
974119 Mila Suhartati 31/10/2012 Union cruris dextra Remove implant nail tibia
November 1134459 Punjabi P. Wicaksono 1/11/2012 CF right distal tibia sir II + CF right ORIF tibiafibula
distal fibula
44746 Lestari Suprihati 2/11/2012 CTS dextra Release (lokal)
254294 Basttoni Bahdim 7/11/2012 OA genu sinitra Pro TKR sinitra
1180786 Nurhani Suman 7/11/2012 Spondilolisteris L5-S1 +Canel Dekom + posterior stabilisasi
stenosis L5-S1
435492 Rega Giri Prakoso 7/11/2012 Neglected CF right clovicle alman I ORIF clavicle
1184596 Slamet Widodo 9/11/2012 Closed fr claviculadextra ORIF P/S
1099803 Elly Kartika 9/11/2012 Union fr ankle sinistra Remove implant P/S
1027551 Soekarti 9/11/2012 OA hip sin TKR sin
42542 Farida Hm Nazar 14/11/2012 CTS bilateral Release (lokal)
261325 Emmy Siagian 21/11/2012 Fr collum femur dex Bipolar cemented hip
1177306 Damaris Panggabean 28/11/2012 HNP L5-S1 Dekompresi + ISD
241944 Zaynab Mashabi 30/11/2012 Canal stenosis L4-L5 Dekompresi + stabilisasi
posterior
864789 Alexandrio Sitanggang 30/11/2012 Union fr distal radius sinistra Remove implant

13
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
1073387 Sukarni 30/11/2012 CTS bilateral Release CTS dex (lokal)
224073 Siti Komariah 30/11/2012 Fr collum femur dex Pro bipolar hemiarthioplasty
Desember 1164893 Puji Rizka 5/12/2012 Spondilitis TB L1-L2 Deb + dekom + stab posterior
1188987 Ruliah Lestari 5/12/2012 OA genu bilateral Pro TKR dextra
61530 Bertha Lena 5/12/2012 Trigger thumb dextra Release trigger thumb (lokal)
1183923 Nurhayati Fedlandy Y. 5/12/2012 Spondilitis TB Th X11-L1 Deb + dekom + stabilisasi
posterior
937477 Hairul Cafry 7/12/2012 Spondilitis TB Vth X11-L1 Dekom + deb + sab posterior
1188474 Rikayanti Nurhasan 7/12/2012 Ulkus DM ankle pedis sin Pro debridement
405367 Helena Erika 7/12/2012 CTS sin Release (lokal)
1190149 Nurani A Dahlan 11/12/2012 Smith fraktur dextra ORIF plate screw
279637 Afrida jalius 12/12/2012 OA genu dextra TKR dextra
983652 Sunarti Supriyanto 12/12/2012 Trigger thumb dextra Release (lokal)
1185513 Rosmani 12/12/2012 Canal steno L4-L5, L5-S1 Dekompresi + ISD
1088261 Sunardi Supomo 12/12/2012 Union fr supra condyler femur sin Remove implant
596676 Wachjono Supatria 13/12/2012 Skin loss regio orbital sin + close fr Tutup defek + skin graft + close
distal radius dex reduction (Under C Arm)
1183932 Nurhayati Fedlandy 14/12/2012 Spondilitis TB Th 12-L1 post dekom Anterior debridemet
+ deb + stab posterior
108435 Arviandi Restyo 14/12/2012 Union + cruris sinitra Remove impant
005829 Saqiq Hafid 14/12/2012 Fraktur radius ulna dextra ORIF plate screw
1164893 Puji Rizka 19/12/2012 Spondilitis Tb L1-L2 post posterior Anterior debridement
stabilisasi
1190071 Adhitia Putra 19/12/2012 Neglected fraktur right shaft femur Pro ORIF broad locking plate
1090976 Rini Hendrastuti 19/12/2012 Union fr right metatarsal V pedis Remove implant
1191024 I wayan Subawa 21/12/2012 Cts bilateral, ganglion dorsialis Release CTs (lokal)
dextra

