Anda di halaman 1dari 22

Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik

dalam Komik

MENYIMAK PEMILU DAN PERILAKU ELITE POLITIK DALAM


KOMIK
Bagus Prasetiyo
Jurnalis Tempo
Pemerhati Ilmu Komunikasi
Email: albuspras@yahoo.com

Abstrak

Pemilu merupakan sebuah momentum yang memiliki nilai berita tinggi sehingga
berita mengenai peristiwa Pemilu selalu menjadi sajian utama media massa, tak terkecuali
tentang perilaku politik para elitenya. Wacana mengenai perilaku politik para elite selama masa
Pemilu tidak hanya berupa artikel pada media cetak saja, melainkan juga dalam bentuk teks
komik. Dalam komik, penggambaran perilaku elite politik dilakukan secara implisit. Hal ini
sesuai dengan sifat komik yang sarat dengan tanda-tanda dan menggunakan metafora. Bahkan
ada ungkapan bahwa komik strip dalam surat kabar merupakan rubrik opini dari surat kabar
itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji representasi perilaku politik para
elite dalam Pemilu 2014 di komik strip Panji Koming pada rubrik komik Harian Kompas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan paradigma konstruktivis
dan menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce dengan menganalisis tanda ikon,
simbol, dan indeks yang ada pada komik. Hasil temuan menunjukkan perilaku politik para elite
dalam Pemilu 2014 cenderung paternalistik, feodalisme, dan pragmatis yang mana perilaku
politik tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan relasi kekuasaan Jawa.

Kata Kunci: Semiotika, Representasi, Perilaku Politik, Elite Politik, Budaya Jawa, Komik,
Panji Koming
Bagus Prasetiyo

Pendahuluan pembaca, Kompas turut aktif membukakan


cakrawala pengetahuan Panji Koming sebagai
Pemilu 2014 merupakan kali ketiga kartun editorial surat kabar Harian Kompas,
rakyat Indonesia memilih pemimpinnya dan secara kontinyu hadir menyuarakan visi
secara langsung. Hal ini mempunyai makna surat kabar tersebut (Setiawan, 2002, h. 85).
yang sangat strategis bagi masa depan Disinilah sebenarnya sekuens peristiwa
bangsa Indonesia karena Pemilu merupakan (diegesis) fenomena sosio-politik dalam
momentum bagi kelanjutan agenda reformasi Panji Koming.
dan demokratisasi, serta merupakan kesem- Panji Koming tidak sekadar menjadi hiburan
patan terbaik dan terbuka bagi rakyat visual bagi pembacanya, karena Panji Koming
Indonesia untuk berperan dalam menentukan juga turut memanggul amanat redaksional
arah dan kemajuan di masa mendatang. Dalam yang tidak secara eksplisit dijelaskan. Namun,
Pemilu, elite politik menjadi salah satu faktor biasanya ia merupakan representasi dari esensi
penting yang dapat mencerminkan bagaimana berita aktual, yang banyak mendapat tanggapan
perilaku dan budaya politik di Indonesia. masyarakat. Meskipun tanda-tanda visual
Wacana mengenai Pemilu dan perilaku dan narasi teksnya menggambarkan situasi
elite politiknya di media massa tidak hanya masa lalu (zaman Majapahit) tetapi secara
ditampilkan melalui berita atau artikel anakronistis kisah-kisah tersebut merupakan
saja, tetapi juga melalui rubrik komik. metafora situasi aktual di Indonesia.
Menurut Sobur (2006, h. 140), media pers
Indonesia menampilkan komik kartun dan Rumusan Masalah
karikatur sebagai ungkapan kritis terhadap
berbagai masalah yang berkembang secara Dalam penelitian ini, rumusan masalah
tersamar dan tersembunyi. Pembaca diajak penelitian adalah: bagaimana representasi
untuk berpikir, merenungkan, dan memahami perilaku politik para elite dalam Pemilu 2014
pesan-pesan yang tersurat dan tersirat dalam di rubrik komik Panji Koming pada Harian
gambar tersebut. Acapkali gambar itu terkesan Kompas?
lucu karena mengandung unsur humor
sehingga pembaca tersenyum dan tertawa. Tujuan Penelitian
Di sisi lain, komik tidak hanya
menjadi media hiburan namun juga sebagai Penelitian ini bertujuan untuk
alat propaganda, media representasi, media mengetahui representasi perilaku elite politik
perubahan sosial dan media dalam melakukan dalam Pemilu 2014 di rubrik komik Panji
kritik sosial. Salah satu komik yang konsisten Koming.
menggambarkan keadaan sosial dan politik
– termasuk peristiwa Pemilu – di Indonesia
adalah komik Panji Koming. Panji Koming
merupakan sebuah kolom kartun ciptaan Dwi
Koendoro Brotoatmodjo yang diterbitkan Hasil penelitian ini diharapkan dapat mem-
secara berkala di surat kabar Kompas edisi berikan kontribusi terhadap perkembangan
Minggu sejak 14 Oktober 1979 hingga kini. kajian semiotika, khususnya pada rubrik
Nama kartun ini berasal dari karakter yang juga komik yang terkait dengan perilaku politik
tokoh utamanya yaitu Panji Koming. Kartun elite politik.
Panji Koming ini merupakan bentuk lain
dari rubrik opini (views) redaksi surat kabar Diharapkan penelitian ini dapat memberi
Kompas. Sejak pertama hadir menyapa manfaat serta acuan kepada pembaca
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

komik dan memberikan wawasan tentang realitas, karena media memproduksi kata-
politik, khususnya melalui media komik. kata dan gambar yang setidaknya menjadi
bagian realitas itu. Burton (2011, h. 286-
Kerangka Teoritis 292) menuliskan bahwa terdapat beberapa
unsur yang membentuk representasi di
Representasi Media Massa media massa, antara lain: stereotip, identitas,
perbedaan, pengalamiahan, dan ideologi.
Menurut Eriyanto (2009, h. 113) Dengan begitu, representasi merupakan
representasi menunjuk pada bagaimana sese- hasil dari suatu proses pemaknaan melalui
orang, satu kelompok, gagasan atau pendapat penyeleksian yang berdasarkan faktor-
tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. faktor tertentu, di mana makna dibangun
Representasi menurut Hall (2003, h. 17) dan dibagikan setelah diinterpretasikan
adalah sebuah proses produksi makna dari sebelumnya. Representasi bersifat dinamis
konsep yang ada dalam pikiran manusia dan terbuka, tergantung dari konteks dimana
melalui bahasa. Representasi merupakan tanda tersebut berada. Hal ini membuat
jembatan antara konsep dan bahasa yang makna berubah dan selalu melalui proses
memungkinkan kita untuk mengacu pada negosiasi serta disesuaikan dengan situasi
suatu objek yang real atau imajinasi. yang ada. Representasi dan media massa
Sedangkan konsep representasi menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan
menurut Danesi (2010, h. 16) adalah karena media massa mengonstruksi realitas
penggunaan tanda (gambar, suara, dan lainnya) dan menjadikannya suatu representasi dari
untuk menghubungkan, menggambarkan, sesuatu.
melukiskan atau meniru sesuatu yang dapat
dirasakan dan dibayangkan dalam beberapa Semiotika

