Anda di halaman 1dari 16

TUTORIAL IN CLINIC (TIC)

STATUS EPILEPTIKUS
INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD SULTAN SYARIF
MOHAMAD ALKADRIE

DISUSUN OLEH :
1. RINDA FARLINA I4051181030
2. DEVILIANI I4051181031
3. RIKI SULINDRA .R I4051181032
4. AGUNG TRI PUTRA I4052181033
5. DESTURA I4051181034
6. ANNISA ROSALITA I4051181035
7. ARIEF WIDODO I4051181036
8. ANANDA MAHARANI. P I4051181037
9. ELSA AURELIA SUCI.A I4051181038
10. SITI ANNISA NURIL. H I4051181039
11. EKA PUTRI FAJRIANI I4051181040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
KASUS
A. STEP 1 : (Kata-Kata Sulit) Clarify The Problems
Tidak ditemukan

B. STEP 2 : Define The Problems


1. Apakah yang dimaksud dengan status epileptikus ?
2. Apa saja yang menyebabkan terjadinya serangan status epilepkus ?
3. Bagaimana penanganan atau penatalaksanaan pada status epileptikus ?
4. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan ?
5. Apa akibat atau kemungkinan yang terjadi dari status epileptikus ?
6. Apakah epilepsy merupakan penyakit keturunan ?
7. Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan pada penderita status epileptikus ?
8. Bagaimana pertolongan pertama jika terjadi serangan ?

