Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 6

MATA KULIAH GEOLOGI & EKSPOLARI BATUBARA


“EKSPLORASI BATUBARA DAERAH CEKUNGAN X”

Disusun Oleh :

Dibuat Oleh :
irfan satria permana
NIM. 03042681822003

Dosen Pengajar :
Dr. Ir Endang Wiwik Dyah Hastuti, M. Sc.

BKU TEKNOLOGI BATUBARA


PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK PERTAMBANGAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

A. Genesa Endapan Batubara


Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan
memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah
pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami
bagaimana batubara terbentuk, perlu diketahui dimana batubara terbentuk,
faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan bentuk lapisan batubara. Ada dua
macam teori mengenai tempat terbentuknya batubara, yaitu:
1. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa batubara terbentuk ditempat dimana
tumbuhan pembentuk lapisan batubara itu berada. Dengan demikian
maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses
transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya
relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini contohnya adalah yang
terdapat di Muara Enim (Sumatera Selatan).
2. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa batubara terbentuk di tempat yang
berbeda dengan tempat tumbuhnya tumbuhan pembentuk lapisan
batubara itu. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh
media air dan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen
dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk
dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di
beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung
material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan
dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk
seperti ini di contohnya adalah lapisan batubara di delta Mahakam purba
(Kalimantan Timur).
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
batubara antara lain:

1. Posisi Geoteknik
Posisi geoteknik adalah suatu tempat yang keneradaannya dipengaruhi
oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara,
posisi geoteknik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan
mempengaruhi morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan
penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geoteknik mempengaruhi proses
metamorfosa organik dan struktur dari lapisan batubara.
2. Topografi
Topografi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk.
3. Iklim
Pada daerah iklim tropis dan sub tropis, umumnya memiliki temperatur
yang lembab dan sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah
beriklim dingin. Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan
batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora. Hasil
pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus
pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 m.
Sedangkan pada iklim dingin, ketinggian pohon hanya mencapai 5-6 m dalam
selang waktu yang sama.
4. Penurunan
Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika
penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan tebal.
5. Umur Geologi
Semakin tua umur suatu batuan, semakin dalam penimbunan yang
terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara
dengan umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik
yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara.
6. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara dan merupakan faktor
penentu terbentuknya berbagai tipe batubara.

7. Dekomposisi
Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari tranformasi biokimia dari
organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dekomposisi ini berperan
dalam kecepatan pembentukan gambut.
8. Metamorfosa Organik
Proses metamorfosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi
batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisik dan optiknya. Dalam proses
ini terjadinya pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO 2,
CO, CH4, dan gas lainnya).
Proses pembatubaraan terjadi karena perubahan atau transformasi jaringan
tanaman atau tumbuh – tumbuhan yang menjadi gambut melalui dua tahap utama,
yaitu tahap biokimia atau diagenesa dan tahap geokimia atau metamorfik.
1. Tahap biokimia atau diagenesa
Tumbuh – tumbuhan terutama tumbuhan rawa akan terendapkan. Selama
proses pengendapan akan terjadi perubahan atau alterasi biokimia yang
menghasilkan partial decay (pembusukan sebagian) menjadi humus.
Perubahan ini disebabkan oleh uap air (moisture). Proses oksidasi dan
perubahan biologi menyebabkan terjadinya penguraian gas karbondioksida
serta unsur – unsur oksigen dan hidrogen.
Di dalam humus yang tertumpuk selama ratusan tahun bahkan jutaan
tahun, unsur – unsur karbon akan terkonsentrasi, sedangkan unsur hidrogen
dan oksigen akan terlepaskan. Akibat pengaruh tekanan, waktu dan suhu
subtropis (agak dingin) maka akumulasi unsur – unsur karbon tersebut
terkompaksi dan akhirnya terbentuk gambut (peat) yang merupakan awal mula
dari pembentukan batubara.
2. Tahap Geokimia atau Metamorfic
Akibat pengaruh tekanan, temperatur dan waktu terhadap gambut maka
akan terjadi transformasi brown coal (batubara muda) menjadi batubara sub-
bituminous dan terakhir menjadi antrasit. Contoh salah satu tahap geokimia
yang terjadi pada proses ini adalah pembentukan dari kayu (cellulose) menjadi
lignit, yaitu :
(cellulose) C6H10O5  C30H34O11 (lignit atau browncoal)
Kedua proses dalam pembatubaraan tersebut memakan waktu ratusan
ribu atau jutaan tahun. Diperkirakan waktu yang diperlukan untuk
mengumpulkan bahan yang cukup dalam pembentukan deposit bituminous
setebal 30 cn adalah sekitar 150 tahun dan untuk antrasit sekitar 200 tahun.
Oleh karena itu banyak terjadi perubahan sifat selama proses pembatubaraan
berlangsung dan juga terjadi tahapan tingkatan batubara.

