TINJAUAN PUSTAKA
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Bangsa : Guttiferales
Suku : Guttiferae
Marga : Calophyllum
Jenis : Calophyllum inophyllum L.
Nama umum : Nyamplung
4
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (2008)
Gambar 1. Pohon, kayu, bunga, buah, daun, dan biji nyamplung.
5
Tabel 2. Sifat fisiko kimia biodiesel nyamplung dibandingkan dengan standar SNI 04-
7182-2006
Produksi biji nyamplung per tahun mencapai 20 ton/ha. Biji nyamplung mempunyai
kandungan minyak tinggi yaitu 55% pada inti segar dan 70.5% pada inti biji kering (Heyne,
1987). Menurut Dweek dan Meadows (2002) yaitu 75%, serta menurut Soerawidjaja (2001)
sekitar 40-73%.
Menurut Friday and Okano (2006), satu pohon nyamplung dapat menghasilkan 100 kg
buah/tahun dan rendemen minyak sebanyak 5 kg. Jika jarak tanam 3 x 3.5 m 2 setiap pohon
menghasilkan 30 kg biji atau 5.1 kg minyak maka dalam 1 ha diprediksi menghasilkan 26 973
kg biji atau 4 585 kg minyak biji nyamplung. Sedangkan produktivitas tanaman jarak berkisar
antara 3.5 - 4.5 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 1
tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2500 - 3300 pohon/ha, maka tingkat
produktivitas antara 8 - 15 ton biji/ha. Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap ha
lahan dapat diperoleh 2.5 - 4 ton minyak/ha/tahun. Kemudian dilihat dari segi ekonomisnya,
harga biji nyamplung Rp 700/kg, sementara itu harga biji jarak antara Rp 3.000 - Rp 4.000/kg.
Sehingga biji nyamplung sangat memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan
sebagai bahan bakar nabati pensubstitusi bahan bakar fosil.
Tumbuhan nyamplung (Callophyllum inophyllum L.), di Bali dikenal dengan nama
punga atau camplong digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisonal serta mempunyai
potensi komersial (Forestry Department, 2007). Sebagai obat tradisional kulit batangnya
6
secara eksternal dapat digunakan untuk mengobati pembengkakan kelenjar sedangkan secara
internal dapat digunakan untuk memperlancar buang air kecil (diuretic). Ekstrak daun
digunakan sebagai pencuci radang mata dan di Kamboja ekstrak daun nyamplung digunakan
dalam pernafasan untuk mengobati vertigo dan migrain. Getahnya yang beracun sering
digunakan oleh orang Samoan untuk melumuri anak panah sebagai panah beracun serta dapat
digunakan untuk mengobati pembengkakan dan penyakit tumor (Tempesta and Michael,
1993). Minyak biji yang bersifat racun (toksik) cukup kuat (Kriswiyanti dan Narayani, 2000)
dapat digunakan untuk memulihkan rambut rontok (Veronika, 2003), sebagai antiparasit
(Tempesta and Michael, 1993), dan dapat digunakan sebagai bahan bakar minyak lampu
dengan kandungan minyak 70-73% berat biji kering (Anonimousa, 2006).
Bagian bunga tumbuhan ini berbau harum sehingga sering dipergunakan sebagai
pengharum lemari pakaian. Di daerah Jawa Tengah bagian benang sari yang berwarna kuning
dipergunakan sebagai jamu bagi wanita habis melahirkan. Bagian biji mengandung zat seperti
damar yang beracun dan diketahui mengandung senyawa inofilum A-E, kalofiloid, asam
kalofinat, dan polimer proantosianidin (Tempesta and Michael, 1993), golongan kumarin yaitu
senyawa brasimarin A-C sebagai cancer chemopreventive agents (Chihiro et al., 2003),
karotenoid, lakton, minyak atsiri, minyak/lemak, sitosterol, takahama, tanin, dan tokoferol.
Daunnya diketahui mengandung saponin, dan triterpenoid (Kriswiyanti dan Narayani, 2000).
Hasil uji toksisitas pendahuluan dari daging biji dan kulit biji nyamplung terhadap larva udang
Artemia salina L., menunjukkan bahwa bagian kulit biji lebih toksik (LC50 = 39.31 ppm)
dibandingkan dengan bagian daging biji (LC50 = 154,8 ppm). Sifat fisiko kimia tempurung
biji nyamplung disajikan pada Tabel 3.
