PENDAHULUAN
Menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika
tubuh di temukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan
pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan;
Namun, informasi yang memadai sering tersedia untuk dapat menerka perkiraan
rentang waktu yang meliputi saat kematian sebenarnya. Pada umumnya,
postmortem interval lebih pendek, perkirakan rentang waktu lebih sempit.
Sebaliknya, postmortem interval yang lebih panjang memerlukan berbagai
perkiraan yang lebih luas dan sering kali ada peluang yang sangat besar untuk
terjadi kesalahan. Tidak adanya pengamatan tunggal mengenai mayat merupakan
indikator yang tepat atau akurat pada postmortem interval. Perkiraan yang paling
dapat diandalkan didasarkan pada kombinasi berbagai pengamatan yang
dilakukan dari tubuh dan tempat kejadian kematian. Kondisi yang diamati
melibatkan tubuh termasuk rigor mortis, livor mortis, algor mortis dan
dekomposisi. Isi lambung juga dapat membantu dalam menentukan waktu
kematian.1
Selain memeriksa tubuh, juga penting untuk menyelidiki tempat kejadian
kematian, selama waktu yang ditentukan kondisi lingkungan harus di
dokumentasi. Kondisi lingkungan, terutama suhu, banyak faktor-faktor penting
yang mempengaruhi perubahan tubuh yang dialami setelah kematian. Penentuan
interval postmortem tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan namun
tidak terbatas pada, aktivitas antemortem, Livor mortis, rigor mortis, Algor
mortis, suhu tubuh pada saat kematian, habitus tubuh, dan kondisi lingkungan
seperti pakaian, suhu lingkungan, media lingkungan (misalnya, udara, air, tanah),
dan, tentu saja, riwayat, peristiwa terminal, dan tempat kejadian yang ditemukan.
Sebagai akibat dari beberapa faktor yang kompleks, melibatkan pengaruh dari
perubahan postmortem, patologi forensik menyediakan berbagai waktu untuk
memperkiraan Interval postmortem, sebagai perbandingan tunggal atau kepastian
waktu kematian. Pengamatan yang dilakukan selama penyelidikan
1
tempatkejadian dapat membantu menilai perubahan tubuh dan juga dapat
memberikan informasi tambahan yang berguna dalam memperkirakan saat
kematian terjadi. Kombinasi dari pemeriksaan tempat kejadian dan pemeriksaan
tubuh akan memberikan infornasi terbaik untuk penyidik dalam memperkirakan
2
BAB II
PEMBAHASAN
tersebut, seperti4:
1. Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau
belum.
2. Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal.
3. Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-
A. Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem
yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem
persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu
sangat mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu
kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam 4,5
3
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan
tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya
tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada
seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh
mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau
beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah
berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata
hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul
perubahan pasca mati yang jelas, yang memungkinkan diagnosis kematian
lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian
berupa lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor
4
(EEG) mendatar/ flat. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem
kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi
berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada
auskultasi, elektrokardiografi (EKG) mendatar/ flat, tidak ada tanda sianotik
pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus),
daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning
kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi
arteri radialis.1
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan juga ada
beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas
pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada
gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada
tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung
atau mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan
C. Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada
seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada
saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal
sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda
5
f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10
menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air
mata.
kebiruan.5,6,7
Livor Mortis terbentuk pada daerah tubuh yang menyokong
berat badan tubuh seperti bahu, punggung, bokong, betis pada saat
terbaring diatas permukaan yang keras akan tampak pucat yang
terlihat kontras dengan warna livor mortis disekitarnya akibat dari
kompresi pembuluh darah di daerah ini yang mencegah akumulasi
darah.6
6
Patomekanisme Livor Mortis
Livor Mortis terbentuk saat terjadi kegagalan sirkulasi darah,
pada saat arteri rusak dan aliran balik vena gagal mempertahankan
tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed
yaitu tempat pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen
saling berhubungan. Darah dan sel-sel darah terakumulasi memenuhi
7
Gambar 2.2 Bagan terjadinya lebam mayat7
8
konsumsi oksigen terus-menerus oleh selsel yang awalnya
mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler (misalnya sel-sel hati
yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40
menit dan selotot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk
Deoxyhemoglobin yang dihasilkan akan mengubah warna biru
9
pudar/hilang, tetapi pada kasus resapan darah (ekstravasasi akibat
lain7:
a. Posisi – posisi yang menetap dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan terbentuknya lebam mayat. Demikian jika tubuh
sering dibolak balikkan maka biasanya lebam tidak terbentuk.
b. Perdarahan – jika terjadi kehilangan darah yang banyak atau
terjadi syok hemoragik, lebam mayat mungkin sulit dinilai.
c. Anemia – jika pada menderita anemia maka akan sulit menilai
adanya lebam pada mayat.
d. Warna kulit – lebam mayat lebih mudah dinilai pada orang
dengan warna kulit terang dibandingkan orang dengan warna
kulit gelap.
e. Suhu dingin – jika mayat disimpan dalam pendingin, maka lebam
10
mayat mungkin lebih lama terbentuk dan dalam beebrapa
keadaan, hal ini bukanlah oarameter yang baik untuk menentukan
estimasi waktu kematian.