B. Data Hasil Pemboran dan Model Peta Hasil Pemboran


Pada Tabel I dibawah ini disajikan data lokasi dan hasil pemboran
Endapan Batubara di Daerah X sebagai berikut :

Tabel I. Data Lokasi (Koordinat dan Elevasi) dan Hasil Pemboran Endapan
Batubara di Suatu Daerah

Tabel I diatas menampilkan data 18 lubang bor yang terdiri dari data
koordinat lokasi pemboran menggunakan koordinat Sistem Longitude-Latitude
(X : 3o33’940” dan Y : 104o17’277”), elevasi, kedalaman pemboran, dan
ketebalan lapisan endapan Batubara dimana pada Daerah X tersebut terdapat 3
seam batubara dengan ketebalan yang berbeda. Berdasarkan data hasil
pemboran diatas, dapat dibuat model peta kontur dan sebaran batubara dengan
menggunakan software Surfer 10. Sebelum data koordinat dan elevasi titik
lokasi pemboran diinput kedalam Program Surfer 10, maka data koordinat
perlu dikonversi kedalam sistem UTM. Hasil konversi titik koordinat lubang
pemboran disajikan dalam Tabel II dibawah ini :
Tabel II. Data Lokasi (Koordinat dan Elevasi) Setelah Dikonversi Kedalam
Sistem UTM
Tabel II diatas menampilkan data koordinat titik lokasi pemboran yang telah
dikonversi kedalam sistem UTM (X : 9578725 dan Y : 428965) sehingga data ini
dapat input kedalam Program Surfer. Hasil input data tersebut menghasilkan
Model Peta Kontur Daerah X yang ditampilkan pada Gambar 1 dibawah ini :

Gambar 1 . Peta Kontur Daerah X dengan Titik - Titik Lokasi Pemboran


Pada Endapan Lapisan Batubara
Gambar 2. Konfigurasi Lokasi Titik - Titik Pemboran Lubang di Daerah X

Gambar 2 diatas menunjukkan lokasi titik pemboran untuk mengetahui


endapan Lapisan Batubara dimana sebagian besar dilakukan pada arah Barat-Daya
di Daerah X. Berikut ini ditampilkan model 3 dimensi peta kontur pada Gambar 3
dibawah ini :

Gambar 3. Model 3 Dimensi Peta Kontur Daerah X


Gambar 3 diatas menunjukkan model 3 dimensi Peta kontur Daerah X.
Terlihat jika Daerah X memiliki bentuk kontur daerah yang cukup
bergelombang dengan 2 titik di daerah X yang melengkung curam kebawah.
Dikedua titik tersebut cocok untuk dilakukan pemboran dikarenakan daerah
yang rendah sehingga pemboran dapat dilakukan tidak terlalu dalam untuk
mengetahui endapan lapisan batubara.

