TUGAS Sejarah Geodesi PENGANTAR TEKNOLOGI Dan KEBUMIAN
TUGAS Sejarah Geodesi PENGANTAR TEKNOLOGI Dan KEBUMIAN
Oleh
Muhsin Nur Alamsyah
4122.3.18.13.0008
Pada abad 18 pengetahuan tentang pendalaman pulau jawa sangat kurang, terlebih daerah
diluar Jawa. Pada saat pemerintahan Gouverneur General Daendels, diletakan dasar untuk
pengukuran di pulau jawa. Pada tahun 1809 diangkat juru-juru ukur yang diambil sumpah untuk
mengisi personil dalam organisasi “Biro Zeni” dalam gerakan-gerakan militer. Semua pejabat
militer dan sipil mendapat instruksi untuk mengadakan pengukuran dan pemetaan, terutama
kepada para perwira Zeni diberi tugas pengukuran dan waterpassing dengan menggunakan peta-
peta laut sebagai dasar pembuatan peta.
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Prof. Ir. J.H.G Schepers pada sidang umum
International Union of Geodesy and Geophysics (IUGG) pada tahun 1931, dapat dibaca tentang
sejarah pemetaan topografi di Indonesia pada masa lalu. Pada tahun 1850 dibentuklah Dinas
Geografi (Geografische Dients) sebagai bagian dari angkatan laut dengan tugas untuk
menetapkan posisi geografi dari berbagai stasiun di Indonesia dengan pengamatan bintang.
Pada tahun 1864 dibentuk Topografisch Bureau en der Militaire Verkeuningen di bawah
kesatuan Zeni dengan tugas pengukuran topografi di Pulau Jawa. Pada tahun 1874 Bureau ini
dialihkan menjadi Topografische Dients (Dinas Topografi) di bawah staf umum angkatan darat,
pada tahun 1907 dipisahkan lagi dari staf umum untuk menjadi bagian yang berdiri sendiri yang
dikenal dengan nama “IXde Afdeeling van let Department van Oorlog” (Afdeeling ke-9 dari
departemen peperangan) atau lazim disebut dinas topografi militer.
Pada tahun 1857, Dr. Oudemans (Guru besar Astronomi pada universitas Utrecth) datang
ke Indonesia dan meyakinkan perlunya triangulasi yang teratur untuk pemetaan topografi yang
sekaligus dapat dimanfaatkan untuk keperluan ilmiah didalam menentukan dimensi bumi. Pada
tahun 1862 triangulasi pulau jawa dimulai dibawah pimpinan Dr. Oudemans sendiri dan selesai
pada tahun 1880, sesudah dinas geografi dibubarkan. Pekerjaan triangulasi ini dikerjakan setelah
pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk memulai pemetaan sistematik di Indonesia yang
dimulai dari pulau Jawa dan Madura, serta dilakukan oleh pemerintah sendiri (Governments
Besluit No 10 tanggal 25 Desember 1853).
Pada tahun 1883 dibentuk brigade triangulasi sebagai bagian dari dinas topografi militer
untuk meneruskan pekerjaan triangulasi di pulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya. Brigade ini
dipimpin oleh Dr. J.J.A Mueller. Sejak tahun 1913 Brigade dipimpin oleh Prof. Ir. J.H.G.
Schepers dan diserahi tugas survey geodesi untuk seluruh Kepulauan Indonesia (triangulasi,
pengamatan astronomi, sipat datar teliti di Jawa ). Menjelang pecahnya perang Dunia II,
pimpinan Brigade Triangulasi adalah Prof. Ir. P.H. Poldevaart, sehingga praktis pimpinan dan
staf Brigade ini (merupakan bagian terpenting pada dinas topografi militer) adalah sarjana-
sarjana yang berstatus pegawai sipil (burgelijk ambtenaar). Selama perang Dunia II dimana
pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang. Kantor
Topographische Dients dipindahkan dari Jakarta ke Bandung dengan nama kantor diubah
menjadi Sokuryo Kyoku yang berarti kantor pengukuran.
Pada saat yang sama pemerintah Belanda menduduki sebagaian daerah Republik
Indonesia membentuk kembali Topografische Dients KNIL (Tentara kerajaan Hindia Belanda)
dengan balai Geodesi di Bandung (1947), balai Geografi, dan balai Fotogrametri di Jakarta
(1947). Balai Geodesi ini melanjutkan pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan oleh Brigade
Triangulasi. Pada tanggal 17 Juni 1950, Jawatan Topografi Republik Indonesia mengambil alih
Topografische Dients KNIL beserta semua lembaga-lembaga yang ada, sehingga di Indonesia
hanya ada satu lembaga pemetaan topografi dibawah Kementrian Pertahanan yang berkedudukan
di Jakarta (semula bernama Direktorat Topografi Angkatan Darat kemudian diganti menjadi
Jawatan Topografi Angkatan Darat). Sejak tahun 1950 praktis tidak ada pemetaan baru.
