Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

1. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan atas atau bawah, menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi
ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
pathogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (Arif,2014).
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang
terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi
kebanyakan,penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
simultan atau berurutan (Usman, 2013).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafasdan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel& Ian
Roberts; 2010)
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami
jalan nafasdalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong, 2010).
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkanoleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa /
disertai radang parenkim paru.(Mohamad, 2013)
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Infeksi Saluran Pernafasan Akut
merupakan sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat
ringan seperti
atuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Infeksi pernapasan jarang memilki ciri area anatomik tersendiri. Infeksi
sering menyebar dari satu struktur ke struktur lainya karena sifat menular
dari membran mukosa yang melapisi seluruh saluran. Akibatnya,infeksi
saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu struktur,
meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain.

B. ETIOLOGI
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih
dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah
frekuensinya lebih kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine
disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian atas mulai
dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hamper 90%
disebabkan oleh viral , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah
hampir 50% disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus
pneumonia sekitar 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza
sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut
ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus. 4

Tabel 1. Ragam Penyebab ISPA Menurut Umur


C. Anatomi Fisiologi
System pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus

sampai dengan alveoli dan paru - paru


Fisiologi Pernafasan
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan
karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Sistem pernafasan terdiri dari
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru.
1. Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua
lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring
udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat
menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Syaifuddin, 2013)
2. Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga
hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga
bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring ,
bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian
bawah sekali dinamakan laringofaring .(Syafuddin, 2013)
3. Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin),
panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi
oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina menjadi
dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.
4. Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama
kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada
bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada
ujung – ujung nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli.
5. Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru
kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada
rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada /
kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis
yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang
berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500
ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10
nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru
adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang
dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak
kuranglebih 5 liter.
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara
yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh ( ekspirasi ) yang
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru
.proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang
merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna
berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya
diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma
dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada
menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel
lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah.
Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor
ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran,
koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2.
Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan
darah.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2
kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian
membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .
Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan
menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa
bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida, konsentrasi dalam
darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam
otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.

D. KLASIFIKASI
ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat
( Ditjen P2PL, 2009).

1) ISPA Ringan
Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan
gejala seperti batuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung),
serak (bersuara parau ketika berbicara), sesak yang disertai atau tanpa
disertai demam ( >37,2oC), keluarnya cairan dari telingan yang lebih dari 2
minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.5
2) ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut
seperti pernafasan yang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda
utama) pada umur < 1 tahun dan 40 kali per menit pada umur 1-5 tahun,
panas dengan suhu 39oC atau lebih, wheezing,tenggorokan berwarna
merah, mengeluarkan cairan dari telinga, timbul bercak dikulit menyerupai
campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok. 5
3) ISPA Berat
Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih
dari gejala seperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda
utama), adanya stridor atau mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta
tidak mampu atau tidak mau makan. Tanda dan gejala ISPA berat yang
lain seperti kebiru-biruan (sianosis), pernafasan cuping hidung, kejang,
dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih dari 160 kali per menit
atau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri.5
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan
ISPA sesuai dengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien.
Gejala ISPA sesuai dengan ISPA yang diderita dapat diliat pada table 2
sebagai berikut :

E. TANDA DAN GEJALA


Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, pilek,
sesak nafas, mengi, atau kesulitan bernafas. Infeksi saluran pernafasan akut
dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Untuk membedakan gejala klinik
pada ISPA yang disebabkan oleh virus atau bakteri sangat sulit untuk
didentifikasi.4
F. PATHOGENESIS
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, droplet melalui batuk dan bersin,
udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke
dalam saluran pernafasannya.7

ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara
adalah ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap
rokok, asap pembakaran rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan
industry, kebakaran hutan, dan lain-lain. Agen infeksius dapat menyebabkan
timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius tidak langsung
menimbulkan ISPA karena perthanan tubuh juga menjadi faktor yang penting
untuk menentukan.