oleh budaya di mana tanda itu dibuat. Danesi Eco (1979 dikutip dalam Sobur,
menjelaskannya lebih lanjut dalam fungsi XY, 2009, h.95), mengatakan bahwa secara
di mana X sebagai proses membangun bentuk etimologis, istilah semiotik berasal dari kata
dengan rangka mengarahkan perhatian Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda
ke sesuatu, yaitu Y. Meskipun demikian, itu sendiri dapat mewakili sesuatu yang atas
penggambaran konsep Y sebagai representasi dasar konvensional sosial telah terbangun
dari konsep X bukan suatu hal yang mudah. sebelumnya atau telah disepakati bersama.
Maksud dari pembuat bentuk, konteks historis Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda
dan sosial terkait dengan terbuatnya bentuk dalam kehidupan manusia. Artinya, semua
ini, tujuan pembuatannya, dan seterusnya yang hadir dalam kehidupan manusia dilihat
merupakan faktor-faktor kompleks yang sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus diberi
berpengaruh dalam memasuki gambaran makna (Hoed, 2011, h. 3).
tersebut (Danesi, 2010, h. 3). Menurut Peirce dikutip dalam Hoed
Dalam arti luas, komunikasi (2011, h. 4) tanda adalah sebagai ‘sesuatu
mengonstruksi representasi dan setiap satu yang mewakili sesuatu’. Menariknya,
representasi merupakan bagian kompleks ‘sesuatu’ itu dapat berupa hal yang konkret
dari representasi lainnya (Burton, 2011, yang kemudian, melalui suatu proses,
h.284). Media sebagai medium dari mewakili ‘sesuatu’ yang ada di dalam
komunikasi pun melakukan hal demikian. kognisi manusia. Peirce dikutip dalam Fiske
Burton (2011, h. 286) mengatakan bahwa
media mengonstruksi gagasan perihal segitiga antara tanda, pengguna, dan realitas
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

eksternal sebagai suatu keharusan model h. 23) mengatakan bahwa dalam kehidupan
untuk dikaji. politik bangsa Indonesia terjadi proses saling
Kriyantono (2009, h.265) berpendapat mempengaruhi antar sub-subbudaya dan hanya
satu atau dua saja yang relatif dominan
dalam masyarakat. Salah satu budaya yang
panca indera manusia dan merupakan sesuatu dominan dalam kultur politik di Indonesia
yang merujuk atau mewakili sesuatu yang adalah budaya Jawa. Dengan begitu suku-
lain. Sesuatu yang diwakili oleh tanda suku non-Jawa cenderung selalu berusaha
ini kemudian akan disebut sebagai objek. untuk mengadaptasi diri dengan nilai-nilai
Objek memiliki arti sebagai konteks kejawaan atau menjadikan nilai- nilai Jawa
sosial yang diwakili oleh suatu tanda atau sebagai basis persepsi politik mereka. Dengan
sesuatu yang dirujuk oleh tanda tersebut. demikian, dapat dikatakan bahwa perilaku
Berdasarkan objeknya, Peirce dikutip dalam politik masyarakat Indonesia, termasuk para
Sobur (2006, h.41-42) membagi tanda elite politiknya, dipengaruh oleh nilai-nilai
menjadi tiga, yakni ikon (tanda di mana hidup dalam kelompok etnis Jawa.
ada hubungan kemiripan antara penanda dan Dalam masyarakat Jawa, pemerintahan
yang ditandakan (objeknya)), indeks (tanda dalam masyarakatnya dipegang oleh kaum
yang menunjukkan adanya hubungan sebab- priyayi dan kelas di atasnya, yaitu raja.
akibat antara penanda dan yang ditandakan), Kaum priyayi menempati posisi atas dalam
symbol (tanda yang menunjukkan hubungan
yang telah dibentuk berdasarkan konvensi posisi bawahnya ditempati oleh para kawula.
(perjanjian) oleh masyarakat antara penanda Ariyanto (2013, h. 9) menambahkan bahwa
dan objeknya). kawula memiliki jarak sosial-budaya yang
sangat jauh dari priyayi dan raja. Hal ini
Perilaku Politik Elite menyebabkan relasi yang terjalin menjadi
timpang karena keterlibatan kaum kawula
dalam pemerintahan, seperti perumusan
kan perilaku politik sebagai interaksi antara kebijakan, brirokrasi dan lain-lain sangatlah
pemerintah dan masyarakat, antarlembaga minim.
pemerintah dan antara kelompok dan individu
dalam masyarakat dalam rangka proses Komik
pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan
keputusan politik. Komik merupakan bagian dari kartun.
Elite politik sendiri memiliki Hal ini terkait dengan komik yang merupakan
pengertian sekelompok orang yang secara salah satu jenis kartun (Ahmad dan Amin,
langsung atau karena posisinya sangat kuat 2010, h. 74). Kartun berasal dari bahasa Italia,
pengaruhnya dalam menjalankan kekuasaan cartone, yang artinya kertas. Awalnya kartun
politik (Pareto dan Mosca dikutip dalam adalah penamaan untuk sketsa saja. Namun
Sastroatmodjo, 1995, h. 145). pada perkembangannya, kartun memiliki
Perilaku politik para elite sangat pengertian gambar yang bersifat humor dan
dipengaruhi oleh berbagai dimensi latar satir. Sedangkan Setiawan (2002, h. 22)
belakang. Almond (1966 dikutip dalam mengatakan pengertian komik secara umum
Sastroatmodjo, 1995, h. 21) mengatakan faktor adalah cerita bergambar dalam majalah,
yang mempengaruhi perilaku politik adalah surat kabar, atau berbentuk buku yang pada
budaya politik yang dianut. Muhaimin umumnya mudah dicerna dan lucu.
(1990 dikutip dalam Sastroatmodjo, 1995, Berdasarkan jenisnya, komik dapat
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

dikelompokkan menjadi dua, yaitu comic- kontinuitas dan untuk menjelaskan


strips dan comic books. Comic-strip meru- pada pembaca apa yang diharapkan
pakan komik bersambung yang dimuat di atau apa kelanjutan sekuens berikutnya.
surat kabar. Adapun comic-books adalah 5. Setting. Penggunaan setting
kumpulan cerita bergambar yang terdiri dari dimaksudkan untuk menuntun
satu atau lebih judul dan tema cerita, yang pembaca pada konteks wacana yang
di Indonesia disebut komik atau buku komik sedang diceritakan.
(Boneff dikutip dalam Setiawan, 2002, h. 6. Aksi. Setiap frame komik strip
24). adalah ekuivalen/sepadan dengan
Menurut Boneff (1998, h. 55-56),
Pada komik strip, dialog dan gagasan
sebuah karya seni bergambar dengan ciri- ciri: dituangkan secara tertulis dalam
memiliki karakter tetap, memiliki bingkai/ bentuk narasi.
frame yang sebagai tahapan aksi, terdapat Berdasarkan jenisnya, komik Panji
dialog dalam balon kata. Berger dalam Koming merupakan comic strip karena Panji
Setiawan (2002, h. 29) berpendapat beberapa Koming memiliki karakter tetap yang kerap
konvensi yang perlu diketahui dalam muncul setiap minggunya. Panji Koming
mempelajari komik, antara lain: juga memiliki bingkai sebagai tahapan aksi
1. Ekspresi wajah digunakan unruk yang menjelaskan alur cerita serta memiliki
menunjukkan perasaan atau pernyataan balon kata yang memuat dialog antar tokohnya.
emosi dari berbagai karakter. Kadang Selain termasuk golongan comic strip, Panji
eksagerasi pada ekspresi wajah dibuat Koming juga merupakan komik editorial
agar memiliki unsur humor. Eksagerasi dari Harian Kompas karena memuat opini
adalah kelucuan dengan cara melebih- dari redaksi Kompas melalui Dwie Koendoro
sebagai penciptanya.
yang sangat panjang, badan dibuat
tambun, atau menonjolkan telinga, Tanda dan Makna
dan sebagainya (Heller dan Anderson,
1991 dikutip dalam Setiawan, 2002, Tanda menjadi sesuatu hal yang
h. 36). tidak bisa lepas dari kehidupan berkomunikasi
2. Balon kata digunakan untuk sehari-hari. Menurut Fiske (2010, h. 61), untuk
menunjukkan dialog tokoh komik. memahami makna terdapat tiga unsur yang
Kadang kata-kata tertentu dicetak tebal
harus ada dalam setiap studi tentang makna,
yaitu tanda, acuan tanda, dan pengguna tanda.
Sedangkan sound lettering atau huruf Fiske berpendapat bahwa tanda merupakan
bunyi-bunyian digunakan berdasarkan
onomatopea. sesuatu di luar tanda itu sendiri, yang mana
3. Garis gerak digunakan untuk bergantung pada pengalaman oleh peng-
menunjukkan suatu gerakan dan gunanya.
kecepatan. Untuk menambah kesan
gerakan yang berulang-ulang atau sebagai segala sesuatu, seperti warna, isyarat,
gerakan yang sangat cepat, biasanya kedipan, mata, objek, rumus matematika,
ditambah dengan bentuk kepulan asap dan lain-lainnya yang merepresentasikan
atau debu. sesuatu yang lain selain dirinya. Hal yang
4. Panel di atas atau di bawah frame. dirujuk oleh tanda, menurut Danesi secara
Panel ini berfungsi untuk menjaga logis dikenal sebagai referen (objek atau
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

