Anda di halaman 1dari 12

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI TATA LINGKUNGAN

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
ACARA FIELDTRIP

Dibuat Oleh :
MUHAMAD ILHAM
(16/400056/TK/45070)

Kelompok:
4

Asisten Kelompok:
GABRIEL LISTYAWAN

YOGYAKARTA
APRIL
2019
PENDAHULUAN

A. Tujuan Fieldtrip
Dilaksanakannya fieldtrip hidrogeologi pada hari Sabtu tanggal 13 April 2019 ini
adalah agar peserta praktikum hidrogeologi dapat melihat, mengamati, mengambil data,
menganalisa, dan meenginterpretasikan kondisi hidrogeologi suatu daerah, khususnya
yogyakarta, secara langsung dengan mendatangi Stasiun Titik Amat(STA) yang telah
ditentukan oleh dosen dan asisten praktikum hidrogeologi ini.
B. Jalur Stasiun Titik Amat yang Dilewati
List jalur yang dilewati pada fieldtrip hidrogeologi ini yakni:
1. Umbul Pajangan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY.
2. Goa Seropan, Semuluh, Semanu, Gunung Kidul, DIY.
3. Pantai Ngobaran, Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul, DIY

Berikut Peta Gambaran Jalur yang dilewati pada Fieldtrip Hidrogeologi ini:

C. Gambaran Awal Pembahasan Tiap STA


Poin yang akan dibahas pada masing-masing STA yakni:
 Plotting kedudukan STA pada peta dasar yang diberikan
 Gambaran dan Hasil Observasi dan Orientasi Lapangan Pada STA tersebut
 Pembahasan Geomorfologi dan Geologi STA secara umum
 Perhitungan dan Hasil Pengukuran Debit maupun Kualitas Air
 Gambaran atau Ilustrasi poin penting tiap STA
 Analisis dan Interpretasi dari data yang didapat
PEMBAHASAN

1. Umbul Pajangan
a) Hasil plotting pada peta dasar
Titik A: 49 M 437408; 9145997 - Umbul Besar (Merah)
Titik B: 49 M 437431; 9146022 – Umbul Kecil

b) Hasil Observasi dan Orientasi Lapangan


Elevasi: 235 mdpl
Morfologi berupa pesawahan(dataran), umbul besar berupa kolam dengan kondisi
mata air memancar, dicirikan dengan adanya gelembung yang keluar/muncul di
permukaan. Umbul Kecil berupa pancaran air yang tertampung pada bak(semen).
c) Perhitungan debit pada umbul kecil dan umbul besar
Umbul Kecil:
Debit= Volume/waktu
Volume= 5 Liter
Waktu = 13,87 detik
Q= 0,00036 m3/sekon
Umbul Besar:
Debit=Kecepatan Aliran x Luas penampang
Q=V x A
V= 0,365 m/s
A= 0,08 m2
Q= 0,0292 m3/detik
d) Hasil Pengukuran Kualitas Air pada umbul kecil dan besar
Umbul Kecil:
DHL : 550 mS/cm
TDS : 250 mg/L
pH : 8,2
Suhu : 27oC
eH : -64 mV
Umbul Besar:
DHL : 580 mS/cm
TDS : 270 mg/L
pH : 7,1
Suhu : 24oC
eH : -16 mV

e) Hasil Observasi Sumur Penduduk (Kelompok 4)


Koordinat : 49 M 437359 ; 9145914
Elevasi air tanah : 233,53 mdpl
Arah aliran air tanah : Relatif ke Selatan
Kualitas Air Tanah :
DHL : 510 mS/cm
TDS : 210 mg/L
pH :8
Suhu : 27,5oC Foto Sumur Warga Kel.4
eH : 89 mV
Data Koordinat dan Kualitas Sumur Kelompok Lain:
Ke X Y Elev a b t pH DHL TDS Suhu eH
l
2 437344 9145862 227 0,65 3,3 224,3 7,3 450 210 27,8 102
3 437463 9145778 207 0,73 4,8 203,0 6,7 530 260 31 90
4 Kelompok Kami
5 437397 9145668 235 0,59 4,1 231,4 7,2 580 280 28.5 104
6 437455 9145813 207 0.78 4.9 201.2 6.4 320 150 27.8 90
8 437357 9145726 229 0.5 4.2 225.3 6.7 420 200 29 -
9 437483 9145849 225 0 4.8 220.2 7.5 350 170 28 130
10 437405 9145872 225 0.1 2.5 222.6 7.3 390 190 28 85

