Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri
dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan
reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak
nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan
sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal
dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses
saponifikasi dan proses netralisasi minyak.
Berbagai jenis sabun telah beredar di pasaran dalam bentuk bervariasi, mulai
dari sabun cuci, sabun mandi, sabun tangan, sabun pembersih peralatan
rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan dalam
bentuk cair. Sabun cair saat ini banyak diproduksi karena penggunaannya
yang lebih praktis dan bentuk yang menarik dibanding sabun batang.
Sabun bayi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak
yang digunakan sebagai bahan pembersih, tubuh, berbentuk padat, berbusa,
dengan atau tanpa bahan tambahan lainserta tidak menyebabkan iritasi pada
kulit, mata dan selaput lendir.
Dalam definisi disebutkan dengan jelas bahwa perbedaan sabun mandi bayi
adalah tidak mengiritasi mata dan selaput lendir. Hal ini dikarenakan bayi
memiliki permeabilitas yang tinggi dibandingkan orang dewasa sehingga
mudah teriritasi, oleh sebb itu dalam pemilihan bhan sabun untuk bayi
memang sangat penting karena hampir setiap orang menggunakan sabun.
Dalam pembahasan ini adalah formulasi sabun cair bayi yang baik sehingga
formulasi yang digunakan cocok untuk bayi dan tidak mengiritasi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah formula apa yang cocok untuk
bayi.

1.3 Manfaat
Manfaat dari makalah ini diperoleh gambaran formula sabun cair bayi dengan
bahan tambahan yang cocok.

1.4 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah dapat disusun suatu formula sabun cair untuk
bayi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit


2.3.1 Definis Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang
melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan
merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kirakira
15% dari berat tubuh dan luas kulit orang dewasa 1,5 m2. Kulit sangat
kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh serta memiliki
variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2m.
Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis
(0,5 mm) terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital dan
esensial serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan
2.3.2 Anatomi kulit secara histopatologik
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:
A. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas :
1. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal
merupakan lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan
dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit. Melanosit adalah
sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin berfungsi
melindungi kulit terhadap sinar matahari.
2. Lapisan malpighi atau stratum spinosum.
Lapisan malpighi atau disebut juga prickle cell layer (lapisan
akanta) merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal.
Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda akibat adanya mitosis serta sel ini makin
dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Pada lapisan ini
banyak mengandung glikogen.
3. Lapisan granular atau stratum granulosum (Lapisan
Keratohialin).
Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-
butir (granul) keratohialin yang basofilik. Stratum granulosum
juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
4. Lapisan lusidum atau stratum lusidum.
Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan korneum. Terdiri
dari sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah
menjadi protein yang disebut eleidin.
5. Lapisan tanduk atau stratum korneum.
Lapisan tanduk merupakan lapisan terluar yang terdiri dari
beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Pada permukaan
lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas tanpa terlihat.
B. Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih
tebal daripada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar
dibagi menjadi dua bagian yakni:
1. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
2. Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah
subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang
seperti serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan ini
mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat,
dan kelenjar sebasea.
C. Lapisan subkutis
Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang
memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah
dan limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan
terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat
panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi.

