Ebcr Clinical Scoring System To Diagnose Lymph Node Enlargement in Aids
Ebcr Clinical Scoring System To Diagnose Lymph Node Enlargement in Aids
Disusun oleh:
Alfian Syahriza (1006684056)
Pembimbing:
Dr. dr. Evy Yunihastuty, Sp.PD
Makalah ini diajukan untuk kelengkapan tugas Modul Praktik Klinik Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 27 April 2015
2
LEMBAR PERNYATAAN ANTIPLAGIARISME
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Mengetahui,
Alfian Syahriza
(Penulis)
3
Clinical Scoring System dibandingkan Pemeriksaan Histopatologi dalam
Diagnosis Limfadenitis TB pada Penderita AIDS: Sebuah Tinjauan Berbasis
Bukti
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2
Divisi Alergi Imunologi Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo
ABSTRAK
Latar Belakang: Untuk mendiagnosis limfadenitis tuberkulosis pada pasien
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) , digunakan pemeriksaan
histopatologi yang spesimennya diambil dari kelenjar limfe yang membesar.
Pemeriksaan tersebut tidak selalu tersedia di semua daerah dan membutuhkan
fasilitas kesehatan yang cukup mahal. Clinical Scoring System merupakan
suatu solusi yang dapat digunakan untuk menggantikan pemeriksaan
histopatologi tesebut.
Tujuan: Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melakukan telaah kritis
pada artikel yang membahas perbandingan antara Clinical Scoring System dan
pemeriksaan histopatologi sebagai gold standard, dalam mendiagnosis
limfadenitis tuberculosis pada penderita AIDS.
5
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan TB ekstraparu yang paling sering
ditemukan. Prediposisi terbanyak dari limfadenitis TB ini adalah pada region leher.
Limfadenitis dapat disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis atau
Mycobacterium non tuberculosis. Namun, isolasi dari kedua jenis bakteri tersebut
sangat jarang dilakukan. Oleh karena terapi dari limfadenitis TB ini sangat berbeda
dengan limfadenitis karena etiologi lain, perlu dilakukan diagnosis dengan benar agar
terapi yang diberikan tepat sasaran. 1
Limfadenitis TB secara gold standard didiagnosis dengan menemukan
gambaran inflamasi granulomatosa dan nekrosis perkejuan dengan sel Langerhans
menggunakan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan lainnya dapat menggunakan
pemeriksaan BTA dan polymerase chain reaction (PCR).2,3
Pada umumnya menemukan adanya bakteri tahan asam dari sediaan biopsi
limfadenitis tidaklah mudah. Pemeriksaan histopatologi dan PCR tidak dapat
dilakukan di semua tempat. Untuk itu diperlukan suatu metode pemeriksaan lain yang
mudah dan bersifat cost-effective. Purohit SD, et al mengembangkan suatu sistem
skoring dalam mendiagnosis limfadenitis TB pada penderita AIDS.3
PERTANYAAN KLINIS
Pada pasien AIDS yang terduga limfadenitis TB, bagaimana performa Clinical
Scoring System dibandingkan pemeriksaan histopatologi dalam mendiagnosis
limfadenitis TB.
METODE
Strategi Pencarian
6
Berdasarkan perrtanyaan klinis tersebut, artikel yang akan dibuat adalah
mengenai studi diagnosis. Pencarian dilakukan melalui Pubmed, Proquest, Science
Direct dan ClinicalKey menggunakan kata kunci ((HIV OR AIDS) AND
(Lymphadenitis TB OR Tuberculous Lymphadenitis) AND (Clinical Score OR
Scoring System) AND (Histopathology))
7
(Histopathology))
Seleksi Artikel
Pencarian artikel pada database Pubmed didapatkan 2 artikel, Proquest 0
artikel, Science Direct 0 artikel, dan ClinicalKey 0 artikel. Kemudian dilakukan
skrining pada judul dan abstrak berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan
didapatkan 1 artikel.
AN AN Clinical Score OR
AN Histopat
Lymphadenitis TB OR
HIV OR AIDS
D Tuberculous Lymphadenitis
D Scoring System D hology
2 0 0 0
Kriteria inklusi:
Screening title and abstract
Human sample,
year of
publication <10,
full text
1 0 0 0
Filtering Double 1
Critical Apraisal:
Relevance 1
Critical Apraisal:
1
Validity
Telaah Kritis
Didapatkan 1 artikel yang relevan dengan studi diagnostik yakni Purohit SD,
et al yang bertujuan untuk mengetahui mengetahui performa skor klinis dalam
mendiagnosis limfadenitis TB pada penderita AIDS.3 Pada artikel tersebut akan
8
dilakukan telaah kritis sesuai dengan validitas, nilai kepentingan, dan
aplikabilitasnya.
