Makalah Askep Nefrolitiasis Kel 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN NEFROLITIASIS
Dosen pengampu : Tavip Indrayana, S. Kep.Ns., MSc

Disusun Oleh :

Kelompok 2
Millenia Nurfitriana Shinta D.M (P1337420417009)
Kartika Dwi Suryani (P1337420417009)
Ulyanabila Cahyaningrum (P1337420417009)
Yashinta Febriyanti (P1337420417009)
TINGKAT 2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


D III KEPERAWATAN BLORA
2019
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-NYA kami dapat menyusun makalah Keperawatan Medikal Bedah II yang
berjudul Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Nefrolitiasis. Selesainya penyusunan ini
berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini kami sampaikan
terima kasih dan penghargaan yang terhormat kepada :
1. Suharto, S.Pd, M. N selaku kaprodi Blora Poltekkes Kemenkes Semarang
2. Bapak tavip Indrayana S. Kep. Ns.MSc selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II
Kami menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan dan sebagai umpan balik yang positif
demi perbaikan perbaikan dimasa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Keperawatan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan kami berharap makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Blora, 10 Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................

Latar Belakang.................................................................................

Tujuan Penulisan..............................................................................

1. Tujuan Umum......................................................................
2. Tujuan Khusus.....................................................................

BAB II

PEMBAHASAN............................................................................

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL..........................


2. ANATOMI GINJAL..........................................................
3. FISIOLOGI GINJAL.........................................................
4. KONSEP DASAR PENYAKIT NEFROLITIASIS.........
5. PENGERTIAN NEFROLITIASIS....................................
6. ETIOLOGI..........................................................................
7. PATOFISIOLOGI..............................................................
8. MANIFESTASI KLINIK...................................................
9. KOMPLIKASI....................................................................
10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................
11. PENATALAKSANAAN MEDIS......................................
12. PENCEGAHAN..................................................................
BAB III

PENUTUP........................................................................................

1. KESIMPULAN....................................................................
2. SARAN.................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun
ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu
uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara
berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak
dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi
status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia
adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

B. TUJUAN
1. Mahasiswa memahami pengertian, penyebab, jenis, serta tanda dan gejala yang
muncul pada penyakit Batu Ginjal.( nephrolitiasis )
2. Mahasiswa mampu membuat kerangka asuhan keperawatan dengan penyakit Batu
Ginjal (nephrolitiasis)
3. Mahasiswa mampu menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja
untuk perawatan pasien penderita Batu Ginjal
BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1. Definisi
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuni dibentuk di dalam
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi
di dalam urin. ( Nursalam, 2006)
Neprolithiasis : batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis:
terbentuknya batu diureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal
sampai ke kandung kemihn dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit
granuler yang kecil yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih
yang berwarna oranye.
Nefrolitiasis juga dapat dikatakan sebagai penyakit kencing batu yang terjadi di ginjal
yang menyebabkan tidak bisa buang air kecil secara normal dan terjadi rasa nyeri karena
adanya batu atau zat yang mengkristal di dalam ginjal.
Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa batu ginjal atau
bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi pada saluran perkemihan
karena terjadi pada saluran perkemihan karena terjadi opembentukan batu di dalam ginjal,
yang terbanyak pada bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran dan
proses perkemihan.

1.2. Etiologi
Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi
dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin
dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi).
Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya
batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang
berasal dari lingkungan di sekitarnya.
 Faktor intrinsik antara lain:
a. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun, karena dengan
bertambahnya umur menyebabkan gangguan peredaran darah seperti hipertensi dan
kolesterol tinggi. Hipertensi dapat menyebabkan pengapuran ginjal yang dapat
berubah menjadi batu, sedangkan kolesterol tinggi merangsang agregasi dengan
kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga mempermudah terbentuknya
batu
b. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan. Hal ini karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama
pembentuk batu lebih rendah pada perempuan daripada laki-laki, dan kadar sitrat air
kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu pada perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki. Selain itu, hormon estrogen pada perempuan mampu mencegah
agregasi garam kalsium, sedangkan hormon testosteron yang tinggi pada laki-laki
menyebabkan peningkatan oksalat endogen oleh hati yang selanjutnya memudahkan
terjadinya kristalisasi.
c. Hyperkalsemia
Meningkatnya kalsium dalam darah
d. Hyperkasiuria
Meningkatnya kalsium dalam urin
e. Ph urin
f. Kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh
 Faktor ekstrinsik diantaranya:
a. Air Minum
Kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya
pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidak seimbangan cairan yang
masuk.
b. Suhu
Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan ultraviolet tinggi
akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D
(memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat) serta menyebabkan
pengeluaran keringat yang banyak sehingga mengurangi produksi urin dan
mempermudah terbentuknya batu.
c. Makanan
Kurangnya mengkonsumsi protein dapat menjadi faktor terbentuknya batu
d. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktifitas atau sedentary life.
f. Infeksi
Infeksi oleh bakteri yang memecahkan ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam fosfat sehinggga
akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.