2. Minyak Nyamplung
Produksi minyak nyamplung secara sederhana dilakukan oleh petani di Kebumen
untuk pelapisan genting, bahan bantu pembuatan batik, dan pelapis jenazah. Sedangkan di
Jawa Barat, TNI AD memanfaatkan minyak nyamplung untuk bahan bakar kapal laut. Minyak
nyamplung mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi seperti asam
oleat serta komponen-komponen tak tersabunkan diantaranya alkohol lemak, sterol, xanton,
turunan kuomarin, kalofilat, isokalofilat, isoptalat, kapelierat, asam pseudobrasilat, dan
penyusun triterpenoat sebanyak 0.5 – 2.0 % yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Menurut
Debaut et al., (2005) asam lemak penyusun minyak nyamplung dapat dilihat pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak nyamplung
Asam Lemak Komposisi (%)
Asam Palmitoleat (C16:1) 0.5 - 1.0
Asam Palmitat (C16) 15.0 – 17.0
Asam Oleat (C18:1) 30.0 – 50.0
Asam Linoleat (C18:1) 25.0 – 40.0
Asam Stearat (C18:0) 8.0 – 16.0
Asam Arachidat (C20) 0.5 – 1.0
Asam Gadoleat (C19:1) 0.5 – 1.0
Sumber: Debaut et al., (2005)
8
Variasi pada ukuran dan suhu partikel sampel mempengaruhi penyebaran radiasi infra
merah pada saat melewati sampel. Partikel berukuran besar tidak dapat menyebarkan radiasi
infra merah sebanyak partikel kecil. Makin banyak radiasi yang diserap dapat memberikan
nilai absorban yang tinggi dan efeknya besar pada panjang gelombang yang diserap lebih kuat
(Dryden, 2003).
Dalam penyerapannya, metode NIR memiliki beberapa kelebihan, antara lain dapat
menurunkan biaya tenaga kerja penganalisis komposisi, penggunaan preparat contoh yang
sederhana, waktu pendugaan komposisi kimia yang singkat, analisis yang tidak merusak
contoh (non-destructive), tidak menggunakan bahan-bahan kimia (analisis yang bebas
limbah), dan dapat menganalisis komposisi dengan kecepatan dan ketepatan tinggi (Williams,
1987).
Keunggulan dari gelombang infra merah dekat menurut Osborne et al. (1993) dalam
analisis bahan makanan adalah merupakan gabungan antara tingkat ketepatan, kecepatan, dan
kemudahan dalam melakukan percobaan (prosedur tidak rumit).
9
nm, 1821 nm, sedangkan untuk asam malat adalah 1621 nm, 1813 nm, 1821 nm, 1933 nm,
1941 nm, 1965 nm, dan 1968 nm.
Sugiana (1995) dengan menggunakan NIR Spectrophotometer untuk mendeteksi
kememaran buah apel varietas Rome Beauty dengan panjang gelombang 900 – 1400 nm. Hasil
yang diperoleh adalah panjang gelombang NIR yang tepat untuk mendeteksi kememaran buah
apel varietas Rome Beauty adalah 930 nm, 940 nm, 950 nm, 960 nm, 1110 nm, dan 1390 nm.
Disimpulkan juga bahwa kekerasan buah apel tidak terlalu berpengaruh terhadap pantulan
spektrum yang dihasilkan, sehingga hasil pantulan spektrum yang diperoleh dari setiap apel
dikatakan mempunyai sifat sama.
Victor (1996) dengan menggunakan sistem NIR melakukan pengelompokkan buah
apel varietas Manalagi berdasarkan kememaran dengan panjang gelombang 900 – 2000 nm.
Disimpulkan bahwa kedalaman dan diameter memar buah apel tidak dipengaruhi oleh lama
penyimpanan, tetapi dipengaruhi oleh ketinggian perlakuan memar yang diberikan serta
panjang gelombang 1400 – 2000 nm tidak dapat digunakan untuk membedakan secara nyata
adanya kememaran pada buah apel Manalagi.
Chang et al. (1998) melakukan penelitian untuk menduga total padatan terlarut jus
jeruk, apel, pepaya, pear, dan pisang. Dari berbagai jus buah tersebut dikembangkan algoritma
umum untuk penentuan total padatan terlarut beberapa jus buah.
Rosita (2001) menerapkan metode NIR untuk memprediksi mutu buah duku. Dari
penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar gula dan kekerasan buah
duku dengan baik. Disimpulkan pula bahwa data absorbansi NIR memberikan nilai korelasi
yang lebih tinggi (0.91), standar error lebih rendah (0.87), dan koefisien keragaman yang
akurat (5.39).
Fontaine et al. (2002) menerapkan NIR dalam menduga kandungan asam amino
kedelai. Didapat bahwa 85 – 98 % variasi asam amino mampu dijelaskan dengan baik
menggunakan NIR. Mereka juga telah menggunakan metode tersebut untuk memprediksi
kandungan asam amino esensial beberapa bahan pakan yakni kedelai, rapeseed meal, tepung
biji bunga matahari, polong, tepung ikan, tepung daging, dan tepung produk samping
pemotongan ayam.
