Anda di halaman 1dari 14

REFERAT KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

PERDARAHAN VITREUS

Disusun oleh:

Ella Andrea Widagdo (01073170065)

Pembimbing:
dr. Maria Larasati Susyono, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 6 AGUSTUS – 8 SEPTEMBER 2018
TANGERANG, 2018
DAFTAR ISI
Anatomi .................................................................................................................2
Definisi...................................................................................................................6
Epidemiologi ..........................................................................................................6
Pathogenesis ..........................................................................................................7
Gejala Klinis ...........................................................................................................8
Diagnosis................................................................................................................9
Diagnosis Banding ................................................................................................ 10
Terapi .................................................................................................................. 10
Prognosis ............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

1
Anatomi
VITREUS
Viterus menempati 80% volume bola mata. Vitreus merupakan matriks
bening berisi kolagen, asam hyaluronat dan air. Vitreus terdiri dari 2 komponen
yaitu inti dan korteks. Vitreus tidak memiliki pembuluh darah dan mendapat nutrisi
dari badan siliar serta pembuluh darah retina. Vitreus berbentuk seperti jelly yang
dapat berubah menjadi “cair” saat protein-protein yang membentuknya
terkoagulasi.1

Vitreus mempunyai dua permukaan yang menempel ke struktur lainnya.


Pada bagian anterior adalah membran hyaloid anterior yaitu serabut-serabut protein
tekondensasi. Perlekatan kuat antara membran hyaloid anterior dengan kapsula
lensa posterior membentuk suatu ligament yang disebut Weigert’s ligament atau
juga dikenal sebagai Egger’s line (hyaloideo-capsular ligament). Suatu ruangan
didaerah prepapilary yang terdapat pada bagian posterior korpus vitreus,dekat
permukaan diskus optik disebut Mortegiani space. Suatu bagian dari vitreous
sekitar 2 sampai 3 mm anterior dari ora serrata, dimana tempat ini merupakan
tempat perlekatan paling kuat dari vitreus dan memiliki ketebalan bebarapa
millimeter. Daerah ini disebut dasar vitreus. Dasar vitreus ini juga disusun oleh
fibril kolagen yang padat.Vitreous memiliki serabut kolagen yang melengkung ke
belakang. Di antara serabut-serabut ini terdapat molekul hyaluronat yang berikatan
dengan molekul air. Molekul hyaluronat dan molekul air yang berikatan berfungsi
sebagai pengisi dan pemisah serabut-serabut kolagen. Serabut kolagen ini pararel
dengan bagian dalam retina.2,3

Walaupun vitreus melekat kuat pada bagian dasar vitreus, vitreus juga
melekat pada pembuluh di retina, diskus optikus, dan makula. Perlekatan di makula
tersusun dalam 3 zona sirkuferensial yang berpusat di foveola; perlekatan ini
mempengaruhi morfologi dari traksi makula. Pencairan vitreus bermula pada usia
2 di zona di atas kutub posterior dan menghasilkan ruangan yang dikenal sebagai
bursa premacular atau kantong precortitcal vitreus. Seiring waktu kavitas vitreus
menjadi lebih besar dan membentuk lebih banyak kantong-kantong akibat

2
pencairan. Interaksi enzim dan non enzim dengan serabut kolagen, kerusakan akibat
radikal bebas, dan berkurangnya densitas serabut kolagen akan menyebabkan
destabilisasi dari jel vitreus. Akhirnya vitreus akan menyusut dan terbentuk traksi
pada beberapa bagian retina. Traksi pada retina dapat menyebabkan robekan
retina.2,3

RETINA

RETINA
Retina merupakan jaringan transparan yang melekat pada ¾ dinding
posterior bola mata. Retina melebar dari makula di posterior hingga pada sekitar 5
mm dari ekuator anterior yakni ora serrata dimana jaringan retina menyatu dengan
epitel tak berpigmen dari pars plana silia. Jaringan retina melekat longgar dengan
lapisan RPE dibawahnya dan dapat dengan mudah dipisahkan pada specimen
postmortem. Retina melekat kuat pada daerah diskus optikus dan ora serrata. Retina
juga melekat pada dasar vitreus.1
Ketebalan retina bervariasi pada setiap bagian, sekitar 0,1 mm – 0,5 mm.
Makula lutea atau bintik kuning merupakan bagian dari retina yang banyak

