Anda di halaman 1dari 30

Clinical Report Session

PERSALINAN PRETERM

Oleh:

Rizkha Amaliya 1740312275

Preseptor:

Dr. dr. H. Joserizal Serudji, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm atau

prematur masih sangat tinggi di seluruh dunia. 1 Setiap tahun di dunia,

diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur dan jumlah ini terus meningkat.

Komplikasi persalinan prematur adalah penyebab utama kematian pada anak di

bawah usia 5 tahun, dan bertanggungjawab atas sekitar 1 juta kematian anak pada

tahun 2015.2

Persalinan preterm menurut World Health Organization (WHO) tahun

2015 adalah persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu. 3 Persalinan preterm

menurut The American College of Obstreticians and Gynecologist (ACOG) tahun

2016, didefinisikan sebagai kontraksi uterus regular yang diikuti dengan dilatasi

serviks yang progresif dan/atau penipisan serviks pada kehamilan kurang dari 37

minggu. Saat kelahiran kelahiran terjadi diantara minggu ke 20 hingga 37 minggu

kehamilan, disebut kelahiran preterm.4

Menurut data WHO tahun 2017, angka kejadian persalinan preterm pada

184 negara berkisar 5%-18% . Hampir satu juta anak meninggal setiap tahun

akibat komplikasi kelahiran prematur di mana lebih dari 60% kelahiran prematur

terjadi di Afrika dan Asia Selatan. Sementara itu, negara-negara berpenghasilan

rendah, rata-rata terjadi 12% bayi lahir prematur, sedangkan di negara-negara

berpenghasilan tinggi hanya 9%.2 Pada tahun 2016 menurut Center for Disease

Control and Prevention (CDC), persalinan preterm terjadi pada 1 dari 10 bayi

yang lahir di Amerika Serikat.5 Menurut data WHO tahun 2017, Indonesia masuk

1
kedalam 5 besar negara dengan jumlah persalinan preterm terbanyak, 675.700

kasus.2

Keberhasilan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal yang

berhubungan dengan persalinan preterm memerlukan identifikasi faktor resiko.

Sehingga diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang faktor – faktor resiko

psikososial, etiologi, dan mekanisme persalinan preterm.1

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi dan

patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi serta pencegahan dari

kehamilan preterm.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,

etiologi dan patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi serta

pencegahan dari kehamilan preterm.


1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada beberapa literatur.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2
Persalinan preterm menurut WHO tahun 2015 adalah persalinan sebelum

usia kehamilan 37 minggu.3 Persalinan preterm menurut The American College of

Obstreticians and Gynecologist (ACOG) tahun 2016, didefinisikan sebagai

kontraksi uterus regular yang diikuti dengan dilatasi serviks yang progresif

dan/atau penipisan serviks pada kehamilan kurang dari 37 minggu. Saat kelahiran

kelahiran terjadi diantara minggu ke 20 hingga 37 minggu kehamilan, disebut

kelahiran preterm.4

Subkategori dari persalinan preterm adalah2:

1. Extremly preterm : dibawah usia kehamilan 28 minggu

2. Very Preterm : usia kehamilan 28 hingga 32 minggu

3. Moderate to late preterm : usia kehamilan 32 hingga 37 minggu

2.2 Epidemiologi

Menurut WHO tahun 2017, jumlah persalinan prematur diperkirakan 15

juta setiap tahun. Hampir satu juta anak meninggal setiap tahun akibat komplikasi

kelahiran prematur di mana lebih dari 60% kelahiran prematur terjadi di Afrika

dan Asia Selatan. Sementara itu, negara-negara berpenghasilan rendah, rata-rata

terjadi 12% bayi lahir prematur, sedangkan di negara-negara berpenghasilan tinggi

hanya 9%. 2

Pada tahun 2016 menurut Center for Disease Control and Prevention

(CDC), persalinan preterm terjadi pada 1 dari 10 bayi yang lahir di Amerika

Serikat. Menurut data WHO tahun 2017, Indonesia masuk kedalam 5 besar negara

dengan jumlah persalinan preterm terbanyak, 675.700 kasus.2,5

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, jumlah

kematian neonatal (bayi umur 0-28 hari), tercatat 181 kasus. Kematian bayi

3
neonatal dini (0-6 hari) sebesar 78,5%. Proporsi terbesar disebabkan oleh

gangguan/kelainan pernafasan (respiratory disorders), dan selanjutnya urutan

kedua oleh prematuritas dan ketiga disebabkan oleh sepsis. Proporsi bayi

prematur yang meninggal cukup tinggi (32,4%) menunjukkan bahwa penanganan

bayi prematur belum memuaskan, atau karena alasan lainnya, seperti terlambat

membawa atau terlambat menerima pelayanan kesehatan.6

2.3 Etiologi dan Faktor resiko

Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda.

35% persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat

persalinan elektif, 10 % pada kehamilan ganda, dan sebagian lain akibat kondisi

ibu atau janinnya. Persalinan preterm merupakan kelainan proses yang

multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik

memiliki pengaruh terhadap terjadinya persalinan preterm. Kadang hanya resiko

tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma.

Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang

merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi

rahim dan perubahan servik, yaitu:

1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisi-adrenal baik pada ibu maupun

janin, akibat stres pada ibu atau janin.

2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari

traktus genitourinaria atau infeksi sitemik.

3. Perdarahan desidua.

4. Peregangan uterus patologik.

5. Kelainan pada uterus atau servik.1

4
Menurut ACOG, beberapa wanita memiliki risiko kelahiran prematur lebih

tinggi daripada yang lain. Wanita yang pernah melahirkan prematur sebelumnya

memiliki risiko terbesar. Wanita dengan serviks pendek juga berisiko tinggi. faktor

lain yang terkait dengan kelahiran prematur termasuk kondisi kebidanan dan

ginekologis saat hamil, komplikasi kehamilan saat ini, dan faktor gaya hidup.4

Gambar 2.1 Faktor resiko persalinan preterm4

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sulistiarini dan Sarni

Maniar Berliana dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor Yang

Memengaruhi Kelahiran Prematur di Indonesia: Analisis Data Riskesdas 2013

didapatkan faktor-faktor risiko terjadinya kelahiran prematur di Indonesia yaitu

persentase kelahiran prematur lebih besar terjadi pada ibu dengan karakteristik

melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun, berpendidikan kurang dari SD, tinggal

di daerah perdesaan, tidak memiliki riwayat keguguran, melahirkan anak keempat

atau lebih, melakukan pemeriksaan kehamilan tidak lengkap, dan mengalami

komplikasi saat hamil. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Ratih Indah Kartikasari dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Faktor

Risiko Multiparitas Dengan Persalinan Preterm di RSUD Dr. Soegiri Lamongan

5
didapatkan bahwa multiparitas merupakan faktor risiko terjadinya persalinan

preterm.6

2.4 Patofisiologi

Penyebab terjadinya persalinan preterm7:

1. Infeksi (serviks, vagina, urinaria)

Vaginosis bakterialis terbukti berhubungan dengan persalinan

preterm, tidak bergantung dari factor risiko yang diketahui. Tatalaksana

vaginosis bacterial dapat menurunkan insiden dari persalinan preterm.

Dalam beberapa tahun, telah diketahui tatalaksana dari sistisis baik

asimptomatik dan klinis dapat menurunkan insiden dari kelahiran preterm.

Terdapat hubungan antara infeksi serviks-vagina dan secara

progresif dapat mengubah panjang serviks, dapat dilihat dengan

menggunakan USG transvaginal. Risiko relatif dari persalinan preterm

adalah secara signifikan dapat mebuat serviks menjadi pendek yaitu dari

panjang 3.5 cm menjadi 2.5 cm. Serviks yang pendek muncul lebih sering

pada wanita yang mempunyai riwayat kelahiran preterm dan terminasi dari

kehamilan.

Test yang paling baik untuk mengetahui perkembangan serviks dan

vagina adalah fetal fibronectin. fetal fibronectin merupakan protein

membrane dasar yang diproduksi oleh membrane fetus. Ketika membran

fetus terganggu karena aktivitas uterus yang representative, dan/atau

karena adanya infeksi yang menyebabkan pemendekan serviks dapat

terjadi pelepasan fetal fibronectin. fetal fibronectina akan dilepaskan

kedalam sekret vagina. Tes fetal fibronectin positif didapatkan dalam

6
kehamilan 22-24 minggu lebih baik dijadikan prediksi kelahiran preterm

ketimbang kehamilan yang terjadi sebelum usia kehamilan 28 minggu. Tes

fetal fibronectin positifdihubungkan dengan pemendekan serviks, infeksi

vagina, dan aktivitas uterus. Tes negatif memprediksikan bahwa risiko

persalinan preterm kecil.