petanda). Ada dua jenis referen, yaitu referen Penelitian ini menggunakan para-
kongkret dan referen abstrak. digma konstruktivis. Tujuan penelitian adalah
Sedangkan makna, seperti yang untuk memahami dan mengkronstruksi
dikemukakan oleh Fisher (1986, h. 343 dikutip yang sebelumnya dipegang orang (termasuk
dalam Sobur, 2009, h. 19), merupakan penulis), yang berusaha ke arah konsensus
sebuah konsep abstrak. Pengertian lain namun masih terbuka terhadap interpretasi
diungkapkan DeVito, menurutnya, makna baru seiring dengan perkembangan informasi
itu tidak terletak pada kata-kata melainkan dan kecanggihan. Sifat ilmu pengetahuan
pada manusia. Dalam konteks wacana, dalam paradigma ini terdiri atas berbagai
makna kata dapat dibatasi sebagai ‘hubungan konstruksi yang memiliki konsensus relatif
antara bentuk dengan hal atau barang yang (atau sekurang-kurangnya gerakan tertentu
diwakilinya (referen- nya)’ (Keraf, 1994, h. 25 menuju konsensus) di antara pihak-pihak yang
dikutip dalam Sobur, 2009, h. 24). berkompeten (dan dalam kasus yang berkaitan
dengan bahan-bahan penelitian yang bersifat
Metodologi rahasia, dipercaya) untuk menginterpretasikan
isi konstruksi (Denzin dan Lincoln, 2009, h.
Jenis dan Sifat Penelitian 140).

Jenis penelitian yang digunakan Metode Penelitian


adalah kualitatif dengan paradigma
konstruktivis. Penelitian kualitatif berfungsi Metode penelitian yang penulis guna-
untuk menjelaskan suatu fenomena atau kan adalah semiotika. Studi semiotika
objek penelitian sekomprehensif mungkin membahas tentang tanda-tanda dan
melalui pengumpulan data sedalam- dalamnya mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
(Kriyantono, 2006, h. 56-57). Di samping itu, konvensi-konvensi yang memungkinkan
pendekatan ini juga memungkinkan penulis tanda-tanda tersebut mempunyai arti
untuk memahami data sebaik mungkin (Kriyantono, 2009, h. 263).
hingga mampu mengembangkan komponen- Semiotika Charles Sanders Peirce
komponen keterangan yang analitis,
dipakai sebagai metode penelitian karena
konseptual, dan kategoris berdasarkan data penulis ingin mengkaji tanda dan makna
tersebut, tidak semata-mata mengandalkan yang berupa ikon, indeks, dan simbol dalam
teknik-teknik yang telah dikonsepsikan, teks komik Panji Koming yang berkaitan
dengan perilaku politik para elitenya dalam
Menurut Denzin dan Lincoln Pemilu 2014.
(1987 dikutip dalam Moleong, 2010, h.
5), penelitian kualitatif adalah penelitian Teknik Pengumpulan Data
yang menggunakan latar alamiah dengan
maksud untuk menafsirkan fenomena yang Sumber data dalam penelitian ini
terjadi dan dilakukan dengan melibatkan adalah teks komik Panji Koming yang
berbagai metode yang ada. Dalam penelitian didapatkan dari salinan yang ada pada
kualitatif metode yang digunakan adalah Harian Kompas. Data dikumpulkan dengan
pengamatan (observasi), wawancara atau cara membaca komik tersebut kemudian
penelaahan dokumen. Penelitian jenis ini memilih bab-bab dimana di dalamnya terdapat
juga bisa dikatakan sebagai penelitian yang cerita mengenai peristiwa Pemilu 2014
sangat mengandalkan data, tidak menjadikan khususnya yang membahas tentang perilaku
populasi atau sampling sebagai prioritas. politik para elitenya.
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

Unit Analisis Cerita kartun Panji Koming meng-


gunakan setting masa lampau, yang
Penulis mengkhususkan teks komik terjadi pada masa menjelang kehancuran
Panji Koming yang memuat tentang Pemilu Majapahit, yang saat itu diperintah oleh Prabu
khususnya terkait dengan perilaku politik para Wikramawardhana. Nama ‘Panji’ dipengaruhi
elitenya. Jumlah komik yang dianalisis adalah oleh cerita Panji yang hidup di masyarakat
lima komik, yaitu teks komik Panji Koming khususnya Jawa. Tokoh Panji dalam hikayat
edisi 13 April 2014, 29 Juni 2014, 11 Agustus dan Panji versi Dwi Koendoro memiliki
2014, 14 September 2014 dan 21 September beberapa persamaan, antara lain keduanya
2014. Unit analisis dari penelitian ini terdiri sama-sama sebagai tokoh yang mencari
dari tanda visual (ikon dan indeks) serta tanda kebenaran.
non visual (simbol) yang terdapat dalam Adapun kata ‘koming’ merupakan
setiap panel teks komik Panji Koming dengan akronim dari Kompas Minggu, yakni tempat
menggunakan teknik semiotika. kartun ini bernaung. Dalam bahasa Jawa,
kata ‘koming’ bermakna ‘bingung dan menjadi
Teknis Analisis Data sedikit gila’ (Setiawan, 2002, h.55). Tokoh-
tokoh yang sering berperan dalam kolom
Data yang sudah terkumpul kemudian kartun: (Setiawan, 2002, h. 76-81)
dianalisis maknanya menggunakan semiotika 1. Panji Koming. Abdi kesayangan
komunikasi visual berhaluan Peircian untuk Wikramawardhana yang lahir di tengah
melihat seperti apa perilaku politik para elite kegalauan Majapahit, sehingga diberi
dalam Pemilu 2014 direpresentasikan lalu nama Koming. Karena kebersihan jiwa
akan ditarik apa makna dari representasi itu. dan kehalusan perilakunya, ia dijuluki
Dalam penelitian ini penulis akan Panji Koming.
menganalisis tanda dalam teks komik 2. Pailul. Merupakan sahabat setia
Panji Koming berdasarkan objeknya, yakni Panji Koming. Ia mempunyai watak
menggunakan ikon, indeks, dan simbol. yang jujur, cerdik, dan penuh akal.
Untuk menganalisis perilaku politik Kendati terkesan bermalas-malasan,
para elite dalam Pemilu 2014 di rubrik namun ia jujur, terus terang, cerdik,
komik Panji Koming ini, penulis akan dan berani mengemukakan pendapat,
menggunakan metode segitiga makna milik terutama menghadapi siapa saja yang
Charles Sanders Peirce. Penulis menggunakan perilakunya tidak baik.
tabel untuk memudahkan proses penelitian. 3. Denmas Ariakendor. Punggawa
rendahan di istana dan merupakan
Hasil Penelitian dan Pembahasan orang kepercayaan Patih Logender.
Ia memiliki watak licik, culas,
Deskripsi Komik Panji Koming
“katak”, yakni menyembah atasan dan
Panji Koming merupakan sebuah menginjak bawahan.
kolom kartun yang diterbitkan secara 4. Ni Woro Ciblon. Gadis desa yang
berkala di surat kabar Harian Kompas edisi rupawan, sabar, dan berhati lembut.
Minggu sejak 14 Oktober 1979 hingga Ia adalah kekasih Panji Koming.
sekarang. Kolom kartun ini diciptakan oleh 5. Ni Dyah Gembili. Tokoh yang
kartunis Dwi Koendoro Brotoatmodjo. Nama memiliki postur tinggi besar (gembrot)
kartun ini sendiri berasal dari nama tokoh ini merupakan kakak sepupu Ni Woro
utamanya yaitu Panji Koming. Ciblon, dan kekasih Pailul.
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