2.2 Sistem Instegumen Bayi


Kulit, yang mulai berkembang selama minggu ke 11 kehamilan, terdiri dari 3
lapisan (epidermis, dermis, dan jaringn subkutan). pH kulit yang normal
adalah asam (<5 pH), terlihat pada nak-anak dan orang dewasa, memiliki
kualitas pelindung terhadap beberapa mikroorganisme. Saat lahir, bayi bau
lahir cukup bulan memiliki permukaan kulit yang lebih tinggi dengan pH rata-
rata 6,34. Daam waktu 4 hari pH turun dengan rata-rata 4,95. Mandi dan
perawatan kulit lainnya mengubah pH kulit , dan itu mungkin memakan satu
jam atau lebih lama untuk menumbuhkan mantel asam setelah mandi dengan
sabun alkali. Mantel asam ini adalah fungsi dari proses kimia dan biologis
pada permukaan kulit yang lebih tinggi, lebih tipis, dan sekresi keringat dan
sebum sedikit. Akibatnya, bayi akan rentan terhadap infeksi kulit dari pada
anak yang lebih besar dan orang dewasa. Selanjutnya karena peletakan
longgar antara dermis dan epidermis, kulit bayi dan anak-anak cenderung
mudah melepuh.
Ada 10-2- lapisan startum comeum pada orang dewasa dan bayi cukup bulan,
yang memberi kontrol penguapan panas dan transdermal water loss (TEWL).
Bayi prematur memiliki lapisan lebih sedikit dari startum comeum, kurang
dari 30 minggu usia kehamilan mereka mungki hanya 2-3 lapisan dan
ekstrimnya bayi prematur kurng dari 24 minggu ussia kehamilan mungkin
hampir tidk ada startum korneum.
2.3 Sabun
2.3.1 Pengertian sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi,
terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai
karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih
yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan
asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat
dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan
sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap).
Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses
netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh
produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak
akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi
antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi
karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali.
Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti
natrium stearat, C17H35COONa+. Aksi pencucian dari sabun banyak
dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan
tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan
mengingat kedua sifat dari anion sabun.
2.3.2 Fungsi Sabun
Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih.
Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan
air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun
bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak
dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran.
2.3.3 Komposisi Sabun
Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun biasanya mengandung:
a. Surfaktan
Surfaktan (surface acting agent) merupakan senyawa organik
yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus
hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Apabila ditambahkan ke
suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah
karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut
Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan
minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa
(asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau
lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun
yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun yang
cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang
lambat berbusa tetapi lengket dan stabil.
b. Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang
tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk
membentuk sabun yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty
alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan
minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam
lemak isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon
resin (polimer akrilat).Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga
dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas
(plasticizers).
c. Antioksidan dan Sequestering Agents
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi. Untuk menghindari kerusakan lemak
terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi,
misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02% -
0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam
berat yang mengkatalis oksidasi EDTA.
d. Deodorant
Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau
mengurangi bau menyengat pada badan Deodorant dalam sabun
mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena
khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang
digunakan adalah triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen,
triklosan, dan sulfur koloidal
e. Warna
Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau
krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat
dan peraturan yang ada pigmen yang digunakan biasanya stabil
dan konsentrasinya kecil sekali (0,01- 0,5%). Titanium dioksida
0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan
efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan
transparan.
f. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai
pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang
berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabun
bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya.
Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk
membedakan produk masing-masing.
g. Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat,
dapat menurunkan pH sabun.
h. Bahan Tambahan Khusus
Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar,
produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam
formula sabun. Menurut Wasitaatmadja (1997), dikenal berbagai
