Anda di halaman 1dari 11

1.

Pengertian
(Definisi)
Adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang disebabkan oleh gangguan fungsi jantung;
ditandai dengan nadi lemah, penurunan tekanan rerata arteri(MAP) <65 mmHg, peningkatan
LVEDP ( >18 mmHg), dan penurunan curah jantung (CO <3,2 L/menit). Syok kardiogenik
dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan komplikasi mekanik yang ditimbulkannya
(seperti ruptur chordae, rupture septum interventrikular (IVS), dan rupturdinding ventrikel),
kelainan katup jantung, dan gagal jantung yang berat pada gangguan miokard lainnya.
2. Anamnesis
- Gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat
- Penurunan diuresis
- Dapat disertai keringat dingin
- Nadi lemah
3. Pemeriksaan Fisik
- Terdapat tanda-tanda hipoperfusi seperti (perabaan kulit ekstremitas dingin, takikardi,
nadi lemah, hipotensi, bising usus berkurang, oliguria)
- Terdapat tanda-tanda peningkatan preload seperti JVP meningkat atau terdapat ronki
basah di basal
- Profil hemodinamik basah dingin (wetand cold)
4. Kriteria
Diagnosis
1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. CO < 3,2 L/menitatau CI <2,2L/menit/m2
3. SVR meningkat pada fase awal, normal atau menurun pada kondisi lanjut
4. Preload cukup atau meningkat
5. TAPSE <1,5 berdasarkan pemeriksaan echocardiografi Panduan Praktik Klinis &
Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah | 19 6. Diuresis <0,5
CC/KgBB/jam
5. Diagnosis Kerja
Syok Kardiogenik (ICD 10: I 50.1)
6. Diagnosis Banding
1. Syok Hipovolemik
2. Syok Distributif
3. Syok Obstruktif
7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
2. Ekokardiografi
3. Hemodinamik monitoring invasive atau non invasif
4. Pemeriksaan analisa gas darah atau laktat
8. Terapi Fase Akut di UGD atau ICVCU
a. Bedrest total
b. Lakukan resusitasi jantung jika terjadi cardiac arrest
c. Sedasi dengan midazolam, propofol atau morfin
d. Oksigen support (NRM atau CPAP, intubasi jika
terjadi gagal napas)
e. Pemasangan IVFD
f. Jika terjadi gangguan irama seperti taki/bradiaritmia atasi segera dengan pemberian
preparat
anti-arimia atau pemasangan pacu jantung, over
drive atau kardioversi
g. Monitoring invasive atau non invasif untuk
mengetahui status preload, SVR dan curah jantung
(CO).
h. Jika preload rendah maka diberikan fluid challenge
1-4 cc/kgBB/10 menit hingga dipastikan preload
cukup.
i. Jika CO rendah dengan SVR tinggi namun MAP
masih <70 mmHg maka diberikan preparat
inotropiknon vasodilator (dobutamin) atau inodilator
(milrinon). Pemasangan IABP harus direkomendasikan pada pasien syok dengan sindrom
koroner akut.
j. Jika CO tinggi dengan SVR rendah maka diberikan
preparat vasopressor seperti noradrenalin atau
adrenalin atau dopamine.
k. Dopamindosis rendah dapat diberikan pada kondisi
oliguria.
l. Pada syok kardiogenik yang refrakter pertimbangkan
pemasangan IABP, ECMO atau LVAD sebagai bridging
terapi definitif.
20 | Panduan Praktik Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
m. Terapi definitif seperti PCI, operasi penggantian
katup, BMV (pada MS), urgent CABG harus segera
dilakukan, atau transplantasi jantung bila
memungkinkan.
n. Semua pasien syok kardiogenik harus dirawat di
ruang CVCU.
9. Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidupsehat
4. Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Mortalitas 55-65 %
11. Indikator Medis 80% pasien syok kardiogenik mendapat preparat
inotropik atau vasoaktif
80% pasien syok kardiogenik dilakukan monitoring
Hemodinamik
Komplikasi
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian tersering pada infark miokard akut.