Pekerjaan dengan anggaran yang sangat terbatas hanya meliputi revisi peta-peta lama serta
kompilasi peta-peta skala kecil (1:250 000 dan 1:1 000 000). Pekerjaan triangulasi adalah
melanjutkan triangulasi di Nusa Tenggara Timur dan beberapa pengukuran Laplace. Pada tanggal
31 Maret 1951 dengan peraturan pemerintah No. 23 Tahun 1951 tentang pejabat-pejabat
hidrografi pelayaran sipil, memutuskan bahwa di Indonesia terdapat dua pejabat Hidrografi yaitu
pejabat hidrografi sipil yang bernama :
Bagian Hidrografi angkatan laut, yang menjadi bagian staf angkatan laut.
Selanjutnya melalui Kepres No. 164 Tahun 1960, bagian Hidrografi dari Jawatan
Pelayaran kementerian perhubungan digabungkan pada Jawatan Hidrografi Angkatan Laut.
Pada tanggal 23 November 1951, dengan peraturan pemerintah No. 71 Tahun 1951
(Lembar Negara Nr. 116, 1951) membubarkan “Raad en Directorium loor het meet en
kaarteerwezen” ( dibentuk berdasarkan ”Gouvermentsbesluit” tanggal 17 Januari 1948), dan
menetapkan pembentukan ”Dewan Pengukuran dan Penggambaran Peta (Dewan Atlas)” yang
bertugas mengkoordinasi segala pekerjaan pengukuran dan penggambaran peta diseluruh
wilayah Negara Republik Indonesia (pasal 2 dan 3). Peraturan pemerintah ini juga membentuk
”Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta” yang bertugas menyelenggarakan koordinasi
dan menjalankan segala pekerjaan mengenai lapangan ilmu geodesi dan yang bersangkutan
dengan itu. Kepala staf angkatan perang dan para Sekretaris Jenderal Kementerian Kehakiman,
Perekonomian, Pertanian, Pekerjaan Umum dan Tenaga, atau wakil-wakilnya, karena jabatannya
menjadi anggota Dewan. Kepala Jawatan Topografi dan Kepala Pendaftaran Tanah karena
jabatannya menjadi anggota direktorium yang hadir dalam rapat dewan (pasal 6 dan 8). Sebagai
ketua dewan adalah kepala staf Angkatan Perang.
Pada tahun 1964 pemerintah Indonesia mengadakan pekerjaan survey dan pemetaan yang
berhubungan dengan wilayah kekuasaan negara, yaitu dalam penertiban tapal batas internasional
antara Irian Barat dengan Papua Nugini. Pada tahun 1966 dan 1967 dilaksanakan Expedisi
Cendrawasih – II, yaitu pekerjaan mencari dan menandai meridian seperti yang disebutkan
dalam perjanjian tapal batas antara delegasi Indonesia dengan Australia. Tim Indonesia terdiri
atas unsur Dinas Geodesi dari Topografi AD yang dipimpin oleh Kolonel CZI Ir Pranoto
Asmoro, dan ITB dibawah pimpinan Dr –Ing, Ir. J. Soenarjo. Batas wilayah Indonesia ini
ditandai dengan 14 tugu perbatasan berupa piramida terpancung tinggi 160 cm memanjang dari
utara ke selatan sampai Fly River pada meridian 1410 00’ 00” BT dab dari Fly River ke selatan
pada posisi 1410 01’ 01” BT.
Berdasarkan keputusan Presedium Kabinet Kerja Republik Indonesia No. Aa/D/37 1964
tanggal 28 April 1964, Pemerintah membubarkan panitia Atlas dengan membentuk Badan Atlas
Nasional (BATNAS). Pada tanggal 17 September 1965 dengan Keputusan Presiden RI No 263
menetapkan Dewan Survey dan Pemetaan Nasional (DESURTANAL) serta pembentukan
Komando Survey dan Pemetaan Nasional (KOSURTANAL) dengan tujuan agar diusahakan
seminimum mungkin duplikasi usaha-usaha, pemborosan keuangan dan personil, dan
pemanfaatan sebaik mungkin data teknis dan informasi yang dihimpun oleh berbagai instansi
untuk kepentingan instansi yang memerlukannya. Komando ini sedikit banyak telah memberikan
pengertian kepada pemerintah tentang artinya pemetaan nasional untuk kepentingan
pembangunan dan pertahanan.