macam sabun khusus misalnya:
1) Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.
2) Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.
3) Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan
antiseptik, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.
4) Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.
5) Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan sabun bayi
dengan konsentrasi dan tujuan yang berbeda.
2.3.4 Jenis-jenis Minyak atau Lemak pada Pembuatan Sabun
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses
pembuatan sabun di antaranya:
a. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh
industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari
tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari
asam lemak), kandungan FFA (Free Fatty Acid), bilangan
saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik
biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow
dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci.
Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat
dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0%.
Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di
bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
b. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung
asam lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak
jenuh seperti stearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti
tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk
mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.
c. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti
tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan
buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga
kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid
sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari
100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa.
Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan
bahan lainnya.
d. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan
dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna
kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang
dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam
lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak
kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat,
kaprilat, dan kaprat.
e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak
inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan
minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti
minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam
lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari
ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut
aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam
minyak ini adalah stearin.
g. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine
oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi,
sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum
digunakan sebagai bahan baku.
h. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk
membuat sabun transparan.
i. Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun
dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang
berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut
bagi kulit.
j. Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal
dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa
sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling
melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat
dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut
dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.
2.3.5 Sabun Mandi Cair
Sabun mandi cair adalah sediaan pembersih kulit berbentuk cair yang dibuat
dari bahan dasar sabun atau deterjen dengan penambahan bahan lain yang
digunakan untuk mandi tanpa memberikan iritasu pada kulit. Sabun mandi
merupakan garam logam alkali dari asam lemak. Sabun dibuat dengan cara
mencampurkan larutan NaoH atau KOH dengan minyak atau lemak. Mealui reaksi
kimia NaOH /KOH mengubah minyak atau lemak menjadi sabun, proses ini disebut
saponifikasi.
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak
alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bgian kepala bersifat hidrofilik dan
bagian ekor bersifat hidrofobik, karena sifat inilah sabun mampu mengangkat
kotorn dari badan dan pakaian. Selin itu, pada larutan surfaktan akan
menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrsi tertentu yang disebut
konsentrasi kritik misel.
Keberadaan sabun mandi cair sedikit banyak telah menggeser sabun mandi padat,
dikarenakan beberapa kelebihan dari sabun mandi cair ibndingkan sabun mandi
padat sebagai berikut:
1. praktis, karena sabun mandi cair daapat dikemas dalam kemasan botol, sehingga
mudah dibawa kemana saja
2. mudah larut dalam air, diaduk sebentar, langsung berbusa dan digunakan untuk
mandi berendam
3. kesehatan, kontaminasi terhadap kuman bisa dihindari, dan menjamin bila
dibandingkan sabun mandi padat yang dipegang banyak orang alias dipakai
bersama
Jenis sabun mandi cair ada dua yaitu : jenis S : Sabun mandi cair dengan bahan
dasar sabun. Jenis D : Sabun mandi cair dengan bahan deterjen
Bahan bahan yang bias terdapat dalam sabun mandi adalah :
a. minyak atau lemak
hampir semua minyak atau lemak alami bias dibuat menjadi sabun. Contohnya
seperti minyak kelapa, minyak zaitun, minyak sawit, minyak jagung.
b. NaOH/KOH
Berfungsi utnuk mengubah minyak / lemak menjadi sabun.
c. air
berfungsi sebagai katalis/pelarut. Air yang dipakai biasany air suling atau air
kemasan.
d. essensial an fragarance
berfngsi sebagai pengharum
e. pewarna
berungsi untuk mewarnai sabun. Bia juga dipakai pewarna makanan.
f. zat adiif
biasanya berupa rempah, herbal
syarat mutu dapat dilihat pda tabel :
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
Jenis S Jenis D