2. Jalur Plasental-vascular

Jalur Plasental-vascular dimulai langsung ketika implantasi terjadi,

ketika terdapat perubahan penting pada daerah yang menjadi tempat

perlengketan plasental. Mulanya, terjadinya perubahan imunologik, terjadi

peralihan tipe imunitas dari Th-1 (helper cell), yang mungkin bersifat

embriotoksik, menjadi antibodi tipe Th-2. Yang dapat menghambat

produksi antibodi untuk mencegah penolakan terhadap implan. Pada waktu

yang sama, trofoblas membentuk arteri spiralis pada desidua dan

miometrium yang menjamin resisten vaskuler rendah sehingga hubungan

dengan ibu menjadi stabil.

Ketiga kondisi tersebut dihubungkan dengan persalinan preterm

(spontan, PROM dan IUGR) yang berhubungan dengan kegagalan

trofoblas dalam membentuk arteri spinalis. Perlekatan trofoblas yang

sedikit dapat disebabkan oleh factor plasenta atau aterosklerosis yang

terjadi sebagai abnormalitas sekunder pada ibu. Perubahan keduanya

memberikan peranan penting pada patofisiologi dari kegagalan

pertumbuhan janin, kelahiran preterm dan preeklamsi.

3. Stress psikososial dan pekerjaan berat

7
Stress mental dan stress pekerjaan dapat menginisiasi respon stress

dengan peningkatahn pelepasan kortisol dan katekolamin. Respon

biokimia pada stress penting untuk memelihara regulasi metabolik.

Bagaimanapun, kortisol yang berasal dari glandula adrenal terinisiasi

secara dini sebagai ekspresi dari gen dengan melepaskan placental

corticotrophin-releasing hormone., dan kemudian meningkatkan level

CRH yang dapat memicu terjadinya persalinan. Katekolamin dilepaskan

selama respon stress tidak hanya mempengaruhi aliran darah ke unit

uteroplasenta, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus (norepinefrin).

Nutrisi yang kurang dapat menurunkan jumlah kalori dalam tubuh yang

diketahui memicu stressor dan biasanya dihubungkan dengan peningkatan

risiko kelahiran preterm. Pada jalur strees berdasarkan penelitian

menunujukkan bahwa terjadi perubahan kadar CRH, sebuah mediator dari

respon stress, meningkat secara signifikan pada beberapa minggu sebelum

onset dari persalinan preterm. Jadi, terlalu banyak stress (stress kronik)

dapat menjadi toksik dan menyebabkan kelahiran preterm. Dukungan

psikososial dan penurunan stress hanya mencegah untuk saat kondisi

tersebut sedang berlangsung yang dapat di aplikasikan pada jalur tersebut.

4. Regangan uterus (kehamilan multiple)

Regangan uterus sebagai hasil dari peningkatan volum selama kehamilan

normal dan abnormal sangat penting dalam menentukan mekanisme

fisiologis dari proses pengosongan uterus. Pada kehamilan normal,

hormon parathyroid-related protein (PTrP) memainkan aturan penting

8
dalam melemaskan jaringan myometrium, tetapi ketika regangan melebihi

batas tertentu (contoh: multiple gestations, fetal macrosomia, and

polihdramnion), PTrP berkurang kemampuannya dalam menjaga uterus

tetap lemas dan persalinan dapat terjadi. Jalur ini biasanya terjadi pada

pasien dengan polihidramnion dan dengan multiple gestasion, kedua factor

tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm.

2.5 Diagnosis

1. Anamnesis: penentuan usia risiko (riwayat obstetri, perdarahan, infeksi).8


2. Tanda dan gejala
Diagnosis dari persalinan preterm didasarkan pada1 :
a. Kontraksi yang berulang sedikitnya stiap 7-8 menit sekali, atau 2-3
kali dalam 10 menit.
b. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain.)
c. Perdarahan bercak.
d. Perasaan menekan pada daerah serviks.
e. Pemeriksaan serviks menunjukan telah trejadi pembukaan sedikitnya
2 cm, dan penipisan 50-80%.
f. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina iskiadika.
g. Selaput ketuban pecah, merupakan tanda awal persalinan preterm.
h. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
Kontraksi uterus tidak direkomendasikan sebagai prediktor dari kelahiran
6
preterm, tetapi perubahan pada serviks berarti.
2.6 Penatalaksanaan

Manajemen persalinan perterm meliputi :

1. Tirah baring (bedrest)

Kepentingan istirahat disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara

statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara statistik.8

2. Hidrasi dan sedasi

9
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah

persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi

premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat

digunakan untuk mendapatkan efek sedasi .8

3. Pemberian tokolitik

Tokolitik akan menghambat kontraksi miometrium dan dapat menunda

persalinan. Beberapa alasan pemberian tokolitik pada persalinan preterm 1:

 Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.

 Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir

surfaktan paru janin.

 Memberi kesempatan trasnfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap.

 Optimalisasi personel.

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis :

a. Nifedipin

Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg,

dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus sampai

48 jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit

kepala dan hipotensi.8

b. Magnesium sulfat

Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara

parenteral. Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per

jam tergantung dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila terjadi efek toksik,

berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV perlahan-lahan.8

c. COX (cylo-oxygenase)- 2 inhibitors

10
Indomethacin: dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg peroral setiap 6 jam

untuk 8 kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari, dapat menimbulkan

oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow. Indomethacin

direkomendasikan pada kehamilan ≥32 minggu karena dapat mempercepat

penutupan duktus arteriousus (PDA).8

d. Atosiban

Atosiban adalah suatu analog oksitosin yang bekerja pada reseptor

oksitosin dan vasopresin. Dosis awal 6,75mg bolus dalam satu menit, diikuti

18mg/jam selama 3 jam per infus, kemudian 6mg/jam selama 45 jam. 8

e. Beta2-sympathomimetics

Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah

ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline.

Contoh: Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa 5%.

Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit sampai

kontraksi uterus hilang. Infus harus dilanjutkan 12 — 48 jam setelah kontraksi

hilang. Selanjutnya diberikan dosis pemeliharaan satu tablet (10 mg) setiap 8 jam

setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor

selama pengobatan. Kontraindikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu,

hipertensi atau hipotensi, hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum.8

e. Progesteron

Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alpha-hi.drax-

ffirogesterone caproate menurunkan persalinan pretern berulang. Dosis 250 mg (1

mL) im tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau sampai persalinan.

Pemberian dimulai 16-21 minggu kehamilan.8

11
4. Pemberian Kortikosteroid

Pemakaian kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru

janin, menurunkan kejadian RDS, kematian neonatal dan perdarahan

intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 — 34 minggu, namun dapat

dipertimbangkan sampai 36 minggu. Kontra indikasi : infeksi sistemik yang berat,

(tuberkulosis dan korioamnionitis).1,8

Betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi

intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal

dapat dicapai dalam 1 - 7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat.

Apabila tidak terdapat betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2

x 5 mg intramuskuler per hari selama 2 hari.1,8

5. Antibiotika

Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan

karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman

persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian

klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg

sehari selama 7 hari). atau eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan

bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan minggu.8

6. Perencanaan Persalinan

Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan

mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu

sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care

unit (NICU). Kehamilan 24-37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko

obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm.8

12
2.7 Pencegahan persalinan preterm

ANC yang baik adalah yang terpenting dapat membantu untuk mendeteksi

beberapa dari faktor ibu dan anak yang dapat memicu persalinan preterm. Pasien

dengan faktor risiko tinggi diberikan edukasi mengenai gejala dan tanda bahaya

yang mengarah pada persalinan preterm. Hal yang paling penting adalah bed rest

dan mengurangi aktifitas seksual dalam kehamilan.9

Pasien dengan vaginosis bakterialis dapat meningkatkan risiko kelahiran

preterm. Tatalaksana antibiotik. (ampicillin, erythromycin, metronidazole) pada

wanita dengan vaginosis bakterialis dapat menurunkan kejadian kelahiran

preterm.9

Turunkan kemungkinan persalinan preterm yang terjadi dalam 48 jam

dengan memulai tatalaksana menggunakan kortikosteroid dengan tujuan

pematangan paru fetus.9

Kontraindikasi dalam mempertahankan kehamilan preterm adalah9:

1. Preeklamsi

2. Fetal distress

3. Korioamnionitis berat yang diikuti dengan rupture membrane

4. Adanya kelainan pada fetus

5. Berkembang kearah efek samping serius setelah pemberian beta agonis

2.8 Komplikasi10

Tabel 2.1 Komplikasi persalinan pretem pada bayi

No. Organ/sistem Masalah jangka pendek Masalah Jangka


Pendek
1. Pernafasan sindrom distress pernafasan, dysplasia
kebocoran udara, dysplasia bronkopulmonari,