Ia digambarkan memiliki watak tegas Gambar 1. Tokoh-Tokoh Panji Koming


dan pemberani bahkan seringkali
berbuat nekat terutama menghadapi
siapa saja yang perilakunya tidak baik.
6. Empu Randubantal. Cendekiawan
yang kurang cerdik. Ia dikisahkan
sebagai empu yang agak idiot, tetapi
punya kemampuan meramal secara
tepat dan akurat.
7. Bujel dan Trini. Bujel dan Trinil
merupakan tokoh keponakan Panji
Koming. Bagi Dwi Koendoro, dunia
anak sangat imajinatif, pada usia
tersebut rasa ingin tahunya tinggi dan
perilakunya masih polos. Sumber: Setiawan, Muhammad Nashir. 2002.
8. Hulubalang Keraton. Tidak ada Menakar Panji Koming. hlm. 76

keraton. Namun, ada beberapa Kemunculan Panji Koming dalam


ciri yang biasa ditampilkan, yaitu: Harian Kompas bukannya tanpa masalah.
mengenakan pakaian seragam keraton Dalam wawancaranya dengan Tempo dalam
majalah Tempo edisi 29 Mei 2011, Dwi
bervariasi serta berperut buncit. Koen mengungkapkan bahwa pada masa
9. Tokoh Berbentuk Hewan. Tokoh Orde Baru, gambar-gambarnya yang dinilai
hewan yang pernah ditampilkan, terlalu berani terpaksa tidak naik cetak. Tak
antara lain: gajah, harimau, kuda, jarang kritik yang disampaikan dalam Panji
buaya, tikus, monyet, burung, bebek, Koming pada masa itu sangatlah halus dan
sapi, ayam jago, tokek, kucing, dan penuh kehati-hatian. Namun setelah rezim
lain-lain. Sejak era Reformasi, hewan Soeharto turun, Dwie Koen menjadi lebih
yang senantiasa ditampilkan adalah berani.
seekor anjing buduk yang dijuluki Dalam wawancaranya dengan Tempo
kirik (anak anjing) dengan tampilan tersebut, Dwie Koen juga menceritakan
dan bentuknya yang lebih komikal. alur perjalanan Panji Koming hingga
10. Unsur Alam. Unsur alam dalam bisa hadir setiap Minggunya. Dwie Koen
cerita Panji Koming dimaksudkan mengungkapkan bahwa Panji Koming mulai
untuk akibat perilaku yang tidak dikonsep setiap Senin dan diselesaikan pada
baik. Unsur alam digunakan sebagai Jumat. Ide cerita tersebut didapatkan dari isu
‘karma’ untuk ‘menghajar’ tokoh dan peristiwa terhangat yang berkembang di
yang dikritik. Yang biasanya dijadikan masyarakat. Pada hari Sabtu lelucon kritis itu
unsur alam dalam cerita komik Panji dikirim ke redaksi Kompas agar Minggu bisa
Koming, antara lain: kelapa, petir, terbit.
kubangan air, pohon, bada, dan
sebagainya. Gambaran Umum Harian Kompas
Ketika peristiwa ‘Malari’ (Malapetaka
Lima Belas Januari) meletus pada tahun
1974, terjadi pembredelan massal terhadap
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

sejumlah media yang dinilai bertentangan dan lain-lain. Semakin terbukanya kebebasan
dengan pemerintahan. Harian Kompas mengemukakan pikiran sebagai imbas dari
dapat terhindar karena sikap moderatnya kemajuan proses demokratisasi di Indonesia
yang tidak secara frontal berlawanan dengan meneguhkan eksistensi Kompas sebagai
pemerintah. Namun sayangnya pada tahun media nasioanl yang berkualitas.
1978 Kompas tidak bisa menghindarkan diri Dengan motto ‘Amanat Hati Nurani
dari pembredelan akibat pemberitaan seputar Rakyat’, Kompas menggambarkan visi dan
penolakan terhadap pencalonan kembali misi bagi disuarakannya hati nurani rakyat.
Soeharto sebagai Presiden Indonesia pada Kompas ingin berkembang sebagai institusi
periode 1978-1983. Kemudian Jakob Oetama pers yang mengedepankan keterbukaan,
pun mengambil alih Kompas dengan menan- meninggalkan pengkotakan latar belakang
datangani surat permintaan maaf kepada suku, agama, ras, dan golongan. Ingin
pemerintah Orde Baru. berkembang sebagai ‘Indonesia mini’,
Belajar dari pembredelan pada tahun karena Kompas sendiri adalah lembaga yang
1978 tersebut, Kompas kemudian berkembang terbuka kolektif. Ingin ikut serta dalam
menjadi koran dengan gaya yang halus, upaya mencerdaskan bangsa. Kompas ingin
dalam arti melakukan kritik secara implisit menempatkan kemanusiaan sebagai nilai
atau tidak secara langsung. Akibat gaya baru tertinggi, mengarahkan fokus perhatian dan
ini, sejumlah kalangan menjuluki Kompas tujuan pada nilai-nilai yang transenden atau
sebagai koran yang moderat. Seiring dengan mengatasi kepentingan kelompok. Rumusan
perkembangan zaman yang semakin dinamis, bakunya adalah ‘humanisme transcendental’.
Harian Kompas ikut menyesuaikan diri dan ‘Kata Hati Mata Hati’, pepatah yang kemudian
mengikuti perkembangan zaman. Hal ini ditemukan, menegskan semangat empathy dan
ditunjukkan dengan kualitas Kompas secara compassion Kompas.
keseluruhan, seperti dari segi penataan
tampilan berita, isi berita, kuantitas halaman,
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

Hasil Penelitian 4. Gambar Pailul


rompi) mer-
upakan pa-
Komik Panji Koming Edisi mengenakan
13 April 2014 pakaian dan Koming
merepresen-
celana tom-
kecil yang
prang dan hidup susah.
sabuk wolo.
4. tom-
5. Gambar prang dan
gamelan dan sabuk wolo
gamelan. merupakan

Pailul merep-

Gambar 2. Politik Uang 5. Gamelan dan


gong adalah
Jenis Rupa Tanda Makna
yang biasa
Tanda dipakai dalam
1. Gambar Den- 1. -
mas Ariaken- - jukkan wayang
dor memiliki - orang Guyon
eksagerasi Parikeno.
wajah sep- 1. Narasi Denmas 1. Ingsun adalah
suka menang Ariakendor:
pewayangan sendiri. Den- “Ingsun sudah
mas Ariakendor berikan kalian budaya Jawa
- kepeng lho! Hai
2. Gambar Den- sikan pemimin - ‘saya’. Ingsun
mas Ariaken- kah kau sudah biasa digunakan
dor berdiri memberikan oleh bangsawan
Ikon - suara yang kerajaan dan
sesuai?”
dan penindas lingkup kerajaan
mendogakan Simbol 2. Narasi Koming: saja.
kepala. “Kepengnya sih
2. 2. Kepeng adalah
3. Gambar dengan me- uang recehan
Koming yang kuno pada masa
mengenakan menandakan
celana sikap som- 3. Narasi Koming: dengan lubang
tomprang
sabuk wolo menunda rasa
dan bolero - 3. Bejo dalam ba-
3. tom- bil menunggu
rompi). prang, sabuk hadirnya sang
wolo, dan dewa bejo.”
bolero
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