1 Keadaan: -Cairan homogen -Cairan homogen


- Bentuk - khas - khas
- Bau -Khas -Khas
- Warna
2 Ph 25°C 8-11 6-8
3 Alkali bebas % Maks.0,1 Tidak
dipersyaratkan
4 Bahan aktif % Min.15 Min.10
5 Bobot jenis 25°C 1,01-1,10 1,01-1,10
6 Cemaran Koloni/g Maks 1x10³ Maks 1x10³
mikroba:
Angka lempeng
total

2.3.6 Mandi Untuk Bayi


Sabun mandi bayi adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam
lemak yang digunakan sebagai bahan pembesih tubuh, berbentuk
padat, berbusa, dengan atau tanpa bahan tambahan lain serta tidak
menyebabkan iritasi pada kulit, mata, selaput lendir.
Sabun bayi tidak jauh berbeda dari sabun biasa, tetapi mereka relatif
kemurnian tinggi. Tidk ada pigmen yang diijinkan dalam sabun bayi
dan aroma bahan tambahan harus minimal. Alkali bebas yang terdapat
dalam sabun bayi tidak boleh melebihi 0,05 persen sabun biasa
mungkin mengandung damar dan logam pengotor seperti nikel.
Berikut persyaratan sabun mandi bayi yng dipersyaratkan dalam SNI
Syarat mutu sabun mandi bayi
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Kadar air % Maks. 14
2 Asam lemak jenuh % Min.76
3 Alkali bebas % Maks 0,06
dihitung sebagai Maks 0,08
NaOH
4 Asam lemak % Maks 2,5
bebas
5 Minyak netral - Negatip
6 Koloni/g Maks 5x10²
Koloni/g Negatip
Koloni/g Negatip
Koloni/g Negatip
Koloni/g Negatip
2.4 Metode Pembuatan Sabun Cair
2.4.1 Metode Pembuatan Sabun Secara Umum
Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk
menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan
sabun itu digunakanlah metode-metode, yang mana metode-metode
ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing.
a. Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali
(NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan
telah selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan
sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan
alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses
penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam,
alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan
dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air
secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-
kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun
ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai
sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan,
seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok.
Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal
menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun
cuci, sabun cair dan sabun apung.
b. Metode Kontiniu
Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau
minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak
atau minyak dimasukkan secara kontiniu dari salah satu ujung reaktor
besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari
ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini
kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida
(lemak/minyak) dengan kaustik soda secara langsung untuk
menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini hampir sama dengan
proses menggunakan ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara
kontiniu sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.
Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun
dimana trigliserida (lemak/minyak), kaustik soda, larutan elektrolit
berupa garam natrium dan alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di
dalam autoklaf, dipanaskan dan diaduk pada suhu 1200C dan
tekanan 2 Atm. Lebih dari 99.5% lemak berhasil disaponifikasi
pada proses ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan dalam sebuah
pendingin berpengaduk dengan suhu 85-900C. Disini hasil
saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya
yaitu sabun dan lye. Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan
kedalam sabun untuk mengontrol viskositas larutan. Larutan
garam NaCl adalah elektrolit yang biasa digunakan untuk
mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian
komponen ini diumpan ke turbidisper. Turbidisper, mixer, pompa
untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan bagian terpenting
pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam
turbidisper yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper,
campuran sabun, asam lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam
mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin melalui bagian
bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik
soda yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran
dibagian samping mixer untuk diumpan kembali ke turbidisper
dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke mixer
diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk
dikeringkan. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35%
pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau
lempengan.
Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan
dengan zat pewarna, parfum dan zat aditif lainnya dalam mixer.
Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk dimixing untuk
mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang
homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap
pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong
sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak
melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan
ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan,
pengemasan, dan penyusunan sabun tersebut.
2.4.2 Metode Pembuatan Sabun Dalam Industri
a. Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua
reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat
mengkatalis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana
pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua
reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan
untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam
reaktor autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang
sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi
kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut
diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke
separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan
larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci
dengan larutan alkali pencuci di kolam pencuci untuk memisahkan
gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator
sentrifusi memisahkan sisa – sisa larutan alkali dari sabun. Sabun
murni (60 – 63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray
dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78 – 82 %
TFM) yang siap untuk diproses menjadi produk akhir.
b. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun
murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer.
Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30 –35% pada sabun
murni menjadi 8 – 18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis–
jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem,
semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan
sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi
pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana
sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar
pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu disemprotkan
di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang berputar.
Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan
tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat
pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke
bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan multi sistem,
yang merupakan versi pengembangan dari dryer sistem tunggal,
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih
efisien daripada dryer sistem tunggal.
c. Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk
menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi
trigliserida dengan alkali. Operasi sistem ini meliputi pemompaan
reaktan melalui pemanasan terlebih dahulu menuju turbodisperser
dimana interaksi reaktan – reaktan tersebut mengawali pembentukan
sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap
ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi
kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi
ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas.
Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk
menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun
batangan.
d. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran
dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke
dalam mixer (amalgamator). Campuran sabun ini kemudian
diteruskan untuk digiling untuk mengolah campuran tersebut
menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian
dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan
mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun
batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses
pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan
tersebut merupakan tahap akhir penyelesaian pembuatan sabun.