11
Gambar 2.3 Pembentukan lebam mayat pada bagian tubuh
sulfonal.5
12
Tabel 2.3 Distribusi lebam mayat berdasarkan warna yang
terbentuk7
Penyebab Warna lebam yang terbentuk
Karbon monoksida Merah muda
Sianida Merah terang
Fluoroasetat Merah muda/merah terang
Di Lemari pendingin Kemerahan
Hipotermi Kemerahan
Sodium klorat Cokelat
Hidrogen sulfida Hijau
Anilin Biru gelap
Karbon dioksida Kebirua-biruan
Kepentingan Medikolegal
Beberapa hal berikut terbentuknya Livor mortis digunakan dalam
kepentingan medikolegal7:
1. Sebagai tanda pasti kematian
2. Estimasi waktu kematian dapat ditentukan
3. Distribusi terbentuknya lebam mayat, dapat membantu posisi
tubuh mayat saat kematian
4. Penyebab kematian – diketahui dari warna lebam mayat yang
terbentuk
5. Lebam mayat mungkin dapat ditemukan di jaringan bawah kuku
jika memang berada dalam posisi yang lebih rendah dan menetap.
Hal ini penting jika sulit membedakan dengan sianosis.
6. Lebam mayat mungkin sulit dibedakan dengan memar
7. Bintik perdarahan mungkin sulit dibedakan dengan lebam mayat
8. Keadaan dibawah suhu lingkungan, membuat warna keunguan
pada lebam mayat akan terlihat merah terang atau merah muda
13
karena re- saturasi hemoglobin dengan oksigen. Hal ini penting
untuk membedakannya dengan keracunan karbon monoksida
9. Terbentuknya lebam mayat pada daerah usus, kadang sulit
dibedakan dengan terjadinya infark atau strangulasi usus.
2) Algor mortis
Algor mortis dapat juga disebut penurunan suhu tubuh. (algor
=dingin, mortis = setelah kematian)
Temperatur oral normal pada individu yang hidup adalah 37° C
(98,7°F) pada rectal suhu lebih tinggi sekitar 0,5°C dibanding
temperatur oral. Setelah meninggal suhu tubuh akan menurun secara
signifikan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan
sekitar. Penurunan suhu tubuh setelah meninggal dipengaruhi oleh 2
hal:7
1. Setelah meninggal tidak lagi diproduksi panas baik secara fisik,
kimia dan aktivitas metabolik.
2. Terjadi penurunan suhu tubuh yang terjadi secara konstan
hingga suhu tubuh sama dengan suhu lingkunga, hal ini
diakibatkan oleh pusat yang mengatur regulasi panas menjadi
tidak aktif .
Ada 3 mekanisme kehilangan panas tubuh melalui permukaan
tubuh:7
1. Konduksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak
langsung dengan objek . Organ dalam mengalami penurunan
suhu dengan cara konduksi.
2. Konveksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak
dengan udara yang kontak dengan tubuh.
3. Radiasi, perpindahan panas yang terjadi melalui sinar
inframerah.
Hukum Newton Cooling menyatakan bahwa untuk terjadinya
14
pendinginan tubuh dengan proses konversi yaitu kehilangan suhu
sebanding dengan perbedaan suhu antara tubuh dan lingkungan
sekitarnya. Hukum ini bagaimanapun hanya berlaku pada bahan
inorganik yang regular. Meskipun banyak penelitian dilakukan,
hukum ini gagal untuk menghitung penyimpangan dari bentuk
tubuh, efek pakaian, ventilasi ataupun posisi fisik mayat. Bahkan
selama penelitian Davey di British menyatakan suhu lingkungan
yang sering mengakibatkan suhu awal mayat meningkat selama
15
g. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan
suhu tubuh tinggi.
h. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
i. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang
terpapar.
