Email: sarah.fatia.fauzia@gmail.com
Abstrak
Teh memiliki efek antioksidan karena kandungan senyawa polifenol, khususnya katekin dan
asam fenolik yang tinggi. Teh hijau dan teh putih adalah dua jenis teh yang diperoleh tanpa
proses fermentasi. Teh putih berasal dari pucuk dan daun teh muda sementara teh hijau
berasal dari daun teh yang lebih tua. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas
antioksidan dan kestabilan fisik dari formulasi krim ekstrak daun teh hijau dan krim ekstrak
daun teh putih. Kedua jenis teh diformulasikan ke dalam sediaan topikal dengan konsentrasi
masing-masing 0,15%. Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode peredaman
DPPH.Berdasarkan hasil penelitian, krim ekstrak daun tehputih memiliki aktivitas antioksidan
yang lebih tinggi daripada krim ekstrak daun tehhijau. Nilai IC50 krim ekstrak teh putihadalah
1184,25 ppm sedangkan nilai IC50 teh hijau adalah 1792,84 ppm. Uji kestabilan fisik
dilakukan dengan penyimpanan sediaan pada tiga suhu yaitu suhu kamar (28±2oC); suhu
rendah (4±2oC) dan suhu tinggi (40±2oC), uji sentrifugasi dan cycling test. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa formulasi krim ekstrak daun teh hijau dan krim ekstrak daun teh putih
memiliki kestabilan fisik yang cukup baik.
Antioxidant Activity and Physics Stability Test of Green Tea Leaf Extract Cream and
White Tea Leaf Extract Cream (Camellia sinensis L.)
Abstract
Tea has antioxidant effects because the content of polyphenol compound, particularly
catechin and phenolic acid. The green tea and white tea are two types of tea obtained without
the fermentation process. White tea comes from the buds and young tea leaves while green tea
comes from the older mature tea leaves.This study aimed to test the antioxidant activity and
determine the physical stability of the formulation of green tea leaf extract cream and white
tea leaf extract cream. Both of tea were formulated into topical preparations with a
concentration of 0.15%, respectively. Determination of antioxidant activity conducted by
DPPH reduction method. Based on this research, white tea leaf extract cream had higher
antioxidant activity than green tea leaf extract cream. IC50 values of white tea extract cream is
1184.25 ppm whereas the IC50 value of green tea leaf extract cream was 1792.84 ppm.
Physical stability test conducted by keeping those two creams at three temperature conditions:
in room temperature (28±2oC); low temperature (4±2oC) and high temperature (40±2oC),
centrifuge test dan cycling test. Observations showed that the cream formulation of green tea
leaf extract and white tea leaf extract cream had a good physical stability.
Pendahuluan
Penuaan kulit adalah proses biologis kompleks yang dihasilkan dari dua faktor, yaitu faktor
intrinsik atau diprogram secara genetik dan penuaan ekstrinsik disebabkan oleh faktor
lingkungan. Kulit mengalami kontak langsung dengan lingkungan, oleh karena itu kulit juga
mengalami penuaan sebagai akibat dari kerusakan lingkungan (Fisher et al., 2002).
Proses penuaan kulit diyakini juga dipengaruhi oleh pembentukan radikal bebas yang dikenal
sebagai reactive oxygen species atau ROS (Pietta, 1999; Mackiewicz dan Rimkevičius, 2008).
Asap rokok, makanan yang digoreng, dibakar, paparan sinar matahari berlebih, asap
kendaraan bermotor, racun dan polusi udara merupakan sumber pembentuk senyawa radikal
bebas. Radikal bebas dan bahan sejenisnya dapat mengganggu produksi normal DNA serta
merusak lipid pada membran sel yang menyebabkan penuaan dini pada kulit, ditandai dengan
kulit kering, keriput dan kusam.