Validitas (Validity)
Artikel yang dipilih merupakan laopran dari sebuah studi retrospektif dengan
subjek penelitian merupakan pasien AIDS dengan adanya limfadenitis yang
didapatkan dari Agustus 2001 sampai dengan Desember 2004 di Ramdeo Hospital
and Research Center, Jodhpur. Semua subyek penelitian merepuakan pasien berusia
diatas 14 tahun dengan hasil pemeriksaan serologi HIV positif. Seluruh data
mengenai riwayat penyakit TB paru, riwayat penurunan berat badan secara cepat, dan
hasil pemeriksaan fisik limfadenitis telah dicatat. 3
Berdasarkan yang telah dituliskan diatas, disimpulkan bahwa artikel yang
digunakan adalah artikel yang valid. Secara lebih rinci, penilaian validitas dapat
dilihat pada tabel 3.
Dibandingkan Ya, pada artikel ini acuan baku yang digunakan adalah
dengan acuan baku pemeriksaan histopatologi
9
Nilai Kepentingan (Importance)
Pada penelitian Purohit SD, et al dilakukan analasis retrospektif terhadap
seluruh kasus limfadenitis selama rentang waktu penelitian yakni 3 tahun (Agustus
2001 hingga Desember 2004).3 Dalam kurun waktu tersebut didapatkan hasil 42
kasus AIDS dengan limfadenitis. Pada seluruh kasus AIDS dengan limfadenitis
tersebut data identitas dicatat dan dinilai adanya riwayat TB paru, penurunan berat
badan lebih dari 4 kg dalam kurun waktu 4 bulan, pemeriksaan fisik, tes tuberkulin,
pemeriksaan sputum BTA pada pasien dengan batuk lebih dari 2 minggu, foto X-ray
thorax PA, dan pemeriksaan histopatologi.
Hasil dari penelitian tersebut didapatkan, dari 42 kasus AIDS dengan
limfadenitis terdapat 23 pasien positif terhadap pemeriksaan histopatologi dan
didapatkan 19 pasien negatif. Dari 23 pasien yang mengalami limfadenitis TB, semua
pasien memiliki skor klinis lebih dari atau sama dengan 5, menurut kriteria klinis
pada tabel 1. Dari 19 pasien dengan limfadenitis non-tuberculosis, didapatkan 17
pasien memiliki skor dibawah 5, yang menurut skor klinis bukan merupakan
limfadenitis TB. Pada penelitian ini didapatkan nilai sensitivitas untuk skoring secara
klinis dengan menggunakan skor pada tabel 1 sebesar 100%, spesifisitas 89,5%,
likehood ratio untuk hasil positif 8.69, positive predictive value 92%, negative
predictive value 100%, pre-test probability (prevalence) sebesar 54,7%, pre-test odds
sebesar 84%, post-test probability 7,3, dan post-test odds 87,9%. Sehingga
disimpulkan bahwa Clinical Scoring System ini dapat digunakan untuk melakukan
screening (rule out disease) limfadenitis TB oleh karena sensitivitasnya yang tinggi.
10
LR+ 8,69
PPV 92%
NPV 100 %
Pretest Probability 54,7 %
Pretest Odds 84 %
Posttest Probability 7,3
Posttest Odds 87,9 %
Penerapan (Applicability)
Pada dasarnya, clinical scoring system ini dibuat untuk mempermudah
diagnosis limfadenitis TB pada tempat-tempat dengan fasilitas kesehatan yang
minimal. Masing-masing parameter di dalam clinical scoring system ini dapat
dilakukan di berbagai macam daerah di Indonesia. Salah satu parameter yang
menggunakan alat adalah pemeriksaan tuberkulin. Namun, di Indonesia tes tuberkulin
tersedia hingga tingkat pelayanan primer (puskesmas). Sehingga, clinical scoring
system ini dapat diaplikasikan dan cukup cost-effective.
Diskusi
Diagnosis limfadenitis TB pada penderita AIDS sebenarnya cukup mudah
dilakukan. Namun karena terapi dari limfadenitis TB membutuhkan waktu yang
lama, yaitu 9 bulan, diagnosis harus ditegakkan secara berhati-hati. Pada penderita
AIDS, gejala klinis yang muncul dapat bersifat tidak spesifik, sehingga satu atau dua
gejala klinis tidak dapat menjamin bahwa pasien menderita limfadenitis TB. Oleh
karena itu maka diagnosis limfadenitis TB pada penderita AIDS harus ditegakkan
menggunakan berbagai kombinasi modalitas yang ada. Pada makalah ini akan dicari
modalitas diagnosis yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
serta merupakan modalitas yang paling cost-effective.
