Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Semen merupakan salah satu bahan material yang tidak lepas dari penggunaannya
dalam pembangunan infrastruktur baik berupa jalanan (beton), gedung
perkantoran, perumahan, dll. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat penjualan
semen sepanjang 2017 sebanyak 69,37 juta ton atau naik sebesar 9,7%
dibandingkan realisasi penjualan tahun sebelumnya, artinya permintaan pasar
terhadap kebutuhan semen masih sangat besar baik penjualan semen ke dalam
atau ke luar negeri. Pabrik semen sebagai penopang utama penghasil semen
memiliki peran yang cukup strategis untuk memenuhi kebutuhan semen
khususnya di dalam negeri.

Bila ditinjau dari prosesnya, pabrik semen memiliki proses yang cukup panjang
serta melibatkan berbagai alat dengan kapasitas produksi yang besar per harinya.
Terdapat 9 tahap dalam proses pembuatan semen, yakni : persiapan dan
pengadaan bahan bahan baku, penyimpanan dan pengumpanan bahan baku,
pengeringan dan penggilingan bahan baku, homogenisasi, pemanasan awal,
pembakaran pada rotary kiln, pendinginan klinker, penggilingan akhir, serta
pengantongan semen. Bila kita tinjau dari sumber penggunaan energinya maka
energi yang digunakan berupa energi listrik dan panas. Energi panas digunakan
khususnya dalam proses pembakaran clinker pada rotary kiln serta beberapa alat
yang perlu adanya pengeringan untuk penghilangan atau pengurangan kadar air,
sedangkan energi listrik banyak dipakai untuk proses penggilingan material, baik
saat bahan tersebut masih berbentuk sangat kasar atau untuk tujuan menghaluskan
bahan.

PT. Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap merupakan salah satu industri semen
di Indonesia. Semen yang dihasilkan adalah jenis semen PCC atau Portland

1
2

Composite Cement dengan brand semen serbaguna (General Use Cement) dengan
kapasitas produksi 2,7 juta ton per tahun. Pada Tahun 2017 rata-rata konsumsi
energi listrik di PT. Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap sebesar 91,37 kWh/ton
atau 8,63 kWh/ton dibawah standar yang ditetapkan yakni sebesar 100 kWh/ton
(Berdasarkan SIH 23941.1.2015). Secara umum konsumsi energi listrik sudah
berada dibawah standar yang ditetapkan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
untuk dilakukannya penghematan energi untuk mengurangi jumlah biaya yang
dialokasikan untuk konsumsi energi listik di pabrik. Berikut disajikan grafik total
penggunaan energi listrik di PT. Holcim Indonesia selama tahun 2017 :

Grafik Total Penggunaan Energi Listrik di PT. Holcim Indonesia


Pabrik Cilacap Pada Tahun 2017
120

100 Data

80
IE = kWh/ton

60

40 Batas Maksimum
Konsumsi Energi
20 Listrik
(Berdasarkan SIH
0 23941.1.2015)

Gambar 1.1 Grafik total penggunaan energi listrik (dalam kWh/ton) di PT.
Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap pada tahun 2017

Total penggunaan energi listrik diatas dihitung dari proses persiapan bahan baku
hingga proses pengantongan semen. Di bawah ini terdapat sebaran penggunaan
energi listrik di PT. Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap :
3

Prosentase Rata-rata Penggunaan Energi Listrik


di PT. Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap Pada
Tahun 2017
3%

20% Raw Material Preparation


38%
Raw Meal Production
Clinker Production
Cement Grinding
39%

Gambar 1.2 Prosentase penggunaan energi listrik di PT. Holcim Indonesia Tbk.
Pabrik Cilacap pada tahun 2017

Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa penggunaan listrik di PT. Holcim
Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap sebesar 38% atau sebesar 38,25 kWh/ton terdapat
pada proses penggilingan akhir dan menempati urutan kedua penggunaan energi
terbesar. Hal ini menunjukan sebuah potensi besar untuk dilakukannya
penghematan energi pada proses penggilingan akhir. Proses penggilingan akhir
yang terjadi adalah penggilingan material berupa klinker, dolomite, dan gypsum
hingga membentuk semen jadi pada kehalusan tertentu yang disebut blaine,
dimana blaine yang digunakan pada nilai 4200 cm2/g. Terdapat 3 alat utama
dalam proses penggilingan akhir, yakni : vertical roller mill sebagai pre-grinder,
ball mill sebagai penggiling utama, dan separator sebagai pemisah antara material
produk dan material kasar yang digiling kembali ke dalam ball mill. Adapun
besarnya intensitas energi pada finish mill pada tahun 2017 adalah sebagai
berikut:
4