Teh (Camellia sinensis) yang berasal dari Cina, merupakan produk agrikultur yang
penting. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teh mempunyai efek yang menguntungkan
bagi kesehatan manusia, termasuk efek dalam menurunkan kadar kolesterol, antioksidan,
antimikroba, perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular dan kanker. Polifenol, khususnya
katekin dan asam fenolik adalah senyawa utama yang bertanggung jawab atas efek
menguntungkan ini pada kesehatan manusia (Zuo et al., 2002). Teh hijau dan teh putih adalah
dua jenis teh yang diperoleh tanpa proses fermentasi. Teh hijau dibuat dari daun teh yang
lebih tua dibandingkan teh putih, kedua jenis teh mengalami penonaktifan enzim fenolase
dengan cara pemanasan sehingga oksidasi terhadap katekin dapat dicegah (Towaha, 2012;
Higdon, 2007). Pemakaian ekstrak teh hijau secara topikal dapat meberikan efek perlindungan
dari kerusakan kulit akibat photoaging dan karsinogenesis (Katiyar, 2007; Morley et al.,2005;
Luo et al., 2006). Oleh karena itu, teh hijau dan teh putih diformulasikan ke dalam bentuk
sediaan krim sebagai antioksidan topikal untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat
oksidasi dan mencegah penuaan dini (Herling dan Zastrow, 2001). Kedua jenis krim
kemudian diuji aktivitas antioksidan dan kestabilan fisiknya.
Tinjauan Teoritis
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5m2 dengan berat kira-kira 15% berat
badan.
Teh dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, berdasarkan penanganan pasca panennya produk
teh diklasifikasikan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu teh putih, teh hijau, teh oolong dan teh
hitam. Teh hijau dan teh putih adalah dua jenis teh yang diperoleh tanpa proses fermentasi.
Teh putih dibuat dari pucuk daun muda yang dipetik dan dipanen sebelum benar-benar mekar
dan merupakan daun teh yang paling sedikit mengalami pemrosesan dari semua jenis teh.
Dengan proses yang lebih singkat, kandungan zat katekin pada teh putih adalah yang
tertinggi, sehingga mempunyai khasiat yang lebih banyak dibanding teh jenis lainnya. Teh
hijau dibuat dari daun teh yang lebih tua dibandingkan teh putih, kemudian mengalami
penonaktifan enzim fenolase dengan cara pemanasan sehingga oksidasi terhadap katekin
dapat dicegah. Pemanasan ini dapat dilakukan dengan cara Jepang yakni menggunakan uap
panas 85oC selama 3 menit atau cara Tiongkok yakni memanggang (pan firing) dengan cara
tradisional dengan suhu 100-200oC maupun pada mesin dengan suhu 220-300oC (Towaha,
2012; Higdon, 2007). Kandungan utama dalam teh adalah polifenol 30-35%; sisanya berupa
karbohidrat 25%; kafein 3,5%; protein 15%; asam amino 4%; lignin 6,5%; asam organik
1,5%; lipid 2%; klorofil 0,5%; karotenoid kurang dari 0,1% dan senyawa-senyawa volatil
0,1% (Tjitrosoepomo, 2000). Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan
radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Hattenschwiler dan
Vitousek, 2000).
Menurut Farmakope Indonesia III, krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI,
1979). Suatu krim terdiri atas bahan aktif dan bahan dasar (basis) krim. Bahan dasar terdiri
dari fase minyak dan fase air yang dicampur dengan penambahan bahan pengemulsi
(emulgator) kemudian akan membentuk basis krim. Selain itu, dalam suatu krim untuk
menunjang dan menghasilkan suatu karakteristik formula krim yang diinginkan, maka sering
ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti pengawet, pengkelat, pengental, pewarna,
pelembab, pewangi, dan sebagainya. Agar diperoleh suatu basis krim yang baik, maka
pemakaian bahan pengemulsi sangat menentukan (Lachman, 1994).
Untuk memperoleh nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam
waktu yang singkat, maka dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian ini
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan pada waktu sesingkat mungkin
dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya
perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian suatu sediaan pada
uji dipercepat selama 3 bulan diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan bahwa sediaan
tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun (Djajadisastra, 2003).
Metode Penelitian
Alat
Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), rotary evaporator (Buchi), neraca analitik tipe 210-
LC (Adam, Amerika Serikat), pH meter tipe 510 (Eutech Instrument, Singapura), mikroskop
optik (Nikon model Eclipse E 200, Jepang), homogenizer (Omni-Multimix Inc, Malaysia),
sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), penetrometer (Herzoo, Jerman) Oven (Memmert,
Jerman), penangas air (Memmert, Hongkong), lemari pendingin (Toshiba, Jepang), shaker,
hot plate dan alat-alat gelas.