16
Gambar 2.4 Kurva perubahan suhu pada postmortem
3) Rigor Mortis
Rigor mortis adalah perubahan fisikokimia bergantung suhu
yang terjadi di dalam sel-sel otot sebagai akibat dari kekurangan
oksigen. Kurangnya oksigen berarti bahwa energi tidak dapat
diperoleh dari glikogen melalui glukosa menggunakan fosforilasi
oksidatif sehingga produksi adenosin trifosfat (ATP) dari proses ini
berhenti dan proses anoksik sekunder mengambil alih untuk waktu
yang singkat tapi, karena asam laktat yang merupakan produk
sampingan respirasi anoksik, sitoplasma sel menjadi semakin asam.
Dalam menghadapi jumlah ATP rendah dan keasaman tinggi, aktin
dan miosin berikatan bersama dan membentuk gel. Hasil dari
perubahan metabolik selular kompleks ini adalah otot-otot yang
menjadi kaku. Namun, mereka tidak memendek kecuali mereka
17
tua atau kurus, kekakuan mungkin sangat sulit untuk dideteksi
dewasa kurus.9,10
Dalam kondisi beriklim sedang rigor umumnya dapat
terdeteksi di wajah antara sekitar 1 jam dan 4 jam dan pada tungkai
antara sekitar 3 jam dan 6 jam setelah kematian, dengan kekuatan
rigor meningkat menjadi maksimal sekitar 18 jam setelah kematian.
Rigor lengkap membutuhkan waktu sekitar 10-12 jam untuk
sepenuhnya mengembangkan dalam ukuran dewasa rata-rata ketika
suhu lingkungan adalah 70-75 ° F. Tubuh akan tetap kaku untuk 24-
18
36 jam pada suhu yang sama ini sebelum dekomposisi menyebabkan
otot-otot untuk mulai lumayan melonggarkan, tampaknya dalam
urutan yang sama mereka menegang. Setelah terjadi, rigor akan
menetap sampai sekitar 50 jam setelah kematian sampai autolisis
dan dekomposisi sel-sel otot mengintervensi dan otot menjadi
flaksid lagi. Waktu ini hanya pedoman dan tidak pernah bisa
mutlak.9
19
Timbulnya kekakuan juga dapat terjadi lebih cepat jika
aktivitas fisik yang berat terjadi segera sebelum kematian. Misalnya,
seseorang yang melarikan diri dari penyerang sebelum ditembak
atau ditikam dapat mengalami rigor mortis lebih cepat daripada jika
tidak ada aktivitas fisik yang intens. Rigor mortis yang sangat cepat
dapat terjadi karena kombinasi dari suhu tubuh meningkat dan
20
Gambar 2.5. Rigor mortis lengkap 12 jam post-mortem
Bentuk rigor yang terjadi spontan, pada korban yang jatuh ke air.
Korban ditemukan dalam waktu singkat (dapat dilihat daritidak
adanya maserasi kulit) namun ditemukan rumput dari sungai yang
dipegang erat di tangannya.
4) Dekomposisi
Dekomposisi adalah kehancuran jaringan tubuh setelah meninggal.
21
Dekomposisi merupakan suatu hal yang wajar pada tubuh yang
sakit. Bagaimanapun, dibawah kondisi lingkungan spesifik tertentu,
modifikasi dekomposisi tubuh yag mati terjadi dan kasus tersebut
tidak mudah dan total penghacuran tubuh mati, adalah dibutuhkan
waktu yang cukup. Modifikasi dekomposisi tersebut dapat terjadi
Mekanisme Dekomposisi7
Dekomposisi mengikuti perkembangan proses biokimia,
mempertahankan dan menjaga integritas elemen seluler. Selama
dekompposisi, komponen jaringan bocor dan hancur melepaskan
enzim hidrolitik. Jaringan tubuh organic kompleks terurai menjadi
komponen sederhana. Bakteri dan mikroorganisme lain berkembang
pada komponen organic tidak terlindung dari tubuh.
1. Autolisis. Penghancuran pada jaringan tubuh oleh pelepasan
enzim dari penghancuran sel.
2. Pembusukan. Ini adalah perubahan yang dihasilkan oleh aksi
bakteri dan mikroorganisme lain berkembang pada tubuh
3. Jenis postmortem yang ketiga penghancuran bisa diidentifikasi
pada beberapa tubuh yang tidak dibuang. Seperti keancuran
postmortem tersebut dibawa keluar karena serangan berbagai
jenis hewan seperti serangga, tikus, rubah, srigala, burung
pemakan bangkai, ikan, dan lain- lain.