Gambar 9. Mekanisme Penyakit

Penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan lingkungan.


Menurut Achmadi (2008), untuk mengetahui patogenesis ISPA dapat
digunakan teori manajemen penyakit berbasis lingkungan.9
Gambar 10. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara


virus/bakteri dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
pernafasan bergerak ke atas mendorong virus kea rah faring atau dengan
suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut gagal
maka virus/bakteri dapat merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa
saluran pernafasan. Iritasi virus/bakteri pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding
sakuran pernafasan menyebabkan peningkatan aktifitas kelenjar mucus,
yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan
gejala batuk sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol
adalah batuk.10

Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi terjadinya


infeksi bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
pathogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti Streptococcus
pneumonia, Stafilococcus Aureus dan H. Influenza menyerang mukosa
yang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan
sehingga timbul sesak nafas dan batuk produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya faktor-faktor cuaca dingin dan malnutrisi.10

Serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan


gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran
nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat lain dalam tubuh, sehingga
dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga dapat menyebar ke saluran
nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri menyebabkan bakteri-
bakteri yang biasanya ditemukan di saluran nafas atas dapat menyerang
saluran nafas bawah seperti paru-paru sehingga menyebabkan penumia
bakteri. Melalui uraian di atas, perjalanan klinis ISPA dapat dibagi
menjadi periode prepathogenesis dan pathogenesis. 10

1) Periode Prepathogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini
terjadi antara agen dan lingkungan serta antara host dan lingkungan.10
a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh
geografis terhadap perkembangan agen serta dampak perubahan
cuaca terhadap penyebaran virus dan bakteri penyebab ISPA.
b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran
lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah dapat menimbulkan
penyakit ISPA jika terhirup oleh host.
2) Periode Pathogenesis
Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan
tahap penyakit akhir.10
a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa yang merupakan pelindung utama
pertahanan system saluran pernafasan. Akibatnya, tubuh menjadi
lemah diperparah dengan keadaan gizi dan daya tahan tubuh yang
rendah.
b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul
akibat adanya interaksi.
c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat
untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat
pneumonia.

G. FAKTOR RISIKO
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti:
lingkungan dan host. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan ISPA adalah kualitas udara dalam
ruangan yang dipengaruhi oleh polusi udara dalam ruangan (indoor air
polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan oleh aktifitas
penghuni dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam
rumah dan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga.
Sedangkan faktor host yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain:
status imunisasi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan umur. Balita yang
memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan lebih mudah terserang
penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi lengkap.
Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan organ
pernapasan masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang
penyakit infeksi, khususnya infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita
tidak BBLR/ normal. Hal ini disebabkan karena balita yang lebih muda
memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan balita
yang lebih tua. 11

H. PENATALAKSANAAN
1) Medikamentosa :
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral,
oksigen dan sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat sesuai organisme penyebab
c. Bukan Pneumonia : tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi
simptomatik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan
obat batuk yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol.4
Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut
dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih
dari setengah dari seluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu
karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan
antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi ini karena infeksi bakteri atau virus
sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yangg akan diberikan.12

Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah
antibiotik spektrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi
kultur sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit
penyerta.

2) Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu 14
a. Perbanyak istirahat
b. Perbanyak minum air putih
c. Hindari makanan berminyak dan es
d. Konsumsi makanan gizi seimbang

I. PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien
ISPA meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan
pengendalian infeksi rutin untuk semua pasien, tindakan pencegahan
tambahan pada pasien tertentu (misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif),
dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi). 1
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:

1) Reduksi dan Eliminasi


Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas
pelayanan kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus
dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan penghilangan adalah
promosi kebersihan pernapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan
agar pasien tidak infeksius.

2) Pengendalian administrative
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber
daya yang diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini
meliputi pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai
pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran,
pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai (misalnya,
Kewaspadaan Standar untuk semua pasien), persediaan yang teratur dan
pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan
penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus
melakukan perencanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang
memadai, memberikan pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan
staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk meningkatkan kesehatan
umum petugas kesehatan.
3) Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi
aerosol pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan
mengurangi keberadaan permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai
dengan epidemiologi infeksi. Contoh pengendalian teknis primer untuk
aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi lingkungan yang memadai (≥
12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk agen infeksius
yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan dan
benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian lingkungan
yang penting.
4) Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan
kemungkinan pajanan terhadap risiko biologis.Karena itu, untuk lebih
mengurangi risiko ini bagi petugas kesehatan dan orang lain yang
berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, APD harus
digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu yang
menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan
APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara
khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya,
kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang
memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan
secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya. Semua jenis
pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian
tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja
institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman.

J. KOMPLIKASI
ISPA (Infeksi Saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan penyakit
yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjad invasi kumn lain, tetapi
ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan penyakit seperti : penutupan tuba eustachi, laryngitis, tracheitis,
bronchitis, dan bronkopenumina dan berlanjut pada kematian karena adanya
sepsis yang meluas.15

K. PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik pabila tidak terjadi komplikasi
yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendri, yaitu self
limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.

Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak


oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan
leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi sekunder.16
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ISPA

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
4. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)

B. INTERVENSI

1. Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi

Tujuan : Setelah di berikan asuhan keperawatan selama ..x... diharapkan Suhu


tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 50

Intervensi Rasionalisasi
Observasi tanda – tanda vital Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya
Anjurkan pada klien/keluarga umtuk Degan menberikan kompres maka
melakukan kompres dingin (air biasa) aakan terjadi proses konduksi /
pada kepala / axial. perpindahan panas dengan bahan
perantara
Anjurkan klien untuk menggunakan Proses hilangnya panas akan
pakaian yang tipis dan yang dapat terhalangi untuk pakaian yang tebal
menyerap keringat seperti terbuat dari dan tidak akan menyerap keringat.
katun
Atur sirkulasi udara. Penyedian udara bersih
Anjurkan klien untuk minum banyak ± Kebutuhan cairan meningkat karena
2000 – 2500 ml/hr. penguapan tubuh meningkat.
Anjurkan klien istirahat ditempat tidur Tirah baring untuk mengurangi
selama fase febris penyakit metabolisme dan panas
Kolaborasi dengan dokter : Untuk mengontrol infeksi pernapasan
· Dalm pemberian therapy, obat Menurunkan panas
antimicrobial
· Antipiretika

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia


Tujuan:
a. Setelah di berikan asuhan keperawatan selama ...x... di harapkanKlien
dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
b. Setelah di berikan asuhan keperawatan selama ...x... di harapkanKlien
dapat mentoleransi diet yang dianjurkan.
c. Setelah di berikan asuhan keperawatan selama ...x... di harapkanTidak
menunujukan tanda malnutrisi.

Intervensi Rasional
Kaji kebiasaan diet, input-output dan Berguna untuk menentukan
timbang BB setiap hari kebutuhan kalori menyusun tujuan
berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi
Berikan makan porsi kecil tapi sering Untuk menjamin nutrisi adekuat/
dan dalam keadaan hangat meningkatkan kalori total
Berikan oral sering, buang secret Nafsu makan dapat dirangsang
berikan wadah khusus untuk sekali pada situasi rileks, bersih dan
pakai dan tisu dan ciptakan menyenangkan.
lingkungan bersih dan
menyenangkan.
Tingkatkan tirai baring. Untuk mengurangi kebutuhahan
metabolic
Kolaborasi: Metode makan dan kebutuhan
· Konsul ahli gizi untuk memberikan kalori didasarkan pada situasi atau
diet sesuai kebutuhan klien kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal

3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan : setelah di berika asuhan keperawatan selama...x...
diharapkanNyeri berkurang

Intervensi Rasional
Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya Identifikasi karakteristik nyeri &
(dengan skala 0 – 10), factor factor yang berhubungan merupakan
memperburuk atau meredakan lokasinya, suatu hal yang amat penting untuk
lamanya, dan karakteristiknya. memilih intervensi yang cocok &
untuk mengevaluasi ke efektifan dari
terapi yang diberikan.
Anjurkan klien untuk menghindari Mengurangi bertambah beratnya
allergen / iritan terhadap debu, bahan penyakit
kimia, asap,rokok
Dan mengistirahatkan/meminimalkan Peningkatan sirkulasi pada daerah
berbicara bila suara serak tenggorokan serta mengurangi nyeri
tenggorokan
Kolaborasi · Kortikosteroid digunakan untuk
Berikan obat sesuai indikasi mencegah reaksi alergi / menghambat
· Steroid oral, iv, & inhalasi pengeluaran histamine dalam
· Analgesic inflamadi pernapasan
· Analgesic untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)

Tujuan : setelah di berikan asuhan keperawatan selama ...x...


diharapkantidak terjadi penularan dan tidak terjadi komplikasi

Intervensi Rasional
Batasi pengunjung sesuai indikasi Menurunkan potensial terpajan
pada penyakit infeksius
Jaga keseimbangan antara istirahat dan Menurunkan konsumsi
aktifitas /kebutuhan keseimbangan O2
dan memperbaiki pertahanan
klien terhadap infeksi,
meningkatkan penyembuhan.
Tutup mulut dan hidung jika hendak Mencegah penyebaran pathogen
bersin, jika ditutup dengan tisu buang melalui cairan
segera ketempat sampah
Daya tahan tubuh, terutama anak usia Malnutrisi dapat mempengaruhi
dibawah 2 tahun, lansia dan penderita kesehatan umum dan
penyakit kronis. Dan konsumsi vitamin menurunkan tahanan terhadap
C, A dan mineral seng atau anti oksidan infeksi
jika kondisi tubuh menurun / asupan
makanan berkurang
Kolaborasi Dapat diberikan untuk
Pemberian obat sesuai hasil kultur organisme khusus yang
teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas / atau di berikan
secara profilatik karena resiko
tinggi
Evaluasi
DX 1 :Suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 50
DX 2 : Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB
normal.
Klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan.
Tidak menunujukan tanda malnutrisi.
DX 3 : Nyeri berkurang
DX 4 : Tidak terjadi penularan dan tidak terjadi komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.

DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.

WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)


yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemu di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. 2007.

Usman, Iskandar. 2012. Penderita ISPA. (online) Diakses 30 Maret 2014.

Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 2011. Laporan Program P2 ISPA Dinas


Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Dinkes Provinsi Sulawesi
Selatan.

Rubin, Michael A, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine, USA :


McGraw Hill. 2005.

Ditjen P2PL. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI

Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur
0-4 Bulan. Tesis Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Ditjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan


Akut. Jakarta : Depkes RI.

Machmud, Rizanda. (2006). Pneumonia balita di Indonesia dan peranan


kabupaten dalam menanggulanginya. Andalas University Press.

Achamadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta :


UI Press.

Ria, Epi. 2012. Kualitas Lingkungan Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun
2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Skripsi.

Rerung, Ribka. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Lembang Batu Sura. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin
Makassar.
Deasy, Joan and Werner. 2009. Acute Respiratory Tract Infenstions; When Are
Antibiotics Indicated. Available from www.jappa.com

Dahlan Z. Pnuemonia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors, Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Kedokteran Universitas Indonesia.

Savitri Oryza. Rekam Medik Pasien Poli dalam scribd.com

Whaley and Wrong, 2000. Nursing care of Infant And Childern, Mosby, Inc.
Yasir, 2009, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Supatondo dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien
Geriatri Serta Mengatasi Masalah Polifarmasi. In Sudoyo A.W.

Anda mungkin juga menyukai