Bahan
Simplisia daun teh hijau (PTPN, Indonesia), simplisia daun teh putih (PTPN, Indonesia),
etanol 96% teknis, metanol teknis, setil alkohol (Ecogreen, Indonesia), isopropil miristat
(Palm-Oleo, Malaysia), propilen glikol (Dow Chemical Pacific, Singapore), dimetikon (KCC,
Korea), tween 80 (Croda, Singapore), span 80 (Croda, Singapore),butilhidroksi toluen,
metilparaben (Stan Chem, Inggris), propilparaben (Stan Chem, Inggris), DPPH (Sigma-
Aldrich, Jerman), asam askorbat (Weisheng Pharm, China), standar epigalokatekin galat
(Chengdu, China) dan aquadest.
Pembuatan Sediaan
Tabel 1. Formulasi sediaan krim
Zat F1 F2 F3 F4
Ekstrak Teh Hijau - 0,15% - -
Ekstrak Teh Putih - - 0,15% -
Setil Alkohol 8% 8% 8% 8%
Isopropil miristat 6% 6% 6% 6%
Dimetikon 2% 2% 2% 2%
Tween 80 3,8% 3,8% 3,8% 3,8%
Span 80 1,2% 1,2% 1,2% 1,2%
Propilen glikol 10% 10% 10% 10%
Metil Paraben 0,2% 0,2% 0,2% 0,2%
Propil paraben 0,04% 0,04% 0,04% 0,04%
BHT 0,05% 0,05% 0,05% 0,05%
Vitamin C - - - 0.15%
Pembuatan krim dilakukan dengan mencampur fase minyak seperti setil alkohol, isopropil
miristat, span 80, dimetikon dan butilhidroksitoluen kemudian dipanaskan di atas penangas
air dengan suhu 70oC hingga meleleh. Bahan pengawet metilparaben dan propilparaben
dilarutkan dalam fase air, yaitu sebagian propilen glikol dan aquadest sambil dipanaskan
diatas waterbath hingga suhu 70oC. Setelah bahan pengawet larut, tween 80 ditambahkan ke
dalam campuran massa. Fase air dan fase minyak diaduk hingga homogen menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 950 rpm selama 15 menit. Setelah massa campuran dingin,
ekstrak teh yang telah dilarutkan dalam propilen glikol dan aquadest ditambahkan.
Evaluasi
Evaluasi sediaan dilakukan dengan pengamatan organoleptis, pemeriksaan homogenitas,
pengukuran pH, pemeriksaan konsistensi, pemeriksaan diameter globul rata-rata dan
pemeriksaan viskositas serta sifat alir.
1. Pengamatan Organoleptis (Budiman, 2008)
Sediaan krim diamati terjadinya pemisahan fase atau tidak, bau serta perubahan warna.
2. Pemeriksaan Homogenitas (Budiman, 2008)
Sediaan krim diletakkan di antara dua kaca objek lalu diperhatikan adanya partikel-
partikel kasar atau ketidakhomogenan dibawah cahaya.
3. Pengukuran pH (Budiman, 2008)
Uji pH dapat dilakukan menggunakan pH meter.Mula-mula elektroda dikalibrasi dengan
dapar standar pH 4 dan pH 7.Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam sediaan, catat nilai
pH yang muncul di layar.Pengukuran dilakukan pada suhu ruang.
4. Pemeriksaan Konsistensi (Maulina, 2011)
Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam wadah khusus dan diletakkan pada
meja penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut menyentuh bayang permukaan
sediaan yang dapat diperjelas dengan menghidupkan lampu.Batang pendorong dilepas
dengan mendorong tombol start.Angka penetrasi dibaca 5 detik setelah kerucut
menembus sediaan. Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer akan diperoleh
yield value. Pemeriksaan konsistensi dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8
dengan penyimpanan pada suhu kamar.