Tanpa penanganan yang agresif dan ahli yang berpengalaman, mortalitas syok kardiogenik
mencapai 70-90%. Kunci untuk mencapai prognosis yang baik adalah, diagnose yang cepat,
terapi suportif sesegera mungkin, serta revaskularisasi arteri koroner secara tepat pada pasien
yang mengalami iskemik dan infark miokard. Mortalitas pasien-pasien yang dirawat inap secara
keseluruhan mencapai 57%. Pasien dengan usia >75 tahun, mortalitas 64,1%. Mortalitas syok
kardiogenik yang disebabkan STEMI dan NSTEMI adalah sama. Infark yang melibatkan
ventrikel kanan memiliki prognosis yang lebih buruk. Prognosis pasien-pasien yang berhasil
selamatt dari syok kardiogenik belum diteliti dengan baik namun mungkin lebih baik jika
penyebab yang mendasarinya berhasil dikoreksi dengan tepat.3
Namun penelitian terbaru menunjukkan mortalitas syok kardiogenik di era modern saat
ini ≈ 50%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosisny 10 mortalitas dapat diidentifikasi
berdasarkan trial GUSTO-I yakni : usia, riwayat infark miokard sebelumnya, perubahan
kesadaran, kulit yang basah dan dingin serta oliguria. Temuan echocardiogram sepert fraksi
ejeksi ventrikular kiri, regurgitasi mitral, merupakan predictor independen terhadap mortalitas.
EF < 28% memilki persentase keselamatan 24% dalam 1 tahun, sedangkan EF > 28% persentase
keselamatannya dalam setahun mencapai 56%. Regurgitasi mitral sedang-berat memiliki
persentase keselamatan dalam 1 tahun sebesar 31% sedangkan tanpa regurgitasi mitral,
persentase keselamatannya mencapai 58%. Dalam SHOCK trial, mortalitas syok kardiogenik
sangat menurun dengan tindakan revaskularisasi yang cepat dibandingkan dengan yang tidak (
38% vs 70%). Follow up jangkap panjang terhadap pasien syok kardiogenik yang menjalani
revaskularisasi dini (ERV) dibandingkan dengan stabilisasi
kondisi medis (IMS)

Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik merupakan kasus kegawatdaruratan. Penilaian klinis yang lengkap sangat
penting untuk mendapatkan penyebabnya dan menetapkan sasaran terapi untuk mengatasi
penyebabnya. Syok kardiogenik yang muncul akibat infark miokard biasanya muncul setelah
pasien masuk ke rumah sakit, namun demikian, sebagian kecil pasien datang ke rumah sakit
sudah dalam keadaan syok. Pada pasien terlihat tanda-tanda hipoperfusi (curah jantung yang
rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia, volume urine yang sedikit, serta ekstremitas
dingin. Hipotensi sistemik ( TDS < 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata)
belakangan akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan.3,10
Kebanyakan pasien yang datang dengan infark miokard akut merasakan nyeri dada yang
muncul tiba-tiba seperti diperas atau ditimpa beban berat di substernal. Nyeri ini dapat menyebar
hingga ke lengan kiri atau leher. Nyeri dada bisa saja tidak khas, terutama jika lokasinya hanya
di epigastrium, leher atau lengan. Kualitas nyerinya bisa seperti terbakar, seperti ditusuk-tusuk
atau seperti ditikam. Bahkan nyeri bisa saja tidak dirasakan pada pasien-pasien diabetes dan usia
tua. Gejala-gejala autonomik lain bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta berkeringat.
Riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan kokain, riwayat infark miokard
sebelumnya, atau riwayat pembedahan jantung sebelumnya perlu ditanyakan. Faktor resiko
penyakit jantung perlu dinilai pada pasien yang disangkakan mengalami iskemik miokardial.
Evaluasinya antara lain mencakup riwayat hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi,
riwayat merokok, serta riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner premature.
Keberadaan 2 atau lebih faktor resiko meningkatkan kecenderungan suatu infark
miokard.Gejala-gejala lain yang berkaitan antara lain : diaphoresis, sesak nafas saat beraktifitas,
sesak nafas saat beristrahat. Presinkop, sinkop, palpitasi, ansietas generalisata serta depresi.3,11
Syok kardiogenik didiagnosa jika ditemukan adanya disfungsi miokardium setelah
mengeksklusikan penyebab lain yang mungkin misalnya hipovolemia, perdarahan, sepsis,
emboli paru, tamponade perikard, diseksi aorta atau penyakit katup jantung. Dikatakan syok jika
terdapat bukti adanya hipoperfusi organ yang dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun
karakteristik pasien-pasien syok kardiogenik antara lain :
Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa
muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas.
Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur
jika terdapat aritmia
Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus
selalu. Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai.
Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV bisa terdengar
Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia
Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental dan
penurunan jumlah urine
Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur
biasanya terdengar di awal sistol
Dijumpainya thrill parasternal menandakan adanya defek septum ventrikel.3,11
Diagnosa diferensial yang mungkin dipikirkan pada kasus syok kardiogenik antara lain3
Sepsis bakterial
Syok septik
Syok distributif
Syok hemoragik
Infark miokard
Iskemik miokard
Ruptur miokard
Miokarditis
Edema paru kardiogenik
Emboli paru
Penjajakan

Pemeriksaan Laboratorium
Seperti telah disampaikan sebelumnya, kunci keberhasilan penatalaksanaan pasien syok
kardiogenik adalah diagnosis yang cepat, terapi suportif sesegera mungkin, serta revaskularisasi
arteri koroner yang tepat pada kasus iskemik dan infark miokard. Seluruh pasien yang datang
dengan syok harus dijajaki untuk tujuan diagnosis kerja dengan cepat, resusitasi segera dan
konfirmasi selanjutnya terhadap diagnosa kerja. Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
pencitraan seperti echocardiography, toraks foto, angiografi, elektrokardiografi serta monitoring
hemodinamik invasif.3 Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap terutama
berguna untuk mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah leukosit hitung menandakan
kemungkinan adanya infeksi, sedangkan jumlah platelet yang rendah mungkin disebabkan oleh
koagulopati yang disebabkan oleh sepsis. Pemeriksaan biokimia darah termasuk elektrolit,
fungsi ginjal, fungsi hati, bilirubin, aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase
(ALT), laktat dehidrogenase (LDH), dapat dilakukan untuk menilai fungsi organ-organ vital.
Pemeriksaan enzim jantung perlu dilakukan termasuk kreatinin kinase dan subklasnya, troponin,
myoglobin,dan LDH untuk mendiagnosa infark miokard. Kreatinin kinase merupakan
pemeriksaan yang paling spesifik namun dapat menjadi positif palsu pada keadaan myopathy,
hipotroidisme, gagal ginjal, serta injuri pada otot rangka. Nilai myoglobin merupakan
pemeriksaan yang sensitif pada infark miokard, nilainya dapat meningkat 4 kali lipat dalam 2
jam. Nilai LDH dapat meningkat pada 10 jam pertama setelah onset infark miokard dan
mencapai kadar puncak pada 24-48 jam, selanjutnya kembali ke kadar normal dalam 6-8 hari.
Troponin T dan I banyak digunakan dalam mendiagnosa infark miokard. Jika kadar troponin
meningkat namun tidak dijumpai adanya bukti klinis iskemik jantung, maka harus segera dicari
kemungkinan lain dari kerusakan jantung misalnya miokarditis. Kadar troponin T meningkat
dalam beberapa jam setelah onset infark miokard. Kadar puncak dicapai dalam 14 jam setelah
onset, mencapai kadar puncak kembali pada beberapa hari setelah onset (kadar puncak bifasik)
dan tetap akan menunjukkan nilai abnormal dalam 10 hari. Hal ini menyebabkan kombinasi
troponin T dan CK-MB menjadi parameter diagnostik retrospektif yang amat bermanfaat bagi
pasien yang datangnya terlambat dari onset penyakit. Troponin T juga merupakan suatu
indikator prognostik independen sehingga dapat digunakan sebagai stratifikator resiko pada
pasien angina tidak stabil dan infark miokard gelombang non-Q. pemerksaan analisa gas darah
dapat melihat homeostasis asam basa secara keseluruhan serta tingkat oksigenasi darah di arteri.