13
bronkopulmonari, dan apneu penyakit jalan nafas
pada bayi prematur. reaktif, dan asma.
2. Pencernaan dan hiperbilirubinemia, intoleran Gagal berkembang,
nutrisi dalam makan, necrotizing sindroma usus pendek,
enterocolitis, gagal tumbuh Kolestasis
3. Imunologi Infeksi yang didapat di rumah Respiratory syncytial
sakit, daya tahan tubuh kurang, virus infection,
infeksi perinatal bronchiolitis
4. Sistem saraf pusat Perdarahan intraventrikular, Cerebral palsy,
Leukomalacia periventrikular, hidrosefalus, serebral
Hidrosefalus Atrofi, keterlambatan
perkembangan saraf,
Gangguan pendengaran
5. Ophthalmological Retinopathy of prematurity Kebutaan, retinal
detachment, myopia,
strabismus
6. Cardiovascular Hypotension, patent ductus Pulmonary
arteriosus, hypertension, hipertensi
pulmonary hypertension ketika dewasa
7. Ginjal Gangguan air dan elektrolit, Hipertensi ketika
gangguan keseimbangan asam dewasa
basa
8. Hematological Anemia iatrogenik, perlu
sering transfusi, anemia
prematuritas
9. Endocrinological Hipoglikemia, tingkat tiroksin Gangguan regulasi
sementara rendah, kekurangan glukosa, peningkatan
kortisol resistensi insulin
2.9 Prognosis

Usia kehamilan dan berat lahir sangat berpengaruh terhadap mortalitas dan

morbiditas pada persalinan preterm. Penelitian Robert dkk mendapatkan bahwa

anak yang lahir pada usia kehamilan 22-27 minggu memiliki gangguan

perkembangan saraf berat, dimana ditemukan gangguan pendengaran, cerebral

palsy dan gangguan intelektual yang tinggi. Bayi yang lahir pada usia kehamilan

23-25 minggu yang mendapatkan exposure kortikosteroid antenatal memiliki

tingkat mortalitas dan komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka

yang tidak. Bayi yang lahir pada usia kehamilan 34-36 minggu dengan exposure

14
kortikosteroid antenatal juga memiliki insidens gangguan pernafasan yang lebih

rendah.11

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


1. Nama : Ny. EE
2. Umur : 21 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. No MR : 0.01.31.81
5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Alamat : Pauh, Padang

3.2 Anamnesis :
Keluhan Utama
Seorang pasien perempuan usia 21 tahun datang ke IGD Rumah Sakit
Unand Padang pada tanggal 3 Februari 2019, pukul 11.50 WIB dengan
keluhan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan sejak 3 jam yang lalu
sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan sejak 3 jam yang lalu
sebelum masuk rumah sakit.

15
 Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari sejak 16 jam yang lalu sebelum
masuk rumah sakit.
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada.
 Keiuar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.
 Tidak haid sejak ± 8 bulan yang lalu.
 HPHT : 20-05-2018 TP : 06-02-2019.
 Gerakan janin telah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
 RHM : mual (+), muntah (-), perdarahan (-).
 ANC: kontrol rutin ke bidan.
 RHT: Mual (-), muntah (-), perdarahan (-).
 Riwayat menstruasi: menarche umur 12 tahun, siklus haid teratur,
lamanya 4-5 hari, banyaknya 2-3 x ganti duk/hari, nyeri haid (-).
 Riwayat demam (-),kaki bengkak (-),pandangan kabur (-).
 Riwayat konstipasi (-), nyeri BAK (-), nyeri kepala (-), keputihan (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes
melitus, dan hipertensi.
 Riwayat alergi tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit keturunan,
menular, dan kejiwaan.
Riwayat Perkawinan : 1 x tahun 2014
Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan : G2P1A0H1
1. 2015, laki-laki, 1600 gram, preterm, lahir spontan, ditolong bidan, hidup
2. Sekarang
Riwayat Kontrasepsi : tidak ada
Riwayat Imunisasi : tidak ada
Riwayat Pendidikan : SMP
Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas fisik
ringan-sedang
Riwayat Kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik :


Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tinggi Badan : 152 cm

16
Berat Badan sebelum hamil : 49 Kg
Berat Badan sesudah hamil : 57 Kg
LILA : 24 cm
Vital sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Nafas : 22x/menit
Temperatur : 36,70 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher :
Inspeksi :JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi :tidak teraba pembesaran kenjar tiroid dan tidak teraba
pembesaran kenjar getah bening
Thoraks :
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama jantung reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus normal kiri dan kanan
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : suara napas vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : status Obstetri
Genitalia : status Obstetri
Ekstremitas : edema (+), Akral hangat, CRT <2 detik
Status Obstetrikus :
Muka : chloasma gravidarum (-)
Mammae : membesar, aerola dan papilla mammae hiperpigmentasi
(+), pembesaran kelenjar montgomery (+).
Abdomen

17
Inspeksi : tampak membuncit sesuai dengan usia kehamilan preterm.
Linea mediana hiperpigmentasi (+), striae gravidarum (+),
sikatrik (-)
Palpasi :
L1 : FUT teraba 2 jari dibawah processus xyphoideus.
Teraba massa besar, lunak, noduler
L2 : teraba tahanan terbesar janin di sebelah kiri ibu.
Teraba bagian-bagian kecil janin di sebelah kanan ibu.
L3 : teraba massa keras, terfiksir.
L4 : konvergen
TFU : 28 cm TBA : 2325 gr His : 1-2x/20"/S
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N, DJJ : 145-155 x/menit
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Ø 2-3 cm, portio lunak
Ketuban (+) utuh
Kepala uuk Hodge I-II

3.4 Pemeriksaan laboratorium :


 Hemoglobin : 11,4 gr/dl
 Leukosit : 14.550 /mm3
 Trombosit : 143.000/mm3
 Hematokrit : 33 %
 PT : 9.00”
 APTT : 33.00”

3.5 Diagnosa :
G2P1A0H1 Parturien Preterm 35-36 minggu Kala I Fase Laten.

3.6 Sikap :
Kontrol keadaan umum, vital sign, His, DJJ
Ikuti persalinan
IVFD RL 20 tpm

18
Inj Ceftriaxon 2x1 gram
Inj Dexametason 2x5 mg (2 ampul)
Rencana :
Persalinan partus pervaginam

PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal 3 Februari 2019 Pukul 14.00 WIB
S : Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
Pasien semakin kesakitan, merasa seperti ingin buang air besar
Pasien ingin mengeran
Gerakan janin (+)

O : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/70mmHg 82x/i 20x/i 36,7 0C
Abdomen:
His : 4-5x/50"/K
DJJ : 120-130 x/mnt
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Ø lengkap
Ketuban (+) utuh
Teraba kepala UUK kiri depan Hodge III
A : G2P1A0H1 Parturien Preterm 35-36 minggu Kala II
Janin Hidup Tunggal Intra Uterin
P :
Kontrol KU, VS, HIS, DJJ
Amniotomi
Pimpin persalinan
Rencana : Partus pervaginam

LAPORAN PERSALINAN

19
 Jam 14.00 terlihat adanya tanda kala II persalinan, yaitu ibu merasa ada
dorongan kuat untuk meneran, tekanan meningkat pada rektum dan
vagina, perineum tampak menonjol, vulva dan sfingter ani membuka.
 Menyiapkan pertolongan persalinan:
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Untuk resusitasi tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk/kain
bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
di atas tubuh bayi
 Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal
bahu bayi
 Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di
dalam partus set
 Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik :
Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia
Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% )
 Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap Bila
selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan
amniotomi
 Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 - 160x/ menit)
 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-
hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
 Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan
meneran.
 Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.

20
 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin, dan dokumentasikan semua
temuan yang ada.
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar.
 Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran:
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
 Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120
menit (2 jam) meneran (Primigravida) atau 60 menit (1 jam)
meneran (multigravida)
 Lindungi perineum dengan tangan kanan (dibawah kain bersih dan
kering), ibu jari pada salah satu perineum dan 4 jari tangan pada sisi
perineum yang lain. Tangan kiri menahan kepala bayi untuk menahan
posisi tetap fleksi saat keluar secara bertahap melewati introitus dan
perineum. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan
dangkal.
 Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi.
 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan
potong di antara dua klem tersebut.
 Pada pasien ini tidak terdapat lilitan tali pusat.