14
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
843400 Suwarni Rajiyo 21/12/2012 Trigger thumb kiri Pulley release
1112856 Ilham Maulana 21/12/2012 Union femur + tibia sinitra Remove implant P/S
1014203 Theresia Sri Roesdinah 22/12/2012 Dislokasi shoulder dextra Reposisi tertutup dengan GA
141877 Rokiyah Salam 26/12/2012 Spondilitis TB lumbal IV Deb + dekompresi + stabilisasi
posterior
1189333 Sunarto Parmoditio 26/12/2012 Close fr distal fibula dextra Pro ORIF
001122 Yudistira Ardi Nugraha 28/12/2012 CF clovicula dx ORIF
91526 Fitra Rama H. 28/12/2012 Torsometatarsal joint dislocation dx Open reposition + ORIF
217752 Sri Murtini 28/12/2012 Trigger thumb Pulley release
1097610 Ahmad Sayuti 28/12/2012 Union fr distal radius Remove implant

15
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
Lampiran 2. Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Bulan Oktober 2012
No Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Berdasarkan penjaminan (Rupiah)
Nama Tanggal
No Rekam Diagnosa Tindakan Pasien Bayar Tunai ASKES Beban Rumah Sakit
Pasien Pengobatan
Medik Nama Jml Biaya Nama Jml Biaya Nama Jml Biaya
Subtotal 296.488,50 221.977 2.956.647,86
Jasa Pelayanan 1.611,50 5.623,28 28.052,14
Total 298.100,00 227.680,00 2.984.700,00
1. Bachrudin 197175 03/10/2012 Cervical Pro close Actimove 1 108.251,00 Daryantull 1 13.565,00 Surgical 1 68.640,00
Salimin myelopathy reduction cervical e 1% 10 connecting
C5-C6 collar m cm x 10 tube 2
cm)-ask funnel
Fosmicin 1 188.237,50 Ketorolac 1 9.600,00 Mata pisau 1 2.912,01
2 gr inj 3% no 11
Fentanil 5 115.850,0 Mata pisau 1 4.290,00
inj 0,05 0 no 24
mg/ml 2
ml
Ondansetr 1 2.130,00 Opsite 45 1 194.594,00
on 4mg/2 x 55 cm
ml inj
Ecosol 2 13.467,74 Urine bag 1 5.474,04
ringer T valve w/
lactate hanger
Nidanes 1 30.375,60 Foley 1 17.160,00
catheter ch
16
Aqua for 1 1.865,00 Xylocaine 1 67.009,66
inj 25 ml 2% jelly
10 g
Celemex 5 20.377,50
film putih
(Apron-
AP-88)
Tip 1 36.300,00
Catheter

16
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
50 cc
Vicryl 1 2 240.335,33
W9431
R8/IP
Vicryl 2/0 2 260.180,56
J869M
Rev
Cutting
Prolene 1 108.044,44
2/0 8685H
Rev
Cutting
Ecosol 1 9.295,00
NaCl 0,9%
100 ml
Polyvac 1 228.800,00
set 600 ml
12 FG
Handshcoe 2 62.920,00
n
Orthopedi
no 7,5
(non pow)
Underpads 1 5.445,00
60x90 cm
Handschoe 2 62.920,00
n
Orthopedi
no 7 (non
powde)
Adult Rem 0,2 42.900,00
polyhesive
II E7507
Button 0,2 37.180,00
Switch
pencil
E2516M

17
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
Hypafix 0,25 31.649,48
10 cmx5
Recofol 10 1 115.772,80
mg
Roculax 1 128.700,00
50 mg/5ml
Reinforced 1 511.225,00
tracheal
cuff 7,5
Suction 1 7.865,00
catheter ch
12
O2 cair 600 2.546,88
N2O 25 kg 500 121.179,50
Isofluran 50 443.300,00
Vasofix 1 36.300,00
Safety G
18
IV 1 19.446,57
Chateter
with inj
port no 20
Blood set 1 23.958,00
Infus set 1 12.342,00
dewasa
Disp.Syrin 3 2.745,00
ge 3 cc
Elektroda 3 11.325,60
ECG red
dot 5,5
mm
Veca-c 1 11.707,50
Pastik 4 1.716,00
isopropil
alkohol