Pengujian Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Teh dengan Metode Peredaman DPPH (2,2-
Difenil-1-pikril hidrazil)
DPPH adalah senyawa radikal bebas berwarna ungu. Apabila DPPH direaksikan dengan
senyawa peredam radikal bebas misalnya flavonoid, intensitas warna ungu akan berkurang
dan bila senyawa peredam radikal bebas yang bereaksi jumlahnya besar, maka DPPH dapat
berubah warna menjadi kuning. Perubahan warna ini dapat diukur serapannya secara
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.
Sampel sediaan diambil sebanyak 1,0 gram dicukupkan dengan 100,0 mL metanol dalam labu
tentukur dan dilakukan ekstraksi. Dilakukan sonikasi selama 30 menit kemudian
disentrifugasi selama 30 menit. Hasil yang telah di sentrifuge diambil filtratnya. Larutan
filtrat tersebut memiliki konsentrasi 10.000 ppm. Dari larutan krim ekstrak teh hijau
konsentrasi 10.000 ppm, dipipet 1; 1,5; 2;3; 3,5; dan 4 ml kemudian dilarutkan dengan
metanol hingga 10,0 ml didapatkan konsentrasi 1000; 1500; 2000; 3000; 3500 dan 4000 ppm.
Dari larutan krim ekstrak teh putih konsentrasi 10.000 ppm, dipipet 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3 dan
3,5 ml kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 10,0 ml didapatkan konsentrasi 250; 500;
1000; 1500; 2000 dan 2500 ppm. Selanjutnya 2,0 mL dari masing-masing larutan sampel
ditambahkan 1,0 mL DPPH dan 1,0 mL metanol kemudian homogenkan. Larutan uji dan
larutan kontrol diinkubasi pada suhu 37º C selama 30 menit.Serapan atau absorbansi larutan
uji diukur pada panjang gelombang maksimum kemudian persentase inhibisi dihitung
menggunakan rumus :
serapan kontrol − serapan sampel
Persentase Inhibisi = ×100%
serapan kontrol
kadar epigalokatekin galat pada teh putih lebih besar dibandingkan dengan teh hijau. Nilai
persentase kadar epigalokatekin galat pada teh hijau rata-rata sebesar 16,05%, sementara pada
teh putih sebesar 39,9%.
Formulasi Krim
Kondisi optimum pembuatan krim yaitu dengan kecepatan pengadukan 950 rpm selama 15
menit. Hasil dari evaluasi awal krim ekstrak daun teh hijau dan krim ekstrak daun teh putih
diperoleh sifat krim memiliki konsistensi setengah padat, lembut, mudah menyebar, nyaman
ketika dioleskan pada kulit serta memiliki pH 5,73 untuk krim F2 dan pH 5,62 untuk krim F3
yang sesuai dengan rentang pH fisiologis kulit.
Evaluasi
1. Pengamatan Organoleptis
Kedua formula krim tidak menunjukan adanya partikel-partikel yang mengkristal dan
memiliki pH yang sesuai dengan rentang pH balance kulit yaitu 4,5-6,5. Foto organoleptis
krim pada minggu ke-0, dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. (F1) krim tanpa zat aktif; (F2) krim ekstrak daun teh hijau;
(F3) krim ekstrak daun teh putih
kekentalan dari sediaan menurun sehingga kerucut semakin dalam menembus sediaan
yang ditunjukan oleh nilai kedalaman penetrasi. Hasil pengujian berkorelasi dengan hasil
uji viskositas.
3. Penentuan Viskositas dan Sifat Alir
Hasil uji viskositas krim ekstrak daun teh hijau dan teh putih memiliki viskositas yang
tinggi. Sifat aliran formulasi kedua jenis krim adalah pseudoplastis tiksotropik.
Berdasarkan hasil pengamatan selama 8 minggu viskositas kedua formulasi krim
menurun, namun penurunan konsistensi tidak mengubah sifat aliran krim. Penurunan
nilai viskositas ini dapat terjadi karena pada proses pengadukan tidak semua globul
terlapisi oleh film pelindung sehingga globul kembali bersatu dan mengalami peningkatan
ukuran yang berakibat pada menurunnya viskositas krim. Menurut hukum Stokes, ukuran
diameter partikel berbanding terbalik dengan viskositas mediumnya. Semakin kecil
ukuran partikel maka semakin tinggi viskositasnya. Rheogram krim dapat dilihat pada
Gambar 2. dan Gambar 3.