Peningkatan defisit basa di darah berhubungan dengan keparahan syok dan sebagai marker
dalam pemantauan selama resusitasi terhadap pasien syok. Pemeriksaan laktat serial bermanfaat
sebagai marker hipoperfusi dan indikator dari prognosis. Meningkatnya kadar laktat pada pasien
dengan adanya gejala hipoperfusi menunjukkan prognosis yang buruk. Meningkatnya kadar
laktat selama proses resusitasi menunjukkan mortalitas yang sangat tinggi. Kadar brain
natriuretic peptide (BNP) berguna sebagai pertanda adanya gagal jantung kongestif dan
merupakan suatu indikator prognostik yang independen. Nilai BNP yang rendah dapat
menyingkirkan syok kardiogenik pada keadaan hipotensi. Namun demikian, nilai BNP yang
meningkat tidak serta merta dikatakan syok kardiogenik. Pemeriksaan saturasi oksigen juga
bermanfaat khusunya dapat mendeteksi defek septum ventrikel.
Pemeriksaan Pencitraan
Echocardiography : harus dilakukan secepatnya untuk menetapkan penyebab syok
kardiogenik. Echocardiography mampu memberikan informasi tentang fungsi sistolik global dan
regional serta disfungsi diastolik. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat mendiagnosa dengan
cepat penyebab mekanik syok seperti defek septum ventrikel akut, ruptur dinding miokardium,
tamponade perikard, serta ruptur muskulus papilaris yang menyebabkan regurgitasi miokardial
akut. Selain itu, dapat pula ditentukan area yang mengalami diskinetik atau akinetik pada
pergerakan dinding ventrikular atau dapat juga memperlihatkan disfungsi katup-katup. Fraksi
ejeksi juga dapat dinilai pada echocardiography. Jika ditemukan hiperdinamik pada ventrikel
kiri, maka penyebab lain harus ditelusuri seperti syok sepsis atau anemia.3,5 Radiografi toraks :
sangat penting dilakukan untuk mengeksklusikan penyebab lain syok atau nyeri dada.
Mediastinum yang melebar mungkin adalah suatu diseksi aorta. Tension pneumothorax atau
pneumomediastinum yang mudah ditemukan pada foto toraks dapat bermanifestasi syok dengan
low-output. Gambaran radiologis pasien syok kardiogenik
kebanyakan memperlihatkan gambaran kegagalan ventrikel kiri berupa redistribusi pembuluh
darah peulmonal, edema paru interstisial, bayangan hilus melebar, dijumpai garis kerley-B,
kardiomegali serta effusi pleura bilateral. Edema alveolar tampak pada foto toraks berupa
opasitas perihilar bilateral (butterfly distribution).3 Ultrasonografi : dapat menjadi panduan
dalam manajemen cairan. Pada pasien yang bernafas spontan, vena kava inferior yang kolaps
saat respirasi menandakan adanya dehidrasi. Sedangkan jika tidak maka status cairan
intravaskular adalah euvolume.3 Angiografi arteri koroner : perlu dilakukan segera pada pasien
dengan iskemik atau infark miokard yang mengalami syok kardiogenik. Angiografi penting
untuk menilai anatomi arteri koroner dan tindakan revaskularisasi segera jika diperlukan. Pada
kasus dimana ditemukan kelainan yang luas pada angiografi, maka respon kompensasi berupa
hiperkinetik tidak dapat berlangsung akibat beratnya aterosklerosis arteri koroner. Penyebab
tersering syok kardiogenik adalah infark miokard yang luas atau infark yang lebih kecil pada
pasien yang sebelumnya telah Elektrokardiografi Iskemik miokard akut didiagnosa berdasarkan
munculnya elevasi segmen ST, depresi segmen ST, gelombang Q. Inversi gelombang T,
meskipun paling tidak sensitif, dapat pula terlihat pada orang-orang dengan iskemik miokard.