Perubahan autolisis7
- Autolisis adalah sebuah proses penghancuran diri pada jaringan
22
tubuh oleh enzim. Proses ini juga bisa terjadi pada orang yang hidup
ditandai dengan cedera fokal jaringan dan nekrosis yang dikelilingi
oleh reaksi inflamasi. Mekanisme yang sama terjadi setelah
kematian,di tubuh yang mati, proses yang terjadi pada skala besar
dan tanpa reaksi inflamasi autolisis diduga dirangsang oleh
penurunan ph intraseluler diikuti akibat penurunan oksigen setelah
kematian.
- Proses ini terjadi awal dan cepat di beberapa jaringan kaya enzim
hidrolitik seperti pancreas dan mukosa gaster; jaringan menengah
seperti jantung, hati dan ginjal dan terlambat jaringan fibrosa seperti
uterus dan otot rangka.
- Proses autolisis adalah tergantung suhu. Pendinginan pada tubuh
akan terjadi setelah kematian akan menghambat pencernaan enzim
diri sel sedangkan semakim tenaga meningkat suhu mendukung
degradasi seperti yang terlihat dalam proses kematian oleh panas,
atau kematian pada suhu lingkungan yang tinggi.
- Fenomena autolisis ini terlihat pada pemeriksaan mikroskopis.
Untuk contoh terlihat autolisis pada kulit licin. Di kulit licin,
pelepasan enzim hidrolitik terlepas pada demo-epidermal junction
karena melonggarnya epidermis dari lapisan bawah sebagai hasil,
epidermis mengelupas sampai dermis. Sama rambut dan kuku yang
longgar. Mikroskopis, autolisis adalah identifikasi secara homogen
dan sitoplasma eosinofil dengan hilangnya rincian seluler dengan sel
tetap sebagai puing-puing.
- Autolisis internal dapat melihat konsistensi organ pucat. Demikian
pula pembuluh darah besar noda karena hemolisis postmortem.
Hemolisis ini hanyala autolisis pembuluh darah.
- Gastromalacia adalah pecahnya postmortem dinding lambung
karena proses autolisis. Ini biasanya terjadi di fundus daerah dan
tanpa ada reaksi penting. Demikian pula oesophagomalacia adalah
pecahnya postmortem dari ujung bawah kerongkongan karena
23
autolisis dan tidak memiliki reaksi penting.
- Disintegrasi janin mati dalam rahim ibu disebut sebagai maserasi
dan dianggap sebagai autolisis aseptik.
Pembusukan7
- Perubahan pembusukan tergantung pada berbagai faktor seperti
dijelaskan dibawah. Mikroorganisme yang bertanggung jawab
adalah Clostridium welchi, B.coli, Staphylococci,non-
hemolitik,Streptococcus, Proteus, dan lain-lain.
- Perubahan fisik terdiri dari kembung dengan distensi abdomen oleh
distendi gas Hal ini menyebabkan obliterasi identitas almarhum.
Pada laki-laki, gas dipaksa dari peritoneum yang rongga bawah
kanalis inguinalis ke dalam skrotum menyebabkan pembengkakan
skrotum.
- Gas yang berbeda dari dekomposisi menginduksi perubahan kimia.
Misalnya hidrogen Sulfida mudah berdifusi melalui jaringan.
Bereaksi dengan hemoglobin membentuk sulfhemoglobin. Pigmen
ini awalnya menguraikan resmi superfisial pembuluh darah dan
24
sebagai dekomposisi berlangsung, sebuah generalisasi warna hijau
dapat disampaikan ke tubuh.
- pembusukan terjadi pada tingkat yang berbeda di berbagai jaringan
tubuh dan tergantung pada kadar air mereka. Tiga Perubahan utama
perhatikan selama pembusukan sebagai:
1. Perubahan warna
Perubahan warna adalah karena hemolisis sel darah merah.
Hemoglobin dibebaskan diubah ke sulpmethemoglobin oleh
gas hidrogen Sulfida dan menanamkan perubahan warna
kehijauan.
2. Pembebasan gas
Selama proses dekomposisi, protein dan karbohidrat dibagi
menjadi senyawa sederhana. Akibatnya, jumlah gas yang
dibebaskan (Vide supra). Serangan bau memancar dari
kematian tubuh karena pembentukan gas hidrogen Sulfida.
Gas-gas dikumpulkan dalam usus dalam 12 sampai 18 jam di
musim panas dan 18 sampai 24 jam di musim dingin.
3. Pencairan jaringan
Dengan kemajuan dalam dekomposisi, organ diubah menjadi
tebal.