3
mengandung pigmen xantophil atau pigmen kuning. Makula lutea 1 mm ke lateral,
0.8 mm ke atas dan di bawah fovea, 0.3 mm dibawah meridian horizontal serta 3.5
mm ke arah tepi nervus optic.2,3
Daerah sentral dari macula, berukuran ± 1,5 mm di sebut sebagai fovea atau
fovea sentralis, yang secara anatomis dan komposisi sel fotoreseptornya merupakan
daerah untuk ketajaman penglihatan dan penglihatan warna. Daerah ini memiliki
tingkat kepadatan sel cones tertinggi, yakni mencapai 143.000/mm3. Didalam
fovea terdapat daerah yang tidak memiliki vaskularisasi, jadi dipelihara oleh
sirkulasi koriokapiler, yang disebut fovea avascular zone (FAZ). Secara klinis dapat
terlihat pada angiografi fluorosensi. Pada bagian tengah fovea di kenal sebagai
foveola, berukuran diameter 0.35 mm daerah yang berisi sel sel cone ramping yang
tersusun rapat.2,3
Di sekitar lingkaran fovea, terdapat area dengan lebar sekitar 0.5 mm dan
diameter total sekitar 2.5 mm disebut area parafoveal. Mengandung akumulasi
neuron terbesar, terdapat lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam, dan lapisan
pleksiform luar yang tebal. Di daerah ini pula lapisan plexiform luar mengalami
penebalan, yang disebut lapisan Henle, dibentuk oleh berlapis-lapis axon
fotoreseptor dari foveola. Pada bagian ini sudah mulai terlihat adanya rods 1,6 4.
Diluar zona tersebut terdapat lingkaran dengan ukuran 1.5 mm yang kenal dengan
perifoveal zone, merupakan lingkaran terluar dari area sentralis. Daerah ini dimulai
pada titik dimana lapisan sel ganglion mulai memiliki empat baris nucleus dan
berakhir diperifer dimana sel ganglion hanya terdiri dari satu lapis sel. Dari
pemeriksaan funduskopi, daerah perivofea merupakan lingkaran dengan lebar 1,25-
2,75 mm dari foveola, dengan diameter horizontal 5.5 mm. Daerah perifovea ini
berbeda dengan parafovea dikarenakan daerah ini memiliki sel kepadatan sel cones
yang jarang.2,3
Nervus optik meninggalkan retina sekitar 3 mm di sebelah medial makula
lutea, tepatnya pada diskus optik. Bagian tengah dari diskus optik sedikit terdepresi,
dimana daerah ini ditembus oleh arteri dan vena retina sentralis. Pada diskus optik
sama sekali tidak terdapat sel rod maupun sel cone, oleh karena itu daerah ini tidak
sensitif terhadap rangsangan cahaya dan disebut blind spot. Pada pemeriksaan

4
funduskopi, diskus optik terlihat sebagai daerah berwarna pink pucat, lebih pucat
dari daerah di sekitarnya.2,3
Ora Serrata Merupakan daerah perbatasan retina. Ditandai dengan
persambungan antara beberapa lapis pars optic retina dengan satu lapis epitel non
pigmen korpus siliaris. Karakteristik yang menonjol dari area ini adalah lapisannya
yang tipis, kurang vaskularisasi dan hubungan yang rapat dengan dasar vitreus dan
zonula fiber.2
PEMBULUH DARAH
Mata mendapat suplai darah dari arteri ophtalmik yang merupakan cabang
pertama dari arteri carotid interna ketika melewati sinus kavernosus. Arteri
ophtalmik sendiri bercabang menjadi grup orbital yang memperdarahi orbit dan
struktur di sekitarnya serta grup optikal yang memperdarahi mata dan otot-ototnya.4
Yang termasuk dalam grup orbital adalah arteri lakrimal, arteri supraorbital,
arteri ethmoidal posterior, arteri ethmoidal anterior, dan arteri palpebra medial.
Arteri lakrimal memperdarahi kelenjar lakrimal. Cabang terminal dari arteri ini
melewati kelenjar lakrimal dan memperdarahi kelopak mata dan konjungtiva
sebagai arteri palpebra lateral yang kemudian beranastomosis dengan arteri
palpebra medial sehingga membentuk lingkaran. Arteri supraorbital melewati
foramen supraorbital untuk memperdarahi kelopak mata atas, sinus frontal, otot
levator palpebra superior, serta sebagian dari kulit kepala. Arteri ethmoidal
posterior memperdarahi sinus ethmoid posterior dan meninges. Arteri ethmoid
anterior memperdarahi dura mater dan dorsum nasal, sementara arteri palpebra
medial memiliki dua cabang yaitu superior dan inferior yang memperdarahi
kelopak mata atas dan bawah.4
Yang termasuk dalam grup optikal adalah arteri siliari posterior panjang
yang memperdarahi koroid, badan siliar serta iris. Arteri siliari posterior pendek
yang memperdarahi sklera, prosesus siliari, dan sedikit bagian dari diskus optik
dengan membentuk lingkaran Zinn-haller. Arteri siliari anterior, terdapat 7 arteri
ini pada setiap mata. Arteri ini memperdarahi sklera serta otot rektus. Arteri retina
sentral yang berjalan dibawah nervus optik dan terletak di dalam selubung sarad
untuk mencapai bola mata. Arteri ini menembus saraf optik di dekat bagian

