PERDARAHAN VITREUS
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Maria Larasati Susyono, Sp.M
1
Anatomi
VITREUS
Viterus menempati 80% volume bola mata. Vitreus merupakan matriks
bening berisi kolagen, asam hyaluronat dan air. Vitreus terdiri dari 2 komponen
yaitu inti dan korteks. Vitreus tidak memiliki pembuluh darah dan mendapat nutrisi
dari badan siliar serta pembuluh darah retina. Vitreus berbentuk seperti jelly yang
dapat berubah menjadi “cair” saat protein-protein yang membentuknya
terkoagulasi.1
Walaupun vitreus melekat kuat pada bagian dasar vitreus, vitreus juga
melekat pada pembuluh di retina, diskus optikus, dan makula. Perlekatan di makula
tersusun dalam 3 zona sirkuferensial yang berpusat di foveola; perlekatan ini
mempengaruhi morfologi dari traksi makula. Pencairan vitreus bermula pada usia
2 di zona di atas kutub posterior dan menghasilkan ruangan yang dikenal sebagai
bursa premacular atau kantong precortitcal vitreus. Seiring waktu kavitas vitreus
menjadi lebih besar dan membentuk lebih banyak kantong-kantong akibat
2
pencairan. Interaksi enzim dan non enzim dengan serabut kolagen, kerusakan akibat
radikal bebas, dan berkurangnya densitas serabut kolagen akan menyebabkan
destabilisasi dari jel vitreus. Akhirnya vitreus akan menyusut dan terbentuk traksi
pada beberapa bagian retina. Traksi pada retina dapat menyebabkan robekan
retina.2,3
RETINA
RETINA
Retina merupakan jaringan transparan yang melekat pada ¾ dinding
posterior bola mata. Retina melebar dari makula di posterior hingga pada sekitar 5
mm dari ekuator anterior yakni ora serrata dimana jaringan retina menyatu dengan
epitel tak berpigmen dari pars plana silia. Jaringan retina melekat longgar dengan
lapisan RPE dibawahnya dan dapat dengan mudah dipisahkan pada specimen
postmortem. Retina melekat kuat pada daerah diskus optikus dan ora serrata. Retina
juga melekat pada dasar vitreus.1
Ketebalan retina bervariasi pada setiap bagian, sekitar 0,1 mm – 0,5 mm.
Makula lutea atau bintik kuning merupakan bagian dari retina yang banyak
3
mengandung pigmen xantophil atau pigmen kuning. Makula lutea 1 mm ke lateral,
0.8 mm ke atas dan di bawah fovea, 0.3 mm dibawah meridian horizontal serta 3.5
mm ke arah tepi nervus optic.2,3
Daerah sentral dari macula, berukuran ± 1,5 mm di sebut sebagai fovea atau
fovea sentralis, yang secara anatomis dan komposisi sel fotoreseptornya merupakan
daerah untuk ketajaman penglihatan dan penglihatan warna. Daerah ini memiliki
tingkat kepadatan sel cones tertinggi, yakni mencapai 143.000/mm3. Didalam
fovea terdapat daerah yang tidak memiliki vaskularisasi, jadi dipelihara oleh
sirkulasi koriokapiler, yang disebut fovea avascular zone (FAZ). Secara klinis dapat
terlihat pada angiografi fluorosensi. Pada bagian tengah fovea di kenal sebagai
foveola, berukuran diameter 0.35 mm daerah yang berisi sel sel cone ramping yang
tersusun rapat.2,3
Di sekitar lingkaran fovea, terdapat area dengan lebar sekitar 0.5 mm dan
diameter total sekitar 2.5 mm disebut area parafoveal. Mengandung akumulasi
neuron terbesar, terdapat lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam, dan lapisan
pleksiform luar yang tebal. Di daerah ini pula lapisan plexiform luar mengalami
penebalan, yang disebut lapisan Henle, dibentuk oleh berlapis-lapis axon
fotoreseptor dari foveola. Pada bagian ini sudah mulai terlihat adanya rods 1,6 4.