1. Denmas 1. Relasi yang 2. Parikeno yang


Ariakendor Ariakendor per- -
mengham- penguasa dan
piri Koming - Pailul membic- Koming dan
dan Pailul arakan Denmas Pailul yang
dengan sikap - Ariakendor dan memainkan
badan yang -
mereka se- on Parikeno ini
merepresen-
disilangkan di - memilih Den-
dada (berse- ya dipandang mas Ariakendor kecil yang
dekap) dan sebagai relasi walau sudah mengganggap
berbicara ‘bapak- anak’ diberi uang. Pemilu hanya
dengan dagu - sebagai sebuah
han’sehingga pe- 3. Denmas Ariak- lelucon saja
-
Koming ber-
powerfull dan -
- gap sebagai pe-
gamelan dan gar suara puku-
powerless. main ‘wayang
lan kendang orang’ yang
- 2. Dalam budaya dan gamelan
beri sikap dari Koming dan
- serius dalam
- Pailul. bersikap.
da Denmas nama ngrasani
Indeks sedangkan
Berdasarkan pembacaan ikon, indeks,
dan simbol, komik Panji Koming dengan
bahwa berbicara
memukul ken- secara langsung edisi 13 April 2014 dengan tema “Politik
Uang” merepresentasikan tentang politik
kepalanya me- Sikap Koming uang yang masih marak dilakukan para calon
noleh ke arah dan Pailul yang legislatif untuk menjaring massa. Rakyat
Denmas Ariak- berbohong kecil diimingi uang dan kebutuhan pokok
endor. Kemu- merupakan sikap sehari-hari agar mereka mau menjual
dian Denmas menyenangkan
Ariakendor
suaranya. Namun beberapa masyarakat
pergi dan ber- merupakan sudah sadar politik dengan tidak memilih para
jalan di depan dampak dari Caleg yang melakukan politik uang, walaupun
Koming dan feodalisme Jawa. mereka menerima uang dari Caleg tersebut.
Pailul sambil - Sikap masyarakat ini menimbulkan ketidak-
ilaku Koming dan percayaan mereka terhadap para elite politik
serta mengganggap Pemilu sebagai lelucon
menerima uang
belaka. Sikap elite politik ini merupakan efek
menyilang di
dada (berse- merupakan prag- dari feodalisme Jawa di mana jabatan ada-
dekap) dan lah segalanya sehingga tak jarang melakukan
pandangan politik pragmatis seperti politik dagang sapi
lurus ke de- guna memperoleh dukungan rakyat. Selain
3. Gendang dan
pan. itu, relasi antara pemimpin dan rakyatnya ter-
gamelan mer-
upakan perang- lihat timpang. Hal ini sebagai akibat dari tra-
disi paternalistik
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

Komik Panji Koming Edisi 4. Gambar sosok dalam Panji


29 Juni 2014 orang ber- Koming dimak-
pakaian ala sudkan sebagai
bangsawan -
ran secara halus
-

alam biasanya

4.

merupakan pa-
kaian yang biasa
Gambar 3 Kutu Loncat digunakan oleh
kaum Denmas.
Sosok Denams
ini merepresen-
Jenis Rupa Tanda Makna
Tanda
1. 1. Gambar 1. tom-
Koming yang prang, sabuk
mengenakan wolo bole-
celana ro merupakan
tomprang, pakaian yang 1. Narasi Pailul: 1.
sabuk wolo, biasa digunakan “Tadi ada merupakan
dan bolero ungkapan yang
-
rompi). orang yang hid-
yang hidupnya up menumpang
2. Gambar Pailul susah. dari sau orang
ke orang lain.
mengenakan 2. tom- Simbol Dalam hal poli-
Ikon
pakaian dan prang dan
sabuk wolo biasa digunakan
celana tom- merupakan -
prang dan pakaian yang
sabuk wolo. biasa digunakan
demi ambisi
3. Gambar pribadinya saja.
3. Pohon kelapa
- 1. Pailul melaku- 1. Pailul sebagai
onomatopea kan gerakan
unsur alam
yang ada dalam
Indeks menginjak dengan ke-
Panji Koming.
Unsur alam
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

Komik Panji Koming Edisi


11 Agustus 2014
2. Seseorang
berpakaian
ala kerajaan posisinya yang

yang menggele-
gar. Di samping- 2. Sikap Koming
nya ada Koming
dan Pailul yang
berdiri sambil kepada sosok
memberi sikap Denmas dengan
baju ala kerajaan
menunjukkan
adanya relasi

Berdasarkan pembacaan ikon, indeks,


Gambar 4.9 Tidak Mau Kalah
dan simbol, keseluruhan strip pada komik Panji
Koming dengan tema “Kutu Loncat” edisi 29 Jenis Rupa Tanda Makna
Juni 2014 merepresentasikan tentang politik Tanda
pragmatis para elite politik sekarang ini. Sikap
1. Gambar Den- 1.
para politisi ini hanya mementingkan man- mas Ariaken- merepre-
faat pada dirinya sendiri saja. Tak jarang dor memiliki
ideologi mereka pun digadaikan atau malah eksagerasi
mereka tak memiliki pendirian teguh karena
kerap berpindah partai hanya untuk men- -
capai tujuan pribadinya. Selain itu, feodal- suka menang
isme juga terlihat dari upaya yag dilakukan sendiri. Den-
para Caleg dengan menghalalkan segala cara mas Ariakendor
2. Gambar Den-
agar menduduki kursi kuasa karena berangga- mas Ariaken- -
dor berdiri sikan pemimpin
pan jabatan, pangkat, dan kuasa lebih penting
dari segalanya. Sedangkan rakyat tidak dapat
menegur ataupun menentang tindakan elite
dan mengdon-
politik yang tidak benar ini karena merasa Ikon gakkan kepala.
posisi mereka hanya sebagai “anak buah” yang dan penindas
harus patuh dan setia kepada pemimpinnya. 3. Gambar
Koming yang
mengenakan 2.
celana tom- dengan me-
prang, sabuk
wolo, dan bole- menandakan
ro
rompi).

4. Gambar Pailul
3. tom-
mengenakan prang, sabuk
pakaian hanya wolo
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

bolero (baju 1. Narasi Koming: 1. Pepunden


tomprang dan “Denmas -
sabuk wolo. merupakan gan. Denmas
pakaian Pepunden
5. Gambar sosok
Denmas yang Koming 2. Narasi Denmas yang dijunjung
disapa Pepun- merepresen- Ariakendor: -
den memiliki - nya.
eksagerasi kecil yang Simbol
wajah mirip Joko hidup susah. kalah!” 2. Narasai Den-
Widodo. mas Ariaken-
4. tom- dor menun-
6. Gambar Empu prang dan sabuk jukkan bahwa
dirinya sosok
wolo merupakan
bisa menerima
Pailul merep- kekalahan dan

dan berjubah 5. Sosok Denmas 1. Sosok yang 1. Sosok yang


yang memakai yang disapa disapa Den- disapa Den-
Pepunden mas Pepunden mas Pepunden
- melambaikan yang sedang
dan membawa diusung dan
Widodo. diarak oleh diarak Koming
Koming dan dan Pailul
7. Gambar lubang 6. Empu Ran- Pailul karena merepresen-
-
Joko Widodo
sosok agamawan yang menang
- 2. Di belakangnya denagn
niawan. ada Denmas dukungan
Ariakendor langsung oleh
7. Lubang mer- yang diarak
oleh sekelom-
unsur alam Indeks pok orang ber- 2. Denmas Ariak-
dalam Panji endor yang
Koming. Unsur diusung dan
alam digunakan berpakaian ala diarak oleh
kerajaan kera- Koming dan
dari perilaku jaan. Denmas Pailul merep-
diarak karena
dan juga sebagai yakin dirinya Prabowo yang
karma. Dalam juga menang. didukung oleh
- 3. Denmas
sikan Prabowo Ariakendor
dan orang-
karma karena
orang yang mengklaim
berpakaian ala bahwa mer-
legawa.
kerajaan yang eka juga
mengaraknya memenangi
Pilpres 2014.
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

berkumpul Komik Panji Koming Edisi


dengan ek- para Denmas 14 September 2014
spresi wajah yang sedang
berselisih
mereprresen-
mereka ada
sosok yang kecil yang
berpakaian selalu menjadi
korban dari
bereskpresi ke- perselisihan-