Ditemukan suatu Clinical Scoring System untuk mendiagnosis limfadenitis
TB pada pesien AIDS yaitu terdiri atas usia > 30 tahun, KGB multiple ukuran
11
bervariasi, tes tuberkulin (PPD) positif, dan penurunan BB > 4kg dalam 4 bulan. Pada
artikel Purohit SD, et al menemukan bahwa 100 % subjek penderita AIDS yang
terdiagnosis limfadenitis TB mengalami penurunan berat badan yang cepat.3 Pada
penelitian yang dilakukan oleh Bogoch II, et al dikatakan bahwa penurunan berat
badan merupakan prediktor yang signifikan pada limfadenopati yang tidak reaktif.4
Pada penelitian ini, parameter yang kedua adalah uji tes tuberkulin. Hasil
dari tes tuberkulin pada pasien dengan limfadenitis TB 100% positif. 3 Hal tersebut
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Khan FY dimana semua pasien yang
didiagnosis limfadenitis TB semua subyek penelitian (100%) memiliki hasil tes
tuberkulin positif.5
Artikel yang digunakan merupakan sebuah studi retrospektif yang bertujuan
untuk menemukan clinical scoring system dari spektrum klinis limfadenitis TB pada
pasien AIDS. Kelebihan dari artikel ini adalah digunakannya pemeriksaan
histopatologi sebagai pemeriksaan baku standar, sehingga kemungkinan kesalahan
diagnosis limfadetinitis TB pada penderita AIDS sangatlah kecil .2,3
Namun artikel ini memiliki kekurangan yakni penelitian meskipun pada
artikel ini Clinical Scoring System yang ada telah dibandingan dengan Gold Standard
yaitu pemeriksaan histopatologi, tetapi dalam penyebutan teknik pengambilan
spesimen menggunakan istilah fine needle aspiration cytology (FNAC) yang jelas
berbeda dengan pemeriksaan histopatologi. Jumlah subyek penelitian juga sedikit,
yaitu hanya 42 orang, masih belum cukup untuk mewakili dari seluruh populasi.
Namun demikian, pada artikel ini Clinical Scoring System dapat dipercaya dalam
mendiagnosis limfadenitis TB ketika fasilitas untuk pemeriksaan gold standard tidak
tersedia. Selain itu, artikel Purohit SD, et al memiliki subjek peneliitian dari India
yang secara demografis memiliki kemiripan dengan Indonesia, sehingga penerapan
clinical scoring system dalam mendiagnosis Limfadenitis TB pada penderita AIDS di
Indonesia dapat dilakukan.3
12
Bersadarkan studi berbasis bukti ini, dapat disimpulkan bahwa Clinical
Scoring System yang terdiri dari usia > 30 tahun, KGB multiple ukuran bervariasi, tes
tuberkulin (PPD) positif, dan penurunan BB > 4kg dalam 4 bulan, merupakan
modalitas yang dapat digunakan untuk mendiagnosis limfadenitis TB pada penderita
AIDS oleh karena sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Selain itu, Clinical scoring
system ini juga merupakan cara yang bersifat cost-effective.
Saran
Berdasarkan studi berbasis bukti yang dilakukan, penulis menyarankan
untuk menggunakan Clinical Scoring System untuk mendiagnosis limfadenitis TB
pada penderita AIDS ketika modalitas gold standard tidak tersedia atau tidak dapat
dilakukan. Penulis juga menyarankan untuk dilakukan penelitian lain yang meneliti
mengenai clinical scoring system ini dibandingkan dengan pemeriksaan gold
standard dengan subyek penelitian yang lebih besar.
13
Daftar Pustaka
1. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.
Harrison’s Principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012
2. Ahmed N, Israr S, Ashraf MS. Comparison of fine needle aspiration cytology
(FNAC) and excision biopsy in the diagnosis of cervical lymphadenopahy.
Pak J Surg. 2009;25:72-5.
3. Purohit SD, Purohit V, Mathur ML. A clinical scoring system as useful as
FNAC in the diagnosis of tuberculous lymphadenitis in HIV positive patients.
Curr HIV Res. 2006; 4:459-62.
4. Bogoch II, Andrews JR, Nagami EH, Rivera AM, Gandhi RT, Stone D.
Clinical predictors for aetiology of peripheral lymphadenopathy in HIV-
infected adults. HIV Med. 2013;3:182-6.
5. Khan FY. Clinical pattern of tuberculous adenitis in Qatar : experience with
35 patients. Scand J Infect Dis. 2009;2:128-34.
14