Diluar zona tersebut terdapat lingkaran dengan ukuran 1.5 mm yang kenal dengan
perifoveal zone, merupakan lingkaran terluar dari area sentralis. Daerah ini dimulai
pada titik dimana lapisan sel ganglion mulai memiliki empat baris nucleus dan
berakhir diperifer dimana sel ganglion hanya terdiri dari satu lapis sel. Dari
pemeriksaan funduskopi, daerah perivofea merupakan lingkaran dengan lebar 1,25-
2,75 mm dari foveola, dengan diameter horizontal 5.5 mm. Daerah perifovea ini
berbeda dengan parafovea dikarenakan daerah ini memiliki sel kepadatan sel cones
yang jarang.2,3
Nervus optik meninggalkan retina sekitar 3 mm di sebelah medial makula
lutea, tepatnya pada diskus optik. Bagian tengah dari diskus optik sedikit terdepresi,
dimana daerah ini ditembus oleh arteri dan vena retina sentralis. Pada diskus optik
sama sekali tidak terdapat sel rod maupun sel cone, oleh karena itu daerah ini tidak
sensitif terhadap rangsangan cahaya dan disebut blind spot. Pada pemeriksaan
4
funduskopi, diskus optik terlihat sebagai daerah berwarna pink pucat, lebih pucat
dari daerah di sekitarnya.2,3
Ora Serrata Merupakan daerah perbatasan retina. Ditandai dengan
persambungan antara beberapa lapis pars optic retina dengan satu lapis epitel non
pigmen korpus siliaris. Karakteristik yang menonjol dari area ini adalah lapisannya
yang tipis, kurang vaskularisasi dan hubungan yang rapat dengan dasar vitreus dan
zonula fiber.2
PEMBULUH DARAH
Mata mendapat suplai darah dari arteri ophtalmik yang merupakan cabang
pertama dari arteri carotid interna ketika melewati sinus kavernosus. Arteri
ophtalmik sendiri bercabang menjadi grup orbital yang memperdarahi orbit dan
struktur di sekitarnya serta grup optikal yang memperdarahi mata dan otot-ototnya.4
Yang termasuk dalam grup orbital adalah arteri lakrimal, arteri supraorbital,
arteri ethmoidal posterior, arteri ethmoidal anterior, dan arteri palpebra medial.
Arteri lakrimal memperdarahi kelenjar lakrimal. Cabang terminal dari arteri ini
melewati kelenjar lakrimal dan memperdarahi kelopak mata dan konjungtiva
sebagai arteri palpebra lateral yang kemudian beranastomosis dengan arteri
palpebra medial sehingga membentuk lingkaran. Arteri supraorbital melewati
foramen supraorbital untuk memperdarahi kelopak mata atas, sinus frontal, otot
levator palpebra superior, serta sebagian dari kulit kepala. Arteri ethmoidal
posterior memperdarahi sinus ethmoid posterior dan meninges. Arteri ethmoid
anterior memperdarahi dura mater dan dorsum nasal, sementara arteri palpebra
medial memiliki dua cabang yaitu superior dan inferior yang memperdarahi
kelopak mata atas dan bawah.4
Yang termasuk dalam grup optikal adalah arteri siliari posterior panjang
yang memperdarahi koroid, badan siliar serta iris. Arteri siliari posterior pendek
yang memperdarahi sklera, prosesus siliari, dan sedikit bagian dari diskus optik
dengan membentuk lingkaran Zinn-haller. Arteri siliari anterior, terdapat 7 arteri
ini pada setiap mata. Arteri ini memperdarahi sklera serta otot rektus. Arteri retina
sentral yang berjalan dibawah nervus optik dan terletak di dalam selubung sarad
untuk mencapai bola mata. Arteri ini menembus saraf optik di dekat bagian
5
belakang mata dan memperdarahi aspek internal retina. Dapat terjadi perdarahan
dan aneurisma pada arteri ini dan cabang-cabangnya.4
Terdapat tiga pembuluh vena pada mata yaitu vena retina central, vena
oftalmik superior, vena oftalmik inferior, dan pada indivitu tertentu terdapat vena
oftalmik tengah.4
Definisi
Epidemiologi
Insidensi dari perdarahan vitreus akut setiap tahunnya pada populasi umum
sebanyak 7 kasus pe 100.000 orang. Perdarahan vitreus merupakan salah satu
penyebab tersering gangguan penglihatan tiba-tiba. Biasanya perdarahan vitreus
terjadi pada satu mata saja.5
6
Pada dewasa penyebab tersering dari perdarahan vitreus adalah retinopati
diabetes yaitu sebesar 31,5 – 54%. Sementara penyebab lainnya adalah sobekan
retina sebanyak 11,4 – 44%, pelepasan vitreous di bagian posterior dengan sobekan
pembuluh darah retina 3,7 – 11,7%, neovaskularisasi retina akibat oklusi vena 3,5
– 16%, trauma sebanyak 12 – 18,8%. Penyebab tersering pada dewasa muda adalah
trauma.6
Pathogenesis
Pembuluh darah normal dapat pecah ketika ada tekanan mekanik melebihi
struktur integritas pembuluh darah. Pada pelepasan vitreus posterior, traksi vitreus