Munawar (2002) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar gula dan kekerasan
buah belimbing. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa data absorban NIR dapat menduga
kadar gula dan kekerasan buah belimbing dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan
koefisien korelasi yang tinggi.
Mitamala (2003) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar air, karbohidrat,
protein, dan lemak tepung jagung. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat
memprediksi kadar air, karbohidrat, protein, dan lemak tepung jagung dengan baik.
Penggunaan data reflektan mampu menentukan kadar protein lebih baik dari data absorban.
Data absorban dapat menduga kadar karbohidrat, lemak, dan air lebih baik dari data reflektan.
Kusumaningtyas (2004) melakukan pendugaan kadar air, karbohidrat, protein, lemak,
dan amilosa pada beras (Oryza sativa L.) dengan metode NIR. Panjang gelombang yang
digunakan untuk menduga adalah 900 – 2000 nm. Data reflektan NIR dapat menduga kadar
air, karbohidrat, dan protein lebih baik daripada data absorban. Sedangkan untuk menduga
kadar lemak dan amilosa, data absorban lebih baik dibandingkan data reflektan.
Marthaningtyas (2005) melakukan pendugaan total padatan terlarut dan kadar asam
belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan menggunakan metode NIR dan JST. Penggunaan
10
analisis komponen utama dalam mereduksi hasil data absorbansi dari spektrum infra merah
dekat sangat efektif.
Andrianyta (2006) menerapkan metode NIR dan jaringan syaraf tiruan (JST) dalam
menentukan komposisi kimia jagung non-destruktif. Komposisi kimia yang ditentukan, antara
lain kandungan proksimat, lemak, air, karbohidrat, methionin, tyrosin, threonin, arginin, dan
leusin.
Quddus (2006) melakukan penentuan kandungan energi bruto tepung ikan untuk
bahan pakan ternak menggunakan metode NIR. Analisis pendugaan kandungan energi pada
tepung ikan tersebut menggunakan metode kalibrasi SMLR dan PCR. Persamaan kalibrasi
dengan metode SMLR menyatakan bahwa hasil prediksi nilai EM menggunakan data
reflektan dan absorban mendekati hasil uji bioassay. Sedangkan persamaan kalibrasi dengan
metode PCR menghasilkan 10 komponen utama dalam tepung ikan tersebut.
Adrizal et al. (2007) yang melakukan pendugaan kandungan air, protein, lisin, dan
metionin tepung ikan dengan jaringan syaraf tiruan berdasarkan absorban NIR. Dari hasil
penelitian tersebut disimpulkan bahwa metode JST mampu menduga kandungan air, protein,
lisin, dan metionin tepung ikan dengan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan persamaan regresi yang didapatkan melalui metode SMLR.
Susilowati (2007) pada panjang gelombang 900 – 1400 nm dapat menduga total
padatan terlarut buah pepaya selama penyimpnanan dan pemeraman dengan metode NIR,
tetapi panjang gelombang tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur kekerasan buah.
Hubungan antara data absorban NIR dengan total padatan terlarut dan kekerasan pada
penelitian tersebut dipelajari dengan kalibrasi menggunakan metode SMLR, PCR, dan PLS.
Kelebihan penggunaan metode NIR antara lain disebabkan banyak komposisi kimia
dari bahan pangan dan pertanian yang menyerap (absorption) atau memantulkan (reflectance)
cahaya pada rentang panjang gelombang 0.7 – 3.0 µm. Komposisi kimia lainnya memiliki
pola serapan yang khas berbeda satu dengan lainnya pada setiap panjang gelombang cahaya
yang diberikan (Mohsenin, 1984).
Kendala metode NIR adalah biaya investasi alat yang tinggi. Metode ini masih
tergolong metode sekunder, karena memerlukan tahapan kalibrasi terutama bagi sampel uji
yang belum pernah menggunakan metode ini misalnya tepung ikan, bungkil inti sawit, dedak,
tepung singkong, dan sebagainya. Metode NIR sangat membantu pekerjaan analisis yang
bersifat rumit dan rutin, seperti kadar air, kadar abu, pH, kadar karbohidrat, kadar protein,
kadar lemak, bilangan asam, dan kadar asam lemak bebas. Metode ini sangat sesuai karena
tidak lagi banyak memerlukan tahapan kalibrasi.
11
konsentrasi larutan unsur yang akan dianalisis (Nur dan Adijuwana, 1989 dalam Rumahorbo,
2004).
Kesulitan dalam mengkalibrasi menurut Osborne et al. (1993) adalah masalah informasi
alam yang kompleks dalam spektrum infra merah contohnya setiap puncak spektrum hampir
selalu tumpang tindih oleh satu atau lebih puncak-puncak yang lain.