EKG pada dada kanan dapat memperlihatkan adanya infark pada ventrikular kanan selain
sebagai diagnostik juga dapat berguna sebagai faktor prognostik. Hasil EKG yang normal tidak
menyingkirkan kemungkinan infark miokard akut.3,11 Monitoring Hemodinamik Secara Invasif
Monitoring hemodinamik secara invasif (kateterisasi Swan-Ganz) sangat bermanfaat untuk
mengeksklusi penyebab dan jenis syok. Pemeriksaan hemodinamik pada syok kardiogenik
adalah PCWP lebih dari 18 mmHg dan indeks kardiak < 2,2 L/mnt/m2 . Meningkatnya tekanan
pengisian jantung kanan tanpa adanya peningkatan PCWP, menandakan infark pada ventrikel
kanan jika disertai dengan kriteria dari EKG. Meningkatnya saturasi darah pada ventrikel dan
atrium kanan merupakan diagnostik suatu ruptur septum ventrikel.3,5

Penatalaksanaan
Syok kardiogenik merupakan suatu kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
resusitasi sesegera mungkin sebelum syok menjadi ireversibel dan merusak organ-organ vital.
Kunci keberhasilan penatalaksanaan syok kardiogenik adalah pendekatan yang terorganisir
untuk mendapatkan diagnosis secara tepat dan cepat serta terapi farmakologik sesegera mungkin
untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung. Seluruh pasien syok kardiogenik harus
dirawat di ruang perawatan intensif.3 Hipoperfusi sistemik berat yang terjadi dapat
menyebabkan hipoksemia dan asidosis laktat yang dapat lebih jauh lagi memperberat
miokardium baik secara langsung maupun sebagai akibat dari berkurangnya respon sistemik
terhadap vaspresor seperti dopamin dan norepinefrin. Oleh karena itu, jika memungkinkan
koreksi terhadap kondisi metabolik seperti yang disebutkan diatas sangatlah penting.2
Penanganan Suportif (Resusitasi dan Ventilasi) Manajemen awal berupa resusitasi cairan bila
dijumpai hipovolemia dan hipotensi, kecuali dijumpai adanya edema paru. Pemasangan jalur
vena sentral dan arteri, katetrisasi Ganz, serta pulse oksimeter perlu dilakukan.3 Oksigenasi dan
proteksi jalan nafas merupakan hal yang penting di awal penanganan khususnya pada kondisi
hipoksemia (SpO2 <90% atau PaO2 <60 mmHg), oksigen dapat diberikan mulai dari 40-60%
selanjutnya dapat dititrasi sampai SpO2 >
90%. Jika diperlukan, intubasi jalan nafas dan ventilasi mekanik dapat dilakukan. Selain itu
monitoring tekanan darah juga harus dilakukan.3 Hipovolemia dapat terjadi pada kasus syok
kardiogenik misalnya dengan riwayat penggunaan diuretik atau jika ada muntah. Pemberian
terapi pengganti cairan harus dipantau dengan pemeriksaan PCWP, saturasi oksigen arteri
(SaO2), tekanan arteri sistemik, serta curah jantung. Pemberian challenge volume intravaskular
yakni saline isotonik sebanyak sekurangnya 250 mL dalam 10 menit dapat dilakukan sebelum
tindakan kateterisasi pada jantung kanan jika tidak ada bukti bendungan paru pada pemeriksaan
fisik maupun rontgen torak serta pasien tidak dalam keadaan distres pernafasan.3 Pada beberapa
kondisi dukungan cairan yang lebih besar kadang-kadang diperlukan misalnya pada syok
kardiogenik akibat infark ventrikular kanan, dimana tekanan pengisian yang tinggi diperlukan
untuk memaksimalkan aliran ke ventrikel kiri. Infark pada ventrikel kanan dapat disangkakan
jika dijumpai gambaran infark inferior, lapangan paru bersih pada pemeriksaan auskultasi serta
syok. Pemberian cairan dalam jumlah banyak diindikasikan dalam kasus ini sepanjang tidak
