Anda di halaman 1dari 11

ASKEP DISTRESS SPIRITUAL

A. Pengertian
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Achir,2008).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (, 2011).
Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah
kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Nanda, 2005).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Varcarolis, 2000).
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah
sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.Spiritualitas mengandung
pengertian hubungan manusia denganTuhannya dengan menggunakan
instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari,
2002).
B. Penyebab
Menurut Budi anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai
berikut
1. Pengkajian Fisik, abuse
2. Pengkajian Psikologi. Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan
pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
3. Pengkajian Sosial Budaya. dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien
(Spencer, 1998).
C. Patofisiologi
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur
serta fungsi otak.
Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak
dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan
penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita
akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh
Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon
“melawan atau melarikan diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia
didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stres.
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke
hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan
perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik
dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab
terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan
perubahan emosional, perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status
mental, masalah ingatan, kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk
halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al,
1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan
menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai
dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,
sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan
timbulnya depresi.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya
depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi
antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.
Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada
kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya
termasuk kebutuhan spritual.
D. Karakteristik distres spiritual
Karakteristik Distres Spritual menurut Achir (2008) meliputi empat hubungan
dasar yaitu :
1. Hubungan dengan diri
a. Ungkapan kekurangan
1) Harapan
2) Arti dan tujuan hidup
3) Perdamaian/ketenangan
4) Penerimaan
5) Cinta
6) Memaafkan diri sendiri
7) Keberanian
8) Marah
9) Kesalahan
10) Koping yang buruk
2. Hubungan dengan orang lain
a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi,
mendengarkan musik, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
a. Ketidakmampuan untuk berdo’a
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
e. Tiba-tiba berubah praktik agama
f. Ketidakmampuan untuk introspeks
g. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita
E. Pengkajian
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual
History Tool (Pulschalski, 1999) :
1. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara
memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa
yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna
hidup?
2. I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan
saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan
perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara
mempengaruhi perilaku selama sakit?
3. C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual
atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan
bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-
benar saudara cintai atua begini penting bagi saudara?
4. A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang
perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres
spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
a. Perasaan ketika seseorang gagal
b. Perasaan tidak stabil
c. Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
d. Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan
e. Perasaan hampa
1. Faktor Predisposisi:
a. Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam
proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi
perkembangan spiritual seseorang
b. Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan,
politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
2. Faktor Presipitasi :
a. Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi
karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang
yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan
baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha
tinggi
b. Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya
distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual
keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan
peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.
Penilaian Terhadap Stressor :
 Respon Kognitif
 Respon Afektif
 Respon Fisiologis
 Respon Sosial
 Respon Perilaku
c. Sumber Koping :
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi
distres spiritual :
 Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring,
memfokuskan pada kepentingan orang lain.
 Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas
ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju dengan
pendapat orang lain.
 Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu
menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan
dimensi spiritual.
 Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan
nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus
berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya.
 Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network
menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai tentang
aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan
apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan
pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif.
F. PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.
Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah
masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima
G. Diagnosa :
Distters Spritual
Kriteria hasil:
Individu :
1. Klien dapat melakukan spiritual yang tidak mengganggu kesehatan
2. Klien dapat mengekspresikan pengguguran perassaan bersalah dan ansietas
3. Klien dapat mengekspresikan kepuasan dengan kondisi spiritual.
H. Intervensi :
Sp. 1-P :
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. kaji faktor penyebab distress spiritual pada pasien
3. bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap agama yang