Grafik Intensitas Energi Finish Mill di PT. Holcim


Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap Pada Tahun 2017
50

40
IE = (kWh/ton)

30
Data
20
Standard (34,1 kWh/t)
10 Baseline (40,9 kWh/t)

Dec-17
Mar-17
Apr-17
May-17

Aug-17
Jan-17

Jun-17

Oct-17
Nov-17
Feb-17

Jul-17

Gambar 1.3. Grafik intensitas energi finish mill di PT. Holcim Indonesia Tbk. Sep-17

Pabrik Cilacap Pada Tahun 2017

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa penggunaan energi pada finish milll
di PT. Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap yang dinyatakan dengan nilai
intensitas energi (dalam kWh/ton) pada tahun 2017 cenderung fluktuatif dan
secara umum nilainya masih diatas standar dari yang ditetapkan, yakni sebesar
34,1 kWh/ton. Hal ini menunjukan bahwa terdapat peluang penghematan energi
pada finish mill agar tercapainya nilai intensitas energi pada finish mill sehingga
mencapai standar yang telah ditetapkan. Ball mill yang digunakan dalam proses
penggilingan utama merupakan teknologi yang sudah sangat lama dan kurang
efisien bila kita tinjau dari sisi intensitas energi dengan membandingkannya
terhadap teknologi-teknologi pengglingan yang sudah berkembang hingga saat
ini, seperti : HPGR, Vertical roller mill, dan Horomill. Vertical roller mill yang
berperan sebagai pre-grinder berfungsi untuk mengurangi intensitas energi serta
meningkatkan kapasitas produksi pada finish mill, meskipun demikian nilai
intensitas energi pada finish mill masih berada diatas standar yang telah
ditetapkan.

HPGR atau hydraulic press grinding roller merupakan sebuah inovasi teknologi
dalam proses penggilingan dimana digunakan dua buah roller yang satu berperan
sebagai fixed roller dan satu roller lainnya berperean sebagai moved roller yang
5

dapat diatur sesuai dengan gap yang diinginkan. HPGR yang dioperasikan sebagai
sistem penggilingan akhir dapat menghemat energi sebesar 29% dari kondisi
sistem penggilingan akhir berupa vertical roller mill sebagai pre-grinder dan ball
mill sebagai penggiling utama (Holcim, 2010). Berdasarkan beberapa permsalahan
diatas, untuk dilakukannya upaya penurunan intensitas energi pada finish mill,
pada tugas akhir ini akan disusun dengan judul “Perancangan Proses Finish Mill
dengan Hydraulic Press Grinding Roll di PT. Holcim Indoneisa Pabrik Cilacap”

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. merancang proses finish mill dengan hydraulic pressure grinding roll di


PT. Holcim Indonesia Pabrik Cilacap
2. membuat simulasi hydraulic pressure grinding roll menggunakan software
MODSIM
3. membuat pemodelan perancangan hydraulic press grinding roll
menggunakan software Solidworks
4. menghitung intensitas energi pada finish mill setelah dilakukan
perancangan

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penyusunan tugas akhir ini adalah


mengenai intensitas energi pada finish mill yang masih berada diatas standar yang
ditetapkan dengan selisih sebesar 6,8 kWh/ton. Ball mill yang digunakan sebagai
penggilingan utama merupakan teknologi yang sudah sangat lama dan kurang
efisien bila dibandingkan teknologi penggilingan yang berkembang saat ini,
sehingga teknologi berupa high pressure grinding roll (HPGR) dapat
menggantikan peran vertical roller mill sebagai pre-grinder dan ball mill sebagai
penggiling utama dalam sistem finish mill yang diharapkan dapat mengurangi
intensitas energi pada finish mill sebesar 29%.
6

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. pabrik semen yang menjadi objek bahasan adalah PT. Holcim Indonesia
Pabrik Cilacap
2. alat yang akan dilakukan perancangan serta simulasi hanya pada hydraulic
press grinding roll
3. pemodelan dimensi dilakukan dengan menggunakan software Solidworks
4. simulasi yang digunakan dalam adalah software MODSIM
5. perancangan ini tidak meliputi maintenance, sistem kontrol, kelistrikan
dan tekno-ekonomi

Anda mungkin juga menyukai