21
 Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan
kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas (sanggah
susur).
 Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki
dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
 Jam 14.05 WIB.
Lahir bayi perempuan, Bayi lahir cukup bulan, menangis kuat dan
bergerak aktif.
 Bayi dikeringkan mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah
dengan handuk / kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
 Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus.
 Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikan oksitosin).
 Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3
cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama
 Pemotongan dan pengikatan tali pusat: Dengan satu tangan. Angkat tali
pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan dilakukan

22
pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut. Kemudian dilakukan
pengikatan tali pusat.
 Agar ada kontak kulit ibu kekulit bayi, bayi diletakkan tengkurap di dada
ibu. Lurus kan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada / perut ibu.
Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari puting payudara ibu dan selimuti bayi
 Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva.
 Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi pelepasan plasenta. Tangan lain meregangkan tali pusat.
 Saat uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso
kranial.
 Timbul tanda-tanda pelepasan plasenta:
 Fundus uteri naik
 Tali pusat yang terlihat menjadi lebih panjang ± 3 cm
 Bentuk uterus menjadi membulat dan keras
 Disertai pengeluaran darah dengan tiba-tiba
 Saat plasenta muncul di introitus vagina, plasenta dilahirkan dengan kedua
tangan. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadahnya.
 Setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, dilakukan masase uterus dengan
meletakkan telapak tangan pada difundus dan dilakukan gerakan
melingkar hingga uterus berkontraksi.
 Memeriksa plasenta dan selaput plasenta,
Plasenta lahir spontan, lengkap 1 buah, berat ± 500 gram, insersi
parasentralis. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum (dengan 2
jari telunjuk dan tengah tangan kanan membuka liang vagina untuk memeriksa
apakah ada laserasi atau robekan perineum dan vagina yang menyebabkan
perdarahan). Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
 Melakukan asuhan pasca persalinan, yaitu :
 Memastikan uterus berkontraksi baik.
 Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

23
 Dilakukan penimbangan bayi, memberikan tetes mata antibiotika dan vit
K.
 Berat badan bayi : 2550 gram
 Panjang badan bayi: 44 cm
 Evaluasi perdarahan : perdarahan ± 200 cc
Diagnosis :
P2A0H2 post partus pervaginam
Neonatus kurang bulan, laki-laki, BB 2550 gr, PB 44 cm.
Sikap :
 Kontrol KU,VS, PPV, kontraksi
 Awasi kala IV
Terapi :
 Cefixime 2x200 mg
 Asam mefenamat 3x500 mg
 Sulfat ferosus 1x300 mg
 Vitamin C 3x50 mg
Rencana:
Pindah ke bangsal
KALA IV
Jam ke Waktu TD Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandung Darah
uterus kemih
1 14.15 120/70 82x 36,80 2 jari bpst Baik Kosong Normal

14.30 120/70 80x 36,80 2 jari bpst Baik Kosong Normal

14.45 130/70 84x 36,80 2 jari bpst Baik Kosong- Normal

15.00 130/70 80x 36,80 2 jari bpst Baik Kosong Normal

2 15.30 130/70 82x 36,70 2 jari bpst Baik Kosong Normal

16.00 120/70 80x 36,70 2 jari bpst Baik Kosong Normal

24
Follow up
Tanggal 4 Februari 2019, pukul 06.30 WIB
S : Demam (-), ASI (+/+), BAK (+) , BAB (+), PPV (-)
O : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/80 88x/i 20x/i 36,8 0C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit
Palpasi : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
NT(-), NL (-),DM(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
A : P2A0H2 post partus pervaginam
P :
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Mobilisasi dini
Breast care
Vulva hygiene
Terapi :
Cefixime 2x200 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Sulfat ferosus 1x300 mg
Vitamin C 3x50 mg
Rencana : Pulang