1.3.Klasifikasi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium: kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, da sistin, silikat
dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan / komposisi zat yang terdapat pada batu
sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
a. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu kurang lebih 70 - 80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor terjadinya batu kalsium adalah
hiperkalsiuri, hiperoksaluri, hiperurikosuria, dan hipositraturia
b. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :
Proteusspp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.
Meskipun E.coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini
bukan termasuk pemecah urea.
c. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antaranya 75-
80% batu asam urat terdiri atas asam murni dan sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang
banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone,
thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein
mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.

1.4.Manifestasi Klinik

Batu yang terjebak diureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut,
kolik, yang menyebar kepaha dan genitalia. Pasien merasa selalu ingin berkemih, namun
hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu.
Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan
dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria.

Keluhan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :


a. Hematuria
b. Piuria
c. Polakisuria/fregnancy
d. Urgency
e. Nyeri pinggang menjalar ke daerah pingggul, bersifat terus menerus pada daerah
pinggang.
f. Kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan.
g. Rasa nyeri pada daerah pinggang, menjalar ke perut tengah bawah, selanjutnya ke
arah penis atau vulva.
h. Anorexia, muntah dan perut kembung
i. Hasil pemeriksaan laboratorium, dinyatakan urine tidak ditemukan adanya batu
leukosit meningkat.

1.5.Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus darah,
jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi, kira-kira tiga
perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan cistien. Peningkatan konsentrasi
larutan akibat dari intake yang rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat
infeksi saluran kemih atau urin stastis sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu.
Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh produksi ammonium
yang berakibat presipitasi kalsium dan magnesium pospat. (Jong, 1996 : 323)
Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urine dan
status cairan pasien. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi
(peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari
iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala
namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa
dan tak nyaman
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien
sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung
darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu dengan diameter <0,5-1 cm keluar spontan.
Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan
muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan
ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian
dijadikan dalam beberapa teori :
a. Teori Supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agresi
kristal kemudian timbul menjadi batu.
b. Teori Matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10% heksose, 3-5
heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal
sehingga menjadi batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang melampui daya
kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat pengendapat. Phospat
mukopolisakarida dan dipospat merupakan penghambatan pembentukan kristal. Bila
terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
d. Teori Epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-sama, salah satu
batu merupakan inti dari batu yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya.
Contohnya ekskresi asam urayt yanga berlebihan dalam urin akan mendukung
pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
e. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas.
1.6.Pathway Nefrolitiasis

Infeksi saluran kemih kronik. Gangguan metabolism (paratiroidisme,


Hiperuresemia, hiperkalsiuria). Dehidrasi. Benda asing. Jaringan mati.
Inflamasi usus. Masukan vitamin D yang berlebihan.

Pengendapan garam mineral. Infeksi.


Mengubah pH urin dari asam menjadi
alkalis.

Pembentukan batu di ginjal (Nefrolitiasis)

Obstruksi/Penyumbatan di ginjal

Inflamasi/Peradangan Peningkatan distensi abdomen Kurang pengetahuan

Resiko infeksi Anoreksi Cemas


a

Rangsangan terhadap Output berlebihan


mediator reseptor nyeri

Ketidak seimbangan nutrisi


Presepsi nyeri kurang dari kebutuhan tubuh

Nyeri akut

Intoleransi Aktivitas
1.7.Komplikasi

Menurut (Nursalam, 2011:67) komplikasi yang disebabkan dari batu


nefrolitiasis adalah:
a. Sumbatan: akibat pecahan batu
b. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal
d. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007:727).