25
Gambar 2.8 Gambaran kembung pada dekomposisi
26
Gambar 2.10 warna kehijauan pada fossa iliaka
Perubahan Dekomposisi
1. Tanda eksternal
Pembusukan adalah tanda yang paling mutlak pada
kematian.Tanda eksternal pertama dari pembusukan
(dekomposisi) adalah perubahan sebuah warna kehijauan dari sisi
kanan perut atas wilayah caecum tepat. Secara bertahap warna
menyebar ke seluruh perut, dan di dada dan saat ini bau busuk
menjadi semu. Isi cairan caecum dan penuh bakteri karena
pembusukan berkembang sebelumnya. Sejak scaecum adalah
dekat dengan dinding perut, kanan bawah perut noda pertama.
Demikian pula, permukaan hati dengan usus buntu juga
menunjukkan perubahan warna kehijauan. Perubahan warna
kehijauan karena pembentukan sulphmethemoglobin. Di musim
panas, warna biasanya berkembang sekitar 12 sampai 18 jam dan
di musim dingin dibutuhkan sekitar 18-24 jam. Ada pembentukan
beberapa kulit menjadi lepuh mengandung udara dengan kulit
lepas pada tempat. Seluruh tubuh menjadi bengkak dengan cairan
dan akhirnya mencairkan dan megalami disintegrasi. Marbling
pada kulit menjadi menonjol oleh 24 jam di musim panas
27
sedangkan sekitar 36 sampai 48 jam di musim dingin. Pembuluh
darah itu diserang oleh mikroorganisme. Formasi dari
sulphmethemoglobin menyebabkan pewarnaan kehijauan-coklat
dari dinding bagian dalam pembuluh darah. Fenomena ini
memberikan naik ke penampilan marmer pada kulit. Warna
merah postmortem gigi (pink gigi) - warna merah adalah karena
hemolisis setelah eksudasi derivatif hemoglobin melalui tubules
gigi.7
Berbagai produk yang terbentuk selama proses
dekomposisi dan disebutkan dalam Tabel 5. Sebagai proses
berlangsung dekomposisi, bau aneh yang dipancarkan oleh tubuh
menarik serangga. Setelah invasi tubuh oleh lalat, mereka bertelur
di 18 sampai 36 jam tergantung pada kondisi lingkungan. Mereka
biasanya bertelur di dekat lubang. Telur menetas dalam waktu 12-
24 jam untuk larva. Larva juga disebut sebagai belatung.
Belatung pemakan rakus. Selain itu, belatung mempunyai enzim
proteolitik yang menyebabkan kerusakan lebih dan dapat
28
menyebabkan cukup kerusakan tubuh. Sebagian besar cedera
postmortem adalah mudah diakui baik oleh ahli patologi atau
antropolog konsultasi. Jarang tidak hewan mengkonsumsi seluruh
tubuh. Namun, hewan dapat menyebar bagiandari sisa-sisa di
29
Gambar 2.13 Pembentukan beberapa kulit melepuh dan kulit terkupas
30
2. Tanda internal7
Dekomposisi dari organ internal tergantung pada beberapa faktor
seperti :
1. Keutuhan organ
2. Kadar air dari organ
3. Kepadatan organ
4. Jumlah darah di organ
Urutan dari awal dan akhir pembusukan terjadi di organs internal
yang disajikan pada Tabel 6.
31
Gambar 2.17 Hati berbusa
32
Tabel 2.6 Urutan pembusukan organ internal
Faktor eksternal7
1. Suhu antara 21 ° C sampai 43 ° C adalah menguntungkan untuk
penguraian. Dekomposisi ditangkap di bawah 0 ° C dan di atas 50
° C. Paparan sehingga suhu tinggi dan rendah kelembaban
mempercepat dekomposition.
2. Kelembaban sangat penting untuk proses dekomposisi karena
mikroorganisme penyebab pembusukan membutuhkan
kelembaban dan suhu optimum untuk pertumbuhan mereka. Oleh
karena itu organ yang mengandung lebih banyak air terurai lebih
awal dari yang kering.
3. Air, adanya udara mempromosikan dekomposisi oleh
berkurangnya penguapan.
4. Cara penguburan, dekomposisi dimulai awal dalam tubuh
dimakamkan di kuburan dangkal. Diktum Casper adalah berguna
untuk penilaian kasar dari tingkat dekomposisi. Ini delapan kali
lebih lambat di bawah tanah dan dua kali lebih lambat di bawah
air dibandingkan dengan udara
Faktor internal7
1. Usia - mayat anak-anak terurai cepat dari pada orang dewasa.
Mayat orang tua tidak terurai dengan cepat, mungkin karena lebih
33
sedikit lembab.