Berbagai macam metode kalibrasi spektrum NIR telah tersedia tetapi dapat dibagi dalam
dua kategori, yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih atau sering disebut metode
lokal dan metode yang melibatkan seluruh spektrum atau sering disebut metode global atau juga
disebut dengan metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods), seperti
principal component regression (PCR) dan partial least squares (PLS).
Metode full spectrum banyak digunakan karena data dalam spektrum direduksi untuk
mencegah masalah overfitting tanpa mengurangi dan menghilangkan satu atau beberapa informasi
yang sangat berguna. Jumlah sampel yang digunakan untuk tahap kalibrasi harus lebih banyak
daripada untuk keperluan tahap validasi. Validasi bertujuan menguji ketepatan pendugaan
komposisi kimia regresi kalibrasi yang telah dibangun.
Selain itu, dikenal pula beberapa perlakuan data sebelum spektrum dianalisis seperti
smoothing, normalisasi, derivatif pertama dan kedua, standard normal variate (SNV) dan de-
trending (DT) (Osborne et al., 1993). Setiap perlakuan data mempunyai fungsi yang berbeda-
beda terhadap data spektrum. Pada penelitian ini perlakuan data yang akan diberikan adalah
smoothing, derivatif kedua Savitzky-Golay, kombinasi kedua perlakuan data tersebut, dan
normalisasi.
Prosedur derivatif kedua yang paling umum digunakan yaitu prosedur Savitzky-Golay
yang dikelaskan oleh Norris dan William (1990). Data spektrum sering diubah menjadi bentuk
smoothing dan derivatif, secara umum untuk memperbaiki bentuk dan model regresi kalibrasi.
Smoothing berfungsi untuk memilih penghalusan fungsi dengan teliti tanpa
menghilangkan informasi spektrum yang ada dan mengurangi guncangan (noise) dan
memperkecil galat/kekeliruan yang terjadi selama pengukuran NIR dan analisis kimiawi
laboratorium. Derivatif kedua Savitzky-Golay berfungsi untuk mereduksi efek basis dari adanya
pertambahan dari proses absorban (shoulder effect) serta menghilangkan masalah basis
kemiringan persamaan regresi.
Kombinasi antara smoothing dan derivatif kedua Savitzky-Golay dapat diterapkan dan
akan mendapatkan bentuk dan model regresi kalibrasi yang optimum, layak, dan dapat dipercaya
(Blanco dan Villarroya, 2002 dalam Yogaswara, 2005).
Normalisasi data spektra kedalam rentang 0-1 dimaksudkan untuk menghilangkan
pengaruh perbedaan ukuran partikel sampel uji dan memperbesar rentang nilai reflektan.
Perlakuan normalisasi diharapkan dapat mengurangi error yang terjadi selama pengambilan data
spektra dan dapat memperjelas data spektra tersebut. Perlakuan normalisasi akan memperlebar
nilai spektra serta memproporsionalkan nilai spektra dari dua nilai spektra dengan kandungan
yang sama.
12
Lammertyn et al., (1998) menganalisis data NIR Spectroscopy menggunakan metode
kalibrasi multivariatif seperti principal component regression dan partial least squares dalam
memprediksi sifat-sifat kimiawi seperti keasaman dan total padatan terlarut pada buah apel
Jonagold.
Metode kalibrasi multivariatif yang akan digunakan pada penelitian yang berjudul
pendugaan komposisi kimia biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) secara non-destruktif
dengan metode near infrared (NIR) adalah principal component regression (PCR) dan partial
least squares (PLS).
13
Metode tersebut juga mempunyai keuntungan, yaitu dapat mengoptimalkan hubungan
prediktif antara 2 kelompok peubah bebas dan tidak bebas dan pemodelannya tidak
mengasumsikan sebaran dari peubah bebas saja tetapi peubah tidak bebas ikut diasumsikan
(Wold, 1982 dalam Wulandari 2000).
Jensen et al. (2001) mengevaluasi perubahan mutu butir walnut (Junglens regia L.)
dengan menerapkan metode NIR dan partial least square sebagai metode kalibrasi. Metode
tersebut dapat melakukan kalibrasi NIR dengan hasil yang tepat pada panjang gelombang 400
– 2490 nm. Selain itu, NIR dapat menjelaskan kandungan heksanal kacang walnut sebesar
72%.
Pada dasarnya pendekatan PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai
pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah laten (bebas dan
tidak bebas). Proses pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil yang diaplikasikan
pada persamaan hubungan model struktural dan model pengukuran (Ratnaningsih, 2004).
Metode kuadrat terkecil parsial (PLS) tidak memerlukan asumsi-asumsi yang ketat
terhadap sebaran dari peubah, sisaan dan parameter, sehingga metode ini sering disebut
metode lunak (Ratnaningsih, 2004). Metode tersebut diperoleh secara iteratif dan tidak
memiliki formula tertutup untuk mencari ragam koefisien regresi.
14