1.8.Test Diagnostik

Ada beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan diagnosa nefrolitiasis,


yaitu :
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium kreatinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat
c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
2) USG abdomen
3) PIV (Pielografi Intravena)
4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)

1.9.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat
dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan
minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik
bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah
ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang
kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun
demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah
diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain.
Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal
untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
status kesehatan klien saat ini.
Menurut (http://www.dostoc.com) pengumpulan data pada klien
dengannefrolitiasis :
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, diagnose
medis, dan tanggal medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini. Menurut
(Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri pada
pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan
pendekatan PQRST.
Tabel 2.1 Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST
Pengkajian Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan implikasi
Klinis
Provoking Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan
Incident nyeri, tetapi pada beberapa kasus di dapatkan bahwa
pada perubahan posisi secara tiba-tiba dari berdiri
atau berbaring berubah ke posisi duduk atau
melakukan fleksi pada badan biasanya menyebabkan
keluhan nyeri.
Quality of Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik
pain ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos system kalises ataupun
ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan
batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik
tersebut menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
saraf yang memberikan sensai nyeri. Nyeri non-kolik
terjadi akibat peregengan kapsul ginjal karena terjadi
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Bila
nyeri

mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri


diseluruh area kostovertebral dan keluhan
gastrointestinal seperti mual dan muntah. Diare dan
ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari reflex retrointestinal
dan proksimitas anatomi ginjal ke lambung, pankreas
dan usus besar.
Region, Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan
radiation, keluhan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang
relief menyebar ke paha dan genetalia. Pasien merasa ingin
berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive
batu. Keluhan ini disebut kolik ureteral. Nyeri yang
berasal dari area renal menyebar secara anterior dan
pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih,
sedangkan pada pria mendekati testis.
Severity Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
(scale) of dan pasien akan menilai seberapa jauh yang
pain dirasakan.
0= Tidak ada nyeri
1= Nyeri ringan
2= Nyeri sedang
3= Nyeri berat
4= Nyeri berat sekali/tak tertahan

Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim


berada pada posisi 3 di rentang 0-4 pengkajian skala
nyeri.

Time Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala


timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu
juga. Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara
terus menerus atau hilang timbul (intermiten).
Tanyakan apa yang sedang dilakukan pasien pada
waktu gejala timbul. Lama timbulnya (durasi),
tentukan kapan gejala tersebut pertama kali timbul
dan usahakan menghitung tanggalnya seteliti
mungkin. Misalnya, tanyakan kepada pasien apa
yang pertama kali dirasakan tidak biasa atau tidak
enak
3) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu :
a) Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke
RS.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.Menurut
Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga,
penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit bedah usus halus,
bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti
hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan
kalsium atau vitamin D.
c) Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari
orang tua.
d) Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana perawat
secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian psikologis pasien
meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh
persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku pasien.
Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan
intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian
psikososialspiritual yang seksama.
2. Pola-pola Fungsi Kesehatan
Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan pada pasien dengan
diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal
dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya
luka pada ginjal.
Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium
oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal,
penurunan bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
c. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena
adanya luka pada ginjal.
d. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit
karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK normal.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya
penyakitnya.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan
bagaimana dilakukan operasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di
rumah sakit.
h. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan
selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.

i. Pola hubungan peran


Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada
gangguan.
j. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif
jika stress muncul.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat dan
dapat sembuh.
3. Pemeriksaan Fisik Fokus
Pemeriksaan fokus nefrolitiasisdidapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari
nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.
a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan
sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus dapat
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada
sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas
b. Risiko Infeksi
c. Nyeri Akut
d. Intoleransi Aktivitas
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Kebutuhan tubuh