18
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
Lampiran 3. Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Bulan November 2012
No Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Berdasarkan penjaminan (Rupiah)
Tanggal
No Nama Pasien Rekam Diagnosa Tindakan Pasien Bayar Tunai ASKES Beban Rumah Sakit
Pengobatan
Medik Nama Jml Biaya Nama Jml Biaya Nama Jml Biaya
Subtotal 188.237,50 155.227,09 1.431.198,86
Jasa Pelayanan 862,5 5.672,91 25.601,14
Total 189.100,00 160.900,00 1.456.800,00
1. Punjabi 1134459 01/11/2012 CF right ORIF tibia Fosmicin 1 188.237,50 Ketorolac 2 19.200,00 Underpad 1 5.445,00
P.Wicaksono distal tibia fibula 2 gr inj 3% s
sin II + 60x90cm
CF right Ecosol 2 13.467,74 Spinocan 1 45.760,00
distal ringer no 27
fibula lactate
Venofund 1 67.925,00 Marcain 2 101.175,28
in 6% inf spinal
500 ml 0,5%
heavy 4
ml
Ondansetr 1 7.150,00 Epinefrin 1 15.100,80
on HCl inj
4mg/2ml 50 mg
inj
Catapres 1 38.125,00 Handscho 1 20.020,00
1 ml en steril
no
7,5(non
powder)
Ecosol 1 9.359,35 Nasal 1 10.010,00
NaCl cannula
1000 ml adult
Ecosol 1 9.295,00
NaCl
0.9% 100
ml
Mata 2 8.580,00

19
pisau no

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


10
Surgical 1 68.640,00
connectin
g tube 2
funnel
Apron 4 14.300,00
putih
Tip 1 29.040,00
catheter
50 cc
Vicryl 2/0 3 390.270,83
J869W
rev
cutting
Prolene 2 260.673,11
2/0
8833H
RB/TP
Prolene 1 98.670,00
3/0 W538
SB
curved
cutting
Botton 0,2 37.180,00
switch
pencil
E2516H
Uniflex 4" 1 39.828,36
(4,5mx10c
m)
Sofband 4" 1 24.099,79
(2,7mx10c
m)
Uniflex 6" 1 51.801,75
(4,5mx15c
m)

20
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
Sofband 1 34.646,04
6"
(2,7mx15
cm)
O2 cair 300 1.273,44
Blood set 1 23.958,00
Disp.syri 3 14.157,00
nge 10cc
Disp.syri 3 7.936,50
nge 5cc
Disp.syri 3 2.745,00
nge 3cc
Elektroda 5 11.325,00
ECG red
dot
5,5mm
Veca-c 1 11.797,50
(iv
dressing
transpara
n)
Hypafix 0,05 3.327,25
3cmx5m
Aqua for 1 1.969,00
inj 25 ml
Wippy 1 423,00
(kapas
isopropil
alkohol)
Nurse cap 1 1.452,00
(green)
Surgeon 4 6.292,00
cap
(green)

21
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
Lampiran 4. Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Bulan Desember 2012
No Rincian Beban Biaya Obat dan Alat Kesehatan Berdasarkan penjaminan (Rupiah)
Nama Tanggal
No Rekam Diagnosa Tindakan Pasien Bayar Tunai ASKES Beban Rumah Sakit
Pasien Pengobatan
Medik Nama Jml Biaya Nama Jml Biaya Nama Jml Biaya
Subtotal 188.237,50 373.500,56 3.742.227,90
Jasa Pelayanan 862,5 8.899,44 22.472,10
Total 189.100,00 382.400,00 3.764.700,00
1. Puji 1164893 05/12/2012 Spondiliti Deb+dekom Fosmicin 1 188.237,50 Fentanyl 3 115.830,00 Reinforce 1 511.225,00
Rizka s TB L1- +stab 2 gr inj d tracheal
Parimara L2 posterior 0,05mg/m cuff 7.5
ni S. l 2 ml
Ecosol 3 20.201,61 Recofol 1 115.772,80
ringer 10 mg
lactate
Voluven 1 60.375,00 Suction 1 7.865,00
inj 500 ml catheter
ch 12
Ondansetr 1 7.150,00 O2 cair 20 848,96
on 0
4mg/2ml
inj
Ketorolac 1 9.600,00 N2O 25 20 48.471,80
inj 3% kg 0
Atracuriu 1 51.999,95 Aerrane 60 480.480,00
m-hameln 250 ml
1mg/ml
5ml
Venofundi 1 67.925,00 Vasofix 1 36.300,00
n 6% inf safety G
500 ml 18
Sedacum 1 8.640,00 Blood set 1 23.958,00
inj
5mg/5ml