dijumpai peningkatan tekanan vena jugularis/sentral. Pasien yang datang dengan overload cairan
dan edema paru kardiogenik tanpa adanya hipotensi dapat diterapi dengan diuretik, morfin,
suplemen oksigenm serta vasodilator. Manajemen Hemodinamik Kateterisasi arteri pulmonalis
(Swan-Ganz) saat ini tidak begitu sering dilakukan karena adanya kontroversi dimana
disebutkan dalam suatu studi prospektif observasional bahwa kateterisasi arteri pulmonalis dapat
memperburuk hasil pengobatan. Saat ini penilaian klinis lebih banyak dilakukan dengan
echocardiography. Melalui modalitas ini, tekanan sistolik arteri pulmonalis dan tekanan baji
dapat dihitung secara akurat dengan echocardiography dopler.9 Dukungan farmakologi
(inotropik dan vasopresor) harus digunakan dengan dosis sekecil mungkin yang memberi efek
terapeutik. Semakin tinggi dosis vasopresor, makan semakin kecil angka keselamatannya. Hal
ini disebabkan pada kenyataan bahwa keadaan penyakit yang mendasarinya sudah sedemikian
berat serta efek toksik obat itu sendiri. Pemberian inotropi merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan syok kardiogenik. Namun sayangnya dengan pemberian inotropik, konsumsi
ATP miokardium juga meningkat, sehingga perbaikan hemodinamik yang membaik dalam
sesaat harus dibayar dengan peningkatan kebutuhan oksigen jantung dimana pada saat yang
sama jantung sendiri sudah mengalami kegagalan ditambah lagi ketersediaan kebutuhan sudah
terbatas. Namun demikian inotropik dan vasopresor saat ini tetap dibutuhkan untuk
mempertahankan perfusi koroner dan sistemik sambil menunggu pemasangan IABP (Intra-aortic
balloon pump) atau sampai syok berhasil ditangani. Data yang membandingkan efektifitas
penggunaan beberapa agen vasopresor masih sedikit. Dopamine norepinefrin dan epinefrin
merupakan vaskonstriktor yang dapat digunakan untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat dan membantu memperbaiki tekanan perfusi pada hipotensi yang mengancam jiwa.
Target tekanan arteri rata-rata (MAP) yakni 60-65 mmHg.3,9 Pada Pasien dengan status perfusi
jaringan tidak adekuat dan volume intravaskular yang adekuat, inisiasi permberian obat inotropik
dan atau vasopresor dapat mulai diberikan. Yang termasuk obat vasopresor adalah dopamin,
norepinefrin, epinefrin dan levosimendan Dosis reguler opamine adalah 5-10 mcg/kg/min namun
dapat ditingkatkan hingga 20 mcg/kg/min. Dosis orepinefrin adalah 8-12 mcg/min dapat
ditingkatkan dan dalam keadaan sepsis dapat ditingkatkan hingga 3,3 mcg/kg/min. obat-obat
inotropik antara lain : dobutamin dan fosfodiesterasi inhibitor (PDIs). Dosis dobutamin adalah
2,5-10 mcg/kg/min. Dalam keadaan hipotensi ringan (TDS > 70-100 mmHg tanpa klinis syok),
Dobutamin dapat digunakan, namun dalam kondisi hipotensi berat dengan klinis syok yang
nyata, pilihan yang terbaik adalah dopamin (TDS 70-100 mmHg dengan klinis syok) dan
norepinefrin (TD < 70 mmHg). 3,5 Terapi Farmakologi lain Pemberian terapi antitrombotik
yakni aspirin dan heparin harus diberikan sebagaimana yang telah direkomendasikan pada infark
miokard. Clopidogrel dapat ditunda setelah tindakan angiografi emergensi sebab, bisa saja
setelah dilakukan angiografi, pasien selanjutnya diputuskan akan segera menjalani bedah pintas
jantung / CABG (coronary artery bypass grafting).