2.4 Evaluasi Sediaan Sabun


2.4.1 Uji organoleptis
Pengamatan organoleptis meliputi pengamatan perubahan-
perubahan bentuk, warna, dan bau yang terjadi pada tiap rentang
waktu tertentu selama 30 hari. Pengamatan organoleptis dilakukan
pada minggu ke-0, 1, 2, 3 dan minggu ke-4.
2.4.2 Uji pH
Pengukuran pH menggunakan pH meter. Dengan cara
mencelupkan pH meter kedalam sediaan sabun cair kemudian
diamkan sesaat dan lihat angka yang muncul pada pH meter. pH
sabun cair diukur tiap rentang waktu tertentu salama 1 bulan yaitu
pada minggu ke-0, 1, 2, 3 dan minggu ke-4.
2.4.3 Uji viskositas
Sediaan sebanyak 100 gram dimasukan ke dalam cup, kemudian
dipasang spindle, diatur kecepatan rotasi per menitnya (rpm), dan
rotor dijalankan. Hasil viskositas dicatat setelah viskotester
menunjukan angka yang stabil.Viskositas diukur tiap rentan dari
minggu kesatu dan minggu keempat.
2.4.4 Uji daya busa
Uji daya busa terhadap air suling dilakukan dengan cara yaitu
larutan sabun 1 % sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur
1L kemudian tingginya diukur. Teteskan 200 ml larutan yang sama
dengan bantuan buret dengan ketinggian 90 cm di atas permukaan
sabun, pada menit 0, 0,5, 3, 5, dan 7 tinggi busa yang terbentuk
diukur.

2.4.5 Evaluasi aktivitas antibakteri


1. Sterilisasi alat
Alat-alat yang disterilkan antara lain adalah gelas piala, tabung
reaksi, erlenmeyer, cawan petri, dan spatula. Alat-alat
disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC
selama 30 menit dengan tekanannya diatur sebesar 15
dyne/cm3 (1 atm). Alat-alat yang akan disterilkan dicuci
bersih dengan air mengalir terlebih dahulu, kemudian
dikeringkan dan dibungkus dengan kertas perkamen.
2. Pembuatan medium
Medium yang digunakan adalah Nutrient Agar dan Nutrient
Broth. Medium agar dibuat dengan mencairkan nutrient agar
dalam penangas air pada suhu ±50 oC. Kemudian medium
agar dituangkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan
sebelumnya, lalu disterilkan pada autoklaf pada suhu 121 oC
dan tekanan 1 atm selama 30 menit. Nutrien Broth dibuat
dengan melarutkan nutrient broth dalam aquades kemudian
dipanaskan pada suhu ±50 oC. Kemudian medium Nutrien
broth dituangkan kedalam erlenmeyer yang telah disterilkan
sebelumnya, lalu disterikan kembali dengan autoklaf pada
suhu 121 oC dan tekanan 1 atm selama 30 menit.
3. Peremajaan biakan murni
Untuk meremajakan biakan bakteri yang telah dibuat dengan
cara memindahkan bibit dari koloni bakteri yang lama ke
medium yang baru. Kemudian diinkubasikan selama 18-24
jam sebelum digunakan untuk uji.
4. Uji aktivitas antibakteri (metode difusi agar)
Bakteri uji diinokulasikan dalam media nutrien broth dan
diinkubasikan selama 18-24 jam. Kemudian suspensi bakteri
diukur serapannya pada spektrofotomerti dengan panjang
gelombang 625 nm hingga didapatkan serapan ± 0,1.
Turbiditas suspensi bakteri yang mempunyai serapan ± 0,1
pada panjang gelombang 625nm mempunyai jumlah bakteri 1-
2 x 108 CFU/ml setara dengan standar 0,5. Media nutrient agar
yang digunakan dibuat dengan cara menuangkan ±15 mL
medium nutrient agar yang sudah dicairkan terlebih dahulu ke
dalam cawan petri. Kemudian ditambahkan 1 mL suspensi
bakteri dari biakan, campuran suspensi dan media
dihomogenkan dengan digoyang membentuk arah angka
delapan. Lalu didiamkan supaya mengeras, setelah mengeras
media ini digunakan untuk uji antibakteri. Metode yang
digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan
kertas cakram (paper disc). Kertas cakram diletakan pada
media agar yang berisi biakan bakteri kemudian diisi larutan
uji dengan meneteskan 10µL masing-masing larutan
kelompok perlakuan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 oC. Diameter zona hambat yang ditimbulkan diukur dengan
jangka sorong, zona hambat ditandai dengan adanya daerah
bening disekitar kertas cakram. \