kakinya diinjak

yang memakai 4. Empu Ran-


pakaian ala
kerajaan. merepresen-
4. Denmas agamawan
Ariakendor Gambar 4.10 Jegal Terus
pergi berjalan
Jenis Rupa Tanda Makna
Prabowo yang
direprersen- Tanda
dengan Empu -
1. Gambar 1. Pacul dan
bagai Denmas
Koming dan kapak merupa-
Ariakendor agar
Pailul yang kan perkakas
mau mengakui
membawa yang biasa di-
kekalahannya. gunakan kaum
pacul dan
Denmas Ariak-
kapak.
endor yang merepresen-
2. Gambar
- segerombolan
sikan Prabowo sosok orang yang hidupnya
berpakaian susah.
ala kerajaan
- 2. Sikap berdiri
legawanya. mas sedang -
berjalan
Berdasarkan pembacaan ikon, indeks, Ikon dengan badan
dan simbol, komik Panji Koming edisi 11 menunjukkan
Agustus 2014 merepresentasikan tentang sikap yang
dan dipimpin -
Prabowo Subianto yang tidak terima dengan
soleh sosok
kemenangan Joko Widodo dalam pemilihan Denmas yang -
presiden Republik Indoensia 2014. Saat bolan Denmas
Joko Widodo dinyatakan menang, Prabowo di dada. merepresen-
dan timnya juga mengklaim bahwa diri mereka
pun menang. Walaupun banyak pihak yang 3. Gambar kaki
menasihatinya agar legawa dan berlapang yang bersikap
(kaki salah sombong dan
dada tetapi Prabowo tetap bersikukuh untuk - -
memenangi Pilpres 2014. mas) dengan nerima keka-
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

lahan dalam 2. Sosok gerom- 2. Sikap para


ingin menje- Pilpres 2014. bolan Den- Denmas merep-
gal. mas berjalan
3. Kaki Denmas dengan badan
yang ingin men- Koalisi Merah
jegal merepre- -
dan dipimpin
oleh sosok
menghalalkan Denmas yang -
segala cara demi kan segala cara

lawan. lawannya.
1. Narasi Koming: 1. Narasi Koming kaki salah
merepresen-
menebangi
kecil yang ingin menje-
ingin dipimpin gal.
oleh sosok
baru” yang baru.
Berdasarkan pembacaan ikon, indeks,
2. Narasi sosok 2. Narasi Denmas dan simbol, keseluruhan strip pada komik
yang disapa -
Denmas gen-
Panji Koming edisi 14 September 2014
- merepresentasikan tentang elite politik dari
Simbol Koalisi Merah Putih yang tidak legawa
mau menerima
kekalahan dan menerima kekalahan dan berencana menjegal
berencana lawan serta rakyat dengan membuat RUU
langkah mer- menjegal lawan Pilkada. Pada RUU ini, mereka ingin kepala
eka”
daerah dipilih oleh DPRD, bukan dipilih
langsung oleh rakyat, di mana jumlah
sikap demiki- anggota fraksi dari partai Koalisi Merah Putih
an dinamakan
mendominasi DPR dan hal ini memunginkan
drengki srei jai
methakil. Koalisi Merah Putih untuk mengontrol kepala
daerah terpilih nanti. Pemilihan kepala daerah
1. 1. Koming dan secara tidak langsung merupakan bentuk
berjalan den- Pailul merep- perebutan hak suara kepada rakyat karena
dengan begitu rakyat tidak lagi memiliki hak
Pailul kag- untuk menentukan secara lansgung siapa
sudah jeli pemimpin dan wakilnya.
segerombolan membaca
yang disa-
pa Denmas
Indeks yang sedang
berunding merencanakan
bergerombol.
-
bagai dampak
kekalahan
mereka pada
PIlpres 2014.
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

Komik Panji Koming Edisi 5. dalam Panji


21 September 2014 Koming yang be-

merepresen-

banyak.

1. Narasi Den- 1. Narasi Den-


mas yang yang
memiliki ek-
mau berbalik sagerasi wajah
Simbol saja ya?” mirip dengan
Gambar 4.11 Lansgung atau Tidak -
Langsung? 2. Narasi Den-

Jenis Rupa Tanda Makna sudah sepuluh Presiden Indo-


Tanda
lansung ya” yang ragu dalam
1. Gambar Koming 1. Koming merep-
mengambil
yang men- 3. Narasi Pailul:
genakan celana “Mereka men-
tomprang yang hidupnya gambil jalan 2. Narasi Denmas
sabuk wolo susah. beda yang yang memiliki
bolero (baju - eksagerasi wa-
2. Pailul merep- kan gerom- jah mirip den-
bolan mereka
2. Gambar Pailul
sendiri” ini merepresen-
-
genakan pa- 3. Sosok Denmas 4. Narasi Den-
kaian dan hanya yang memil- sudah sepuluh
mas: “Berhen-
Ikon ki eksagerasi -
tomprang dan duduki kuasa
sabuk wolo. merepresen-
dari pemilihan
3. Gambar sosok - lagsung.
5.
orang ber-
“Tokek 3. Narasi Pailul
pakaian ala
langsung... merepresen-
4. -
Denmas yang usungan
memiliki ek- merepresen- yang sudah
sagerasi wajah
Langsung!!!
-
dan kebijakan
4.
5. Tokek adalah dipilih hanya
5.
-
yang muncul
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

Berdasarkan pembacaan ikon, in-


deks, dan simbol, komik Panji Koming
dengan tema “Langsung tatau Tidak
saja.
Langsung?” edisi 15 September 2014 merep-
4. Tokek adalah resentasikan tentang SBY sebagai presiden
yang tidak berani bersikap terhadap polemik
RUU Pilkada sebagai akibat dari kalahnya
Narasi Denmas kubu Koalisi Merah Putih dalam pemilihan
yang menyuruh
presiden 2014. Dalam polemik itu, presi-
Koming dan
Pailul menden- den yang memiliki kewenangan untuk mem-
garkan suara batalkan pengesahan RUU malah terkesan
- bingung, tidak memiliki pendirian, dan tidak
tegas dalam mengambil sikap. Sikap presiden
yang tidak tegas tersebut merupakan bagian
menyerahkan dari pragmatisme berpolitik, yakni sikap yang
-
hanya mementingkan kemanfaatan pada diri-
nya sendiri saja dan cenderung tidak memiliki
5. Tokek sebagai keteguhan sikap.

memilih Pilka-
Pembahasan
da langsung.
Berdasarkan kajian ikon, indeks, dan
1. Sosok yang 1. Sosok Denmas simbol dalam rubrik komik Panji Koming
disapa Den- yang memiliki
ditemukan tanda-tanda yang merepresen-
mas sedang eksagerasi wa-
tasikan perilaku elite politik. Perilaku elite
Pailul dan politik yang terepresentasikan adalah per-
- oleh Koming ilaku pragmatis, paternalistik, dan feodalisme.
san bingung Dalam tradisi paternalistik (bapakisme)
apakah ingin merepresen- pemimpin dianggap sebagai bapak (pengay-
Indeks om) sedangkan rakyat sebagai anak (diay-
yang berhasil
arah. menduduki omi) sehingga rakyat harus tunduk dan
kursi kuasa hormat serta patuh terhadap pemimpinnya
(Endraswara, 2010, h. 161). Budaya pater-
diususung nalistik membuat pemimpin cenderung ber-
langsung oleh tindak sewenang-wenang karena mendapat
legitimasi kekuasaan dari rakyatnya. Rakyat
bingung me-
sebagai ‘anak’ tidak dapat menentang dan ber-
apakah akan laku kurang ajar, melainkan harus patuh dan
setia akan setiap tindakan dan keputusan yang
- diambil pemimpinnya.
dukung Pilkada Paternalistik sangat jelas terlihat
dari sikap Koming yang selalu memberi
Pilkada
langsung. hormat kepada Denmas setiap kali bertemu dan
dalam kondisi apapun. Koming merupakan
representasi dari rakyat jelata yang dalam
budaya Jawa selalu menghormat bila bertemu
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