Clopidogrel dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani PCI (pada pasien infark miokard yang
dalam keadaan syok ataupun tidak). Pemberian inotropik negatif dan vasodilator (termasuk
nitrogliserin) harus dihindari. Oksigenasi arteri dan pH darah harus dipertahankan dalam batas
normal untuk meminimalisasi iskemia. Pemberian insulin dapat meningkatkan angka
keselamatan pada pasien kritis yang mengalami hiperglikemia. Pemberian ventilasi mekanik
perlu dipertimbangkan baik melalui sungkup ataupun pipa endotrakeal. Hal ini bermanfaat untuk
menurunkan preload dan afterload serta mengurangi kerja pernafasan.3
Terapi Mekanikal : IABP (Intra-aortic balloon pump) Intra-aortic ballon pump merupakan terapi
mekanik yang sudah sejak lama digunakan pada syok kardiogenik. IABP dapat memperbaiki
perfusi koroner dan perifer melalui deflasi balon pada saat sistole dan inflasi balon saat diastol
sehingga afterload menjadi sangat berkurang dan aliran ke koroner menjadi semakin baik.
Namun tidak semua pasien dapat memberikan respon hemodinamik terhadap pemasangan IABP,
hal ini selanjutnya menjadi salah satu faktor prognostik. IABP semestinya dilakuan secepatnya
bahkan jika ada operator yang terlatih dan prosedur memungkinkan untuk dilakukan secepatnya,
maka IABP dapat dilakukan sebelum pasien dikirim untuk tidakan revaskularisasi. Komplikasi
dari tindakan ini semakin jarang sejalan dengan dengan kemajuan zaman yakni sebesar 7,2%
untuk komplikasi secara keseluruhan dan 2,8%9
ReperfusiReperfusi koroner dapat dilakukan dengan fibrinolisis, PCI (percutaneous coronary
intervention), atai CABG (coronary artery grafting baypass). Semakin cepat reperfusi dilakukan,
maka hasil yang didapat semakin baik. Keuntungan tindakan revaskularisasi dini pada syok
kardiogenik jelas terlihat pada beberapa studi observasional terutama pada SHOCK trial yakni
sebesar peningkatan angka keselamatan pada 1 tahun pertama sebesar 13% pada pasien syok
kardiogenik yang menjalani reperfusi dini. ACC/AHA merekomendasikan dalam guideline agar
revaskularisasi dilakukan pada pasien syok kardiogenik dengan usia <75 tahun. Terapi
trombolitik kurang efektif dibanding PCI namun dapat diindikasikan jika transport pasien
menuju sarana PCI tidak memungkinkan ataupun membutuhkan waktu yang lama dan jika onset
infark miokard dan syok kardiogenik terjadi dalam rentang waktu kurang dari atau sama dengan
3 jam. Waktu yang terbaik untuk PCI dini adalah 0-6 jam sejak onset. CABG diindikasikan pada
pasien dengan oklusi pada arteri left main atau sembatan terjadi pada 3 pembuluh darah.
Stenting dan pemberian obat golongan glikoprotein IIb/IIIa inhibitor memperlihatkan
peningkatan akan keberhasilan pada beberapa studi. Algoritma rencana revaskularisasi pada
syok kardiogenik Bantuan Sirkulasi Total
Bantuan sirkulasi total mencakup pemasangan LVADs (Left ventricular assist devices) dan
ECLS (Extra corporeal life support). Prinsip kerja kedua alat ini adalah mengalirkan darah
keluar dari ventrikel kiri dan memompakannya ke sistemik sehingga memungkinkan jantung
untuk istrahat, memulihkan miokard, memperbaiki kondisi neurohormonal, mencegah
hipotensi,iskemik dan disfungsi miokard. Namun pada prakteknya, aplikasi dari alat ini sangat
terbatas karena komplikasi yang disebabkan oleh alat itu sendiri serta adanya kerusakan organ
yang ireversibel.9

Kesimpulan
Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi
sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan
hipoksia jaringan dimana TDS <90 mmHg selama sekurangnya 1 jam dimana :
(1) Tidak respon dengan pemberian tunggal terapi cairan
(2) Akibat sekunder dari disfungsi jantung
(3)Memiliki hubungan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,2
L/mnt/m2 dan tekanan baji arteri pulmonalis (PAWP) >15mmHg
Penyebab syok kardiogenik tersering adalah kegagalan ventrikel kiri akibat infark
miokard akut
Mortalitas syok kardiogenik di era modern saat ini ≈ 50%
Revaskularisasi dini pada syok kardiogenik memberikan harapan hidup lebih baik
dibandingkan stabilisasi kondisi medis terlebih dahulu
Diagnosa syok kardiogenik dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
penunjang (radiografi toraks, echocardiography dan data hemodinamik)
Manajemen syok kardiogenik meliputi penganan suportif (resusitasi dan ventilasi),
manajemen hemodinamik termasuk pemberian agen inotropik atau dan vasopresor,
terapi
farmakologi lain (aspirin, heparin, clopidogrel), terapi mekanik (IABP), terapi
reperfusi
(fibrinolitik, PCI, CABG) serta alat bantu sirkulasi (LVADs dan ECLS).