2. Seks - jenis kelamin tersebut tidak memiliki pengaruh pada
dekomposisi Namun, perempuan dalam periode postpartum awal
mungkin terurai dengan cepat jika kematian tersebut terkait
dengan keracunan darah.
3. Kondisi tubuh – gemuk terurai lebih awal dari yang tipis dan
kurus.
4. Penyebab kematian
5. Scars - laju dekomposisi terhambat di bekas luka daerah (di bekas
luka) sebagai daerah ini tanpa pembuluh darah.
Tabel 2.7 Kondisi yang mempercepat dekomposisi
a. Skeletonikasi
Skeletonikasi akan tergantung pada banyak faktor, termasuk
iklim dan lingkungan mikro seluruh tubuh. Ini akan terjadi lebih
cepat dalam tubuh pada permukaan tanah dari di salah satu yang
dimakamkan. Secara umum, dalam tubuh yang terkubur, jaringan
lunak akan hilang 2 tahun. Tendon, ligamen, rambut dan kuku
akan diidentifikasi untuk beberapa waktu setelah itu. Pada sekitar
5 tahun, tulang akan telanjang dan disarticusi, meskipun fragmen
tulang rawan artikular dapat diidentifikasi selama bertahun-tahun
34
dan selama beberapa tahun tulang akan merasa sedikit berminyak
dan jika mereka dipotong dengan gergaji, gumpalan asap dan bau
bahan organik mungkin terbakar. Pemeriksaan ruang sumsum
tulang dapat mengungkapkan sisa bahan organik kadang-kadang
dapat cocok untuk analisis DNA. Pemeriksaan permukaan
potongan tulang panjang di bawah sinar UV dapat membantu,
karena ada perubahan dalam pola fluoresensi dari waktu ke
waktu. Jika ragu, ahli patologi forensik harus meminta bantuan
dari seorang antropolog forensik atau arkeolog yang memiliki
individual.7
b. Adipocere
Adipocere adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin yang
secara harfiah berarti "lemak" (adipo) "Lilin" (cera). Hal ini
mengacu pada zat lilin abu-abu putih keras yang terbentuk selama
penguraian. Ini adalah perubahan jarang terjadi, terutama
terkubur selama waktu dingin, lingkungan yang lembab dan
paling sering terlihat setelah mayat telah terendam air selama
35
musim dingin. Tidak semua badan memiliki adipocere ditemukan
dalam air. Misalnya, mayat yang ditemukan dalam kantong
plastik yang menyediakan lingkungan yang lembab juga dapat
mengalami perubahan ini. Pembentukan zat ini membutuhkan
lemak. Jaringan lemak di bawah kulit mulai berubah menjadi
sabun. Umumnya, wanita dan anak-anak membentuk adipocere
lebih mudah karena mereka memiliki kandungan lemak yang
lebih tinggi. Pengerasan biasanya membutuhkan waktu beberapa
bulan untuk sepenuhnya berkembang tapi jarang dapat
36
• bakteri Gram positif mampu menurunkan adipocere.
• setelah beberapa tahun, adipocere menjadi rapuh, retak dan
pucat.
• adipocere biasanya pertama-tama dilihat pada lemak subkutan
pipi, payudara, perut dan kemudian lain organ dan jaringan.
Biasanya diperlukan waktu sekitar tiga minggu untuk
adipocere untuk berkembang sepenuhnya. Namun, di India, Dr
Coull Mackenzie menemukan itu terjadi dalam 3 sampai 15
hari dalam tubuh terendam sungai Hooghly atau dikubur di
tanah basah dari Bengal rendah. Dr Modi juga telah
mengamati pembentukan adipocere di 7- 35 hari.
• adipocere mempertahankan ciri karena identitas almarhum
dapat dibuat. Demikian itu mempertahankan luka, jika ada
lebih dari tubuh sehingga membantu dalam menjelaskan
penyebab kematian. Menurut Evans (1962) beberapa penyakit
bisa diakui pada pemeriksaan mikroskopis adipocere jaringan
dalam beberapa instances.
Mekanisme7
• asam lemak tak jenuh dari tubuh diubah menjadi jenuh asam
lemak dengan proses hidrolisis dan hidrogenasi.
