Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan
kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu,
salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain
dan belajar.
Permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu
keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan. Apabila ketermpilan
yang diperoleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu,
permainan tersebut dinamakan permainan bahasa (Soeparno,1998:60).
Sebenarnya dalam kegiatan mengajar guru sering menggunakan permainan,
tetapi pada umumnya masih menerpakannya sebagai teknik pengajaran
bahasa.
Pada usia anak – anak fungsi bermain berpengaruh besar sekali bagi
perkembangan anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar perbuatannya
diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan kerja,
maka kegiatan anaka sebagian besar dalam bentuk bermain.
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) telah
menjadi kecenderungan dan kebutuhan pembelajaran saat ini dan terlebih lagi
untuk waktu yang akan datang. Melalui PAKEM diharapkan kualitas proses
dan hasil belajar siswa-siswi menjadi lebih berkualitas dan optimal.
Dalam pelaksanaannya, PAKEM memerlukan kehadiran beragam variasi
metode. Permainan merupakan salah satu metode pembelajaran yang
bernuansa PAKEM. Sebagai salah satu metode yang dapat menciptakan
PAKEM, metode permainan memiliki banyak ragam variasi. Banyaknya
variasi teknik dalam metode permainan, memungkinkan guru lebih leluasa
memilih teknik pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik
kompetensi dan indikator yang ingin dicapai. Selanjutanya, untuk

1
mewujudkan metode permainan dalam pembelajaran terdapat langkah-langkah
penyusunan yang dipahami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori-teori bermain dan belajar ?
2. Apakah yang dimaksud dengan karakteristik dan fungsi bermain dalam
belajar ?
3. Apa saja model-model pengembangan pembelajaran dengan permainan
bahasa ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui teori-teori bermain dan belajar
2. Mengetahui karakteristik dan fungsi bermain dalam belajar
3. Mengetahui model-model pengembangan pembelajaran dengan permainan
bahasa

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-Teori Bermain Dan Belajar


Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang
sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah
direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi,
pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama.
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005 ), metode pembelajaran
adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang
dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.
Metode pembelajaran bermain mengutamakan kerja sama dalam
menvelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur
(2000), semua metode pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas,
struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan
struktur penghargaan pada metode pembelajaran bermain berbeda dengan
struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan metode pembelajaran
yang lain. Tujuan metode pembelajaran ( learning) bermain adalah hasil
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Teori-teori modern yang mengkaji tentang bermain tidak hanya
menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain. Para tokoh juga berusaha
untuk menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.

a. Teori Psikonalisa (Sigmund Freud)


Freud didalam buku Mayke (2001:7) memandang bermain sama seperti
sama seperti fantasiatau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi, seseorang
dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi. Dengan
demikian Freud percaya bahwa bermain memegang peran penting dalam
perkembangan emosi anak. Anak dapat mengeluarkan semua perasaan

3
negatif, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan/trautamik dan
harapan-harapan yang tidak terwujud dalam realita melalui bermain. Dengan
demikian, bermain mempunyai efek katartis. Melalui bermain, anak dapat
mengambil peran aktif sebagai pemrasaran dan memindahkan perasaan
negatif ke objek/orang pengganti.
Dalam hal ini Freud tidak mengemukakan pengertian bermain, tetapi
memandang bermain sebagai cara yang digunakan anak untuk mengatasi
masalahnya. Pandangan Freud tentang bermain akhirnya memberi ilham pada
para ahli ilmu jiwa untuk memanfaatkan bermain sebagai alat diagnose
terhadap masalah anak ataupun sarana ‘mengobati’ jiwa anak yang
dimanifestasikan dalam terapi bermain.

b. Teori Kognitif
Para tokoh bergabung dalam teori kognitif antara lain Jean Piaget,
Vygotsky, Bruner, Sutton Smith serta Singer, masing-masing memberikan
pandangannya mengenai bermain.
1. Jean Piaget
Mengemukakan teori yang rinci mengenai perkembangan
intelektual anak. Menurut Piaget dalam buku Mayke (2001: 7), anak
menjalani tahapan perkembangan kognisi sampai akhirnya proses
berpikir anak menyamai proses berpikir orang dewasa. Sejalan dengan
tahapan perkembangan kognisinya, kegiatan bermain mengalami
perubahan dari tahap sensori-motor, bermain khayal sampai kepada
bermain sosial yang disertai aturan permainan. Dalam teori Piaget,
bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan kognisi anak,
tetapi juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisi
itu sendiri. Menurut Piaget, dalam proses belajar perlu adaptasi dan
adaptasi membutuhkan keseimbangan antara 2 proses yang saling
menunjang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses
penggabungan informasi baru yang ditemui dalam realitas dengan
struktur kognisi seseorang. Dalam proses ini bisa terjadi distorsi,

4
modifikasi atau ‘pembelokkan’ realitas untuk disesuaikan dengan
struktur kognisi yang dimiliki anak. Akomodasi adalah mengubah
struktur kognisi seseorang untuk disesuaikan, diselaraskan dengan
atau meniru apa yang diamati dalam realitas.
Perkembangan bermain berhubungan dengan perkembangan
kecerdasan seseorang, maka taraf kecerdasan seorang anak akan
mempengaruhi kegiatan bermainnya. Artinya bila anak mempunyai
taraf kecerdasan di bawah rata-rata, kegiatan bermain mengalami
seorang anak tergolong terbelakang mental sedang (I.Q. sekitar 50
menurut skala Wecsler), walaupun sudah berusia 17 tahun perilaku
bermainnya sama seperti anak usia prasekolah, dia tidak mampu
mengikuti kegiatan bermain yang membutuhkan strategi seperti
permainan monopoli. Sebaliknya anak yang cerdas, dengan usia
mental melebihi anak-anak lain seusianyam mampu melakukan
kegiatan bermain yang lebih tinggi dari tingkat usianya. Misalnya
walaupun baru berusia 6 tahun, tetapi sudah mampu mengikuti
permainan yang membutuhkan strategi berpikir seperti catur. Oleh
karena itu, biasanya anak yang cerdas lebih suka bermain dengan anak
yang usianya lebih tua sedangkan anak yang kurang cerdas merasa
lebih cocok dengan anak yang lebih muda usianya.
2. Lev Vygotsky
Vygotsky adalah seorang psikog berembangsaan Rusia yang
meyakinkan bahwa bermain mempunyai peran langsung tehadap
perkembangan kognisi seorang anak. Menurut Vygotsky dalam buku
Mayke (2001: 9), anak kecil tidak mampu berpikir abstrak karena bagi
mereka, meaning (makna) dan objek berbaur menjadi satu. Akibatnya,
anak tidak dapat berpikir dalam kegiatan bermain khayal dan
menggunakan objek misalnya sepotong kayu untuk mewakili benda
lain yaitu ‘kuda’ dari kuda sesungguhnya. Dengan demikian akhirnya
anak mampu berpikir mengenai meaning secara terpisah dari objek

5
yang mewakilinya. Jadi bermain simbolik mempunyai peran
penting/krusial dalam perkembangan berpikir abstrak.
3. Jerome Bruner
Bruner dalam buku Mayke (2001: 11) memberi penekan pada
fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan keativitas dan
fleksibilitas. Dalam bermain, yang lebih penting bagi anak adalah
makna bermain dan bukan hasil akhirnya. Saat bermain, anak tidak
memikirkan sasaran yang akan dicapa, sehingga dia mampu
bereskprimen dengan memadukan berbagai perilaku baru serta ‘tidak
biasanya’. Keadaan seperti itu tidak mungkin dilakukan kalau dia
berada dalam kondisi tertekan. Sekali anak mencoba memadukan
perilaku baru, mereka dapat menggunakan pengalaman tersebut untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sebenarnya. Perilaku-perilaku
rutin yang dipraktekkan dan dipelajari berulang-ulang dalam situasi
bermain akan terintegrasi dan bermanfaat untuk memantapkan pola
perilaku sehari-hari.
4. Sutton Smith
Smith dalam buku Mayke (2001: 11) percaya bahwa transformasi
simbolik yang muncul dalam kegiatan bermain khayal (misalnya:
pura-pura menggunakan balok sebagai ‘kue’), memudahkan
transformasi simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan
fleksibilitas mental mereka. Dengan demikian, anak dapat
menggunakan idea-ideanya dengan cara baru serta tidak biasa dan
mengahsilkan idea kreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan adatif.
Smith dalam buku Mayke (2001: 12) menegemukakan bermain
sebagai adaptive potentiantion; maksudnya bermain memberikan
berbagai kemungkinan sehingga anak dapat menentukan bermacam
pilihan dan mengatur fleksibilitas secara baik.
Terakhir, Sutton Smith dalam buku Mayke (2001: 12)
memperkenalkan teori baru tentang bermain yaitu bermain merupakan
adaptive variability. Dalam teori ini dia melakukan analogi antara

6
bermain dengan evolusi yang didasarkan pada penelitian terakhir
dalam bidang neuro science serta teori evolusi dari Stephen Jay Gould
(1995).
c. Teori Singer
Berbeda dengan Freud fan Piaget, Singer dalam buku Mayke (2001:
11) menganggap bermain, terutama bermain imajinatif sebagai kekuatan
posif untuk perkembangan manusia. Dia tidak setuju pada pendapat Freud
yang menganggap bermain sebagai mekanisme coping terhadap
ketidakmatangan emosi. Dia juga mengkritik Piaget yang menganggap
bermain sebagai dominasi asimilasi. Bagi Jerome Singer dalam buku
Mayke (2001: 12) mengatakan bermain memberikan suatu cara bagi anak
untuk menunjukan kecepatan masuknya perangsangan (stimulasi), baik
dari dunia luar maupun dunia dalam yaitu aktivitas otak yang secara
konstan memainkan kembali dan merekam pengalaman-
pengalaman.Melalui bermain,anak dapat mengptimalkan laju stimulasi
dari luar dan dari dalam, karena itu mengalami emosi yang
menyenangkan. Tidak menjadikan anak ‘bengong’ karena terlalu banyak
stimulasi atau bosan karena kurangnya stimulasi. Contohnya, anak yang
tidak punya kegiatan selama menunggu di lapangan terbang, dapat terlibat
dengan stimulasi yang berasal dari dalam yaitu bermain imajinatif.
d. Teori-teori Lain
1. Arrousal Modulation Theory.
Dikembangkan oleh Berlyne (1960) dan dimodifikasi oleh Ellis
(1973). Teori ini menekankan pada anak yang bermain sendirian
(soliter) atau anak yang suka menjelajah objek di lingkungannya.
Menurut teori arrousal, bermain disebabkan adanya kebutuhan atau
dorongan agar sistim saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga.
Bila terlalu banyak stimulasi, arrousal akan meningkat sampai batas
yang kurang sesuai dan menyebabkan seseorang akan mengurangi
aktivitasnya. Contoh, bila anak mendapatkan mainan baru maka
arrousal meningkat dan dengan mengeksplorasi benda asing itu

7
arrousal akan menurun sehingga anak menjadi terbiasa dengan benda
tersebut. Sebaliknya kalau kurang stimulus akan timbul rasa bosan
sebab tingkat arrousal menurun tajam.
Ellis dalam buku Mayke (2001: 13) menganggap bermain
sebagai aktivitas mencari rangsang (stimulus) yang dapat
meningkatkan arrousal secara optimal. Bermain menambah stimulasi
dengan menggunakan objek dan tindakan baru serta tidak biasa.
Contohnya, kalau anak bosan main perosotan dari atas ke bawah, dia
dapat meningkatkan stimulasi dengan berjalan menaiki papan
perosostan dari bawah ke atas. Jadi menurut Ellis dalam buku Mayke
(200:13) bermain adalah stimulation producing activity yang
disebabkan tingkat arrousal yang rendah. Teori Ellis banyak
diterapkan dalam perancangan dan penggunaan alat permaianan serta
bermain.
2. Teori Bateson
Menurut Bateson dalam buku Mayke (2001: 13) bermain
bersifat paradoksial karena tindakan yang dilakukan anak saat
bermain tidak sama artinya dengan apa yang mereka maksudkan
dalam kehidupan nyata. Saat ‘bergelutan’ misalnya, serangan yang
dilakukan berbeda dengan tindakan memukul yang sebenarnya.
Sebelum terlibat dalam kegiatan bermain, perlu ‘kerangka’ atau
konteks sehingga orang lain tahu bahwa apa yang terjadi dalam
kegiatan bermain bukanlah yang sesungguhnya. Yang menjadi tanda
bahwa itu bukan sungguh-sungguh adalah keceriaan, senyum dan
tawa yang ditunjukkan anak. Bila kerangka bermain tidak ditentukan,
anak lain akan menginterprestasikan ‘serangan’ anak sebagai serangan
yang sesungguhnya. Saat bermain, anak akan belajar untuk sekaligus
menjalakan dua tahapan. Pada tahap yang satu, anak terlibat dalam
peran pura-pura dan memfokuskan diri pada bermain pura-pura.
Secara bersamaan, mereka menyadari identitas diri masing-masing

8
dan arti yang sesungguhnya dari objek dan tindakan yang mereka
gunakan dalam bermain.

B. Karakteristik Dan Fungsi Bermain Dalam Pendidikan


1. Karakteristik Bermain Anak
a. Bermain adalah Sukarela
Karena didorong oleh motivasi dari dalam diri seseorang sehingga
akan dilakukan oleh anak apabila hal itu betul-betul memuaskan
dirinya, bukan karena iming-iming hadiah atau karena diperintah oleh
orang lain. Jadi, permainan yang dilakukan anak adalah suatu kepuasan
tersendiri karena tidak harus memnuhi tuntutan atau harapan dari luar,
anak-anaklah yang menentukan perannya sendiri dalam bermain.
b. Bermain adalah pilihan anak
Anak-anak memilih secara bebas sehingga apabila seorang anak
dipakasa untuk bermain, sekali pun mungkin dilakukan dengan cara
yang halus maka aktivitas itu bukan merupakan aktivitas dan bukan
lagi bukan lagi kegiatan bermain atau non play.
c. Bermain adalah permainan yang menyenangkan
Anak-anak merasa gembira dan bahagia dalam melakukan
aktivitas bermain tersebut, bukan menjadi tegang atau stress. Bermain
yang menyenangkan merupakan syarat mutlak dalam melakukan
kegiatan di TK.
d. Bermain adalah simbolik
Melalui kegiatan bermain anak akan mampu menghubungkan
pengalaman mereka dengan kenyataan sekarang, misalnya berpura-
pura menjadi orang lain, anak-anak akan bertingkah laku seperti yang
diperankannya.
e. Bermain adalah aktif melakukan kegiatan
Dalam bermain anak-anak bereksplorasi, bereksperimen,
menyelidiki dan bertanya tentang manusia, benda-benda, kejadian atau
peristiwa.

9
Fakta-fakta yang berpengaruh terhadap kegiatan bermain anak
adalah:
1) Motivasi
Kegiatan bermain dapat berlangsung dengan baik apabila
dilandasi motivasi yang kuat yang berasal dari diri anak itu
sendiri, tanpa paksaan dari siapa pun.
2) Lingkungan yang menunjang
Lingkunagn yang kurang memadai fasilitasnya, tidak aman
dan tidak menyenangkan, akan menyebabkan ruang gerak bermain
bagi anak terbatas. Oleh sebab itu agar anak dapat bermain dengan
leluasa maka perlu disediakan sarana dan prasarana yang dapat
mendukung keinginan dan aktivitas bermain anak.
3) Perilaku anak dalam bermain
Melalui bermain anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dan dorongan-dorongan dari dalam diri yang tidak mungkin
terpuaskan dalam kehidupan nyata. Bila anak dapat menyalurkan
perasaan tegang, tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan
yang muncul dari dalam dirinya, setidaknya membuat anak lega
dan relaks akan mengubah perilaku yang negatif menjadi positif.

2. Peran Guru Dalam Kegiatan Bermain


a. Guru sebagai Perencana
Guru harus merencanakan suatu pengalaman baru agar anak didik
terdorong untuk mengembangkan minat dan kemampuannya.
Perencanaan yang harus disusun guru adalah sebagai berikut :
1) Tujuan / sasaran yang ingin dicapai
2) Bentuk kegiatan bermain yang akan dilakukan.
3) Alat dan bahan yang diperlukan (jenis dan jumlah)
4) Tempat kegiatan tersebut akan dilakukan(indoor atau outdoor)
5) Alokasi waktu, berapa lama waktu yang untuk kegiatan bermain

10
6) Penilaian dan evaluasi untuk mengetahui pencapaian tujuan / sasaran
dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan.
Guru harus merencanakan hal-hal tersebut minimal satu hari
sebelum kegiatan dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan bermain ini
terpadu atau terintegrasi dengan kegiatan belajar rutin.
b. Guru sebagai Fasilitator
Artinya guru harus mampu memfasilitasi seluruh kebutuhan anak
pada saat kegiatan bermain dan belajar berlangsung. Guru berperan
dengan aktif,kreatif, dan dinamis.
c. Guru sebagai Pengamat
1) Cara memainkan alat bermain atau permainan.
2) Sikap anak waktu bermain, aktif atau diam saja.
3) Bermain ikut-ikutan teman atau mengatur/memerintah teman.
4) Berapa waktu yang digunakan menekuni 1 jenis kegiatan bermain.
5) Jenis bermain yang sering dipilih atau lebih diminati anak.
6) Anak bermain sendiri atau bersama teman.
7) Anak mandiri melakukan kegiatan bermain atau tidak.
8) Mengalah selalu atau mau menang sendiri.
d. Guru sebagai Model
Anak usia taman kanak-kanak adalah masa meniru. Oleh karena
itu sebagian besar permainan di TK dilaksanakan melaui
peniruan/imitasi. Pada masa ini anak akan menirukan segala tindak
tanduk guru disekolah. Guru yang menghargai bermain akan selalu
berusaha menjadi model atau panutan dalam kegiatan bermain bagi
anak didiknya. Guru akan selalu berusaha mencari kesempatan untuk
bergabung dalam kegiatan bermain anaklalu mencoba melakukan hal
yang di lakukan oleh anak.
e. Guru sebagai motivator
Guru sebagai motivator artinya guru harus dapat menjadi
pendorong bagi anak untuk melakukan kegiatan bermain. Guru
mendorong anak lebih aktif ketika bermain mendorong anak untuk

11
melakukan eksplorasi, dan melakukan kegiatan untuk mendapatkan
penemuan-penemuan dan mendorong anak untuk menyalurkan rasa
ingin tahu dan mencari atas jawaban tersebut
6. Guru sebagai teman
Selain sebagai pendidik guru juga harus dapat berperan sebagai
teman atau sahabat bagi anak dalam bermain. Dalam hal ini guru
bertindak sebagai coplayer artinya guru mempunyai peran yang setara
bagi anak. Guru menempatkan diri sebagai teman yang baik sehingga
situasi bermain dan belajar menjadi akrab serta penuh kesenangan dan
kegembiraan. Guru sebagai teman/sahabat berarti guru harus bersedia
terjun berpartisipasi bermain bersama anak-anak berbaur dalam
kegiatan yang dilakukan anak-anak. Di sini guru jangan selalu
memberikan instruksi tetapi mengikuti aturan yang di buat anak.

3. Fungsi Bermain Dalam Pemdidikan


a. Bermain Sebagai Pencarian Stimulasi: Sejarah Ide
Seperti konsep sentral pada umumnya untuk sebuah teori tidak
dipecahkan dengan suasana siap untuk pembentukan instan. Ide dari
pencarian stimulasi telah memiliki sejarah yang panjang. Gagasan
pertama muncul dari Pavlov (1927) yang mendeskripsi investigasi atau
berorientasi refleks.
Terjadinya perubahan terhadap deteksi pada lingkungan stimulasi
akan menimbulkan reflek yang berorientasi yang akan dijelaskan
secara rinci oleh Berlyne dalam buku Ellis (1973: 84). Perubahan yang
banyak, perlakuan berlebihan melalui sebuah variasi mekanisme
fisiologis. Mereka berfungsi secara umum untuk membuat hewan
tersebut secara tepat cepat mengeksekusi respon. Respon ini berhenti
sampai informasi yang memadai terlah diterima berkaitan dengan
keputusan baru yang diambil yang dianggap sebagai tindakan yang
tepat. Orientasi reflek untuk sebuah stimulasi tertentu dapat
dihilangkan dengan mengulang tindakan itu dan memberikan stimulasi

12
yang tidak berdampak pada sinyal kondisi kritis lainnya, hewan itu
akan segera berhenti terkejut dengan hal itu dan menjadi terbiasa
dengan lingkungan sekitar. Hal ini disadari setelah bertahun-tahun
bahwa seekor hewan mampu melakukan perhatian secara selektif.
Hanya peristiwa stimulasi baru atau ketertarikan merekapada yang lain
dan kondisi penting yang menjadi subjek dari hasil penelitian ini.
Banyaknya peristiwa stimulasiserupa dan tindakan yang diharapkan
tidak diperlukan.
Kurangnya ketidaksesuaian antara ekspektasi saat ini dan sebuah
kejadian stimulasi ditandai dan terlihat dari perhatian yang diberikan.
Proses pemantauan masukan pada sensorik harus terjadi secara
otomatis hanya karena sebuah keanehan dilakukan pada saat pusat
kesadaran tertinggi terganggu. Meskipun pentingnya suatu
keberhasilan, pemilihan peristiwa mengejutkan untuk diperhatikan
tidak tidak dijelaskan secara sengaja pada masukan stimulasi yang baru
atau alternatif pada situasi stimulasi yang dapay mengkarakteristik
hewan neophilic. Permasalahan ini ditunjukan sejak lama oleh
(McDougall dalam buku Ellis 1973: 84-85).
McDougall menyimpulkan bahwa ada naluri rasa ingin tahu yang
tidak diarahkan pada sebuah kegiatan tertentu atau objek. Fungsi ini
disiapkan secara sederhana pada hewan untuk melatih naluri yang
lebih spesifik dengan mengumpulkan informasi.
Objek (menggunakan kata ini lagi dengan cara yang lebih luas
untuk meliputi setiap kondisi persepsi) yang membangkitkan rasa ingin
tahu harus memiliki beberapa tingkatan kemiripan dengan objek yang
secara normal dapat membangkitkan beberapa naluri lainnya, atau
dapat menjatuhkan perhatian bianatang tersebut; tetapi, pada kondisi
tertentu, hal ini menjadi keharusan sebagai pendorong dari hal yang
tidak biasa yang tidak merangsang insting lain atau akan gagal
membangkitkan kekuatannya (McDougall dalam buku Ellis 1973: 84-
85).

13
b. Menghindari Gairah
Bermain tampaknya menjadi kata yang kita gunakan
mengkategorikan perilaku yang meningkatkan gairah. kita tidak
memiliki kata untuk kelas perilaku yang mengakibatkan tingkat gairah.
Meskipun menghindari gairah merupakan daerah penting yang menjadi
perhatian kita kurang tertarik di dalamnya karena sebagai manusia kita
sering dapat melarikan diri lebih-membangkitkan situasi. perjuangan
utama kami adalah untuk stimulasi (Morris dalam Ellis,2001: 107)
tetapi ini diperlukan untuk melengkapi kasus dengan termasuk jenis
perilaku yang memiliki efek sebaliknya untuk bermain, yaitu
menghindari rangsangan.

C. Model-Model Pengembangan Pembelajaran Dengan Permainan Bahasa


Terdapat beragam macam permainan yang dapat diguanakan untuk
pembelajaran Bahasa Indonesia. Beberapa contoh diantaranya sebagai
berikut:
1. Bisik berantai, Permainan ini dilakukan dengan cara setiap siswa harus
membisikkan suatu kata (untuk kelas rendah) atau kalimat atau cerita
(untuk kelas tinggi) kepada pemain berikutnya. Terus berurut sampai
pemain terakhir. Pemain terakhir harus mengatakan isi kata atau kalimat
atau cerita yang dibisikkan. Permainan ini dapat dilombakan dengan cara
berkelompok. Permainan ini melatih keterampilan menyimak atau
mendengarkan.
2. Bertanya dan menerka, pada permainan ini siswa dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok satu sebagai penjawab dan kelompok kedua sebagai
penannya. Kelompok penjawab harus menyembunyikan satu benda yang
akan diterka oleh kelompok penannya dengan cara memberi pertanyaan
yang mengarah kepada benda yang harus diterka. Setiap anggota
kelompok penanya diberi kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan
kepada kelompok penjawab. Kelompok penjawab hanya boleh menjawab
”ya” atau ”tidak”. Setelah seluruh anggota kelompok bertanya, maka

14
kelompok harus berunding dari hasil jawaban penjawab, benda apa yang
disembunyikannya itu. Bila dapat diterka, maka kelompok penanya
mendapat nilai. Permainan ini untuk melatih berbicara dan berpikir
analitis
3. Meloncat bulatan kata, Buatlah bulatan-bulatan dari kertas karton, kira-
kira sebesar piring. Tulislah nama-nama susunan keluarga, misalnya;
ayah, ibu, kakak, adik. Pasanglah bulatan kata itu di lantai. Bentuklah
siswa menjadi beberapa kelompok. Seluruh siswa setiap kelompok
meloncati bulatan kata yang diucapkan kelompok lain atau guru.
Misalnya loncat ke kakak, loncat ke ibu, loncat ke adik. Dengan
demikian, setiap anak membaca bulatan untuk diinjak. Lebih meningkat
lagi, bulatan kata bisa dalam bentuk yang lebih sulit, misalnya kata yang
bila digabung menjadi kalimat. Kata dalam bulatan disebar di lantai dan
memungkinkan dapat menyusun beberapa kalimat bila diloncati dengan
benar. Misalnya: Ayah pergi ke pasar. Ayah membawa buku. Jadi siswa
harus loncat ke ayah, pergi ke dan pasar. Permainan ini untuk membaca
permulaan.
4. Teka-teki silang, adalah menebak padanan kata sesuai dengan jumlah
kotak yang disediakan. Permainan ini berguna untuk olah pikir mahasiswa
dalam memahami sebuah istilah, dengan melacak kata demi kata yang
sesuai dengan ungkapan dalam perintah tts.
5. Klos wacana (mengisi wacana rumpang), adalah uraian cerita rumpang
yang didalamnya terdapat bagian cet bagian cerita yang dihilangkan.
Tugas mahasiswa adalah menuliskan kata-kata yang sesuai dengan jalan
ce yang sesuai dengan jalan cerita yang diberikan.
6. Klos bergambar, adalah cerita rumpang yang didalamnya terdapat sebuah
gambar yang haru dideskripsikan dengan tulisan agar sesuai dengan cerita
yang disampaikan. Permaianan ini berguna untuk membantu dalam
mengeinterpreasikan sebuah gambar sesuai dengan jalan cerita yang
disampaikan.

15
7. Menyusun kaliamat dari kata akhir, pada permainan ini anak diminta
untuk berdiri berjajar. Selanjutnya guru mengawali dengan sebuah
kalimat, dari kalimat yang sudah diucapkan secara lisan akan ditemukan
kata akhir. Kata akhir tersebut lalu digunakan oleh anak berikutnya
menjadi kata pertama untuk membuat kalimat baru.
8. Menebak benda misteri, anak disuruh membawa benda terbungkus yang
tidak boleh diketahui oleh kelompok lain, mereka juga disuruh
mendeskripsikan isi benda tersebut. Kelompok lain di suruh membaca dan
menebak nama isi benda tersebut.
9. Memasangkan gambar dengan teks, permainan ini memberikan
pengarahan tentang deskripsi sebuah sikap atau perbuatan baik dan buruk.
Dari kegiatan ini, anak bisa belajar membaca dan menunjukkan nilai-nilai
dalam tauladan hidupnya. Cara permaian ini mudah. Siswa tinggal
menarik garis penghubung antara gambar dengan kotak deskripsi yang
sesuai.
10. Berbalas pantun, siswa berbaris melingkar, guru berada ditengah
lingkaran menyiapkan sebuah pantun dan sebuah bola yang akan dilempar
kepeserta sambil menyebutkan nama siswa. Siswa yang menerima harus
membalas pantun, kemudian melempar bola kepada teman sambil
menyebut namanya.

a. Langkah-langkah Penyusunan Pembelajaran Permainan dengan


Memadukan Empat Keterampilan Bahasa.
Secara sederhana dapat digambarkan bahwa pembelajaran bahasa
indonesia meliputi empat keterampilan yaitu mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Dari empat keterampilan berbahasa itu, bisa
dipadukan beraneka ragam permainan. Langkah-langkah yang harus
dipersiapkan adalah :
1) Memahami Kompetensi dasar dan menjabarkan dalam indikator,

16
2) Menghubungkan topik pembelajaran yang akan disampaikan dengan
model permainan yang cocok dengan empat materi keterampilan
tersebut,
3) Memilih teknik permainan yang sesuai dengan topik yang akan
disampaikan,
4) Menyiapkan rancangan tertulis dengan memperhatikan pemilihan
bahan ajar, rincian kegiatan, alokasi waktu dan media yang akan
digunakan,
5) Melaksanakan pembelajaran dengan teknik bermain secara efektif
dan efisien.

b. Kelebihan dan Kekurangan Permainan Bahasa


Permainan bahasa dalam pelaksanaannya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Soepamo (1998:64) mengungkapkan kelebihan dan
kekurangan permainan bahasa sebagai berikut:
Kelebihan permainan bahasa ialah :
1) Permainan bahasa sebagai metode pembelajaran dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar,
2) Aktifitas yang dilakukan siswa bukan hanya fisik tetapi juga mental,
3) Dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar,
4) Dapat memupuk rasa solidaritas dan kerjasama,
5) Dengan permainan materi lebih mengesankan sehingga sukar
dilupakan.
Kekurangan permainan bahasa ialah:
1) Bila jumlah siswa terlalu banyak akan sulit melibat seluruh siswa
dalam permainan,
2) Tidak semua materi dapat dilaksanakan melalui permainan,
3) Permainan banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit untuk
dijadikan ukuran yang terpercaya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak
adalah bermain. Beberapa manfaat diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat
mengembangkan aspek perkembangan anak. Tahapan perkembangan anak
juga dapat menjadi ciri dalam kegiatan bermain anak, sehingga kegiatan
bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam perkembangan anak.
Ketika pentingnya bermain dapat dipahami oleh pendidik maka pendidik dapat
mengupayakan kegiatan bermain menjadi lebih utama dalam kegiatan belajar
untuk anak. Upaya lain yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan
merancang lingkungan yang kondusif untuk anak bermain, dan menjadi
fasilitator serta motivator untuk anak ketika anak sedang bermain.
Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)
telah menjadi kebutuhan dan kecenderungan pembelajaran saat ini dan terlebih
lebih untuk waktu yang akan datang. Melalui PAKEM diharapkan kualitas
proses dan hasil belajar siwa siswi menjadi lebih berkualitas dan optimal.
Beberapa ragam permainan bahasa antara lain, teka-teki silang, bisik berantai,
berbalsa pantun, menebak benda misteri dan lain sebagainya. Dalam
penggunaan metode permainan masih terdapat kelebihan dan kekurangannya,
oleh karena itu sebagi guru hendaknya kita mengupayakan semaksimal
mungkin agar tujuan yang telah dirumuskan diawal dapat tercapai

B. Saran
Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan
keterampilan bermain sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat
menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

18
REFERENSI

Rochdi Simon, Tatat Hartati, Arsilah, Imas Faridah, Model Permainan Di


Sekolah Dasar Berdasarkan Pendekatan Dap (Developmentally
Appropiate Practice) – Jurnal UPI Bandung
Wiwik Pratiwi, Konsep bermain pada anak usia dini –Jurnal IAIN Sultan Amai
Gorontalo
Asep Ardiyanto, Bermain Sebagai Sarana Pengembangan Kreativitas Anak
Usia Dini – Jurnal PGSD FIP Universitas PGRI Semarang
Elizabeth H, Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga, 1978
Kartono, Kartini,Psikologi Anak, Bandung : Bandar Maju : 1995
Mayke S. Tedjasaputra, 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mayke Sugianto, Bermain, Mainan dan Permainan, Jakarta : Dirjen Pendidikan
Tinggi, 1995.
B.E.F Montolulu, dkk.2005. Bermain dan Permainan anak. Buku Materi Pokok
PGTK2301/4 SKS/ MODUL 1-6
Barron,paul .2002. Aktifitas Permainan Dan Ide Praktis Belajar Di Luar
Kelas.2002 Jakarta.Essensi
http://sugiparyanto-sugiparyanto.blogspot.com/2009/01/sejarah-perkembangan-
teori-bermain.html
http://blogjokosusisloutomo.blogspot.com/2016/11/permainan-teori-bermain-
modern.html
http://agil-asshofie.blogspot.com/2011/12/metode-permainan-pembelajaran-
bahasa.html

19
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra
Indonesia Kelas Tinggi, dan teman teman seperjuangan yang telah membimbing
kami dalam menyusun makalah ini.

Bangkinang, Maret 2019


Penyusun

i20
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Teori-Teori Bermain dan Belajar ................................................... 3
B. Karakteristik dan Fungsi Bermain Dalam Pendidikan ................... 9
C. Model-Model Pengembangan Pembelajaran Dengan Permainan
Bahasa ............................................................................................ 14
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 18
A. Kesimpulan..................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................... 18
REFERENSI .................................................................................................... 19

ii
21
MAKALAH
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS TINGGI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
SOFNILA ARIANI
SRI WAHYUNINGSIH
OPELDI ERLANGGA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2019

22

Anda mungkin juga menyukai