diyakininya
4. bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi perubahan
spritual dalam kehidupan.
Sp. 2-P :
1. Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan klien,
2. fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
3. bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
a. Tindakan keperawatan
Tujauan intervensi keperawatan untuk pasien:
1. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Mamapu mengungkapkan penyebab distres spiritual
3. Mampu mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang kyakinannya
4. Mampu mengembangkan kemampuan mengatasi masalahdan
perubahan keyakinan
5. Mampu melakukan kegiatan keagamaan
b. Tindakan keperaawatan untuk pasien distres spiritual
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Kaji faktor penyebab distres spritual pada pasien
3. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang
keyakinanya
4. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi
perubahan spiritul dalam kehidupan
5. fasilitasi pasien dengan alat alat ibadah seseuai agamanya
6. fasilitasi pasien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang
lain
7. bantu passien untuk ikut serta dalam keadaan keagamaan
8. bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan
keagamaan
I. Fase kerja
SP 1-P:
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
b. kaji faktor penyebab distres spritual pada pasien
c. bantu pasien mengungkapkan perasaan dan fikiran terhadap agama yang
diyakini
d. bantu pasien mengembangkan kemampuan mengatasi perubahan spiritual
dalam kehidupan
J. Orientasi
selamat pagi pak, nama saya suster. . . suka dipanggil. . nama bapak siapa? Suka
di panggil apa? Saya perawat disini yang akan merawat bapak saya akan datang
secara berkala kerumah bapak. Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana
kalau kita bercakap-cakap tentang masalah yang bapak alami, kita ngobrol
selama 30 menit yaa? Dimana tempatnya? Mari pak kalau begitu.
SP 1-P :
Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Fase Kerja
Apa masalah yang bapak rasakan saat ini coba bapak sampaikan apa menyebabkan
bapak tidak aktif solat dan pengajian yang di adakan di masjid seperti dulu. Oh ya
Pak masi adakah faktor lain yang menyebabkan bapak tidak aktif lagi
Apa saja kegiatan ibadah dan sosial yang dapat bapak jalankan
Mana yang kira-kira ingin bapak jalankan? Bagus sekali. Mari bapak coba ya.
Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang?
Tampaknya bapak semangat menjawab pertanyaan suster ya?
Coba bapak ulangi apa yang udah kita diskusikan ya bagus sekali selain itu bapak
juga telah mengungkapkan perasaan dan pikiran bapak tentang agama yang bapak
bisa lakukan seminggu lagi kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan yang
bapak lakukan
SP 2-P :
Fasilitasi klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinannya fasilitasi klien untuk
menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain, bantu pasien untuk ikut serta
dalam kegiatan keagamaan
Orientasi
Selamat pagi pak bagaimana keadaan bapak saat ini? Sudah dicoba melakukan
ibadah? Bagaimana perasaan bapak setelah mencobanya? Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang persiapan alat-alat solat dan cara-cara menjalankan solat
baik sendiri maupun berjamaah bersama orang lain. Bagaimana kalau kita ngobrol
selama 30 menit? Dimana bapak mau ngobrolnya? Bagaimana kalau disini saja?
Kerja
Pak, sepengetahuan bapak apa saja persiapan solat baik alat maupun diri
kita. Bagus sekali menyiapkan kopiah, sejdah dan sarung. Dan sebelum solat bapak
harus mandi dulu dan berwudhu. Coba bapak sebutkan solat lima waktu sehari
semalam solat subuh jam berapa? Bagaimana ucapannya, sampai dengan solat isa.
Selain itu, bapak dapat melakukan solat berjamaah dirumah. Bagaimana kalau kita
buat tempat solat dirumah bapak ini. Setujukan pak? Baik, kalau begitu kamar
depan ini bapak siapkan untuk tempat solat lima waktu nanti dan dapat bersama-
bersama. Mulai hari ini bapak sudah bisa melakukan solat dan berdoa secara teratur
agar diberikan ketenangan oleh tuhan dalam menghadapi masalah ini. Pada hari
jumat nanti bapak bisa pergi bersama dengan warga lain untuk solat jumat di masjid.
Bagaimana pak?
Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah diskusi tentang cara-cara menyiapkan
alat solat dan mengerjakan solat dirumah berapa kali sehari bapak mencobanya?
Mari kita buat jadwalnya, kalau sudah dilakukan, beri tanda ya! Tiga hari lagi,saya
akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam melakukan solat
serta membahas kegiatan ibadah yang lain. Kalau begitu saya permisi dulu. Samai
jumpa. Selamat pagi.
Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga pada pasien distres spritual,
agar keluarga mampu
1. mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien dengan
masalah spiritual
2. mengetahui terjadinya masalah spiritual yang dihadapi oleh pasien
3. mengetahui cara merawat keluarga yang mengalami masalah spiritual
4. melakukan rujukan pada tokoh agama apabila diperlukan
tindakan keperawatan untuk keluarga:
1. mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat pasien
2. jelaskan proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi pasien
3. jelaskan pada keluarga cara merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah spiritual
4. bantu keluarga untuk membantu pasien melaksanakan kegiatan spiritual
5. beri pujian bila keluarga mampu melakukan kegiatan yang pasitif
SP 1-K :
Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat
pasien, bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual
yang dihadapi dan perawatannya.
Orientasi
Selamat pagi, pak. Bagaimana keadaan anak bapak, hari ini? Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang masalh yang bapak hadapi dalam merawat atau
membantuanak bapak, selama 30 menit. Di sini saja ya, pak.
Kerja
Menurut bapak apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat atau membantu
anak bapak? Jadi A malas sholat dan tidak mau mengikuti pengajian?
Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat dari stunami yang lalu. Oh,
jadi masalah yang bapak hadapi adalah susah memberi tahu dan mengajak A untuk
sholat lima waktu ya?

A. Kesimpulan
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya namun
adapun penyebabnya yaitu dapaat dilihat dari pengkajian fisik, pengkajian
psikologis ®Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan,
makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan dan Pengkajian sosial budaya ® dukungan sosial dalam memahami
keyakinan.
AFTAR PUSTAKA

Achir Yani S. Hamid, Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa/ Achir
Yani S. Hamid: editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. –Jakarta:
EGCC, 2008.
Manajemen kasus gangguan jiwa : CMHN ( intermadiate course )/ editor, Budi Ana
Keliat, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester,
Egi Komara Yudha – Jakarta : EGC, 2011

Anda mungkin juga menyukai