2.5 Praformulasi

BAB III
METODELOGI
3.1 Formulasi
Bahan Fungsi Formula I Formula II Formula III Formula IV

(Jurnal 1) (Jurnal 2) (Junal 3) (Jurnal 4)

Minyak biji Zat aktif 2,5 % - - -


Moringa
oleifera 1

Zanthoxylum Zat aktif - 0,05 % - -


bungeanum
Avocado seed Zat aktif - - 10% -
oil

Chamomile oil Zat aktif - - 0,1 %

Lendir lidah Zat aktif 6g


buaya

Minyak Kelapa Basis - 36g 36g

Minyak Zaitun Basis - - 85g 85g

Adeps Lanae Basis 2,5 % - - 0,5 g

KOH Alkali agent 28g -

Ascorbyl Antioksidan 0,10 5 - -


palmitate

Vitamin E Antioksidan 10ml -

Asam Stearat Emulgator 4g

Gliserin Emulgator - 2g -

PEG

Sodium lauril Foaming agent 17,5%


sulfat

Polisakarida O,7 %
biji asam

Coco etanaol Surfaktan 3% 0,5 g


mono acid

Capylyly capry Surfaktan 1%


lglukosida
Cocoamid dea Surfaktan 2g

Natrium sulfat 27,00%


cocert

Setil alkohol viskositas 3%

Minyak Parfum 0,3 % -


lavender

Oil rosae parfum 5 gtt

Gliserin Pelumas 5 ml 18,75 ml - 0,7 g

Larutan Buffer 65 ml
N2HPO4 0,2 M

Viskositas Basa sabun 0,3g


SMC 20

K2CO3 Basa sabun 5g

Larutan as Sequistenting 21,67


sitrat 0,1 M agent

Polisakarida 0,7 %
biji asam

Methyl Pengawet 0,5 % 0,15%


paraben

Propyl paraben Pengawet 0,5 %

Aqua, benzil Pengawet 0,8%


alkohol

Acnibio AC Pengawet 0,0125 %


(Isothiazolone)
Aquadest Pelarut Ad 100ml

3.2 Metode Pembuatan


A. Formulasi I
Metode pembuatan pada formulasi I, Sodium lauril sulfat direndam
dalam jumlah yang diukur dari air. Fase minyak dan fase air ditimbang
secara terpisah dalam gelas kimia. Sodium lauril sulfat ditambahkan
dalam fase air. Kedua fase dipanaskan dalam bak air hingga 75o C. Lalu
fase air ditambahkan dalam fase minyak dan lagi dipanaskan selama 2
menit. Setelah campuran yang ditransfer ke mortar. Campuran
ditriturasi perlahan hingga homogen. Ketika suhu turun di 40o C,
barulah parfum ditambahkan. Akhirnya produk disimpan dalam wadah
yang tepat dan diuji untuk penampilan umum dan stabilitas
B. Formulasi II
Formulasi mengandung kombinasi dua yang berbeda ekstrak botani,
semua standar dan nyenyak klinis divalidasi: Tamarind polisakarida
benih: benih asam, juga dikenal sebagai Tamarindus indica, berisi
beberapa poli- sakarida di antaranya yang paling melimpah adalah
xyloglu. Xyloglucan, ketika ditambahkan ke formulasi kosmetik tions,
telah menunjukkan sifat yang luar biasa dalam hal ini membuktikan
kulit lembab, elastisitas kulit, kepadatan kulit dan filag- ekspresi
senyum (menjadi filaggrin terkait erat dengan kulit keseimbangan
homeostatis). Zanthoxylum ekstrak buah bungeanum. Tujuan dari
formulasi ini adalah realisasi emulsi sprayable ditandai dengan
viskositas rendah namun spreadability baik, ideal untuk setelah
matahari Aplikasi menargetkan kemerahan lokal.
Manufaktur Prosedur. Tahap A ditimbang dan polimer predispersed.
Semua komponen dari fase B secara terpisah ditimbang dan diaduk
dalam air pada 65C. Tahap B telah ditambahkan ke fase A sementara
homomixing dan diaduk. Campuran dipanaskan pada 70C dan fase C