f) Analisis dan Interpretasi


 Ada atau tidak adanya perbedaan kualitas air tanah mata air dan sumur penduduk
Terdapat Perbedaan, yakni nilai TDS dan DHL pada sumur penduduk lebih
rendah kurang lebih 40-50 angka diduga diakibatkan adanya perbedaan tipe dan
kedalaman akuifer, di mana pada mata air merupakan tipe vertikal(umbul wadon)
dan tertekan sedangkan sumur warga merupakan akuifer bebas, juga kedalaman
akuifer pada mata air merupakan akuifer dalam (akuifer Sleman) sedangkan pada
sumur warga lebih dangkal(Akuifer Yogyakarta) sehingga intensifitas reaksi dan
pelarutan pada pori batuannya akan lebih intensif karena residence time nya yang
lebih lama pada akuifer dari mata air sehingga menyebabkan nilai TDS dan DHL
mata air yang lebih tinggi dari sumur warga. Nilai eH yang cukup kontras di mana
pada mata air bernilai negatif sedangkan pada sumur warga bernilai positif diduga
akibat dari asal airnya, di mana pada mata air berasal dari akuifer yang lebih
dalam sehingga sedikit kontak dengan oksigen, sedangkan pada sumur warga nilai
eH nya positif yang mengindikasikan nilai oksigen yang juga tinggi akibat kontak
dengan oksigen yang lebih intens karena berasal dari akuifer dangkal dan dekat
dengan permukaan. Nilai pH pada mata air yang lebih basa diduga akibat adanya
aktivitas antropogen berupa penggunaan sabun ataupun pemandian.

Konsep dari sistem akuifer di Kota Yogyakarta(Putra 2007)


 Tipe/jenis mata air pajangan
Tipe/Jenis Mata Air pajangan yakni masuk ke dalam Umbul Wadon yang
dicirikan dengan sifatnya yang merupakan mata air menengah-regional, vertikal,
dan dalam. Hal tersebut dapat dilihat dari sifat kimianya dari hasil pengukuran,
juga terlihat dari kenampakan adanya gelembung yang muncul di permukaannya.
 Hubungan dengan kondisi regional(Putra (2007) membagi akuifer merapi menjadi
2, yakni Yogyakarta di bagian atas, dan sleman di bawahnya).
Mata air pajangan(umbul kecil dan besar) diduga berasal dari akuifer bagian
bawah dari sistem akuifer merapi yakni Sleman Formation sedangkan sumur
warga berasal dari akuifer yang lebih dangkal/atas yakni Yogyakarta formation.
 Arah aliran berdasarkan data dari kelompok lain
Berdasarkan data dari sumur sekitar yang diambil oleh kelompok lain didapatkan
bahwa arah aliran relatif ke arah selatan.
g) Dokumentasi STA.

Umbul Besar Umbul Kecil


2. Goa Seropan
a) Hasil Plotting pada peta dasar(49 M 464965;9113949)-Merah(Goa) dan Biru(Sungai)

b) Hasil Observasi dan Orientasi Lapangan


Elevasi: 170 mdpl
Kenampakan berupa gua(cave) dengan morfologi pada lembahan antara
perbukitan/kerucut karst. Diduga berupa gua yang terbentuk pada doline antara
perbukitan yang merupakan daerah tangkapan air.
c) Gambaran Geomorfologi dan Geologi STA
Termasuk ke dalam bentang alam Karst, yakni bentang alam dengan proses utama
solusional atau pelarutan pada litologi berupa batuan karbonat atau batugamping.
Morfologi yang teramati pada STA ini yakni:
Morfologi Mayor : Kerucut Karst(conical hills), Menara Karst, Doline, Blind Valley
Morfologi Minor : stalaktit, stalagmit, fitokarst, flowstone, lapies, dan karren.
d) Hasil Pengamatan morfologi gua dam sungai bawah tanah yang ada
Kedalaman sungai: 115 cm dengan elevasi muka air sungai 150 mdpl
Kondisi yang dapat menyebabkan kehadiran sungai bawah tanah ini yakni sungai
bawah tanah yang ada terbentuk pada zona epikarst pada klasifikasi atau pembagian
zoan hidrogeologi daerah karst yang memiliki kenampakan khusus. Zona ini berada di
bawah zona soil dan di atas zona jenuh air pada daerah karst. Pada daerah karst zona
jenhu air terletak sangat dalam dikarenakan intensitas pelarutan dan sifat litologi
batugamping sendiri sehingga terjadi demikian. Kemudian pada beberapa tempat
terdapat zona yang pelarutannya sangat intens akibat adanya struktur geologi dan
sebagainya sehingga terbentuk lubang/rongga besar berupa lorong gua dan menjadi
tempat terakumulasinya air, sehingga terbentuklah sungai bawah tanah tersebut. Hasil
dari infiltrasi dari atas(litologi) yang berupa rembesan dan inflow sungai dari luar
(yang berupa blind stream).
Ilustrasi Hidrologi daerah karst:

e) Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Sungai Bawah Tanah dan analisis ada/tidaknya
perbedaan kualitas dengan air tanah pada mata air umbul pajangan.
DHL : 500 mS/cm
TDS : 240 mg/L
pH :7
Suhu : 28,1oC
eH : 140 mV
Terdapat perbedaan dengan mata air umbul pajangan yakni pada nilai TDS nya pada
daerah ini cukup tinggi karena pengaruh litologi yang berupa batugamping sehingga
terdapat material yang tersolusi lebih intens pada daerah ini. Perbedaan yang ada tidak
terlalu jauh karena pengaruh kecepatan aliran pada sungai bawah tanah yang tidak
menentu dan cenderung cepat, sehingga pelarutan yang ada tidak terlalu intens dan
material terlarut yang ada lebih sedikit dibandingkan ketika alirannya lambat maupun
sangat lambat.
f) Gambaran posisi sungai bawah tanah pada peta topografi dan Sketsa representatit
sungai bawah tanah(dari enterance/ mulut gua, hingga aliran sungai bawah tanah).
g) Dokumentasi ketika di STA

Foto Kondisi di depan Mulut Goa Seropan

3. Pantai Ngobaran
a) Hasil Plotting STA pada peta dasar(49M 445501;9102491) Biru(Goa);Merah(Pantai)

b) Hasil Obsevasi dan Orientasi Lapangan pada Stasiun Titik Amat.


Terdapat 2 lokasi pengamatan, yakni gua yang berada di barat laut pantai yang
merupakan hasil pelarutan pada litologi batugamping dan diperkirakan merupakan hasil
dari pelarutan internsif akibat perubahan muka air pada daerah karst. Teradapat sungai
bawah tanah yang mengalir pada gua tersebut. Gua ini berada pada lereng perbukitan
yang dialihfungsikan menjadi lahan kebun/tumbuhan warga. Secara morfologi berada
pada lerengan yang merupakan daerah tangkapan/akumulasi air.
Pantai yang ada termasuk ke dalam pantai selatan dengan garis pantai menghadap relatif
selatan-tenggara. Ombak yang datang relatif sediki tmembentuk sudut terhadap garis
pantai dan hampir tegak lurus. Arah aliran sungai bawah tanah yang ada relatif N 130 E,
atau sekitar mengalir ke arah tenggara(laut).
c) Keberadaan Keluaran (Discharge) air tanah pada pantai dan tanda-tanda yang dapat
diamati untuk menentukan lokasi disharge tersebut
Dikarenakan kondisi air yang sedang pasang, lokasi yang diperkirakan merupakan
keluaran mata air tertutup oleh air laut, sehingga discharge air tanah yang ada tidak
dapat teramati dengan jelas/baik. Tanda-tanda yang dapat diamati untuk menentukan
lokasi discharge tersebut yakni keberadaan/adanya gelembung/bubble di tepian pantai
yang mengindikasikan adanya keluaran air pada titik tersebut.
d) Hasil Pengukuran Kualitas Air pada sungai bawah tanah
DHL = 540 mS/cm
TDS = 260 mg/L
pH =7
Suhu = 29oC
eH = 150 mV
Keluaran air tawar pada tepian pantai tidak dapat teramati karena tutupan air laut pasang
sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran kualitas air nya.
e) Perbandingan Kualitas air tanah pada lokasi ini dengan STA sebelumnya
Terdapat perbedaan yakni pada nilai TDS nya yang lebih tinggi karena faktor jarak
tempuh dan trasnportasi air tanah yang lebih tinggi.
f) Analisa dan Interpretasi Terhadap Fenomena pada STA ini
Fenomena in idapat terjadi yakni karena adanya pemotongan topografi yang
menyebabkan adanya ketidakmenerusan akuifer (aquifer discontinuity) pada litologi
berupa batugamping yang berbatasan dengan garis pantai, sehingga pada rekahan yang
ada dijumpai keluaran mata air/air tanah tersebut.
Ilustrasi fenomena ini sesuai dengan gambaran berikut:

g) Solusi untuk mengurangi kekurangan air tawar pada daerah pesisir


Melihat fenomen tersebut, solusi yang mungkin dapat dilakukan (dari sudut pandang
geologi) agar dapat menyelesaikan permasalahan kekurangan air tawar pada daerah
pesisir ini yakni:
Memaksimalkan potensi daerah kemunculan/ discharge air tanah yang ada pada tepian
pantai dengan mengekstraksi derah keluaran tersebut ketika surut dengan teknologi
yang ada.
Tidak melakukan pembangunan yang dapat menyebabkan pemompaan/penyedotan air
tanah secara masif/jumlah besar pada daerah dekat pesisir karena berpotensi
tercampurnya air tanah dengan air laut yang ada, juga efek sekunder lainnya dari
excessive groundwater extraction.
h) Dokumentasi Ketika di STA

Foto Kondisi Mulut Goa Foto Kondisi di Dalam Gua(Sungai) Foto Kondisi Pantai Ngobaran
KESIMPULAN

 STA 1, Umbul Pajangan, merupakan daerah dengan dua mata air yakni umbul kecil
dan umbul besar, hasil pengukuran menunjukan bahwa mata air yang ada memiliki
sifat eH yang rendah yang mengindikasikan bahwa mata air ini berasal dari
dalam(akuifer dalam) dan dikelompokkan/diklasifikasikan menjadi mata air umbul
wadon yang dicirikan dengan sifatnya yang berasal dari akuifer dalam, regional, dan
vertikal. Diduga berasal dari akuifer sleman dan air tanah pad sumur warga berasal
dari akuifer yogyakarta yang lebih muda(bagian atas) (MacDonald, 1976).
 STA 2, Goa Seropan, merupakan gua yang difungsikan menjadi suplai air untuk warga
dengan memanfaatkan teknologi mikrohidro/membangun bendungan pada gua agar
dapat menghasilkan energi untuk mengangkat air ke permukaan. Berdasarkan nilai
kualitas air tanahnya nilai TDS nya hampir sama tinggi dibandingkan dengan STA 1
karena berada pada litologi berupa batugamping namun kecepatan alirannya
menyebabkan tidak intensifnya pelarutan mineral pada air tanahnya.
 STA 3, Pantai Ngobaran, merupakan pantain dengan kenampakan mata air pesisir
akibat adanya pemotogan topografi dan ketidakmenerusan akuifer pada zona
HCB(Head Control Boundary) external yang berupa muka air laut sehingga keluar
mata air pada rekahan yang ada di batuan pada tepi pantai tersebut. Sifat kimia air
sungai bawah permukaanya memiliki nilai TDS yang sedikit lebih besar daripada STA
2 diduga dikarenakan adanya faktor jarak trasnportasi pada akuifer, sehingga pada
STA ini yang lebih jauh dari sumber, air tanah yang ada mengalami pelarutan dengan
mineral pada batuan secara lebih intens, namun juga faktor kecepatan aliran
menyebabkan nilainya yang tidak terlalu kontras.
Daftar Pustaka

Wijayanti, yureana dkk. 2018. Groundwater quality mapping of Yogyakarta City, Sleman,
Kulonprogo, and Bantul Regency area of Yogyakarta Province. The 2nd International
Conference on Eco Engineering Development 2018. IOP Publishing.

Putra, Doni Prakasa Eka. 2011. Evolution of roudwater Chemistry on Shallow Aquifer of
Yogyakarta City Yrban Area. Journal of SouthEast Asian Applicatin Geology. Vol 3(2)
Page 116-124.

Anda mungkin juga menyukai