• dalam adipocere, ada hidrogenasi lemak tubuh tak jenuh
menjadi aneh, keras, berwarna putih kekuningan, lilin lemak
asam jenuh. Proses pembentukan adipocere dimulai lemak
netral (misalnya adiposa) dan diprakarsai oleh lipase intrinsik,
yang menurunkan trigliserida menjadi asam lemak. Asam
lemak yang dihidrolisis dan terhidrogenasi menjadi hidroksi-
asam lemak. Jadi adipocere terutama terdiri dari asam lemak
jenuh. Proses ini difasilitasi oleh bakteri anaerob seperti
Clostridium welchii. Clostridium welchii yang mengandung
toksin rahasia lecithinase, protease dan phospholipases. Aksi
37
bakteri menciptakan limbah yang kaya amonia yang
memberikan kontribusi untuk membentuk lingkungan basa.
• Pada saat kematian, tubuh mengandung sekitar setengah persen
asam lemak tetapi sebagai pembentukan adipocere dimulai
mawar lemak tubuh 20% dalam waktu satu bulan dan lebih
dari 70% dalam tiga bulan.
• Awalnya air yang diperlukan untuk proses ini diperoleh dari
jaringan tubuh (air intrinsik).
Persyaratan7
Berikut ini adalah persyaratan untuk pembentukan adipocere :
• Hujan atau lingkungan air
• Suhu Hangat
• Rindakan enzimatik bakteri intrinsik
• Jaringan adiposa
seperti7:
1. Kondisi Atmosfer - Dikatakan bahwa untuk pembentukan
adipocere, kondisi ambient menengah (tepat kondisi atau fenomena
Goldilocks) yang diperlukan. Dengan kata lain, jaringan akan
mengering (mummifikasi) jika kondisi terlalu kering sedangkan jika
kondisi terlalu basah, tubuh mungkin lebih basah atau mungkin cair.
2. Suhu - ketika suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi,
tidak ada formasi adipocere terjadi, karena bakteri diperlukan untuk
mempercepat proses tersebut tidak akan berproliferasi pada suhu
tersebut. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa pertumbuhan
optimum adipocere terjadi pada suhu ambient.
3. Kelembaban atau air yang diperlukan untuk proses pembentukan
adipocere. Awalnya cairan tubuh digunakan untuk memulai proses
38
tapi untuk penyelesaian adipocere itu, kehadiran kelembaban atau
air yang diperlukan dalam lingkungan.
4. Gerakan Air - memperlambat proses karena gerakan udara tubuh
menguap dan mengurangi suhu tubuh sehingga memperlambat
proses kimia.
5. Tempat dan media pembuangan - lebih sering terjadi pada tubuh
terendam air atau dimakamkan di tempat yang lembab. Jika
terkubur, pemakaman yang mendalam menunjukkan pembentukan
adipocere ditandai dari kuburan dangkal.
6. Iklim lembab bagus utnuk pembentukan adipocere.
7. Tanah - dalam lingkungan pemakaman, pH tanah, suhu,
kelembaban dan kandungan oksigen dalam kubur mempengaruhi
pembentukkan adipocere.
8. Pakaian - Kehadiran pakaian atas tubuh muncul untuk
mempercepat pembentukan adipocere karena mempertahankan air.
9. Peti - jika tubuh dimakamkan dalam peti, peti akan menghambat
laju pembentukan adipocere.
10. Air - bentuk adipocere baik dalam air hangat daripada dingin air.
39
Gambar 2.19 pembentukkan adipocere
40
Gambar 2.21 adipocere kaki diawetkan
c. Mummifikasi
Mumifikasi terjadi di lingkungan kering panas di mana tubuh
mampu dehidrasi dan proliferasi bakteri minimal. Kulit menjadi
gelap, kering dan kasar. Organ internal mengering dan menyusut.
Kebanyakan mumifikasi terjadi pada bulan-bulan musim panas,
tetapi juga dapat terjadi selama musim dingin jika suhu cukup
hangat. Seluruh tubuh dapat terjadi mumifikasi dalam beberapa hari
sampai minggu. Sebagai kulit mengering dan mengeras, jaringan
lunak membusuk. Setelah beberapa minggu, seluruh tubuh mungkin
muncul diawetkan dengan beberapa penyusutan karena dehidrasi.