ditambahkan sementara homomixing selama 5 min. Sementara
pendinginan, fase D ditambahkan pada temperature dari 50C. Tahap E
secara terpisah disiapkan oleh predispersing Tamarind Polisakarida
benih dalam air pada 45C dan aduk selama 30 menit. Setelah itu,
gliserin dan phenoxyethanol ditambahkan ke fase E. Tahap E kemudian
ditambahkan ke emulsi, yang kemudian didinginkan perlahan-lahan
dan pada 40 fase F ditambahkan sementara homomixing.
Formulasi Karakteristik-ref. # 18 Formulasi ini secara khusus dirancang
untuk menjadi rendah viskositas emulsi akan disemprot dengan sarana
rambutnya- sebuah kurang pompa. Karakteristik sensorik
menggambarkan cahaya, segar dan mudah olesan emulsi. Formulasi
sekali lagi aroma bebas, menjadi menyenangkan catatan dipahami dan
sedikit pedas disediakan oleh kehadiran Zanthoxylum bungeanum dan
Oliba- num ekstrak. Menggabungkan ester ringan dengan jumlah
rendah silicons (dimethicone) memberikan efek kurang berminyak dan
meningkatkan yang spreadability kulit; itu juga theorically
mempromosikan pengiriman bahan aktif. Tidak ada yang tidak
kompatibel yang diamati antara natu- ral dan bahan-bahan sintetis.
C. Formulasi III
untuk formula III, rancangan formula menggunakan campuran basis
dengan mereaksikan fase minyak dengan KOH dan panaskan 60-70oC
aduk hingga rata dan dinginkan.
Buat larutan pengental dengan mencampurkan larutan asam sitrat
dengan K2CO3 aduk hingga tercampur/homogen.
Siapkan lendir lidah buaya cmpurkan dengan fase minyak dan fase
mucilago, tambahnkan bahan bahan tambahan lainnya. Setelah
tercampur semua tambahkan air hingga 100ml.
D. Formulasi IV
Formulasi IV mereaksikan fase minyak (oil olive dan coconut oil)
dengan KOH dan panaskan 60-70oC aduk hingga rata dan terbentuk
basis sabun. Seelah terbentuk basis sabun didinginkan.
Buat larutan pengental Na CMC 1 g dengan 20 ml ir, setelah terbentuk
mucilago tambahkan asam sitrat dan k2CO3.
Siapka fase minyak avocado seed oil dan chamomile oil , vit E methyl
paraben, propyl parabe. Campurkan fase sabun dengan fase mucilage
aduk rata kemudian tambahkan fase minyak sedikit demi sedikit hingga
terbentuk korpus emulsi, setelah tercmpur tambahan air hingga 100ml.

3.3 Formulasi Kelompok II (formula V)

Bahan Fungsi Formula K3


Castor oil Zat aktif 6g
Minyak Zaitun Basis 30 ml
KOH Alkali agent 16 ml
PEG Surfaktan 1g
Gom arab Emulgator 0,5 g
BHT Antioksidan 1g
Aquadest ad Pelarut 100 ml
Oil rosae pewangi 1 ml
gliserol Humektan 2ml

Metode pembuatan
Formulasi mereaksikan fase minyak (oil olive dan castor oil) dengan
KOH dan panaskan 60-70oC aduk hingga rata dan terbentuk basis
sabun. Seelah terbentuk basis sabun didinginkan.
Buat larutan pengental gom arab dengan air, setelah terbentuk
mucilago.
Siapkan BHT dan gliserol. Campurkan fase sabun dengan fase
mucilage aduk rata kemudian tambahkan fase minyak sedikit demi
sedikit hingga terbentuk korpus emulsi, setelah tercmpur tambahan air
hingga 100ml, terakhir tambahkan oil rosae sebagai pewangi.

Evaluasi sediaan sabun


1. Uji organoleptis
2. Uji pH
3. Uji viskositas
4. Uji daya busa

Evaluasi aktivitas antibakteri


1. Sterilisasi alat
2 .Pembuatan medium
3. Peremajaan biakan murni
4. Uji aktivitas antibakteri (metode difusi agar)

BAB IV
PEMBAHASAN

Sabun mandi bayi adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam
lemak yang digunakan sebagai bahan pembesih tubuh, berbentuk
padat, berbusa, dengan atau tanpa bahan tambahan lain serta tidak
menyebabkan iritasi pada kulit, mata, selaput lendir.
Sabun bayi tidak jauh berbeda dari sabun biasa, tetapi mereka relatif
kemurnian tinggi. Tidk ada pigmen yang diijinkan dalam sabun bayi
dan aroma bahan tambahan harus minimal. Alkali bebas yang terdapat
dalam sabun bayi tidak boleh melebihi 0,05 persen sabun biasa
mungkin mengandung damar dan logam pengotor seperti nikel.

- Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali
(NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan
telah selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan
sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan
alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses
penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam,
alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan
dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air
secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-
kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun
ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai
sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan,
seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok.
Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal
menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun
cuci, sabun cair dan sabun apung.

BAB V
KESIMPULAN
Komponen dari bahan sabun yang di buat untik sabun cair bayi yaitu castor
oil, minyak zaitun, KOH, PEG, gom arab, BHT, aquadest, oil rosae.
Karakteristik sediaan secara umum sabun cair :
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
Jenis S Jenis D

1 Keadaan: -Cairan homogen -Cairan homogen


- Bentuk - khas - khas
- Bau -Khas -Khas
- Warna
2 Ph 25°C 8-11 6-8
3 Alkali bebas % Maks.0,1 Tidak
dipersyaratkan
4 Bahan aktif % Min.15 Min.10
5 Bobot jenis 25°C 1,01-1,10 1,01-1,10
6 Cemaran Koloni/g Maks 1x10³ Maks 1x10³
mikroba:
Angka lempeng
total

Metode formulasi ( metode batch): Formulasi mereaksikan fase


minyak (oil olive dan castor oil) dengan KOH dan panaskan 60-70oC
aduk hingga rata dan terbentuk basis sabun. Seelah terbentuk basis
sabun didinginkan.
Buat larutan pengental gom arab dengan air, setelah terbentuk
mucilago.
Siapkan BHT dan gliserol. Campurkan fase sabun dengan fase
mucilage aduk rata kemudian tambahkan fase minyak sedikit demi
sedikit hingga terbentuk korpus emulsi, setelah tercmpur tambahan air
hingga 100ml, terakhir tambahkan oil rosae sebagai pewangi.

Evaluasi sediaan sabun


1. Uji organoleptis
2. Uji pH
3. Uji viskositas
4. Uji daya busa

Evaluasi aktivitas antibakteri


1. Sterilisasi alat
2 .Pembuatan medium
3. Peremajaan biakan murni
4. Uji aktivitas antibakteri (metode difusi agar)

Karakteristik sediaan sabun cair bayi


No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Kadar air % Maks. 14
2 Asam lemak jenuh % Min.76
3 Alkali bebas % Maks 0,06
dihitung sebagai Maks 0,08
NaOH
4 Asam lemak % Maks 2,5
bebas
5 Minyak netral - Negatip
6 Koloni/g Maks 5x10²
Koloni/g Negatip
Koloni/g Negatip
Koloni/g Negatip
Koloni/g Negatip

Keunggulan dari sediaan yang di buat dari sediaan yang sudah ada :

Memakai minyak zaitun yg bersifat keras tetapi sangat lembut jika di pakai
di kulit, dan pada proses saponifikasi kami menggunakan jenis alkali KOH
yang sifatnya mudah larut dalam air.
MAKALAH KOSMETOLOGI DAN
TEKNOLOGI KOSMETIK

“Sabun Cair Bayi”

Dosen :

Rachmi Hutabarat, S.si, M.si, Apt.

Di Susun Oleh :

Rina Rosmiati (123300 )

Sri Rahayu (12330014)

Willy Tri Stianingsih (12330015)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA SELATAN
2015

Anda mungkin juga menyukai