Anda di halaman 1dari 15

KRISIS HIPERTENSI EMERGENCY DAN URGENCY

Oleh:

Amirah dhia nabila sinum 1102014020

KEPANITRAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD ARJAWINANGUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 10 SEPTEMBER – 17 NOVEMBER 2018

 
A. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri sistemi
yang menetap di atas batas normal yang telah disepakati, dengan nilai sistolik
140 mmHg dan diastolik 90 mmHg dan salah satu pencetus terjadinya
penyakit jantung, ginjal, dan stroke (Elokdyah, M, 2007). Berdasarkan
penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan:
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, pada
usia 18 tahun ke atas dengan penyebab yang tidak di ketahui. Pengukuran
dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi duduk, kemudian diambil reratanya,
pada dua kali atau lebih kunjungan (Chandra, 2014)
2. Hipertensi sekunder
Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder,
yang disefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi
fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid.
Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan
kontrasepsi oral, coarcstation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis,
ganggua psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka
bakar, dan stress (Wajan, 2010).
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik ≥180 mmHg dan atau
diastolik ≥120 mm Hg yang membutuhkan penanganan segera.2
Berdasarkan keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi menjadi
dua kelompok yaitu: 4, 11
1. Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥220 mm Hg dan / atau diastolik ≥140 mm Hg)
dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.
2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) tanpa
2

 
kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga penurunan
tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai
hari.

Tabel 1. Hipertensi Emergensi (darurat)


TD Diastolik > 140 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
• Pendarahan intra pranial, trombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.
• Hipertensi ensefalopati.
• Aorta diseksi akut.
• Edema paru akut.
• Eklampsi.
• Feokhromositoma.
• Insufisiensi ginjal akut.
• Infark miokard akut, angina unstable.
• Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
-­‐ Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
-­‐ Cedera kepala.
-­‐ Luka bakar.
-­‐ Interaksi obat.

Tabel 2. Hipertensi Urgensi (mendesak)


• Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
• KW I atau II pada funduskopi.
• Hipertensi post operasi.
• Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:1, 10
3

 
1. Hipertensi primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (95%
pasien).
2. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh:
a. Gangguan Ginjal
b. Gangguan endokrin
c. Obat
d. Kehamilan
e. Co-arctation of the aorta
f. Gangguan neurologi
g. Faktor psikososial
h. Intravascular volume overload
i. Hipertensi sistolik

C. Patofisiologi
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau
kontriksi dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk
mempertahankan aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap
vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi
terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds (terutama
jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat
perubahan ini akan terjadi efek lokal dengan berpengaruhnya prostaglandin,
radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol,
disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal, dan efek siskemik
akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vasopresin,
antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target.
Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang
dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah
mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi, mempunyai
autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-
rata.
Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)
4

 
Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada
tekanan arteri rata-rata (110-180mmHg). Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi
pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada
SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan
jantung, ginjal dan mata

D. Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi


Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan
jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala
hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal
akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada
kenaikan tekanan darah umumnya.6

Tabel 3. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat


Tekanan
Funduskopi Status neurologi Jantung Ginjal Gastrointestinal
darah
> 220/140 Perdarahan, Sakit kepala, Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah
mmHg eksudat, kacau, gangguan membesar, proteinuria
edema papilla kesadaran, dekompensasi,
kejang. oliguria

E. Diagnosis 3, 7, 10
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.

1. Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :

 
a. Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.
b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c. Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.
d. Gejala sistem saraf (sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas).
e. Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang)
f. Gejala sistem kardiovascular (adanya payah jantung, kongestif dan
oedem paru, nyeri dada).
g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua
lengan, mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah
jantung kongestif, diseksi aorta). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung dan ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta
lain seperti penyakit jantung koroner.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin,
gula darah dan elektrolit.
2. Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak
3. Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,
ekokardiogram, ultrasonogram.

G. Diagnosis Banding
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti:
6

 
1. Hipertensi berat
2. Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
3. Ansietas dengan hipertensi labil.
4. Edema paru dengan payah jantung kiri.

H. Tatalaksana
1. Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi
Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi
sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan krisis hipertensi dapat
dibagi:
a. Penurunan tekanan darah
Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat
mungkin tapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak
boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk
menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi
kasus. Dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure
(MAP) sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah
emergensi atau urgensi. Penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun
oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan
bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita
hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan
infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan
lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 –
180/100 mmHg.

 
b. Pengobatan target organ
Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki fungsi
target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan
khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada
krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus
termasuk pemberian diuretik, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan
afterload. Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan
pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan
hemodialisis.
c. Pengelolaan khusus
Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama
yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia gravidarum.
2. Penanggulangan Hipertensi Emergensi
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
a. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial
catether (bila ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan
status volume intravaskuler.
b. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
1) Tentukan penyebab krisis hipertensi
2) Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
3) Tentukan adanya kerusakan organ sasaran
c. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai
dan usia pasien.
1) Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama. Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP
ataupun TD yang didapat.
2) Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak, jantung
8

 
dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan,
kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.
3) TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua
minggu.
Tabel 4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi
Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat

Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sering sesak napas nokturia, dysarthria,
kali tanpa gejala kelemahan, kesadaran
menurun
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
kerusakan organ target; muncul klinis insufisiensi ginjal, iskemia
target, tidak ada penyakit jantung
penyakit kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, naikkan pendek obat IV
dosis
Rencana Periksa ulang Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU
dalam 3 hari 24 jam

d. Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi


Perawatan diruangan intensive (ICU) dan pemberian salah satu dari obat
anti hipertensi intravena (IV) dipilih pada pasien hipertensi emergensi yang
disertai kerusakan target organ.
Tabel 5: Obat hipertensi parenteral 2

 
Obat Mekanisme Dosis Efek / Durasi Spesifik Indikasi
Sodium Arteri, vena 0,25-10 mg / kg langsung/2 < 2min Edema paru akut
nitroprusside vasodilator / menit sebagai -3 menit
infus IV setelah
infuse
Nitrogliserin Venodilator 500-100 mg 2-5 min /5- 5-10 ACS
sebagai infus IV 10 min min
Nicardipine Dihidropirimid 5-15 mg / jam 1-5 4-6 Hiperadregenic
in calcium sebagai infus IV min/15-30 jam crisis
antagonist min
Labetalol α-β- blocker Bolus 20 mg 5-10 min 3-6 Hipertensi
(not diulang tiap 10 jam Emergensi, Stroke
cardioselective menit (20-
) 80mg)
Infus IV 1-
2mg/min
Esmolol β- blocker Bolus 0,5mg/kg 1-2 min 10-20 ACS
(cardioselectiv Infuse 25- min
e) 300µg/kg/min
Enalapril ACEI Bolus sampai 15-60 min 4-6 Hipertensi
1mg jam ensefalopati
Fenoldopam Dopamine Infuse < 5min 30 min Hipertensi
agonist 0,1µg/kg/min emergensi
Urapidilo Selective α- Bolus 25-100 3-5 min 4-6 Perioperative
adregenic mg tiap 5 menit jam hypertension
antagonist
Phentolamine Β-adregenic Bolus 1-5 mg 1-2 min 10-30 Pheochromocytoma
blocker min

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat


oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah
lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, TD dapat diturunkan
baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur tetesan
10

 
infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang
long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk
dinaikkan kembali. 4, 11

e. Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi


Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi.
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus
dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat
menimbulkan hipotensi berat.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
diberikan secara intravena tampaknya memberikan harapan yang baik, dari
berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang
sebaiknya dihindari adalah:

Tabel 6: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 1,2
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Obat yang
Darah Dihindari
Diseksi aorta Nitroprusside/Fenoldopam SBP 110-120 sesegera Hydralazine,
+ esmolol/Labetalol mungkin Diaozoxide,
Minoxidil
AMI, iskemia Nitrogliserin+labetalol/ Sekunder untuk Nitroprusside
esmolol//ACEI bantuan iskemia
Edema paru Nitroprusside/ 10% -15% dalam 1-2 Labetalol
nitrogliserin + loop jam
diuretic
Gangguan Bolus labetalol/ 20% -25% dalam 2-3 Nitroprusside
Ginjal fenoldopam infuse jam
Hipertensi ACEI and/ or labetalol 20% -25% dalam 2-3 Nitroprusside
ensefalopati jam

11

 
Subarachnoid Labetalol/ Fenoldopam 20% -25% dalam 2-3 Nitroprusside
hemorrhage jam
Stroke Iskemik Labetalol/ Fenoldopam 0% -20% dalam 6-12 Nitroprusside
jam
Eklampsi Magnesium sulfate + 0-25% dalam 2-3 jam ACEI
Labetalol/Methyldopa/
Hydralazine
KW III-IV Bolus labetalol+infuse <25% TD atau ACEI
fenoldopam Diastolik 100-105
mmHg
Kelebihan Nitrogliserin, 0% -20% dalam 6-12 Labetalol
Katekolamin nicardipin/ verapamil + jam

benzodiazepine iv,
fenoldopam,
nitroprusside dan
phentolamine
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

f. Obat oral untuk hipertensi emergensi


Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk
menggunakan obat oral seperti Nifedipine (Ca antagonist), Captopril dalam
penanganan hipertensi emergensi.
Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara
sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60
menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan
non-respon bila penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian
obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan
adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai
secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60
menit pemberian TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas
terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.

12

 
3. Penanggulangan Hipertensi Urgensi
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan
TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka
dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi
dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.

2,4
Tabel 7: Obat hipertensi urgensi oral
Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Captopril 12,5 - 25 mg PO; 15-30 min/6-8 jam Hipotensi, gagal ginjal,
ulangi per 30 min ; SL 10-20 stenosis arteri renalis
; SL, 25 mg min/2-6 jam
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 Hipotensi, mengantuk,
ulangi per jam jam mulut kering
Propanolol 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
ulangi setiap 30 jantung, hipotensi
min ortostatik
Nifedipine 5 - 10 mg PO; 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi,
ulangi setiap 15 gangguan koroner
menit

SL, Sublingual. PO, Peroral


Pemberian nifedipine sublingual mulai ditinggalkan karena dapat
2,11
menyebabkan hipotensif. Obat yang dianjurkan adalah obat long half-life,
1,2
karena tujuan penurunan tekanan darah dicapai dalam 48-72 jam. Captopril
adalah obat yang sering digunakan. Akhir-akhir ini Losartan (Angiotensin II
receptor antagonist) mulai sering digunakan juga. 2

13

 
I. Prognosis
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival
penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia
(19%), gagal jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal
jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miokard (1%), diseksi aorta
(1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif
dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi
ginjal. 4

14

 
DAFTAR PUSTAKA

1. Aggarwal M., Khan I. A., 2006. Hypertensive Crisis: Hypertensive


Emergencies and Urgencies., Cardio Clin. 24 pp: 135-46
2. Angelats E. G., Baur E. B., 2010. Hypertension, Hypertensive Crisis, and
Hypertensive Emergency: Approaches to Emergency Department Care.
Emergencias; 22 pp 209-19
3. Ashley E. A., Niebauer, J., 2004. Hypertension. In Ashley E. A., Niebauer, J.
Cardiology Explained. United Stated of America: Remedica pp 77-91
4. Majid A., 2004. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Avaiable
from: http://repository.usu.ac.id. [Accessed 2 Juni 2013]
5. Fisher N. D. L., Williams G. H., 2005. Hypertensive Vascular Disease. In
Kasper, D. L., Braunwald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L.,
Jameson, J. L. Harrison’s Principles Internal Medicine. 16th Edition. United
State of America: McGraw-Hill pp: 1463-80
6. Roesma, J. 2009. Krisis Hipertensi. Dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan
2. Jakarta: FKUI pp 616-7
7. Rosendorff C., 2005. Hypertension. In Rosendorff, C. Essential Cardiology:
Principles and Practice. Second Edition. New Jersey: Humana Press pp 595-
600
8. Tedjasukmana P., 2012. Tata Laksana Hipertensi. CDK-192. Vol. 39. No. 4
pp 251-5
9. The Seventh Report of the Joint National Committee. 2004. Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. United States:
Departement of Health and Human Service
10. Tjokroprawiro A., Setiawan P. B., Santoso D., Soegiarto G., 2007. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah
Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University
Press. pp: 129-36
11. Van den Born B. J. H., Beutler J. J., Gaillard C. A. J. M., De Gooijer A., Van
den Meiracker A. H., Kroon A.A., 2011. Dutch guideline for the management
of hypertensive crisis – 2010 revision. Netherlands The Journal of Medicine
Vol. 69, No. 5 pp 248-55

15

Anda mungkin juga menyukai