5
belakang mata dan memperdarahi aspek internal retina. Dapat terjadi perdarahan
dan aneurisma pada arteri ini dan cabang-cabangnya.4
Terdapat tiga pembuluh vena pada mata yaitu vena retina central, vena
oftalmik superior, vena oftalmik inferior, dan pada indivitu tertentu terdapat vena
oftalmik tengah.4

Definisi

Perdarahan vitreus diartikan sebagai adanya darah ekstravasasi di suatu


ruang yang dibatasi oleh membran internal retina pada bagian posterior dan lateral,
epitel tidak berpigmentasi dari badan silier pada anterolateral serta kapsul posterior
lensa di bagian anterior.1

Epidemiologi

Insidensi dari perdarahan vitreus akut setiap tahunnya pada populasi umum
sebanyak 7 kasus pe 100.000 orang. Perdarahan vitreus merupakan salah satu
penyebab tersering gangguan penglihatan tiba-tiba. Biasanya perdarahan vitreus
terjadi pada satu mata saja.5

6
Pada dewasa penyebab tersering dari perdarahan vitreus adalah retinopati
diabetes yaitu sebesar 31,5 – 54%. Sementara penyebab lainnya adalah sobekan
retina sebanyak 11,4 – 44%, pelepasan vitreous di bagian posterior dengan sobekan
pembuluh darah retina 3,7 – 11,7%, neovaskularisasi retina akibat oklusi vena 3,5
– 16%, trauma sebanyak 12 – 18,8%. Penyebab tersering pada dewasa muda adalah
trauma.6

Pathogenesis

Perdarahan vitreus dapat disebabkan oleh trauma, kelainan lokal maupun


kelainan sistemik. Yang termasuk dari kelainan lokal adalah sobekan retina, tumor,
inflamasi, pelepasan retina. Mekanisme perdarahan vitreus dibagi menjadi 3
kategori yaitu pembuluh darah abnormal yang mudah berdarah, pembuluh normal
yang pecah, dan darah dari sumber yang berdekatan.1

Pembuluh darah yang abnormal seringnya berasal dari neovaskularisasi


akibat iskemia pada penyakit-penyakit seperti retinopati diabetes, oklusi vena
retina, sindrom iskemi ocular. Saat retina tidak mendapatkan asupan oksigen yang
cukup, maka VEGF dan faktor kimiawi lainnya akan mencetuskan pembuluh-
pembuluh darah baru. Pembuluh-pembuluh yang baru ini kekurungan endothelial
tight junction sehingga berpredisposisi timbul perdarahan spontan. Pada pembuluh-
pembuluh yang baru ini juga terdapat banyak komponen fibrosa yang menambah
kekakuan sehhingga menambahkan stress pada pembuluh yang sudah rapuh. Selain
itu pada traksi vitreus normal dan pergerakan mata dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah ini.7,8

Pembuluh darah normal dapat pecah ketika ada tekanan mekanik melebihi
struktur integritas pembuluh darah. Pada pelepasan vitreus posterior, traksi vitreus
pada vaskularisasi retina dapat mempengaruhi pembuluh darah terutama pada
perlekatan. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa ablasi retina. Namun pada
perdarahan vitreus yang terjadi akibat Trauma tumpul dan perforasi dapat melukai
pembuluh darah yang intak dan merupakan penyebab utama perdarahan vitreus

7
pada orang dibawah 40 tahun. Suatu penyebab perdarahan vitreus yang jarang
adalah sindrom Terson yang berarti ada ekstravasasi darah di vitreus karena
perdarahan subaraknoid. Darah yang ada di vitreus bukan berasal dari perdarahan
subaraknoidnya sendiri melainkan karena pecahnya venules di retina karena
kenaikan tekanan intra kranial mendadak.7,8

Patologi dari organ di sekitar vitreus dapat juga menyebabkan perdaarahan


vitrus. Perdarahan dari makroaneurism retina, tumor, dan neovaskularisasi koroid
dapat melebar ke membran pembatas internal dari vitreus.7,8

Perdarahan pada vitreus dapat membentuk pembekuan darah yang cepat dan
hilang dengan kecepatan kurang lebih 1% setiap hari. Eritrosit keluar melalui
trabecular meshwork dan melewati proses hemolisis, phagositosis, atau tetap berada
di vitreus selama berbulan-bulan. Darah yang terdapat di luar vitreus dapat hilang
lebih cepat, sementara lebih perlahan pada anak yang lebih muda di mana vitreus
masih dalam kondisi baik. Perjalanan penyakit dari perdarahan vitreus tergantung
pada etiologinya dimana pada diabetik dan AMD yang memiliki prognosis paling
buruk.9

Gejala Klinis

Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur
atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan
dan jaring laba laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters.
Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan
lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi
sering kembali dalam waktu beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam
suasana redup atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan
abnormal vitreus terhadap retina.1,10

Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita


sebagai bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata
digerakkan. Bayangan kecil tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus, cincin,

8
lalat kecil dan sebagainya. Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar biasa,
kecuali bila floaters ini datangnya tiba-tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut
mendapat perhatian yang serius, karena keluhan floaters ini dapat menggambarkan
latar belakang penyakit yang serius pula, misalnya ablasio retina atau perdarahan di
vitreus.10

Perdarahan vitreus ringan sering dianggap sebagai beberapa floaters baru,


perdarahan vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada
perdarahan vitreus cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan
bahkan persepsi cahaya. Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan
perdarahan vitreus. Pengecualian mungkin terjadi apabila termasuk kasus glaukoma
neovaskular, hipertensi okular akut sekunder yang parah atau trauma. Pada pasien
juga perlu ditanya mengenai riwayat trauma, operasi okuler, anemia sel sabit, dll.10

Visus bervariasi tergantung lokasi, ukuran, dan derajat perdarahan vitreus.


Pada kasus yang parah, pasien dapat mengalami penurunan visus dan lapang
pandang secara dramatis. Perlu diperhatikan adanya rubeosis iris dan tekanan
intraokuler. Pemeriksaan fundus dengan pupil yang telah didilatasi dapat
memperlihatkan perdarahan difus yang tersebar di vitreus atau darah yang ada dapat
menggambarkan anatomi dari vitreus. Contohnya perdarahan di ruang subhyaloid
menghasilkan bentuk seperti kapal, perdarahan scaphoid. Selain itu juga dapat
memberikan petunjuk mengenai etiologi dari perdarahan seperti pada retinopati
diabetes.10

Diagnosis

Diagnosis dapat diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta


pemeriksaan penunjang. Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi
berbentuk kecil dan semakin banyak terlihat serta semakin tebal diartikan banyak
perdarahan di dalamnya. Dapat pula dibedakan perdarahan yang masih baru “fresh
hemorrhage” atau sudah lama “clotted hemorrhage”. Bila perdarahan disebabkan
oleh PVD, akan terlihat gambaran membran yang sejajar di B-scan ultrasonografi.

9
Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk dideteksi. Pada slit lamp, sel darah
merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya set “off-axis” dan mikroskop
pada kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan, pandangan ke retina
dimungkinkan dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat ditentukan.
Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai perdarahan
preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap dalam
ruang potensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar
seperti hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak
memiliki batas dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah merah sampai
memenuhi keseluruhan dari segmen posterior.7,8

Diagnosis Banding

Diagnosis banding adalah semua penyakit yang dapat menyebabkan


perdarahan vitreus yaitu pelepasan vitreus posterior dengan atau tanpa ablasio
retina, retinopati diabetes, retinopati hipertensi, oklusi vena retina, retinopati sel
sabit, retinopati radiasi, macroaneurism, degenerasi makular, trauma, shaken baby
syndrome, myopia patologic, kelainan darah (thrombocitopeni, leukemia,
hemoglobinopati, dll), vitritis (mirip dengan gejala perdarah vitreus kronik), dan
limphoma sistem nervus central primer.6

Terapi

Apabila retina dapat terlihat secara baik dan etiologi dari perdarahan vitreus
diketahui maka dapat dilakukan terapi penyakit penyebab bila diperlukan. Apabila
retina bisa terlihat dengan baik dan etiologi dari perdarahan vitreus dapat
ditentukan, namun perdarahan vitreus tidak dapat menerima tatalaksana yang aman
uuntuk etiologinya maka pars plana vitrektomi diindikasikan. Sebelumnya dapat
diobservasi dahulu secara singkat apakah dapat terjadi proses pembersihan sendiri
darah di vitreus. Jika retina tidak dapat divisualisasikan dengan baik dalam 360

10
derajat dan etiologi dari perdarahan tidak diketahui maka pars plana vitrektomi
diindikasikan.7

Adanya ablasio retina dapat ditentukan dengan menggunakan ultrasonografi


jika tidak dapat diperiksa secara oftalmoskopi . Vitrektomi dilakukan segera apabila
teridentifikasi. Jika pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dilakukan, maka
dapat dilakukan pembatasan kegiatan dan saat tidur kepala dapat ditinggikan 30-
45° sehingga memungkinkan darah untuk turun ke inferior agar dapat terlihat
periferal fundus superior. Robekan retina dapat dilihat dengan kriotherapi atau laser
fotokoagulasi. Jika ablasio retina telah dikesampingkan, pasien dapat kembali ke
aktifitas normal serta hindari penggunaan obat anticlotting seperti aspirin dan
sebagainya.11,12,13

Setelah retina dapat divisualisasikan, pengobatan ditujukan untuk etiologi


yang mendasari sesegera mungkin. Jika neovaskularisasi dari retinopati proliferatif
adalah penyebabnya, dilakukan laser fotokoagulasi panretinal untuk meregresi
neovaskularisasi, akan lebih baik hasilnya apabila melalui perdarahan residual.
Sebuah laser kripton dapat membantu fotokoagulasi saat melewati perdarahan lebih
baik daripada laser argon. Sebuah sistem laser yang tidak langsung juga
memungkinkan pengiriman energi pada retina sekitar perdarahan vitreus.
Intravitreal anti-VEGF dapat menyebabkan regresi neovaskularisasi sampai laser
fotokoagulasi. Vitrektomi diindikasikan untuk perdarahan vitreus, neovaskularisasi
dari iris atau glaukoma. Waktu vitrektomi tergantung pada etiologi yang mendasari.
Perencanaan vitrektomi berdasarkan etiologi.11,12,13

Prognosis

Prognosisnya bermacam-macam tergantung dari etiologi serta keterlibatan


macula. Sebagai contoh pasien dengan perdarahan vitreus sekunder dari retinopati
diabetes atau degenerasi makula berhubungan dengan usia akan memiliki prognosis
lebih baik daripada perdarahan vitreus akibat pelepasan vitreus posterior.9

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Jogi R. Embryology and Anatomy. In: Basic Ophthalmology. 4th ed. New
Delhi, India: Jaypee Brothers Medical Publishers(P) LTD.; 2009.

2. Kanski JJ. Clinical ophthalmology. A systematic approach. 8th edition.


Elsevier Heal Sci. 2016.

3. Lang GK. Vitreous body. In: Ophtalmology a short textbook; 2009; 287-
290.

4. Kenhub.Blood vessels and nerves of the eye. In:


kenhub.com/en/library/anatomy/blood-vessels-and-nerves-of-the-eye.
2013. Diakses pada 12 Agustus 2018.
5. Spraul, CW and Grossniklaus, HE. Vitreous Hemorrhage. Surv
Ophthalmol. 42:3-39, 1997.
6. Goff MU, et al. Causes and treatment of vitreous haemorrhage. Compr
Ophtalmol Update. 2006 May-Jun;7(3):97-111
7. Brandon B, Johnson MD. Vitreous Hemorrhage. In
eyewiki.aao.org/vitreous_hemorrhage. 2014. Diakses pada 9 Agustus
2018.
8. Brian A et al. Vitreous hemorrhage. In:
emedicine.medscape.com/article/1230216. 2015. Diakses pada 10 Agustus
2018.
9. Kim DY, et al. Acute onset vitreous hemorrhage of unknown origin before
vitrectomy: causes and prognosis. Hindawi Journal of Opthalmology.
2015; 2015:1-8.

10. Sidarta I, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata Edisi ke-5. Jakarta. Badan
Penerbit FK UI. 2015.

11. Wickham L, Bunce C, Wong D, Charteris DG. Retinal detachment repair


by vitrectomy: simplified formulae to estimate the risk of failure. Br J
Ophthalmol. 2011 Sep;95(9):1239-44.

12
12. Ahmadieh H, Shoeibi N, Entezari M, Monshizadeh R. Intravitreal
bevacizumab for prevention of early postvitrectomy hemorrhage in
diabetic patients: a randomized clinical trial. Ophthalmology. 2009
Oct;116(10):1943-8.
13. Zhang T, et al. Early vitrectomy for dense citreous haemorrhage in adults
with non traumatic and non diabetic retinopathy. Journal of International
Medical Research. 2017;45(6):2065-2071.

13

Anda mungkin juga menyukai