BAB 4
DISKUSI

25
Pasien perempuan berumur 21 tahun datang ke Rumah Sakit Unand
dengan keluhan utama keluar lendir bercampur darah dari kemaluan sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengatakan nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari sejak 16 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluar air-air yang banyak dari kemaluan dan keluar
darah yang banyak dari kemaluan tidak ada. Keluhan yang dialami pasien
menunjukkan tanda dan gejala dari inpartu. Pasien sudah tidak haid sejak 8 bulan
yang lalu (HPHT: 20 Mai 2018). Usia kehamilan pasien kurang dari 37 minggu
dikategorikan sebagai persalinan preterm.
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya riwayat persalinan preterm
sebelumnya di usia masi muda dengan tingkat psiko sosio ekonomi dapat menjadi
faktor predisposisi persalinan preterm.
Pada pemeriksaan leopold ditemukan tinggi fundus uteri teraba 3 jari di
bawah prosesus xiphoedeus, teraba tahanan terbesar janin disebelah kiri ibu,
bagian terbawah teraba massa keras dan terfiksir. Pada pemeriksaan VT
pembukaan sebesar 2-3 cm. Ketuban masih utuh. Pasien didiagnosa dengan
G2P1A0H1 Parturien Preterm 35-36 minggu Kala I Fase Laten. Tindakan
selanjutnya observasi pembukaan serviks hingga lengkap dan masuk ke kala II.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb: 11,4 gr/dl, leukosit:
14.550/mm3, trombosit : 143.000/mm3, hematokrit: 33%, PT: 9.00”, APTT: 33.0”.
Hasil ini menunjukkan dalam batas normal.
Pada pukul 14.00 WIB terlihat adanya tanda kala II persalinan yaitu ibu
merasa ada dorongan kuat untuk meneran, tekanan meningkat pada rektum dan
vagina, perineum tampak menonjol, vulva dan sfingter ani membuka. Pembukaan
sudah lengkap tetapi ketuban masih utuh, maka dilakukan amniotomi. Tindakan
asuhan persalinan normal dilakukan. Bayi pun lahir pada pukul 16.05 dengan
jenis kelamin laki-laki dan berat badan 2550 gram, menangis kuat dan bergerak
aktif. Pasien pun masuk ke Kala III , beberapa saat setelah itu plasenta pun lahir
spontan lengkap 1 buah berat ±500 gram, pada fase ini dilakukan manajemen aktif
kala 3 antara lain pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah
bayi lahir, melakukan peregangan tali pusat terkendali, dan masase fundus uteri.

26
Setelah itu pasien pun masuk ke kala IV, pada pasien dilakukan evaluasi
kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Berdasarkan kepustakaan manajemen aktif kala III ini bertujuan untuk
menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat
waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah pada kala tiga
persalinan jika dibandingkan dibiarkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebelum persalinan diberikan ceftriaxon 2x1 gram iv untuk mencegah
infeksi pada kehamilan yang beresiko dan dexametason 2x10 mg iv untuk
pematangan surfaktan paru janin dan mencegah perdarahan intraventrikular.
Setelah asuhan persalinan normal selesai pasien di pindahkan ke ruang rawat dan
diberikan cefixime 2x200 mg untuk mencegah infeksi post partum, asam
mefenamat 3x500 mg untuk mengurangi nyeri, sulfat ferosus 1x300 mg untuk
mencegah anemia, serta vitamin C 3x50 mg suplemen untuk mempercepat proses
penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

27
1. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo; 2013: 667-676.

2. World Health Organization. Preterm Birth. 2017.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/ diakses tanggal 05
Februari 2019.

3. World Health Organization. Recommendations on interventions to improve


preterm birth outcomes. 2015.
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal_perinatal_healt
h/preterm-birth-guideline/en/ diakses tanggal 05 Februari 2019.

4. The American College of Obstreticians and Gynecologist . Preterm labor and


birth. 2016. simponline.it/wp.../06/Pretrem-Labor-and-birth-ACOG.pdf
diakses tanggal 05 Februari 2019.

5. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Preterm birth. 2017.
https://www.cdc.gov/reproductivehealth/maternalinfanthealth/pretermbirth.ht
m diakses tanggal 05 Februari 2019.

6. Sulistiarini, Dwi dan Sarni Maniar Berliana. 2016. Faktor-Faktor Yang


Memengaruhi Kelahiran Prematur Di Indonesia: Analisis Data Riskesdas
2013. E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan;2016 :1(2):p109-115.

7. Gambone, Joseph C dan Calvin J. Hobel. Essentials of Obstetrics and


Gynecology. Philadelpia : Elsevier; 2010.

8. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Panduan Pengelolaan


Persalianan Preterm Nasional. Bandung : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI; 2011.

9. Clinical Practice Guideline. Management of Preterm Labour. Singapore:


Ministry of Health; 2001. https://www.moh.gov.sg diakses tanggal 05
Februari 2019.

10. Cunningham FG, et al. Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta : EGC;
2013.

28
11. Furdon S. Prematurity. 2017. https://emedicine.medscape.com/article/975909-
overview#showall diakses tanggal 05 Februari 2019.

29

Anda mungkin juga menyukai