pemimpinnya. Hal ini seperti tergambar pada oleh Empu Randubantal. Setelah dinaseha-
saat Koming sedang bermain gamelan dan ti Empu Randubantal (Panji Koming edisi
kedatangan Denmas Ariakendor lalu Koming “Tidak Mau Kalah”). Hal serupa juga digam-
berhenti bermain dan memberi sikap hormat barkan oleh Denmas lain saat sedang memimp-
(strip pertama Panji Koming edisi “Politik in para Denmas untuk berjalan (Panji Koming
Uang”), sosok Denmas yang terjatuh dari atas edisi “Jegal Terus”). Dalam budaya Jawa,
pohon kelapa dan Koming yang melihatnya sikap tubuh yang demikian merepresentasikan
berdiri sambil memberi sikap hormat (Strip sosok pemimpin yang sombong, angkuh, dan
keenam Panji Koming edisi “Kutu Loncat”), anti kritik. Paternalistik membuat sekat dan
ataupun saat Denmas Ariakendor jatuh ke relasi yang tidak setara antara penguasa den-
dalam lubang dan Koming pun tetap mem- gan rakyatnya sehingga penguasa pun merasa
berikan sikap hormat (strip ketujuh Panji dirinya memiliki kekuasaan lebih dan
Koming edisi “Tidak Mau Kalah”). Dalam bu- cenderung sombong. Tradisi paternalistik juga
daya Jawa, terdapat unggah-unggah atau kode membuat rakyat kecil menganggap bahwa
etik yang mengatur bagaimana masyarakat dirinya inferior karena dirinya hanya seorang
dalam kelasnya harus bersikap. Dengan wong cilik, sedangkan penguasa mengang-
begitu bawahan harus memegang prinsip hormat gap dirinya superior karena merasa memiliki
kepada atasannya karena hal tersebut meru- jabatan tinggi dan dapat berlaku semaunya
pakan etika bagi rakyat kecil. Selain terhadap bawahannya. Denmas-Denmas
itu, dalam budaya paternalistik, penguasa tersebut merupakan representasi dari elite
dipandang seperti bapak yang harus di- politik yang tidak memiliki sifat rendah hati
hormati oleh anak-anaknya yang direpre- dan menganggap rakyat sebagai bawahannya
sentasikan sebagai rakyat. Penguasa ada- saja.
lah pengayom sedangkan rakyat adalah Berikutnya yang tergambar adalah
yang diaoyomi. Hal ini menyebabkan relasi perilaku pragmatis dalam berpolitik. Dosen
yang timpang karena rakyat merasa dirinya FISIP Universitas Bangka Belitung, Ibrahim
powerless sedangkan penguasa adalah (2013, para. 1-2), menyebutkan pragma-
powerfull. tisme adalah salah satu aliran berpikir yang
Pengaruh paternalistik lainnya ter- meletakkan sesuatu pada asas kemanfaatan.
lihat dari sikap tubuh para Denmas yang Pragmatisme dalam berpolitik tergambar saat
berdiri tegap dengan kepala menengadah, Koming dengan sadar menerima uang untuk
dan melipat tangan di dada. Hal ini ditunjuk- memilih Denmas Ariokendor padahal ia tahu
kan dari gambar Denmas Ariakendor yang bahwa Denmas Ariakendor bukanlah peja-
menghampiri Koming sambil berdiri tegap bat yang baik (Panji Koming edisi “Politik
dengan kepala menengadah dan tangan dili- Uang”). Koming sebagai representasi rakyat
pat di dada. Saat berbicara dengan Palilul kecil memang digambarkan cerdas karena
dan Koming yang sedang duduk pun Denmas sudah bisa menilai mana pejabat baik dan
Ariakendor tetap berpandangan lurus ke de- mana pejabat buruk dengan tidak memilihn-
pan dan tidak memandang Koming dan Pailul ya. Namun sayangnya sikap Koming yang
yang sedang duduk di bawah. Usai berbicara, tetap menerima uang suap membuat Koming
Denmas Ariekendor pun pergi dan berjalan terlihat sangat pragmatis dalam berpolitik.
dengan sikap tegap serta melipat tangan di Dalam edisi tersebut, Denmas digambar-
dada (Panji Koming edisi “Politik Uang”). kan berusaha membeli suara Koming dan
Sikap yang sama juga masih ditunjukan oleh Pailul dengan memberikan mereka uang. Sikap
Denams Ariakendor saat sedang dinasehati Denmas pun juga tergolong pragmatis.
oleh Empu Randubantal. Setelah dinasehati Perilaku Denmas dalam budaya Jawa dina-
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

makan belantik (politik dagang sapi). Politik Sikap pragmatis lainnya adalah saat
dagang sapi adalah politik jual beli kekuasaan, SBY yang direpresentasikan oleh sosok
yang mana dalam edisi ini dilakukan antara Denmas yang sedang ditandu oleh Koming
Denmas Ariakendor sebagai penguasa ke- dan Pailul tengah bingung menentukan sikap
pada Koming dan Pailul sebagai rakyatnya. (Panji Koming edisi “Langsung atau Tidak
Denmas Ariakendor merepresentasikan poli- Langsung?”). Perilaku tersebut tergolong
tisi yang menukar uangnya dengan suara oportunis agar dianggap netral dan memiliki
rakyat (membeli suara rakyat). citra positif di masyarakat. Padahal sebagai
Sikap pragmatis lainnya ditunjukkan pemimpin, SBY seharusnya berani bersikap
lewat Caleg yang gemar pindah partai demi tegas karena dirinya memiliki kewenangan
ambisi dan kepentingan pribadinya yang untuk memutuskan suatu kebijakan. Dalam
dianalogikan sebagai kutu loncat (Panji kepemimpinan Jawa, kewenangan memang
Koming edisi “Kutu Loncat”). Perilaku ber- lekat dengan kepemimpinann Jawa, mau
pindah partai ini merupakan sikap oportunis dipakai atau tidak, tergantung keberanian
dan elite politik yang melakukannya dapat mengambil resiko (Endraswara, 2013: 16).
dikatakan tidak memiliki pendirian atau Dengan kata lain, SBY tidak memiliki
ideologi yang kuat, melainkan mencari keberanian untuk memutukan dan mengam-
peluang. Elite politik seperti itu biasanya bil keputusan.
mengandalkan kekuatan uang dan popularitas Perilaku yang direpresentasikan
untuk mewujudkan ambisi politiknya. Perpin- berikutnya adalah feodalisme. Feodalisme
dahan partai biasanya dilakukan karena di par- adalah sistem sosial yang memberikan kekua-
tai baru dijanjikan atau ditempatkan posisi saan pada bangsawan. Mochtar Lubis (dalam
yang lebih tinggi. Tidak jarang pula politisi Sofwan, 2001, h. 15) mengatakan bahwa
tersebut berpindah partai hanya demi mendapat feodalisme pada masyarakat Jawa merupakan
nomor urut satu saat Pemilu. Selain pindah akibat dari hegemoni kerajaan yang memba-
partai, pragmatisme dalam berpolitik juga di- gi masyarakat ke dalam golongan golongan
gambarkan oleh elite politik yang memiliki berdasarkan kekuasaan. Feodalisme juga
status di dua partai berbeda dalam waktu ber- sangat mengagungkan kekuasaan dan jabatan.
samaan. Contoh elite politik yang “lompat Hendariningrum dan Perwitasari (2009, h.
pagar”, antara lain: Abdul Rahman Sappara 213) mengatakan bahwa budaya feodalisme
dari Partai Nasdem dan Partai Hanura di dapil telah memberikan pengaruh pada karak-
Sulawesi Selatan I. Partai Hanura dan Partai teristik masyarakat Jawa khususnya para
Gerindra juga mencatat Caleg yang sama, yai- bangsawan, mereka merasa memiliki kekua-
tu Nuriyati Samatan di dapil Sulawesi Teng- tan dan kekuasaan dominan terhadap kaum
gara dan Christina M Rantenana untuk dapil masyarakat biasa.
Jawa Barat I. Dua nama Caleg terdaftar di Sikap Koming pada edisi “Poli-
partai dan daerah pilihan yang berbeda. Tabra- tik Uang” yang mengatakan bahwa ia
ni Syabirin tercatat sebagai Caleg dari Partai telah melakukan perintah Denmas Ariakendor
Demokrasi Indonesia Perjuang di dapil Jawa (memilih Denmas Ariakendor) tapi ternyata
Barat VII tapi juga sebagai Caleg dari Partai tidak, merupakan dampak dari feodalisme.
Gerindra di dapil Banten II. Nurhayati bahkan Dalam budaya Jawa, sikap Koming dinamakan
terdaftar di tiga partai dan tiga dapil berbeda, tradisi menyenangkan atasan. Endraswara
yaitu Partai Kebangkitan Bangsa di Lampung (2010, h. 166) mengatakan bahwa masyarakat
II, Partai Nasdem di Aceh I, dan Partai Persat- Jawa senang menyenangkan atasannya. Bawa-
uan Pembangunan di Jawa Barat XI. han harus bisa melegakan atasan, dengan
sikap mundhuk-mundhuk, nun inggih sandika
Bagus Prasetiyo Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik
dalam Komik