Seluruh pasien syok kardiogenik harus dirawat di ruang intensif

Pemeriksaan diagnostic
Evaluasi umum
a. Pemeriksaan laboratorium
-elektrolit munbgkin berubah karena perpindahan cairamn atau penurunan fungsi ginjal
karena druetic
-AGD gagal ventrikal kiri ditanai alkalosis respiratorik atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
-enzim jantung meningkat bila terjadi kerusakan jaringan jaringan jantung misal infark
miokard kreatinim. Fosfo kinases CPK. Isoenzim CPK dan Dehidrogenase
LaktavLDH,isoenzimLDH).
b. radiologi.
 Menunjukkan pembesaran jantung atau normal 5ayangan mencerminkan dilatasi
atauhipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan
tekanan pulmonal.
 dema paru interstisial = alveolar
 Mungkin ditemukan efusi pleura
c.elektrokardiogram
Memberikan e1aluasi umum seperti
 umumnya menunjukkan infark miokard akut dengan atau gelobang Q
 lektrikal alternans menunjukkan adanya efusi pericardial dengan tamponade
jantung

J. Konsep dasar keperawatan


1) Pengkajian
Pengkajian primer
a) Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan
napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
b) Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji
adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
d) Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
2) Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan reflek batuk
b) Kerusakan pertukaran gas b.d. Perubahan membran kapiler-alveolar
c) Penurunan curah jantung b.d. Perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
d) Kelebihan volume cairan b.d. Meningkatnya produksi adh dan retensi natrium/air.
3) Intervensi Keperawatan
a) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan reflek batuk
Tujuan: Setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil:
- Tidak ada suara snoring
- Tidak terjadi aspirasi
- Tidak sesak napas
Intervensi :
- Kaji kepatenan jalan napas
- Evaluasi gerakan dada
- Auskultasi bunyi napas bilateral, catat adanya ronki
- Catat adanya dispnu,
- Lakukan pengisapan lendir secara berkala
- Berikan fisioterapi dada
- Berikan obat bronkodilator dengan aerosol.
b) Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan : setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan
ventilasi adekuat
Kriteria hasil:
- GDA dalan rentang normal
- Tidak ada sesak napas
- Tidak ada tanda sianosis atau pucat
Intervensi:
- Auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi
- Berikan perubahan posisi sesering mungkin
- Pertahankan posisi duduk semifowler
c) Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tanda peningkatan curah
jantung adekuat.
Kriteria hasil:
- Frekuensi jantung meningkat
- Status hemodinamik stabil
- Haluaran urin adekuat
- Tidak terjadi dispnu
- Tingkat kesadaran meningkat
- Akral hangat
Intervensi:
- Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
- Catat bunyi jantung
- Palpasi nadi perifer
- Pantau status hemodinamik
- Kaji adanya pucat dan sianosis
- Pantau intake dan output cairan
- Pantau tingkat kesadaran
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan obat diuretik, vasodilator.
- Pantau pemeriksaan laboratorium.
d) Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume cairan
seimbang
Kriteria hasil:
- Masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang
- Bunyi napas bersih
- Status hemodinamik dalam batas normal
· Berat badan stabil
· Tidak ada edema
Intervensi :
- Pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap hari
- Kaji adanya distensi vena jugularis
- Ubah posisi
- Auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi
- Pantau status hemodinamik
- Berikan obat diuretik sesuai indikasi
4) Evaluasi
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala
syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita
pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

Anda mungkin juga menyukai