Krim
Ekstrak
Daun
Teh
Hijau
Krim
Ekstrak
Daun
Teh
PuAh
0.025
0.025
Rate
of
Shear
(rpm)
Rate
of
Shear
(rpm)
0.02
0.02
0.015
0.015
0.01
0.01
0.005
0.005
0
0
0
200
400
600
800
0
200
400
600
800
Krim
Ekstrak
Daun
Teh
Hijau
Krim
Ekstrak
Daun
Teh
PuAh
Rate
of
Shear
(rpm)
0.025
0.025
0.02
0.02
0.015
0.015
0.01
0.01
0.005
0.005
0
0
0
100
200
300
400
0
100
200
300
400
Shearing
Stress
(dyne/cm2)
Shearing
Stress
(dyne/cm2)
Uji Stabilitas
1. Pengamatan Organoleptis dan Homogenitas
Selama pengamatan dari minggu ke-0 hingga minggu ke-8, kedua formula krim tidak
menunjukan adanya pemisahan fase dan perubahan bau, pada tiga kondisi analisis yang
berbeda-beda yaitu suhu rendah, suhu kamar dan suhu tinggi. Perubahan warna terjadi
pada kedua formulasi yang disimpan pada suhu tinggi. Hal ini mungkin terjadi karena
teroksidasinya zat aktif dalam sediaan sehingga warna sediaan menjadi lebih pekat.
Penurunan pH yang terjadi pada krim F2 dan F3 kemungkinan disebabkan karena
pengaruh CO2 yang berasal dari udara bereaksi dengan ion H+ dalam krim sehingga
membentuk H2CO3 yang bersifat asam. Data hasil pemeriksaan pH sediaan selama 8
minggu dapat dilihat pada tabel 2.
2. Cycling Test
Berdasarkan hasil cycling test selama 6 siklus menunjukkan bahwa sediaan tidak
mengalami pemisahan fase maka dapat disimpulkan bahwa sediaan menunjukkan sifat
yang stabil secara organoleptis dan homogenitas. Gambar krim sebelum dan sesudah
cycling test dapat dilihat pada Gambar 4.
u u u u
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan, kedua jenis krim ekstrak teh memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi dari vitamin C sebagai kontrol positif yang memiliki nilai IC50
3588,04 ppm. Dari 2 jenis krim ekstrak teh, krim teh putih memiliki aktivitas antioksidan
yang lebih tinggi dengan nilai IC50 sebesar 1184,25 sedangkan krim teh hijau memiliki nilai
IC50 sebesar 1792,84 ppm. Berdasarkan hasil uji stabilitas fisik, formulasi krim yang telah
dibuat cukup stabil karena secara organoleptis selama 8 minggu krim tidak menunjukkan
perubahan yang signifikan terhadap bau, warna dan homogenitas serta pada cycling test dan
uji mekanik tidak menunjukkan adanya pemisahan fase, walaupun nilai viskositas dan
konsistensi formulasi krim menurun.
Daftar Referensi
Anonim. (2005). White Tea Could be Most Potent of Teas. Accessed on 20th January 2014
from http://www.naturalstandard.com/news/news200508026.asp
Adiwilaga, C. S. (1992). Pengolahan dan Pengenalan Mutu Teh Hitam.Bandung: PT.
Perkebunan XII. Halaman: 4-15.
Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Terj.dari
Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, Penerjemah : Farida Ibrahim. Jakarta:
UI Press. Halaman: 107, 513.
Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi kedelapan Terj. Dari
Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, Penerjemah : Farida Ibrahim. Jakarta:
UI Press. Halaman: 492-494
Arief, S. (2010). Radikal Bebas. Accessed on 20th January 2014 from
http://www.pediatrik.com
Astuti, M. (2001). Antioksidan pada teh. Kumpulan Makalah : Radikal Bebas dan
Antioksidan Dalam Kesehatan : Dasar, Aplikasi dan Pemanfaatan Bahan Alam
Bagian Biokimia FKUI. Jakarta : Bagian Biokimia FKUI. Halaman: 1-15.