C. STEP 3
1. Apakah yang dimaksud dengan status epileptikus ?
Status epileptikus adalah keadaan kejang yang berlangsung terus menerus
dimana pemulihan kesadaran diantara tiap serangan tidak sempurna. Status
epileptikus ditegakkan apabila kejang yang terjadi bersifat terus-menerus,
berulang dan disertai gangguan kesadaran pada periode tidak adanya kejang.
Durasi dari kejang adalah 15-30 menit. Secara sederhana, dapat dikatakan
bahwa jika seseorang mengalami kejang terus-menerus atau seseorang yang
tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih mengalami kejang harus
dipertimbangkan sebagai status epileptikus.
2. Apa saja yang menyebabkan terjadinya serangan status epilepkus ?
Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya serangan status
epileptikus, yakni :
- Penghentian obat-obat anti kejang secara tiba-tiba
- Demam
- Kelainan peredaran darah otak
- Infeksi (misalnya infeksi pada selaput otak/meningitis)
- Gangguan dalam peredaran darah atau aliran pernafasan
- Tumor
- Trauma
3. Bagaimana penanganan atau penatalaksanaan pada status epileptikus ?
Terapi yang paling efektif dalam penanganan status epileptikus adalah
melakukan pencegahan agar kejang tidak berulang kembali atau mencegah
terjadinya lanjutan dari status epileptikus serta mengurangi lamanya serangan
kejang untuk menekan angka mortalitas. Secara garis besar, pertolongan
tersebut terbagi dua, yakni pertolongan untuk pasien yang memang pernah
mengalami kejang sebelumnya dan pasien yang belum pernah mengalami
kejang lalu langsung mengalami status epileptikus. Pada umumnya,
pertolongan diawali dengan memeriksa jalan napas, sirkulasi nafas, dan
peredaran darah, dilanjutkan dengan pemberian obat penenang (diazepam)
yang dapat dilanjutkan dengan obat anti kejang seperti fenitoin ataupun
fenobarbital.
4. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan ?
Pencegahan dilakukan dengan menghindari faktor penyebabnya, namun jika
penyebab sudah terjadi, maka pencegahan ditujukan pada pengenalan keadaan
ini, sehingga dapat segera dilakukan tindakan secara tepat jika ada tanda-tanda
yang mengarah ke status epileptikus. Pada pasien yang mempunyai riwayat
status epileptikus sebelumnya, biasanya orang tua pasien sudah diberikan
pengetahuan akan penggunaan obat diazepam yng dimasukkan lewat dubur.
Pemberian obat ini dapat dikerjakan oleh orang tua pasien. Penggunaan obat
ini di rumah dapat dilakukan sampai 2 kali pemberian. Jika memang masih
terjadi kejang baru dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan terdekat dan
wajib ditangani secepat mungkin untuk mencegah terjadinya ancaman status
epileptikus.
5. Apa akibat atau kemungkinan yang terjadi dari status epileptikus ?
Dari beberapa penelitian, didapatkan bahwa angka kematian akibat status
epileptikus mencapai 20% dari semua kasus, disebabkan terjadinya kerusakan
otak. Di sisi lain, insidens terjadinya kelainan saraf yang permanen mencapai
10-30 %. Berikut ini adalah beberapa komplikasi akibat status epileptikus,
yakni :
- Terjadinya pembengkakan otak,
- Tersumbatnya pembuluh darah di otak,
- Gagal ginjal,
- Henti nafas,
- Radang pada paru-paru,
- Peningkatan tekanan darah,
- Denyut jantung yang tidak teratur,
- Gagal jantung,
- Dehindrasi,
- egagalan multiorgan.
6. Apakah epilepsy merupakan penyakit keturunan ?
Faktor genetik memang berperan dalam epilepsi, akan tetapi tidak semua jenis
epilepsi menunjukkan faktor genetik sebagai penyebab. Pada anak dengan
gangguan perkembangan otak, pernah mengalami perdarahan di kepala,
riwayat radang otak, radang selaput otak dsb dapat terjadi kerusakan sel-sel
saraf di otak. Sel-sel saraf yang rusak itulah yang suatu saat dapat menjadi
fokus timbulnya kejang pada epilepsi.
7. Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan pada penderita status epileptikus ?
Jika seorang anak mengalami kejang berulang 2 kali atau lebih pada episode
yang berbeda dan tidak ada penyebab lain (unprovoked seizure), maka anak
tersebut sudah dikatakan epilepsi. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
terutama untuk melihat fokus kejang berasal dari otak sebelah mana
(kanan/kiri, bagian depan/samping/belakang), adakah penyebaran kejang ke
daerah lain di otak serta untuk melihat jenis epilepsi. Semuanya bermanfaat
untuk menentukan obat antiepilepsi yang akan diberikan, jenis epilepsi, dan
menentukan prognosis (perjalanan penyakit epilepsi itu sendiri) di kemudian
hari.
8. Bagaimana pertolongan pertama jika terjadi serangan ?
Apa yang harus dilakukan jika seseorang mengalami serangan tanpa kejang.
(terlihat bengong, bingung, tidak berespon, gerakan tidak bertujuan)
- Dampingi penderita tersebut. Biarkan serangan berhenti sendiri, Coba
terangkan kejadian yang terjadi pada orang sekitarnya
- Jauhkan benda-benda berbahaya
- Jangan menahan gerakan penderita tersebut
- Secara perlahan jauhkan penderita dari bahaya
- Setelah serangan, ajak penderita bicara dan tetaplah bersamanya sampai
kesadaran benar-benar pulih
Apa yang harus dilakukan jika seseorang mengalami serangan kejang.
( kejang kaku, kelojotan, terjatuh)
- Tetap tenang, biarkan serangan berhenti sendiri
- Catat lama kejang
- Hindari penderita dari trauma (baringkan penderita di lantai, jauhkan
benda-benda berbahaya, tempatkan sesuatu yang lembut di bawah kepala)
- Longgarkan segala sesuatu yang mellingkari leher (kerah baju, dasi) serta
periksa identitas pasien
- Jangan menahan gerakan-gerakan pasien
- Jangan letakkan apapun di mulut penderita
- Perlahan miringkan pasien pada saat serangan kejang berhenti untuk
mengalirkan ludah dan cairan mulut keluar dan jaga jalan nafas tetap
bersih.
- Setelah serangan, ajak bicara penderita, jangan tinggalkan sebelum
kesadarannya pulih. Penderita mungkin memerlukan tidur atau istirahat.
D. STEP 4