C. Volume Cadangan Batubara


Pada Daerah X terdapat 3 seam endapan lapisan batubara (Lapisan
Batubara Seam A, Seam B, dan Seam C) dengan ketebalan yang berbeda
sehingga masing - masing seam lapisan batubara memiliki volume endapan
batubara yang berbeda. Dengan asumsi satuan perhitungan adalah meter (m)
dan semua lapisan dari 3 seam batubara bernilai ekonomi pada Daerah X dan
semua lapisan batubara dapat ditambang (sehingga semua endapan batubara
menjadi cadangan batubara), maka perhitungan volume cadangan endapan
batubara dapat dihitung dengan menggunakan Program Surfer 10. Berikut
perhitungan volume endapan batubara :
a. Volume Cadangan Batubara Seam A

Gambar 4. Model 3 Dimensi Endapan Lapisan Batubara Seam A Daerah X

Gambar 4 diatas menunjukkan model 3 dimensi cadangan batubara pada


Seam A. Dengan menggunakan Program Surfer, model dapat dilakukan dengan
mengasumsikan jika bentuk bagian dasar pada lapisan batubara Seam A berbentuk
mendatar dan terlihat bentuk bagian atas lapisan batubara cukup mendatar dengan
sedikit bentuk bergelombang di bagian Barat-Daya Daerah X. Berikut hasil
perhitungan volume cadangan batubara pada Seam A :

————————————————
Grid Volume Computations
————————————————
Upper Surface
Grid Size: 100 rows x 95 columns

X Minimum: 9578725
X Maximum: 9606732
X Spacing: 297.94680851064

Y Minimum: 418686
Y Maximum: 448331
Y Spacing: 299.44444444444

Z Minimum: -2.4463694345304E-005
Z Maximum: 6.9156276290132

Lower Surface
Level Surface defined by Z = 0

Volumes
Z Scale Factor: 1

Total Volumes by:

Trapezoidal Rule: 1514981716.7262


Simpson's Rule: 1515075550.5383
Simpson's 3/8 Rule: 1515060459.0491
Mean: 1515039242.1

Cut & Fill Volumes

Positive Volume [Cut]: 1514987094.953


Negative Volume [Fill]: 0.0019394639965317
Net Volume [Cut-Fill]: 1514987094.951

Hasil perhitungan cadangan lapisan Batubara Seam A didapatkan sebesar


1.515.039.242,1 m3.
b. Volume Cadangan Batubara Seam B
Gambar 5. Model 3 Dimensi Endapan Lapisan Batubara Seam B Daerah X

Gambar 5 diatas menunjukkan model 3 dimensi cadangan batubara pada


Seam B. Dengan menggunakan Program Surfer, model dapat dibentuk dengan
asumsi jika bentuk bagian dasar pada lapisan batubara Seam B berbentuk
mendatar dan bentuk bagian atas lapisan batubara berbentuk mendatar dengan
sedikit bentuk bergelombang pada bagian Barat-Daya Daerah X, hampir sama
seperti pada lapisan batubara Seam A. Berikut hasil perhitungan volume
cadangan batubara pada Seam B :

————————————————
Grid Volume Computations
————————————————
Upper Surface
Grid Size: 100 rows x 95 columns

X Minimum: 9578725
X Maximum: 9606732
X Spacing: 297.94680851064

Y Minimum: 418686
Y Maximum: 448331
Y Spacing: 299.44444444444
Z Minimum: -0.72826151234902
Z Maximum: 4.8457779029952

Lower Surface
Level Surface defined by Z = 0

Volumes
Z Scale Factor: 1

Total Volumes by:

Trapezoidal Rule: 453882133.57777


Simpson's Rule: 453977821.67865
Simpson's 3/8 Rule: 453956425.17915
Mean: 453938793.53

Cut & Fill Volumes

Positive Volume [Cut]: 552364700.78997


Negative Volume [Fill]: 98498613.312411
Net Volume [Cut-Fill]: 453866087.47756

Hasil perhitungan cadangan lapisan Batubara Seam A didapatkan sebesar


453.938.793,53 m3.