Banga, A. K. (2005). Therapeutic peptides and proteins: formulation, processing, and
delivery systems. CRC press. Halaman: 262
Budiman, Muhammad Haqqi. (2008). Uji Stabilitas dan Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim
yang Mengandung Serbuk Ekstrak Tomat (Solanum lycopersicum L.)Skripsi Program
Sarjana Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia.Depok: Departemen Farmasi.
Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi
Aksara, Jakarta, Indonesia. Halaman: 120-121.
Clark, J. (2004). The Acidity of Phenol.Chem Guide. Accessed on 20th January 2014 from
http://www.chemguide.co.uk/organicprops/phenol/acidity.html
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. (2000). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Halaman: 5, 9-11.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1979). Farmakope Indonesia Edisi
ketiga.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1995). Farmakope Indonesia Edisi
keempat.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dalimartha, S. (1999).Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, jilid 1. Jakarta: Trubus agriwidya.
Dharmanita, Febry L. (2006). Uji Efikasi Kerja Antioksidan dan Stabilitas Fisik Dari Krim
Yang Mengandung Sari Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb).Skripsi Program
Sarjana Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. Depok: Departemen Farmasi.
Djajadisastra, J. (2003). Seminar Setengah Hari HIKI: Cosmetic Stability. Depok:
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.
Eckmann, B., et al. (2000). Prediction of Emulsion Properties from Binder/Emulsifier
Characteristic.Eurasphalt & Eurobitume Congress. Barcelona.
Elsner, P. dan Howard I. M. (2000).Cosmeceuticals Drug vs Cosmetics.Marcel Dekker Inc.
New York. Halaman: 16, 145, 163
Faramayudha, F., Alatas, F., dan Desmiaty, Y. (2010).Formulasi Sediaan Losion Antioksidan
Ekstrak Air Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.). Majalah Obat Tradisional,
15(3).Halaman: 105 – 111.
Fisher, G. J., Kang, S., Varani, J., Bata-Csorgo, Z., Wan, Y., Datta, S., dan Voorhees, J. J.
(2002).Mechanisms of photoaging and chronological skin aging. Archives of
dermatology, 138 (11). Halaman: 1462.
Harborne, J.B., (1987). Metode Fitokimia. Edisi ke dua.Bandung : ITB
Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi
FMIPA UI. Halaman: 15-17, 22-25.
Herling dan Zastrow, L. (2001) Dangerous Free Radical in Skin Generated by UV-A
Irradiation.SOF W-Journal, 127, Halaman: 24-32.
Higdon, J. (2007). An Evidence Based Approach to Dietary Phytochemicals. Thieme.
Halaman: 38-4
Higdon, J. V., Frei, B. (2003). Tea catechins and polyphenols: health effects, metabolism, and
antioxidant functions. Crit Rev Food Sci Nutr.(43). Halaman: 89–143.
Hukmah, S.(2007). Aktivitas Antioksidan Katekin dari Teh Hijau (CamelliaSinensis O.K.
Var. Assamica (mast)) Hasil Ekstraksi dengan VariasiPelarut dan Suhu.Skripsi
Program Jurusan Kimia, Fakultas Sainsdan Teknologi, Universitas Islam Negeri
(UIN). Malang.
Hoffman, R. (2007). EGCG-Potent Extract of Green Tea. Accesed from
http://www.drhoffman.com/page.cfm/118
Isnidar., Wahyuono, S., dan Setyowati, E. P. (2011). Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Antioksidan Daun Kesemek (Diospyros kaki Thunb.) dengan Metode DPPH (2,2-
Difenil-1-pikrilhidrazil). Majalah Obat Tradisional, 16 (3), Halaman: 157-164.
Javanmardi,J., C. Stushnoff, E. Locke, dan J. M. Vivanco. (2003). Antioxidant Activity and
Total Phenolic Content of Iranian Ocimum Accessions.Food Chem.(83). Halaman:
547-550.
Katiyar, S., Elmets, C. A., & Katiyar, S. K. (2007). Green tea and skin cancer:
photoimmunology, angiogenesis and DNA repair. The Journal of nutritional
biochemistry, 18(5), Halaman: 287-296.