Namun, jika sebuah insisi dibuat melalui kulit, jaringan lunak, lemak
dan organ internal mungkin hampir tidak ada. Setelah tubuh dalam
keadaan ini, mungkin tetap dipertahankan untuk waktu beberapa
tahun kecuali kulit robek atau rusak. Mumi diterjemahkan ke bagian
tubuh tertentu relatif umum. Mumifikasi dari jari tangan dan kaki
mudah terjadi dalam lingkungan yang relatif kering terlepas dari
suhu.9
• Kulit menjadi kering karena dehidrasi sel dan menampilkan
perubahan warna hitam kecoklatan dan perkamen. Mummifikasi
menjadikan jari-jari dan jari-jari kaki dalam keadaan kering, keras
41
dan layu.7
• Pengeringan dari bagian-bagian tertentu dari tubuh dapat
menyebabkan penyusutan
kulit dan karena menyusut dan meregangan, menyebabkan
perpecahan besar terutama perpecahan ini umum dipangkal paha,
sampai 3 bulan.7
Mekanisme
• Mummifikasi berlangsung di mana tubuh kehilangan cairan ke
lingkungan melalui penguapan.
• Karena tidak adanya kelembaban dan suhu panas, yg
menyebabkan perbusukan bakteri tidak dapat berkembang biak di
lingkungan yang tidak bersahabat seperti itu.
Faktor Pembentukan mummifikasi tergantung pada beberapa faktor
seperti: 7
1. Ukuran tubuh
2. Kondisi Atmosfer - suhu panas bagus untuk pembentukan
mummifikasi. Demikian pula membutuhkan lingkungan kering
42
yaitu itu tidak dapat terjadi dalam kondisi lembab tinggi.
3. Gerakan Air - gerakan udara bebas mempromosikan
pembentukan mummifikasi.
4. Tempat pembuangan – mummifikasi terjadi secara alami ketika
udara dan / atau tanah yang sangat kering.
43
Gambar 2.24 Mumifikasi pada tangan
Entomologi Forensik7
Setelah kematian, proses dekomposisi dan bau aneh dari
dekomposisi menarik serangga terbang, terutama lalat. Berbagai
serangga tertarik terbang ke arah tubuh mati dan menduduki itu tapi
dua kelompok yang lebih umum dan mereka adalah:
44
1. Diptera (lalat)
2. Coleoptera (kumbang)
Siklus hidup dari Lalat adalah yang pertama untuk menarik ke
arah mayat. Berbagai jenis lalat. Setelah invasi tubuh, lalat bertelur di
sekitar 18 sampai 36 jam telur ini biasanya ditetapkan di
mucocutaneous junction seperti bibir, hidung, anus, dan vagina atau
bahkan di luka terbuka.Telur ini menetas dalam waktu 12 sampai 24
jam, tergantung pada jenis serangga dan kondisi lingkungan, untuk
larva. larva ini disebut sebagai belatung. Belatung pemakan yang
rakus. Bahkan, bagian belatung yaitu enzim proteolitik yang
menyebabkan kerusakan. Larva ini tumbuh dalam ukuran dan terdapat
di dalam struktur kulit; Proses ini disebut sebagai pupa untuk
membentuk kepompong. pupa bisa pecah untuk melepaskan lalat
muda mampu reproduksi sehingga menyelesaikan siklus hidup.
45
Gambar 2.27 telur
46
Tabel 2.6 Siklus hidup larva lalat`13
47
BAB III
KESIMPULAN
Menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika
tubuh di temukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan
pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan.
Estimasi waktu setelah kematian yang paling mendekati adalah melalui
pertimbangan semua data investigasi, termasuk pemeriksaan tubuh di tempat
kematian. Awal timbulnya Livor mortis, rigor mortis, dan postmortem lainnya.
Tanda kematian ada yang tidak pasti seperti pernafasan berhenti berhenti,
dinilai selama lebih dari 10 menit, terhentinya sirkulasi dinilai dalam 15 menit
dengan nadi karotis tidak teraba, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi,
pembuluh darah retina mengalami segmentasi, dan terjadi pengeringan kornea.
Tanda kematian pasti yang terdiri dari livor mortis yang dapat ditemukan pada
bagian terendah tubuh dipengaruji oleh gaya gravitasi yang mulai muncul 2-4 jam
setelah kematian dan tidak menghilang dengan penekanan setelah 8-12 jam
setelah kematian. Algor mortis dapat disebut penurunan suhu tubuh dimana Pada
beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk
sigmoid kemudian setelah itu suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga
mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Rigor mortis atau kaku
mayat mulai terjadi 1-6 jam setelah kematian dan lengkap pada 10-12 jam, dan
menghilang 12-36 jam. Dekomposisi atau pembusukan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, dapat muncul setelah 24 jam kematian.
48
3
7
3
5
3
3
3
1
0 6 1 1 2 3 3 4 4 5
2 2 8 4 0 6 2 8 4
9 Algor Rigor Livor Dekomposi
Mortis Mortis Mortis si
2 Gambar 3.1 Interval Postmortem berdasarkan Tanatologi
7
49
50