22
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
Aqua for 1 1.969,00 Disp.syrin 3 2.745,60
inj 25ml ge 3 cc
Ecosol 3 17.160,00 Disp.syrin 3 17.803,50
NaCl 500 ge 10 cc
ml
Streptomy 2 12.650,00 Disp.syrin 3 9.801,00
cin inj 1g ge 5 cc
Elektrode 3 10.982,40
ECG
Veca-c (iv 1 11.797,50
dressing
transparan
)
Wippy 2 858,00
(kapas
isopropil
alkohol)
Mata 1 4.290,00
Pisau no
24
Opsite 1 194.594,40
45x55 cm
Urine 1 10.010,00
drainage
bag
aximed tv
w/ hange

Xylocaine 1 67.009,66
2% jelly
10 gr

23
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
Foley 1 17.160,00
catheter
ch 16
Tip 1 36.300,00
catheter
50 cc
Yankaur 1 71.500,00
suction set
Polyvac 1 228.800,00
set 600 ml
12 fg
Vicryl 1 8 914.342,00
W9421
rev cutting
Vicryl 2/0 2 214.500,00
W9121
RB/TP
Prolene 5 651.682,78
2/0 8833H
RB/TP
Ecosol 1 9.295,00
NaCl
0,9%
100ml
Hypafix 0,1 6.654,51
5cmx5m
Button 0,2 37.180,00
switch
pencil
E2516H

24
Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013
25

Lampiran 5. Besaran Tarif Tindakan Medis Operatif Bagi Peserta PT Askes

a. Tindakan medis operatif kelompok 1


No. Kelas rumah sakit Tarif (Rp)
1. RS Kelas A 3.125.000
2. RS Kelas B 2.500.000
3. RS Kelas C 1.900.000
4. RS Kelas D 1.750.000

Jenis tindakan medis operatif kelompok 1 bedah orthopedi


1. Amputasi + rekonstruksi jari polydactil
2. Amputasi jari extra digit( single)
3. Angkat K-Wire dengan Hekting
4. Angkat Pen / Screw
5. Arthoplasty Sendi (jari). various lesions
6. Arthrodesis sendi
7. Biopsy Nerve. Various Lesions
8. Bony bridge release pada kasus Tarsal Coalition
9. Capsulectomy/ capsulotomy Sendi (jari). Contracture
10. Closed Reduction dan pemasangan gips fraktur femur pada anak
11. Curettage + bonegraft Tumor jinak tulang
12. Debridement Nekrotik Tissue
13. Debridement dan soft tissue release pada infeksi sendi
14. Debridement fraktur terbuka
15. Debridement Jari
16. Debridement. Nekrotomy. dan Saucerization pada Chronic Osteomyelits
17. Debulking Jari (macrodactyly)
18. Defect grafting (single) Tendon-flexor (ekstremitas atas)
19. Dekompresi (unilateral/ bilateral) ekstremitas atas
20. Drainage Jari. superficial / deep infection
21. Drainage Jaringan lunak (palmar space). Abscess
22. Drainage Tendon sheath (ekstremitas atas). tenosynovitis (single/multiple)

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


26

23. Eksisi + Diseksi of neurovasculer bundle (Jari. tumors)


24. Eksisi bony fragment . Elbow (medical epicondyle). Fracture
25. Eksisi Jari. jaringan lunak tumor/wart/com/naevus
26. Eksisi Tendon sheath (extremitas atas) & jaringan Subkutis ganglion / villo
nodular synovitis
27. Fiksasi Cannualted Screw pada SCFE
28. Fiksasi Externa Sederhana
29. Fiksasi Interna Sederhana
30. Fraktur Tulang Panjang - MIPO/ORIF & Implat Removal (Long Bone)
31. Free full thickness graft Kulit dan jaringan subkultis. Defect (single digit)
32. Graft Nerve defect/ peripheral /Tendon-flexor (ekstremitas atas) injury
33. Koreksi syndactyly kaki
34. Koreksi curly toe
35. Koreksi overriding toe polidactily
36. Lengthening Open Achilles Tendon
37. Limb ablation: above/below knee amputation Soft Tissue Tumor/sarcoma/
Bone Tumor
38. Local Flap Kulit dan jaringan subkutis. defect (multiple digits)
39. Nekrotomy
40. Open Biopsy Bone Tumor
41. Open Knee Debridement
42. Operasi Flap (Defect (deep) staged distant flap (division) (Kulit dan jaringan
subkus))
43. ORIF Closed Fraktur shaft femur/radius/ulna/humerus/tibia
44. ORIF Open Fraktur shaft tibia/femur/radius/ulna/humerus (grade 1&2)
45. Pengangkatan Ganglion Poplitea dengan narkose
46. Release (bilateral with endoneurolysis) Nerve (ekstremitas atas)
47. Release (unilateral) Nerve (Ekstremitas atas). Guyon's Tunnel Syndrome
48. Release Jari. deformity. instrinsic muscle
49. Release Kompartemen Otot
50. Release Soft tissue
51. Release Tendon Sheath (ekstremitas atas)

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


27

52. Relokasi Jari. deformity. instrinsic muscle extensor


53. Removal Sendi (Extremitas Atas) Rush Rods / Wires / Screw
54. Repair suture Nerve various lesions
55. Reposisi joint dislocation
56. Reposisi tertutup dan gips pada fraktur anak kecuali fraktur femur
57. Reposisi tertutup dan Percutaneous Pinning pada fraktur seputar sendi siku
pada anak
58. Reposisi tertutup. Arthrogram. dan Hemispica pada DDH
59. Skin Graft Orthopedi
60. Synovectomy arthroscopy
61. Tenolysis (multiple) Temdon-flexor (ekstremitas atas)
62. Tenotomy Tendon (ekstremitas atas) . contracture
63. Terminalisation Jari. Trauma
64. Transposisi Nerve ulnar. Entrapment

b. Tindakan medis operatif kelompok II


No. Kelas rumah sakit Tarif (Rp)
1. RS Kelas A 4.375.000
2. RS Kelas B 3.500.000
3. RS Kelas C 3.000.000
4. RS Kelas D 2.500.000

Jenis tindakan medis operatif kelompok II bedah orthopedi


1. Liberation Joint Stiffness
2. Osteotomy Jari. Deformities
3. Total Joint Arthroplasty
4. Amputasi Transmedular
5. Biopsy Vertebra (1 level)
6. Closed Fraktur intercondylar femur
7. Closed Fraktur proksimal tibia involve intraartikular
8. Closed Fraktur supracondylar femur
9. Closed Reduksi dengan anastesi umum

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


28

10. Discograph (1 level/ multilevel)


11. Double Osteotomy pelvis posterior pada exstrophy bladder
12. Facet Block (1 level /Multilevel)
13. Fiksasi Interna Yang Kompleks
14. Foraminal Block (1 level /Multilevel)
15. Fracture Acetabulum 1 Collum - ORIF (TR.14)
16. Fracture Artikuler - > MIPO/ ORIF Artikuler
17. Fraktur Acetabulum & Pelvic -ORIF Acetabulum & Pelvic
18. Fraktur neck humerus pada orang tua (>60)
19. Fraktur subtrochanter femur pada orang tua (>60)
20. Hemiarthroplasty bahu
21. Hemiarthroplasty Fraktur collum femur pada orang tua (>60)
22. Hemiartroplasty : Metastatic Bone Disease
23. Intradiscal Electrothermic Therapy (IDET) Multilevel
24. Koreksi Disartikulasi
25. Koreksi Jari/ ring construction (single/multiple) / deformitas
26. Limb salvage Surgery
27. Multiple Fracture Tulang Panjang - MIPO/ORIF dan Removal Implant > 1
28. Open Biopsy : Soft Tissue
29. Open Reduction dislokasi panggul dengan Acetabuloplasty dan Femoral
Osteomy
30. Operasi rekonstruksi ibu jari kaki pada Hallux Valgus
31. Oppnens plasty Thumb. Paralysis
32. ORIF : MBD
33. ORIF Fracture Pelvic Simple
34. ORIF shaft tibia/femur/radius/ulna/humerus grade 3
35. Osteomyelitis
36. Plaster application of extremity & spine
37. Ray Amputation Jari
38. Reconstruction Anterior Cruciate Ligament (anterior/ Posterior/ Lateral/
Medial
39. Recurrent Shoulder Dislocation Repair TUBS and AMBRI

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


29

40. Reduksi terbuka dan fiksasi interna Jari. Carpus. fracture/ dislocation
41. Rekonstruksi Jari. Defect/contracture (single/multiple)
42. Rekontruksi Limb Leg Inequality - Bone Lengthening Transport
43. Rekontruksi Neglected Case – Bone
44. Rekontruksi Instability Joint Infection
45. Rekontruksi Pulley Tendon (ekstremitas atas). Bowstringing/ entrapment
46. Removal of implants (Plate. Nail. Screw)
47. Repair Nerve-digital. injury. (microsurgical)
48. Repair Tendon-extensor (extremitas atas) /nail bed/nerve digital
49. Reposisi Fraktur / Dislokasi Dalam Narkose
50. Reposisi terbuka & Fiksasi Interna pada kasus fraktur Salter Harris III – IV
51. Reposisi terbuka dan fiksasi interna fraktur tulang panjang pada anak
52. Reposisi terbuka dan fiksasi interna kasus fraktur intra Artikular pada anak
53. Revisi Jari/Digit. Stump. Osteotomy
54. Revisi Total Knee/ Shoulder replacement
55. Tendon transfer ekstremitas bawah pada kasus Neuromuskular anak
56. Total Knee/ Shoulder Replacement
57. Total Patellectomy dan rekonstruksi
58. Transfer Jari. deformity. instrinsic muscle

c. Tindakan medis operatif kelompok III


No. Kelas rumah sakit Tarif (Rp)
1. RS Kelas A 5.625.000
2. RS Kelas B 4.500.000
3. RS Kelas C 4.000.000
4. RS Kelas D 3.500.000

Jenis tindakan medis operatif kelompok III bedah orthopedi


1. Acetabuloplasty (Salter Innominate. Pemberton. Dega) pada kasus panggul
2. Alar transverse fusion
3. Anterior Cervcal Discetomy + Fusion (ACDF )
4. Anterior Cervical Corpectomy + Fusion ( ACCF )

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


30

5. Arthrodesis sendi ( panggul . wrist. ankle . triple arthrodesis )


6. Arthroscopy Therapeutik
7. Arthrotomy/Synovectomi
8. Bony Reconstruction pada ekstremitas atas anak ( Misalnya malunion fraktur
supracondylar. lateral condyle)
9. Bony Reconstruction pada ekstremitas bawah anak ( Misalnya CTEV. Blount
disease. kelainan kongenital . malunion fraktur)
10. Debridement and anterior fusion in TB Spine
11. Debridement Mayor desloughing
12. Double osteotomy pelvis anterior pada Bladder Ekstrophy
13. Koreksi CTEV (congenital talipes equino varus)
14. Laminectomy (1 Level) pada simple spine stenosis
15. Limb Lengthening atau operasi rekonstruksi pada anak yang menggunakan
alat khusus
16. Micro endoscopic Disectomy
17. Microscopic Disectomy
18. Open Disectomy
19. Open Disectomy Multilevel
20. Open Reduction dan stabilisation of Spinal Fracture
21. Open Reduction dislokasi panggul tanpa Acetabuloplasty
22. Posterior Cervical Fusion
23. Posterior Lumbar Interbody Fusion (FLIF) + Posterior stabilisation
24. Posterolateral Fusion
25. Replantasi
26. Total Disc Replacement (Multilevel)

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


31

Lampiran 6. Perhitungan Analisis Biaya Pasien Askes Bedah Orthopedi

1. Total tarif tindakan medis operatif bedah orthopedi PT Askes yaitu:


- Tindakan medis operatif kelompok I = 26 pasien x Rp 3.125.000 = Rp
81.250.000
- Tindakan medis operatif kelompok II = 23 pasien x Rp 4.375.000 = Rp
100.625.000
- Tindakan medis operatif kelompok III = 21 pasien x Rp 5.625.000 = Rp
118.125.000
Jumlah Tindakan medis operatif kelompok I, II, dan III = Rp 81.250.000 + Rp
100.625.000 + Rp 118.125.000 = Rp 300.000.000
Persentase total biaya obat dan alat kesehatan yang dikeluarkan oleh IFRS
yang merupakan bagian dari tarif tindakan medis operatif bedah orthopedi PT
Rp 147.927.700
Askes adalah x 100%  49,31%
Rp 300.000.000
Tarif tindakan medis operatif bedah orthopedi PT Askes per pasien adalah
Rp 300.000.000
 Rp 4.285.714,29
70 pasiem
2. Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien pada tindakan bedah
Rp 170.976.674
orthopedi adalah  Rp 2.442.523,91
70 pasien
dengan rincian sebagai berikut:
a. Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang dibayar tunai
Rp 8.174.950
oleh pasien adalah  Rp 263.708,06
31 pasien
b. Rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang ditagihkan ke
Rp 14.874.024
PT Askes adalah  Rp 212.486,06
70 pasien
c. Rata-rata biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang ditagihkan ke pihak
Rp 147.927.700
rumah sakit adalah  Rp2.113.252,86
70 pasien

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013


32

Tarif yang diberikan oleh PT Askes untuk tindakan bedah orthopedi di


rumah sakit kelas A:
 Tindakan medis operatif kelompok I = Rp 3.125.000,00
 Tindakan medis operatif kelompok II = Rp 4.375.000,00
 Tindakan medis operatif kelompok III = Rp 5.625.000,00
Presentasi rata-rata total biaya obat dan alat kesehatan per pasien yang
ditagihkan ke pihak rumah sakit:
Rp 2.113.252,86
 Tindakan medis operatif kelompok I = x 100%  67,62%
3.125.000

 Tindakan medis operatif kelompok II = Rp 2.113.252,86 x 100%  48,30%


4.375.000
Rp 2.113.252,86
 Tindakan medis operatif kelompok III = x 100%  37,57%
5.625.000
d. Rata-rata total biaya jasa pelayanan farmasi per pasien yang ditagihkan ke
Rp 1.810.372,27
pihak rumah sakit adalah  Rp 25.862,46
70 pasien
Tarif yang diberikan oleh PT Askes untuk tindakan bedah orthopedi di
rumah sakit kelas A:
 Tindakan medis operatif kelompok I = Rp 3.125.000,00
 Tindakan medis operatif kelompok II = Rp 4.375.000,00
 Tindakan medis operatif kelompok III = Rp 5.625.000,00
Presentasi rata-rata total biaya jasa pelayanan farmasi per pasien yang
ditagihkan ke pihak rumah sakit:
Rp 25.862,46
 Tindakan medis operatif kelompok I = x 100%  0,83%
3.125.000
Rp 25.862,46
 Tindakan medis operatif kelompok II = x 100%  0,59%
4.375.000
Rp 25.862,46
 Tindakan medis operatif kelompok III = x 100%  0,46%
5.625.000

Laporan praktek…., Haviani Rizka, FF, 2013

Anda mungkin juga menyukai