Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Heart Organization (WHO) menyebutkan bahwa penyakit

kardiovaskular masih menjadi penyebab kematian utama hampir di setiap

negara. Diperkirakan sekitar 4,7 juta individu mengalami CHF, 12,4 juta

menunjukkan gambaran klinis penyakit jantung koroner, 4,5 juta mengalami

stroke dan 50 juta mengalami hipertensi (Wikipedia, 2012). Penyakit CHF

adalah penyakit sindrom klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan fatigue saat

istirahat atau aktivitas yang dapat diakibatkan oleh struktur atau fungsi

jantung (Sudoyo, 2008). Penyebab CHF yang paling sering adalah penyakit

hipertensi dan jantung koroner (Silbernagl, 2010).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) (2018) penyakit

kardiovaskular dapat menghilangkan nyawa 17,9 juta setiap tahun, 31% dari

seluruh kematian global. Seperti hal nya dari 56,9 juta kematian di seluruh

dunia pada tahun 2016, lebih dari separuh (54%) disebabkan oleh penyakit

jantung. Penyakit jantung iskemik dan stroke adalah pembunuh terbesar di

dunia, yang keduanya digabungkan dapat menyebabkan 15,2 juta kematian

pada tahun 2016. Penyakit ini tetap menjadi penyebab utama kematian secara

global (WHO, 2018).

Negara Indonesia merupakan peringkat ke-4 penderita CHF terbanyak

di Asia Tenggara setelah negara Filipina, Myanmar, dan Laos. Prevalensi

penyakit CHF di Indonesia, hal ini dibuktikan oleh data dari Riset Kesehatan

1
2

Dasar tahun 2013, prevalensi penyakit CHF pada usia >15 tahun sebesar

0,13% atau diperkirakan sebesar 229.696 orang dan mengalami peningkatan

pada tahun 2018 yaitu sebanyak 1,5%. Klien terbanyak dengan gagal jantung

terdapat di Kalimantan Utara yaitu dengan prevalensi sebanyak 2,2 %,

sedangkan Nusa Tenggara Timur menjadi yang paling sedikit klien yang

mnederita gagal jantung yaitu dengan prevalensi sebanyak 0,7 % (Riskesdas,

2018). Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 merupakan peringkat ke-3 dengan

prevalensi penyakit CHF sebanyak 43.361 orang, setelah Jawa Timur dengan

jumlah 54.826 orang dan Jawa Barat dengan jumlah 45.027 orang (Riskesdas,

2013).

CHF dapat dinilai sebagai penyakit progresif yang terjadi saat otot

jantung rusak dan kehilangan fungsi dan miosit jantung ataupun jantung tidak

dapat berkontraksi secara normal karena ketidakmampuan miokard untuk

menghantarkan tekanan. Penyebab CHF diantaranya adalah penyakit jantung

hipertensi, iskemia atau infark miokard dengan disfungsi ventrikel kiri,

kardiomiopati, aritmia jantung, penyakit katup jantung (Irnizarifka, 2011).

Penyakit CHF sulit sekali dikenali secara klinis karena beragamnya

keadaan klinis dan tidak spesifikasinya serta hanya sedikit tanda-tanda klinis

pada tahap awal penyakit. Risiko kematian akibat CHF berkisar antara 5-10%

pertahun pada CHF ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada CHF

berat. CHF terjadi pada sekitar 2% populasi dewasa, presentasinya meningkat

seiring bertambahnya usia. Sekitar 1% orang berusia diatas 50 tahun akan

mengalami CHF, 5% pada usia diatas 75 tahun dan 25% diatas usia 85 tahun.

Angka kematian akibat CHF sekitar 10% setelah 1 tahun, separuh diantara
3

penderita CHF akan mengalami kematian dalam waktu 5 tahun setelah di

diagnosa (Mariyono dan Santoso, 2010).

Penyakit CHF dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang

berdampak pada kualitas hidup pasien. Salah satu kerusakan yang terjadi

adalah kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan

mekanisme dasar yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah, nadi dan

pernafasan. Pernafasan merupakan salah satu gangguan yang ditimbulkan

pasien dengan gagal jantung kongestif. Gangguan pernafasan yang dimaksud

adalah sesak nafas atau dyspnea. Gangguan pernafasan dapat diatasi dengan

terapi oksigenasi. Oksigenasi adalah pemberian aliran gas oksigen lebih dari

20% pada tekanan atmosfer sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam

tubuh (Saryono & Widinati, 2010). Terapi oksigenasi dapat dilakukan dengan

terapi farmakologi dan non farmakologi Terapi farmakologi seperti,

pemberian glikosida jantung, terapi diuretik, dan terapi vasodilator.

Sedangkan terapi non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu edukasi, latihan

nafas dalam dan peningkatan kapasitas fungsional (Smeltzer, 2010).

Penatalaksanaan non farmakologi yang dapat diberikan untuk pasien dengan

gagal jantung salah satunya adalah dengan latihan nafas dalam (Fadli, 2016).

Relaksasi nafas dalam adalah suatu bentuk asuhan keperawatan, yang

dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan

nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan

bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2013).
4

Menurut penelitian Fadli (2016), menyatakan dari hasil pengukuran

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan sensitivitas baroreflek arteri yang

menunjukkan rata-rata penurunan tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan

setelah diberikan nafas dalam yang dilakukan minimal 3 kali sehari selama 12

menit. Hasil setelah diberikan intervensi minimal 3 kali sehari selama 12

menit dalam seminggu terdapat peningkatan tekanan darah sistolik dari 80

mmHg menjadi 100 mmHg, nilai denyut nadi mengalami penurunan dari 88

kali/menit menjadi 80 kali/menit dan pada frekuensi pernafasan terjadi

penurunan dari 24 kali/menit menjadi 18 kali/menit. Bernafas dalam dan

lambat diharapkan dapat menciptakan respon relaksasi.

Sedangkan menurut penelitian Tyas & Anjaswarni (2013),

menunjukkan bahwa latihan deep diaphragmatic breathing efektif dalam

meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan derajat dyspnea, tekanan

darah, nadi, dan respirasi pada pasien CHF. Deep diaphragmatic breathing

mampu meningkatkan volume tidal, meningkatkan efisiensi ventilasi dan

meningkatkan aktifitas sistem saraf parasimpastis serta sensitivitas

baroreseptor yang dilakukan selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali sehari.

Hasil setelah diberikan intervensi selama 14 hari dengan frekuensi 3 kali

sehari terdapat adanya peningkatan rata-rata saturasi oksigen 0,9%, penurunan

derajat dyspnea 2,14 poin, tekanan darah sistolik 3 mmHg, diastolik 6,2

mmHg, nadi 2,98 kali permenit dan respirasi 4,76 kali permenit.

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis RSUD

Karanganyar tahun 2018, pada tahun 2016 sebanyak 27 orang yang menderita

CHF, pada tahun 2017 sama jumlahnya dengan tahun 2016 yaitu 27 orang
5

penderita penyakit CHF (Rekam Medis RSUD Karanganyar, 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF) Dalam

Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan

masalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Congestive Heart

Failure (CHF) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi?”.

1.3 Tujuan

1.3.1 TujuanUmum

Mengetahui gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Congestive Heart Failure (CHF) Dalam Pemenuhan Kebutuhan

Oksigenasi.

1.3.2 TujuanKhusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien CHF dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien CHF dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien CHF dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien CHF dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

5. Melakukan evaluasi pada pasien CHF dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi.
6

1.4 ManfaatPenulis

1.4.1 Teoritis

Diharapkan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu

kesehatan serta teori-teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan

dan sumber informasi terkait asuhan keperawatan pada pasien yang

mengalami CHF.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu keperawatan pada

pasien yang mengalami CHF.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif terutama pada pasien yang mengalami CHF.

3. Bagi Perawat

Diharapkan perawat menentukan intervensi keperawatan yang

tepat pada pasien yang mengalami CHF.

4. Bagi Penulis

Diharapkan untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan

pendalaman serta sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang

telah di dapat selama perkuliahan terutama keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai