Sebuah bank tempat bank-bank lain menaruh dana/rekening dan mempergunakan dana tersebut untuk penyelesaian akhir dari transaksi
antar bank
Nilai-Nilai Strategis
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii) profesionalisme (professionalism); (iii)
keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination
and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
:: Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin
pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas
sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank
Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
:: Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas
tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. berikut
tugas dan fungsi Bank Indonesia yang telah dituangkan dalam bentuk gambar berisi tiga pilar.
Hubungan Kelembagaan
KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA
Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan
lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak
sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar
BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai
lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK,
Pemerintah dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi
pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang
setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada
Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang
negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang
negara tersebut. Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia,
dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak
terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia
berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan
Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional
secara keseluruhan.Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah
ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat
meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan
APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya. Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat
dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-
lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
:: Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi
dengan berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU),
keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar
lembaga serta mendorong penegakan hukum yang lebih efektif.
Beberapa Kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sbb :
1. Departemen Keuangan (MoU tentang Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi di Indonesia, MoU
tentang BI sebagai Process Agent di bidang pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah, SKB tentang Penatausahaan Penerbitan
Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan perbankan)
2. Kejaksaan Agung & Kepolisian Negara : SKB tentang kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan
3. Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara : MoU tentang Pemberantasan uang palsu
4. Menkokesra, Kementrian Koperasi dan UKM : MoU bidang Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM
5. Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun) : MoU tentang Penyusunan Master Repurchase Agreement (MRA)
6. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tentang Koordinasi Pengelolaan Uang Negara (.pdf)
Flexible ITF dibangun dengan tetap berpijak pada elemen-elemen penting ITF yang telah terbangun. Elemen-elemen pokok ITF termasuk
pengumuman sasaran inflasi kepada publik, kebijakan moneter yang ditempuh secara forward looking, dan akuntabilitas kebijakan kepada
publik tetap menjadi bagian inherent dalam Flexible ITF. Kerangka Flexible ITF dibangun berdasarkan 5 (lima) elemen pokok.
1. Pertama, inflasi tetap merupakan target utama kebijakan moneter.
2. Kedua, pengintegrasian kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial untuk memperkuat transmisi kebijakan dan
mendukung stabilitas makroekonomi.
3. Ketiga, penguatan kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas makroekonomi.
4. Keempat, penguatan koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah baik untuk pengendalian inflasi maupun
stabilitas sistem keuangan.
5. Kelima, penguatan komunikasi kebijakan sebagai bagian dari instrumen kebijakan.
Definisi inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan
harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada
barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu
ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Penentuan barang dan jasa dalam
keranjang IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS
akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern
terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan
pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
2. Indeks Harga Produsen (IHP)
Indikator ini mengukur perubahan rata-rata harga yang diterima produsen domestik untuk barang yang mereka hasilkan.
3. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)
menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. Deflator PDB
dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
4. Indeks Harga Aset
Indeks ini mengukur pergerakan harga aset antara lain properti dan saham yang dapat dijadikan indikator adanya tekanan terhadap
harga secara keseluruhan.
Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of
individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
7. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang
lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih
menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
o Interaksi permintaan-penawaran
o Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
o Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti terdiri dari :
o Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan
makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan
harga komoditas pangan internasional.
o Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) : Inflasi yang dominan dipengaruhi
oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi
inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama
negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply
shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam
konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate
demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan
pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah
lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan
pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi
(UMP). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga
barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada
saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam
mendorong peningkatan permintaan.
Strategi
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi
tersebut mencakup koordinasi dan kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.
2. Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya
gangguan yang bersifat sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan terjadinya instabilitas keuangan yang
mematikan perekonomian dapat dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan
merupakan tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi
target pemantauan, yakni indikator microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling melengkapi sebagai aksi
dan reaksi dalam sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi mikro institusi
keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat diketahui potensi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan
rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga
perlu dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan.
Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.
3. Pencegahan Krisis
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Terdapat berbagai langkah kebijakan
untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh
lembaga-lembaga internasional, seperti International Monetary fund (IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi
profesional lainnya.
4. Manajemen krisis
Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun tidak ada jaminan bahwa krisis tidak akan terjadi lagi.
Karena potensi terjadinya krisis selalu ada, maka perlu adanya pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini berisi prosedur penyelesaian krisis
dan kejelasan peran serta tanggung jawab dari masing-masing institusi yang terlibat didalamnya. Apabila suatu bank dinyatakan dalam
kesulitan misalnya, maka diperlukan langkah-langkah di bawah ini:
Institusi yang berwenang harus menetapkan apakah bank yang dinyatakan dalam kesulitan itu tergolong sistemik atau tidak.
Proses penyelamatan harus ditetapkan secara hukum mengingat adanya penggunaan dana publik dalam proses penyelamatan tersebut.
Peran Bank Indonesia, otoritas pengawasan, dan pemerintah harus ditetapkan secara jelas.
SISTEM PEMBAYARAN
Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media
yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai
pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.
Dalam menjalankan mandat tersebut, BI mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi,
kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit,
risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran. Prinsip efisiensi
menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat
akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi. Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa BI tidak
menginginkan adanya praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk. Terakhir
adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen. Sementara itu
dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan terjaganya
jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy.
Tampak Belakang :
1. Magnetic stripe yang masih dapat digunakan jika kartu kredit tersebut digunakan untuk bertransaksi di luar negeri.
2. Signature panel adalah tempat pembubuhan tanda tangan pemilik kartu pada kartu kredit yang dimiliki.
3. Nomor verifikasi yang terdiri atas tiga digit.
4. Alamat Bank penerbit kartu kredit.
5. Nama / Logo penerbit kartu kredit.
Mekanisme yang sama mudahnya dengan teknologi sebelumnya yang dikenal dengan magnetic stripe. Yang perlu diingat adalah,
transaksi tidak lagi digesek tapi di-dip, jika dalam bertransaksi kartu kredit Anda masih menggunakan mekanisme yang lama yaitu
digesek, itu berarti kartu kredit dan mesin EDC belum menggunakan Chip.
Cek harus memenuhi syarat formal sebagai berikut :
1. Nama "Cek" harus termuat dalam teks;
2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3. Nama pihak yang harus membayar (tertarik);
4. Penunjukan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
5. Pernyataan tanggal beserta tempat Cek ditarik;
6. Tanda tangan orang yang mengeluarkan Cek (penarik).