dhawuh, kalau perlu mengelabui kesalahan berkembang dalam masyarakatnya, yak-


atasan, dan sebagainya, ia akan diselamat- ni budaya Jawa. Hal ini menyebabkan sikap,
kan. Koming merepresentasikan masyarakat kebijakan, dan relasi yang terbentuk antara
kecil yang dalam tatanan sosial rendah kerap pemerintah dan rakyatnya sangat dipengaruhi
melakukan ABS (Asal Bapak Senang) kepada oleh budaya Jawa. Perilaku- perilaku tersebut,
atasannya. antara lain pragmatisme politik, paternalistik,
Dampak lain dari feodalisme adalah dan feodalisme. Pragmatisme politik masih
saling menjegal lawan politik demi men- melekat dalam diri masyarakat maupun elite
capai kedudukan atau kekuasaan seperti yang politiknya. Budaya jual beli kekuasaan yang
tergambar dalam edisi “Jegal Terus” dan dalam adat jawa disebut belantik juga kerap
“Tidak Mau Kalah”. Dalam edisi terse- terjadi. Parahnya, rakyat hanya diberi “kese-
but digambarkan bahwa para Denmas jahteraan” saat suaranya dibutuhkan dalam
sedang berkumpul untuk merencanakan sesuatu Pemilu saja. Selain itu elite politik juga
terkait kekalahan mereka. Sambil berjalan, direpresentasikan sebagai sosok yang
terlihat gambar kaki salah satu Denmas menghalalkan segala cara demi kekuasaan
dengan posisi seperti ingi menjegal. dan ambisi politiknya. Selain itu, elite politik
Dalam budaya Jawa, perilaku ini dinamakan direpresentasikan sebagai sosok yang tidak
drengki-srei, jail methakil. Sikap dan memiliki pendirian dan terkesan oportunis.
perilaku drengki srei adalah watak Paternalistik membuat relasi kuasa
tak senang jika orang lain mendapatkan menjadi timpang karena pemimpin dianggap
kenikmatan dan amat bahagia bila orang lain sebagai bapak yang mengayomi dan rakyat
celaka. Orang dengan sikap seperti ini sebagai anak yang diayomi. Relasi bapak- anak
selalu ingin mencelakakan orang lain dengan tersebut membuat rakyat harus patuh, tunduk,
berbagai cara (Endraswara, 2010, h. 30). setia, dan tahu bagaimana harus bersikap di
Perilaku para Denmas ini merepresentasikan depan pemimpinnya yang notabene adalah
elite politik yang tidak bisa menerima keka- wakil rakyat. Rakyat tidak memiliki kuasa
lahan dan ingin terus menjegal lawan politik seimbang apalagi lebih. Hal ini menyebab-
bahkan rakyatnya sendiri. kan pemimpin cenderung sewenang-wenang
Bila ditinjau lebih lanjut, terdapat dan rakyat kecil hanya bisa diam menggerutu.
kesamaan antara pemakaian latar Majapahit Feodalisme sangat lekat dengan budaya Jawa.
(Jawa kuno) dengan kondisi politk Indonesia Feodalisme menganggap jabatan dan pang-
sekarang. Berdasarkan kajian yang dilaku- kat lebih penting dari kinerja karena hanya
kan penulis, dapat dikatakan bahwa perilaku yang memiliki jabatan saja yang bisa berkua-
elite politik yang demikian sangat dipengaruhi sa. Elite politik masih menganggap jabatan
oleh budaya Jawa, politik Jawa, dan gaya dan pangkat lebih penting dari pada kinerja
kepemimpinan Jawa. sehingga berlomba-lomba menduduki kursi
kuasa dengan menghalalkan segala cara.
Simpulan dan Saran
Saran
Simpulan
Bagi para peneliti yang ingin melan-
Berdasarkan analisis tanda ikon, jutkan penelitian ini bisa menggunakan
indeks, dan simbol, dalam strip komik Panji pendekatan dan paradigma lain, seperti
Koming dapat disimpulkan bahwa perilaku paradigma kritis dengan model semiotika
para elite politik di Indonesia sangat dipen- Roland Barthes, untuk melihat fenomena ini
garuhi oleh budaya dominan yang ada dan dari sisi lain. Para penelitei selanjutnya juga
Menyimak Pemilu dan Perilaku Elite Politik Bagus Prasetiyo
dalam Komik

dapat membandingkan Panji Koming dengan Denzin, Norman K. & Yvonna S. Lincoln.
komik sejenis lainnya yang juga membahas 2009. Handbook of Qualitative
masalah sosial dan politik di Indonesia. Bagi Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
pembaca komik sebaiknya memahami bahwa Devito, Joseph A. 2009. The Interpersonal
Communication Book. USA: Pearson.
komik-kartun merupakan wacana visual yang Endraswara, Suwardi. 2010. Falsafah Hidup
sarat dengan tanda-tanda pictorial. Semua yang Jawa. Yogyakarta: Cakrawala.
digambarkan merupakan representasi dari real- Endraswara, Suwardi. 2013. Falsafah
itas dan ada pesan yang ingin disampaikan da- Kepemimpinan Jawa. Yo g y a k a r t a :
lam penggambaran tersebut. Sedangkan untuk Narasi (Anggota IKAPI).
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar
pihak kampus diharapkan agar menyediakan Analisis Teks Media. Yogyakarta:
literatur yang lebih banyak dan memadai ten- PT. LKiS.
tang komik, kebudayaan Indonesia, dan juga Fiske, John. Cultural and Communication
buku-buku terbitan lama. Studies: Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. 2010. Yogyakarta:
*** Jalan Sutra.
Hoed, Benny. 2011. Semiotika dan
Dinamika Sosial Budaya Edisi Kedua.
Referensi Jakarta : Komunitas Bambu.
Ibrahim. 2013. “Melawan Politik Pragmatis”.
Ahmad, Munawar. 2001. “Menyimak Relasi Bangka Tribun News. 28 November.
Kekuasaan Dalam Kartun”. J u r n a l Diakses 4 Januari.
llmu Sosial & Ilmu Politik, vol. 5, No http://bangka.tribunnews.com/2013/
1, Juli 2001, h. 121-137. Diakses 15 11/28/melawan-politik-pragmatis
- Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis
sipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/ Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
view/152 Prenada Group.
Ahmad, Tsabit Azinar dan Syaiful Amin. Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Perilaku
2010. Iwan Fals VS Oom Pasikom. Politik. Semarang: IKIP Semarang
Yogyakarta: Penerbit Ombak. Press.
Ajidarma, Seno Gumira. 2011. Panji Setiawan, Muhamad Nashir. 2002. Menakar
Tangkorak: Kebudayaan Dalam Panji Koming. Jakarta : Penerbit Buku
Perbincangan. Jakarta: KPG (Kepus- Kompas.
takaan Populer Gramedia). Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi.
Ariyanto, Agung, Dio Dera Darmawan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ganang Setiyo Nugroho. 2013. Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media.
“Pengaruh Sistem Politik Masyarakat Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Jaawa Terhadap Sistem Politik Di
Indonesia”. Jurnal Hukum UNS, vol.1,
no. 1, h. 1-15. Diakses 2 Mei 2 0 1 5 .
http://jurnal.hukum.uns.ac.id/index.
php/ parental/article/view/421.
Boneff, Marcel. 1998. Komik Indonesia.
Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia).
Burton, Graeme. 2007. Membincangkan
Televisi: Sebuah Pengantar Kepada
Studi Televisi. Yogyakarta: Jalansutra.
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami
Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra.

Anda mungkin juga menyukai