pada vaskularisasi retina dapat mempengaruhi pembuluh darah terutama pada
perlekatan. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa ablasi retina. Namun pada
perdarahan vitreus yang terjadi akibat Trauma tumpul dan perforasi dapat melukai
pembuluh darah yang intak dan merupakan penyebab utama perdarahan vitreus
7
pada orang dibawah 40 tahun. Suatu penyebab perdarahan vitreus yang jarang
adalah sindrom Terson yang berarti ada ekstravasasi darah di vitreus karena
perdarahan subaraknoid. Darah yang ada di vitreus bukan berasal dari perdarahan
subaraknoidnya sendiri melainkan karena pecahnya venules di retina karena
kenaikan tekanan intra kranial mendadak.7,8
Perdarahan pada vitreus dapat membentuk pembekuan darah yang cepat dan
hilang dengan kecepatan kurang lebih 1% setiap hari. Eritrosit keluar melalui
trabecular meshwork dan melewati proses hemolisis, phagositosis, atau tetap berada
di vitreus selama berbulan-bulan. Darah yang terdapat di luar vitreus dapat hilang
lebih cepat, sementara lebih perlahan pada anak yang lebih muda di mana vitreus
masih dalam kondisi baik. Perjalanan penyakit dari perdarahan vitreus tergantung
pada etiologinya dimana pada diabetik dan AMD yang memiliki prognosis paling
buruk.9
Gejala Klinis
Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur
atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan
dan jaring laba laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters.
Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan
lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi
sering kembali dalam waktu beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam
suasana redup atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan
abnormal vitreus terhadap retina.1,10
8
lalat kecil dan sebagainya. Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar biasa,
kecuali bila floaters ini datangnya tiba-tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut
mendapat perhatian yang serius, karena keluhan floaters ini dapat menggambarkan
latar belakang penyakit yang serius pula, misalnya ablasio retina atau perdarahan di
vitreus.10
Diagnosis
9
Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk dideteksi. Pada slit lamp, sel darah
merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya set “off-axis” dan mikroskop
pada kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan, pandangan ke retina
dimungkinkan dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat ditentukan.
Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahan
preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam
ruang potensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar
seperti hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak
memiliki batas dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah merah sampai
memenuhi keseluruhan dari segmen posterior.7,8
Diagnosis Banding
Terapi
Apabila retina dapat terlihat secara baik dan etiologi dari perdarahan vitreus
diketahui maka dapat dilakukan terapi penyakit penyebab bila diperlukan. Apabila
retina bisa terlihat dengan baik dan etiologi dari perdarahan vitreus dapat
ditentukan, namun perdarahan vitreus tidak dapat menerima tatalaksana yang aman
uuntuk etiologinya maka pars plana vitrektomi diindikasikan. Sebelumnya dapat
diobservasi dahulu secara singkat apakah dapat terjadi proses pembersihan sendiri
darah di vitreus. Jika retina tidak dapat divisualisasikan dengan baik dalam 360
10
derajat dan etiologi dari perdarahan tidak diketahui maka pars plana vitrektomi
diindikasikan.7
Prognosis
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Jogi R. Embryology and Anatomy. In: Basic Ophthalmology. 4th ed. New
Delhi, India: Jaypee Brothers Medical Publishers(P) LTD.; 2009.
3. Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology a short textbook; 2009; 287-
290.
10. Sidarta I, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata Edisi ke-5. Jakarta. Badan
Penerbit FK UI. 2015.
12
12. Ahmadieh H, Shoeibi N, Entezari M, Monshizadeh R. Intravitreal
bevacizumab for prevention of early postvitrectomy hemorrhage in
diabetic patients: a randomized clinical trial. Ophthalmology. 2009
Oct;116(10):1943-8.
13. Zhang T, et al. Early vitrectomy for dense citreous haemorrhage in adults
with non traumatic and non diabetic retinopathy. Journal of International
Medical Research. 2017;45(6):2065-2071.
13