Etiologi

Status Epileptikus

Patofisiologi

Pemeriksaan Penunjang Manifestasi Klinis Penatalaksanaan

Askep

E. STEP 5
Learning objective
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Asuhan keperawatan pada kasus
F. STEP 6
1. Definisi
Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua
atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara
kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten
atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus
dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah gawat
darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar
meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai (Haslam, 2010).
Epilepsy Foundation of America (EFA) mendefinisikan SE sebagai kejang
yang terus-menerus selama paling sedikit 30 menit atau adanya dua atau lebih
kejang terpisah tanpa pemulihan kesadaran di antaranya. Definisi ini telah
diterima secara luas, walaupun beberapa ahli mempertimbangkan bahwa
durasi kejang lebih singkat dapat merupakan suatu SE. Untuk alasan praktis,
pasien dianggap sebagai SE jika kejang terus-menerus lebih dari 5 menit
(Sirven, 2013).
Status Epileptikus bangkitan umum (GCSE) adalah bangkitan umum
yang berlangsung 30 menit atau lebih lama atau bangkitan tonik klonik
berulang yang terjadi lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran diantara
tiap bangkitan. Definisi operasional status epileptikus yang dipakai saat ini
untuk dewasa dan anak, yaitu bangkitan yang berlangsung terus menerus lebih
dari 5 menit atau terdapat 2 atau lebih bangkitan tanpa pulih kesadaran di
antaranya (Mastrangelo, 2012)
2. Etiologi
Beberapa penyebab utama SE pada anak adalah infeksi (meningitis dan
ensefalitis), demam, trauma kepala, ketidakpatuhan terhadap obat antiepilepsi,
tumor pada susunan saraf pusat, trauma serebrovaskular, ensefalopati
hipoksik-iskemia, gangguan elektrolit, dan sindrom neurokutaneous. Sekitar
25% penyebab SE diklasifikasikan sebagai idiopatik. Sebuah penelitian
prospektif berbasis populasi di Amerika serikat telah melakukan stratifikasi
penyebab SE pada anak. Urutan penyebab terbanyak sebagai berikut :
Akut
Simptomatis akut (17%-52%)

Infeksi SSP akut (meningitis bakteri, meningitis viral, ensefalitis)

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hiperglikemia, hiponatremia,


hipokalsemia, sedera anoksia)

Ketidakpatuhan minum obat anti epilepsi

Overdosis obat anti epilepsi

Penyebab di luar ketidakpatuhan dan overdosis obat anti epilepsi

Prolonged febrile convulsion (23%-30%)

Influenza

Exantema Subitum
Remote symptomatic/simptomatis berulang (16%-39%)
Cerebral Migrational Disorders (lissencephaly, schizencephaly)

Cerebral Dysgenesis

Perinatal Hypoxic-Ischemic Encephalopathy

Progressive Neurodegenerative Disorders


Idiopatik/Kriptogenik (5%-19%)
(Singh RK dan Gaillard WD, 2009)

3. Faktor Resiko
a. Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air panas
b. Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya
golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikimia, kelelehan fisik
c. Faktor mental: stress, gangguan emosi
4. Patofisiologi
Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara
berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga mengakibatkan aktivasi fungsi
motorik (kejang), sensorik, otonom atau fungsi kompleks (kognitif,
emosional) secara lokal atau umum. Mekanisme terjadinya kejang ada
beberapa teori :

a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,


misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan
pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi
hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya
hipokalsemia dan hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi
yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau
glutamat akan menimbulkan kejang. (Silbernagl S, Lang F. 2006)
5. Manifestasi Klinis
Gejala berupa :
a. Suhu anak tinggi
b. Anak pucat / diam saja
c. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
d. Umumnya kejang berlangsung singkat.
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan
atau kekakuan fokal.
f. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
g. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
h. Seringkali kejang berhenti sendiri. (Arif Mansjoer, 2010)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit
serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang,
sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara
kejang, riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga,
demam, riwayat persalinan, tumbuh kembang, dan penyakit yang sedang
diderita.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan
dan pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema
akibat peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem
motorik yaitu parestesia, hipestesia, anestesia.
c. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi
ginjal dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka
dilakukan kultur darah dan
 Imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di
otak
 EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat
mungkin jika pasien mengalami gangguan mental
 Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau
perdarahan subarachnoid.
7. Penatalaksanaan
a. Medis
Stadium I (0-10 menit)
Pada kondisi ini, perbaikan fungsi kardio-respirasi adalah yang paling
utama. Harus dipatikan bahwa jalan napas pasien tidak terganggu.
Dapat pula diberikan oksigen. Jika diperlukan resusitasi dapat
dilakukan
Stadium II (1-60 menit)
Pada stadium ini, perlu dilakukan pemeriksaan status
neurologis dan tanda vital. Selain itu, perlu juga dilakukan
monitoring terhadap status metabolik, analisa gas darah dan status
hematologi. Pemeriksaan EKG jika memungkinan juga perlu
dilakukan .
Selanjutnya dilakukan pemasangan infus dengan NaCl 0,9%.
Bila direncakanan akan digunakan 2 macam obat anti epilepsi, dapat
dipakai 2 jalur infus. Darah sebanyak 50-100 cc perlu diambil untuk
pemeriksaan laboratorium (AGD, glukosa, fungsi ginjal dan hati,
kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap hematologi, waktu
pembekuan dan kadar AED).
Pemberian OAE emergensi berupa:
Diazepam 0,2 mg/kg dengan kecepatan pemberian 5 mg/menit IV –>
evaluasi kejang 5 menit–> masih kejang (?) –> ulangi pemberian
diazepam. Selama penanganan ini, etiologi penyebab kejang harus
dipastikan.
Stadium III (0-60/90 menit)
Jika kejang masih saja berlangsung, dapat diberikan:
Fenitoin IV 15-20 mg/kg dengan kecepatan <50 mg/menit
(tekanan darah dan EKG perlu dimonitor selama pemberian
fenitoin). Jika masih kejang, dapat diberikan fenitoin tambahan 5-10
mg/kgbb. Bila kejang berlanjut, berikan phenobarbital 20 mg/kgbb
dengan kecepatan pemberian 50-75 mg/menit (monitor pernapasan
saat permberian phenobarbital). Pemberian phenobarbital dapat
diulang 5-10 mg/kgbb. Pada pemberian phenobarbital, fasilitas
intubasi harus tersedia karena resikonya dalam menimbulkan depresi
napas. Selanjutnya, dapat dipertimbangkan apakah diperlukan
pemberian vasopressor (dopamin).
Stadium IV (30-90 menit)
Bila selama 30-60 menit kejang tidak dapat diatasi, penderita
perlu mendapatkan perawatan di ICU. Pasien diberi propofol
(2mg/kgBB bolus IV) atau midazolam (0,1 mg/kgBB dengan
kecepatan pemberian 4 mg/menit) atau tiopentone (100-250 mg
bolus IV pemberian dalam 2o menit dilanjutkan bolus 50 mg setiap
2-3 menit), dilanjutkan hingga 12-24 jam setelah bangkitan klinik
atau bangkitan EEG terakhir, lalu lakukan tapering off. Selama
perawatan, perlu dilakukan monitoring bangkitan EEG, tekanan
intrakranial serta memulai pemberian OAE dosis rumatan.
b. Keperawatan
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu (pasien yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang
memerlukan waktu untuk mengamankan, mencari tempat yang
aman dan pribadi
b) Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan
untuk mencegah cidera dari membentur permukaan yang keras.
c) Lepaskan pakaian yang ketat
d) Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama
kejang.
e) Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar
tempat tidur.
f) Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi
bantalan diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
g) Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan
spasme untuk memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada
bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini.
h) Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang
karena kontraksi otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera
i) Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan
kepala fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan
memudahkan pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan
pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan secret
j) Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk
mencegah aspirasi, yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya
terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal. Periode apnoe
pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang.
Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap lingkungan.
ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Darto Saharso. 2010. Status Epileptikus. Divisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu
Kesehatan Anak – FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Huff, Steven. 2013. Status Epilepticus. Available
from: http://emedicine.medscape.com/
Mansjoer, Arif; dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta:
FKUI.
Kedaruratan pada anak. UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Indonesia. Tata
Laksana Syok Pada Anak. Manado : Juli 2011
Rekomendasi Tata Laksana Syok berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia No.
004/Rek/PP IDAI/III/2014 http://www. idai.com
Mastrangelo MC. A diagnostic work-up and therapeutic options in management of
pediatric status epilepticus. World J Pediatr. 2012;8:2
Kravljanac R, Jovic N, Djuric M, Jankovic B, Pekmezovic T. Outcome of status
epilepticus in children treated in the intensive care unit: a study of 302
cases. Epilepsia. 2011; 52(2):358-63
Saz EU, Karapinar B, Ozcetin M, Polat M, Tosun A. Serdaglu G, et al. Convulsive
status epilepticus in children. Seizure. 2011; 20:115-118
Friedman JN. Emergency management of the paediatric patient with
generalizedconvulsive status epilepticus. Paediatr Child Health.
2011;11:2.

Anda mungkin juga menyukai