5. Rencana Tindakan Kepertawatan

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan
dengan selama yang menenangkan
Faktor keturunan, Krisis ……………..............klien 2. Nyatakan dengan jelas
situasional, Stress, kecemasan teratasi dgn harapan terhadap pelaku
perubahan status kesehatan, kriteria hasil: pasien
ancaman kematian,  Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur
perubahan konsep diri, mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
kurang pengetahuan dan mengungkapkan selama prosedur
hospitalisasi gejala cemas 4. Temani pasien untuk
 Mengidentifikasi, memberikan keamanan
DO/DS: mengungkapkan dan dan mengurangi takut
 Insomnia menunjukkan tehnik 5. Berikan informasi
 Kontak mata kurang untuk mengontol faktual mengenai
 Kurang istirahat cemas diagnosis, tindakan
 Berfokus pada diri  Vital sign dalam batas prognosis
sendiri normal 6. Libatkan keluarga untuk
 Iritabilitas  Postur tubuh, ekspresi mendampingi klien
 Takut wajah, bahasa tubuh 7. Instruksikan pada pasien
 Nyeri perut dan tingkat aktivitas untuk menggunakan
 Penurunan TD dan menunjukkan tehnik relaksasi
denyut nadi berkurangnya 8. Dengarkan dengan
 Diare, mual, kelelahan kecemasan penuh perhatian
 Gangguan tidur 9. Identifikasi tingkat
 Gemetar kecemasan
 Anoreksia, mulut 10. Bantu pasien mengenal
kering situasi yang
 Peningkatan TD, menimbulkan
denyut nadi, RR kecemasan
 Kesulitan bernafas 11. Dorong pasien untuk
 Bingung mengungkapkan
 Bloking dalam perasaan, ketakutan,
pembicaraan persepsi
 Sulit berkonsentrasi 12. Kelola pemberian obat
anti cemas:........

Diagnosa
Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif


keperawatan 2. Batasi pengunjung bila
Faktor-faktor risiko : selama…….................pasien perlu
 Prosedur Infasif tidak mengalami infeksi 3. Cuci tangan setiap
 Kerusakan dengan kriteria hasil: sebelum dan sesudah
jaringan dan  Klien bebas dari tanda dan tindakan keperawatan
peningkatan gejala infeksi 4. Gunakan baju, sarung
paparan  Menunjukkan kemampuan tangan sebagai alat
lingkungan untuk mencegah pelindung
 Malnutrisi timbulnya infeksi 5. Ganti letak IV perifer dan
 Peningkatan  Jumlah leukosit dalam dressing sesuai dengan
paparan batas normal petunjuk umum
lingkungan  Menunjukkan perilaku 6. Gunakan kateter
patogen hidup sehat intermiten untuk
 Imonusupresi  Status imun, menurunkan infeksi
 Tidak adekuat gastrointestinal, kandung kencing
pertahanan genitourinaria dalam batas 7. Tingkatkan intake nutrisi
sekunder normal 8. Berikan terapi
(penurunan Hb, antibiotik:...........................
Leukopenia, ......
penekanan respon 9. Monitor tanda dan gejala
inflamasi) infeksi sistemik dan lokal
 Penyakit kronik 10. Pertahankan teknik isolasi
 Imunosupresi k/p
 Malnutrisi 11. Inspeksi kulit dan
 Pertahan primer membran mukosa terhadap
tidak adekuat kemerahan, panas,
(kerusakan kulit, drainase
trauma jaringan, 12. Monitor adanya luka
gangguan 13. Dorong masukan cairan
peristaltik) 14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4
jam

Diagnosa
Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri Setelah dilakukan tinfakan 1. Lakukan pengkajian


akutberhubungan keperawatan selama nyeri secara
dengan: …........................... Pasien tidak komprehensif termasuk
Agen injuri (biologi, mengalami nyeri, dengan kriteria lokasi, karakteristik,
kimia, fisik, hasil: durasi, frekuensi,
psikologis), kerusakan  Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor
jaringan (tahu penyebab nyeri, presipitasi
mampu menggunakan tehnik 2. Observasi reaksi
DS: nonfarmakologi untuk nonverbal dari
 Laporan secara mengurangi nyeri, mencari ketidaknyamanan
verbal bantuan) 3. Bantu pasien dan
 Melaporkan bahwa nyeri keluarga untuk mencari
berkurang dengan dan menemukan
menggunakan manajemen dukungan
DO: nyeri 4. Kontrol lingkungan yang
 Posisi untuk  Mampu mengenali nyeri dapat mempengaruhi
menahan nyeri (skala, intensitas, frekuensi nyeri seperti suhu
 Tingkah laku dan tanda nyeri) ruangan, pencahayaan
berhati-hati  Menyatakan rasa nyaman dan kebisingan
 Gangguan tidur setelah nyeri berkurang 5. Kurangi faktor
(mata sayu,  Tanda vital dalam rentang presipitasi nyeri
tampak capek, normal 6. Kaji tipe dan sumber
sulit atau gerakan  Tidak mengalami gangguan nyeri untuk menentukan
kacau, tidur intervensi
menyeringai) 7. Ajarkan tentang teknik
 Terfokus pada diri non farmakologi: napas
sendiri dala, relaksasi, distraksi,
 Fokus menyempit kompres hangat/ dingin
(penurunan 8. Berikan analgetik untuk
persepsi waktu, mengurangi nyeri:
kerusakan proses …….................................
berpikir, ......
penurunan 9. Tingkatkan istirahat
interaksi dengan 10. Berikan informasi
orang dan tentang nyeri seperti
lingkungan) penyebab nyeri, berapa
 Tingkah laku lama nyeri akan
distraksi, contoh : berkurang dan antisipasi
jalan-jalan, ketidaknyamanan dari
menemui orang prosedur
lain dan/atau 11. Monitor vital sign
aktivitas, aktivitas sebelum dan sesudah
berulang-ulang) pemberian analgesik
 Respon autonom pertama kali
(seperti
diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
 Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah
ke kaku)
 Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya


Berhubungan dengan : keperawatan selama pembatasan klien dalam
 Tirah Baring atau …..................... ....Pasien melakukan aktivitas
imobilisasi bertoleransi terhadap 2. Kaji adanya faktor yang
 Kelemahan aktivitas dengan Kriteria menyebabkan kelelahan
menyeluruh Hasil : 3. Monitor nutrisi dan
 Ketidakseimbangan  Berpartisipasi dalam sumber energi yang
antara suplei aktivitas fisik tanpa adekuat
oksigen dengan disertai peningkatan 4. Monitor pasien akan
kebutuhan tekanan darah, nadi dan adanya kelelahan fisik dan
Gaya hidup yang RR emosi secara berlebihan
dipertahankan.  Mampu melakukan 5. Monitor respon
DS: aktivitas sehari hari kardivaskuler terhadap
 Melaporkan secara (ADLs) secara mandiri aktivitas (takikardi,
verbal adanya  Keseimbangan aktivitas disritmia, sesak nafas,
kelelahan atau dan istirahat diaporesis, pucat,
kelemahan. perubahan hemodinamik)
 Adanya dyspneu atau 6. Monitor pola tidur dan
ketidaknyamanan lamanya tidur/istirahat
saat beraktivitas. pasien
7. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan
DO : alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Respon abnormal 12. Bantu untuk
dari tekanan darah mengidentifikasi aktivitas
atau nadi terhadap yang disukai
aktifitas 13. Bantu klien untuk
 Perubahan ECG : membuat jadwal latihan
aritmia, iskemia diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi


nutrisi kurang dari keperawatan makanan
kebutuhan tubuh selama….................nutrisi 2. Yakinkan diet yang
Berhubungan dengan : kurang teratasi dengan indikator: dimakan
Ketidakmampuan untuk  Albumin serum mengandung tinggi
memasukkan atau  Pre albumin serum serat untuk
mencerna nutrisi oleh  Hematokrit mencegah
karena faktor biologis,  Hemoglobin konstipasi
psikologis atau  Total iron binding 3.

ekonomi. capacity 4. Ajarkan pasien


DS:  Jumlah limfosit bagaimana
 Nyeri abdomen membuat catatan
 Muntah makanan harian
 Kejang perut 5. Monitor adanya
 Rasa penuh tiba- penurunan BB dan
tiba setelah makan gula darah
6. Monitor lingkungan
selama makan
7. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, total
protein, Hb dan
kadar Ht
10. Monitor mual dan
muntah
DO: 11. Monitor pucat,
 Diare kemerahan, dan
 Rontok rambut kekeringan jaringan
yang berlebih konjungtiva
 Kurang nafsu 12. Monitor intake
makan nuntrisi
 Bising usus 13. Informasikan pada
berlebih klien dan keluarga
 Konjungtiva pucat tentang manfaat
 Denyut nadi lemah nutrisi
14. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan
suplemen makanan
seperti NGT/ TPN
sehingga intake
cairan yang adekuat
dapat
dipertahankan.
15. Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama
makan
16. Kelola pemberan
anti emetik:.....
17. Anjurkan banyak
minum
18. Pertahankan terapi
IV line
19. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oval
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/MILLENIA%20NURFITRIANA/Downloads/172799363-Makalah-
nefrolitiasis.pdf
https://www.academia.edu/26284215/LAPORAN_PENDAHULUAN_NEFROLITIASIS

Anda mungkin juga menyukai