Kosasih, E.N., Tony S. dan Hendro H. (2006). Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Pusat
Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Jakarta.
Lachman, L. (1994).Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi ketiga.Penerjemah Siti
Suyatmi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, UI Press. Halaman: 1029-1119.
Lieberman, H. A., Rieger, M. M., & Banker, G. S. (ed). (1988). Pharmaceutical Dosage
Forms: Disperse Systems, volume 1. New York: Marcel Dekker. Halaman: 236-238.
Luo, D., Min, W., Lin, X. F., Wu, D., Xu, Y., & Miao, X. (2006). Effect of
epigallocatechingallate on ultraviolet B-induced photo-damage in keratinocyte cell
line. The American journal of Chinese medicine, 34(05), Halaman: 911-922.
Mackiewicz, Z., & Rimkevičius, A. (2008).Skin aging. Gerontologija, 9(2), Halaman: 103-
108.
Manian, R., Anusuya, N., Siddhuraju, P., dan Manian, S. (2008).The Antioxidant Activity and
Free Radical Scavenging Potential of Two Different Solvent Extracts of Camelia
sinensis (L.) O. Kuntze, Ficus bengalensis L. and Ficus racemosa L. Food Chemistry.
Halaman: 1000-1007.
Maulina, Ika Dwi. (2011). Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim yang
Mengandung Ekstrak Umbi Wortel (Daucus carota L.).Skripsi Program Sarjana
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.Depok: Departemen Farmasi.
Martin, A. (1993). Farmasi Fisik, edisi ketiga. Terjemahan dari Physical Pharmacy, oleh
Joshita Djajadisastra. Jakarta: UI Press. Halaman 1143-1183.
Mitsui, Takeo. (1993). New Cosmetic Science. Japan: Nanzando Ltd. Halaman: 3, 14, 19-21
Moore, Wilkinson. (1982). Harry’s Cosmeticology (7thed). George London: Godwin,
Halaman: 3-6, 247-254.
Morley, N., Clifford, T., Salter, L., Campbell, S., Gould, D., & Curnow, A. (2005). The green
tea polyphenol (−)-‐epigallocatechin gallate and green tea can protect human cellular
DNA from ultraviolet and visible radiation-‐induced damage. Photodermatology,
photoimmunology & photomedicine, 21(1), Halaman: 15-22.
Murthy, Narasimha. (2011). Dermatokinetics of Tehrapeutic Agents. USA: CRC Press.
Halaman: 83-86.
Namita, P., Mukesh, Rawat., dan Vijay, K. J. (2012). Camellia Sinensis (Green Tea): A
Review. Global Journal of Pharmacology,6 (2). Halaman: 52-59
Perva-Uzunalić, A., Škerget, M., Knez, Ž., Weinreich, B., Otto, F., & Grüner, S. (2006).
Extraction of active ingredients from green tea (Camellia sinensis): Extraction
efficiency of major catechins and caffeine. Food Chemistry, 96 (4), Halaman: 597-
605.
Pietta, P-G. (1999). Flavonoids ad Antioxidants, Reviews, J. Nat. Prod., 63, Halaman: 1035-
1042.
Prakash, Aruna. 2001. Antioxidant Activity Medallion Laboratories Analitical Progress, 19
(2). Minnesota. Halaman: 1-3.
Riskiana, A. (2004). Perbandingan Efektifitas Kerja Antioksidan dari Krim Anti-Aging yang
Mengandung Berbagai Zat Antioksidan.Skripsi Program Sarjana Departemen
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.Depok: Departemen Farmasi.
Robinson, T. (1995).Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi,Penerjemah : Prof. Dr.
Kosasih Padmawinata, Bandung : ITB.
Rohdiana, D.(2001). Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh. Majalah
Jurnal Indonesia 12 (1). Halaman: 53-58.
Rohmatussolihat.(2009). Antioksidan, Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia.BioTrends 4
(1).Halaman: 59
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th Edition. Washington: Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Zhao, Yang.,et al. (2011). Tentative Identification, Quantitation, and Principal Component
Analysis of Green Pu-erh, Green and White Teas Using UPLC/DAD/MS. Food
Chemistry 126. Halaman: 1269–1277