c. Volume Cadangan Batubara Seam C

Gambar 6. Model 3 Dimensi Endapan Lapisan Batubara Seam C Daerah X

Gambar 6 diatas menunjukkan model 3 dimensi cadangan batubara pada


Seam C. Dengan menggunakan Program Surfer, model dapat dibentuk dengan
asumsi jika bentuk bagian dasar pada lapisan batubara Seam C berbentuk
mendatar dan bentuk bagian atas lapisan batubara berbentuk mendatar dengan
sedikit bentuk bergelombang pada bagian arah Tenggara Daerah X. Berikut hasil
perhitungan volume cadangan batubara pada Seam B :
————————————————
Grid Volume Computations
————————————————
Upper Surface
Grid Size: 100 rows x 95 columns

X Minimum: 9578725
X Maximum: 9606732
X Spacing: 297.94680851064

Y Minimum: 418686
Y Maximum: 448331
Y Spacing: 299.44444444444

Z Minimum: -0.37626122898993
Z Maximum: 8.7631550926376

Lower Surface
Level Surface defined by Z = 0

Volumes
Z Scale Factor: 1

Total Volumes by:

Trapezoidal Rule: 718132481.18662


Simpson's Rule: 718147150.66532
Simpson's 3/8 Rule: 718178687.82587
Mean: 718152773.23

Cut & Fill Volumes

Positive Volume [Cut]: 772215154.21678


Negative Volume [Fill]: 54044344.659838
Net Volume [Cut-Fill]: 718170809.55694

Hasil perhitungan cadangan lapisan Batubara Seam A didapatkan sebesar


718.152.773.23 m3.
Dari perhitungan volume per seam endapan lapisan batubara diatas
menggunakan Surfer 10 didapatkan besar total volume sebagai berikut :
Volume Total = Volume Seam A + Volume Seam B + Volume Seam C
= (1.515.039.242,1 + 453.938.793,53 + 718.152.773.23) m3
= 2.687.130.808,9 m3
Sehingga total volume cadangan endapan Batubara dari Seam A, Seam B,
dan Seam C sebesar 2.687.130.808,9 m3.
D. Arah Penyebaran Endapan Lapisan Batubara
Dari peta endapan lapisan batubara pada pembahasan sebelumnya,
diketahui bahwa endapan lapisan batubara tersebar merata di dalam wilayah
eksplorasi Daerah X dimana endapan lapisan batubara dengan ketebalan
terbesar berada dibagian selatan Daerah X (dari arah Barat Daya hingga
Tenggara). Hal ini terlihat dari arah Selatan kontur Daerah X dimana
berdasarkan data hasil pemboran dan data model dalam bentuk peta kontur,
terlihat bahwa arah selatan di Daerah X memiliki bentuk kontur yang tebal
dengan lapisan endapan batubara. Jika diasumsikan data masing - masing
ketebalan endapan lapisan batubara yang ada pada Seam A, Seam B, dan Seam
C digabungkan, maka akan menghasilkan model 3 Dimensi endapan lapisan
batubara sehingga setelah data diolah maka akan terbentuk model seperti pada
Gambar 7 dibawah ini :

Gambar 7. Model 3 Dimensi Endapan Lapisan Batubara Dengan Asumsi 3 Seam


Pada Batubara Disatukan

Gambar 8. Model Penampang Korelasi dari Data Hasil Pemboran Tanpa Skala

Berdasarkan Data hasil pemboran yang telah dilakukan, selanjutnya data


tersebut dapat dikorelasikan untuk mengetahui kemungkinan bentuk endapan
lapisan batubara yang ada di Daerah X. Dari hasil korelasi pada Gambar 8 diatas,
terlihat jika bentuk endapan lapisan batubara di Daerah X bergelombang
mengikuti kontur bentuk formasi lapisan batuan disekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai