1. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan atas atau bawah, menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi
ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
pathogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (Arif,2014).
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang
terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi
kebanyakan,penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
simultan atau berurutan (Usman, 2013).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafasdan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel& Ian
Roberts; 2010)
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami
jalan nafasdalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong, 2010).
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkanoleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa /
disertai radang parenkim paru.(Mohamad, 2013)
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Infeksi Saluran Pernafasan Akut
merupakan sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat
ringan seperti
atuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Infeksi pernapasan jarang memilki ciri area anatomik tersendiri. Infeksi
sering menyebar dari satu struktur ke struktur lainya karena sifat menular
dari membran mukosa yang melapisi seluruh saluran. Akibatnya,infeksi
saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu struktur,
meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain.
B. ETIOLOGI
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih
dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah
frekuensinya lebih kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine
disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian atas mulai
dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hamper 90%
disebabkan oleh viral , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah
hampir 50% disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus
pneumonia sekitar 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza
sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut
ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus. 4
D. KLASIFIKASI
ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat
( Ditjen P2PL, 2009).
1) ISPA Ringan
Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan
gejala seperti batuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung),
serak (bersuara parau ketika berbicara), sesak yang disertai atau tanpa
disertai demam ( >37,2oC), keluarnya cairan dari telingan yang lebih dari 2
minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.5
2) ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut
seperti pernafasan yang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda
utama) pada umur < 1 tahun dan 40 kali per menit pada umur 1-5 tahun,
panas dengan suhu 39oC atau lebih, wheezing,tenggorokan berwarna
merah, mengeluarkan cairan dari telinga, timbul bercak dikulit menyerupai
campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok. 5
3) ISPA Berat
Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih
dari gejala seperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda
utama), adanya stridor atau mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta
tidak mampu atau tidak mau makan. Tanda dan gejala ISPA berat yang
lain seperti kebiru-biruan (sianosis), pernafasan cuping hidung, kejang,
dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih dari 160 kali per menit
atau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri.5
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan
ISPA sesuai dengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien.
Gejala ISPA sesuai dengan ISPA yang diderita dapat diliat pada table 2
sebagai berikut :
ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara
adalah ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap
rokok, asap pembakaran rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan
industry, kebakaran hutan, dan lain-lain. Agen infeksius dapat menyebabkan
timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius tidak langsung
menimbulkan ISPA karena perthanan tubuh juga menjadi faktor yang penting
untuk menentukan.
1) Periode Prepathogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini
terjadi antara agen dan lingkungan serta antara host dan lingkungan.10
a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh
geografis terhadap perkembangan agen serta dampak perubahan
cuaca terhadap penyebaran virus dan bakteri penyebab ISPA.
b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran
lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah dapat menimbulkan
penyakit ISPA jika terhirup oleh host.
2) Periode Pathogenesis
Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan
tahap penyakit akhir.10
a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa yang merupakan pelindung utama
pertahanan system saluran pernafasan. Akibatnya, tubuh menjadi
lemah diperparah dengan keadaan gizi dan daya tahan tubuh yang
rendah.
b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul
akibat adanya interaksi.
c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat
untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat
pneumonia.
G. FAKTOR RISIKO
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti:
lingkungan dan host. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan ISPA adalah kualitas udara dalam
ruangan yang dipengaruhi oleh polusi udara dalam ruangan (indoor air
polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan oleh aktifitas
penghuni dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam
rumah dan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga.
Sedangkan faktor host yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain:
status imunisasi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan umur. Balita yang
memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan lebih mudah terserang
penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi lengkap.
Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan organ
pernapasan masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang
penyakit infeksi, khususnya infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita
tidak BBLR/ normal. Hal ini disebabkan karena balita yang lebih muda
memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan balita
yang lebih tua. 11
H. PENATALAKSANAAN
1) Medikamentosa :
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral,
oksigen dan sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat sesuai organisme penyebab
c. Bukan Pneumonia : tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi
simptomatik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan
obat batuk yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol.4
Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut
dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih
dari setengah dari seluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu
karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan
antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi ini karena infeksi bakteri atau virus
sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yangg akan diberikan.12
Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah
antibiotik spektrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi
kultur sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit
penyerta.
2) Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu 14
a. Perbanyak istirahat
b. Perbanyak minum air putih
c. Hindari makanan berminyak dan es
d. Konsumsi makanan gizi seimbang
I. PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien
ISPA meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan
pengendalian infeksi rutin untuk semua pasien, tindakan pencegahan
tambahan pada pasien tertentu (misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif),
dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi). 1
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:
2) Pengendalian administrative
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber
daya yang diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini
meliputi pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai
pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran,
pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai (misalnya,
Kewaspadaan Standar untuk semua pasien), persediaan yang teratur dan
pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan
penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus
melakukan perencanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang
memadai, memberikan pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan
staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk meningkatkan kesehatan
umum petugas kesehatan.
3) Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi
aerosol pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan
mengurangi keberadaan permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai
dengan epidemiologi infeksi. Contoh pengendalian teknis primer untuk
aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi lingkungan yang memadai (≥
12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk agen infeksius
yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan dan
benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian lingkungan
yang penting.
4) Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan
kemungkinan pajanan terhadap risiko biologis.Karena itu, untuk lebih
mengurangi risiko ini bagi petugas kesehatan dan orang lain yang
berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, APD harus
digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu yang
menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan
APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara
khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya,
kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang
memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan
secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya. Semua jenis
pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian
tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja
institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman.
J. KOMPLIKASI
ISPA (Infeksi Saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan penyakit
yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjad invasi kumn lain, tetapi
ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan penyakit seperti : penutupan tuba eustachi, laryngitis, tracheitis,
bronchitis, dan bronkopenumina dan berlanjut pada kematian karena adanya
sepsis yang meluas.15
K. PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik pabila tidak terjadi komplikasi
yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendri, yaitu self
limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
4. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
B. INTERVENSI
Intervensi Rasionalisasi
Observasi tanda – tanda vital Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya
Anjurkan pada klien/keluarga umtuk Degan menberikan kompres maka
melakukan kompres dingin (air biasa) aakan terjadi proses konduksi /
pada kepala / axial. perpindahan panas dengan bahan
perantara
Anjurkan klien untuk menggunakan Proses hilangnya panas akan
pakaian yang tipis dan yang dapat terhalangi untuk pakaian yang tebal
menyerap keringat seperti terbuat dari dan tidak akan menyerap keringat.
katun
Atur sirkulasi udara. Penyedian udara bersih
Anjurkan klien untuk minum banyak ± Kebutuhan cairan meningkat karena
2000 – 2500 ml/hr. penguapan tubuh meningkat.
Anjurkan klien istirahat ditempat tidur Tirah baring untuk mengurangi
selama fase febris penyakit metabolisme dan panas
Kolaborasi dengan dokter : Untuk mengontrol infeksi pernapasan
· Dalm pemberian therapy, obat Menurunkan panas
antimicrobial
· Antipiretika
Intervensi Rasional
Kaji kebiasaan diet, input-output dan Berguna untuk menentukan
timbang BB setiap hari kebutuhan kalori menyusun tujuan
berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi
Berikan makan porsi kecil tapi sering Untuk menjamin nutrisi adekuat/
dan dalam keadaan hangat meningkatkan kalori total
Berikan oral sering, buang secret Nafsu makan dapat dirangsang
berikan wadah khusus untuk sekali pada situasi rileks, bersih dan
pakai dan tisu dan ciptakan menyenangkan.
lingkungan bersih dan
menyenangkan.
Tingkatkan tirai baring. Untuk mengurangi kebutuhahan
metabolic
Kolaborasi: Metode makan dan kebutuhan
· Konsul ahli gizi untuk memberikan kalori didasarkan pada situasi atau
diet sesuai kebutuhan klien kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan : setelah di berika asuhan keperawatan selama...x...
diharapkanNyeri berkurang
Intervensi Rasional
Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya Identifikasi karakteristik nyeri &
(dengan skala 0 – 10), factor factor yang berhubungan merupakan
memperburuk atau meredakan lokasinya, suatu hal yang amat penting untuk
lamanya, dan karakteristiknya. memilih intervensi yang cocok &
untuk mengevaluasi ke efektifan dari
terapi yang diberikan.
Anjurkan klien untuk menghindari Mengurangi bertambah beratnya
allergen / iritan terhadap debu, bahan penyakit
kimia, asap,rokok
Dan mengistirahatkan/meminimalkan Peningkatan sirkulasi pada daerah
berbicara bila suara serak tenggorokan serta mengurangi nyeri
tenggorokan
Kolaborasi · Kortikosteroid digunakan untuk
Berikan obat sesuai indikasi mencegah reaksi alergi / menghambat
· Steroid oral, iv, & inhalasi pengeluaran histamine dalam
· Analgesic inflamadi pernapasan
· Analgesic untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
Intervensi Rasional
Batasi pengunjung sesuai indikasi Menurunkan potensial terpajan
pada penyakit infeksius
Jaga keseimbangan antara istirahat dan Menurunkan konsumsi
aktifitas /kebutuhan keseimbangan O2
dan memperbaiki pertahanan
klien terhadap infeksi,
meningkatkan penyembuhan.
Tutup mulut dan hidung jika hendak Mencegah penyebaran pathogen
bersin, jika ditutup dengan tisu buang melalui cairan
segera ketempat sampah
Daya tahan tubuh, terutama anak usia Malnutrisi dapat mempengaruhi
dibawah 2 tahun, lansia dan penderita kesehatan umum dan
penyakit kronis. Dan konsumsi vitamin menurunkan tahanan terhadap
C, A dan mineral seng atau anti oksidan infeksi
jika kondisi tubuh menurun / asupan
makanan berkurang
Kolaborasi Dapat diberikan untuk
Pemberian obat sesuai hasil kultur organisme khusus yang
teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas / atau di berikan
secara profilatik karena resiko
tinggi
Evaluasi
DX 1 :Suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 50
DX 2 : Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB
normal.
Klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan.
Tidak menunujukan tanda malnutrisi.
DX 3 : Nyeri berkurang
DX 4 : Tidak terjadi penularan dan tidak terjadi komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur
0-4 Bulan. Tesis Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
Ria, Epi. 2012. Kualitas Lingkungan Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun
2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Skripsi.
Rerung, Ribka. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Lembang Batu Sura. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin
Makassar.
Deasy, Joan and Werner. 2009. Acute Respiratory Tract Infenstions; When Are
Antibiotics Indicated. Available from www.jappa.com
Whaley and Wrong, 2000. Nursing care of Infant And Childern, Mosby, Inc.
Yasir, 2009, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Supatondo dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien
Geriatri Serta Mengatasi Masalah Polifarmasi. In Sudoyo A.W.