Anda di halaman 1dari 6

FOTOMERI DAN SPEKTROFOTOMETRI

Fotometri merupakan pengukuran intensitas dari sebuah sumber cahaya atau


jumlah kilauan cahaya pada suatu permukaan dari sumbernya. Spektrofotometri
merupakan pengukuran intensitas cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Pengukuran fotometri awalnya didefinisikan sebagai proses yang digunakan untuk
mengukur intensitas cahaya tanpa melihat panjang gelombang. Namun, instrumen-
instrumen modern dapat megisolasi rentang panjang gelbang yang sempit untuk
diukur. Proses yang menggunakan filter untuk tujuan ini diseut sebagai filter
fotometer, sedangkan yang menggunakan prisma atau grating disebut
spektrofotometer. Kegunaan analitik utama dari filter fotometri atau
spektrofotometri adalah isolasi dan penggunaan porsi tertentu dari spektrum untuk
tujuan pengukuran.

Konsep Dasar

Energi ditransmisikan melalui gelombang elektromagnetik yang ditandai oleh


frekuensi dan panjang gelombangnya. Secara analitik, istilah panjang gelombang
menggambarkan posisi dalam sebuah spektrum. Radiasi elektromagnetik meliputi
energi radian yang memanjang dari sinar kosmik dengan panjang gelombang hanya
10 nm hingga gelombang radio sepanjang lebih dari 1000 km. Namun, pada bagian
ini, istilah cahaya digunakan untuk menggambarkan energi radian dari ultraviolet
(UV) hingga bagian cahaya yang terlihat dari spektrum (290 hingga 750 nm).

Selain memiliki karakteristik panjang gelombang, cahaya bersifat seakan tersusun


dari paket energi tertentu yang disebut foton, yang mana energinya berbalikan
secara proporsional dengan panjang gelombang. Sebagai contoh, radiasi UV pada
200 nm memiliki energi lebih besar dari radiasi inramerah (IR) pada 750 nm.

Tabel 9.2 menunjukkan perkiraan hubungan antara panjang gelombang dan


karakteristik warna untuk bagian UV, cahaya tampak, dan IR dari spektrum.
Tabel 9.2 Karakteristik Warna Spektrum Ultraviolet, Cahaya Tampak, dan
Inframerah Pendek
Panjang Gelombang, nm Nama Bagian Hasil Pengamatana
<380 Ultravioletb Tidak tampak
380–440 Cahaya tampak Violet
440–500 Cahaya tampak Biru
500–580 Cahaya tampak Hijau
580–600 Cahaya tampak Kuning
600–620 Cahaya tampak Jingga
620-750 Cahaya tampak Merah
750-2,500 Inframerah-dekat Tidak tampak
2,500-15,000 Inframerah-menengah Tidak tampak
15,000-1,000,000 Inframerah-jauh Tidak tampak
a
Mengacu pada sifat subjektif warna, interval panjang gelombang yang tertera
hanya perkiraan.
b
Porsi ultraviolet (UV) dari spektrum terkadang terbagi lebih jauh menjadi UV
“dekat” (220 sampai 380 nm) dan UV “jauh” (<220 nm). Perbedaan ini memiliki
dasar praktik akibat kuvet yang terbuat dari silika mentransmisikan cahaya secara
efektif pada panjang gelombang ≥220 nm.

PERLU DIINGAT
Energi Radian
 Distribusi yang luas dari ukuran panjang gelombang, berkisar dari sekecil 10
nm hingga lebh dari 1000 km
 Porsi terlihat dari spektrum berkisar dari ~380 hingga ~750 nm
 Energi dari cahaya berbanding terbalik secara proporsional dari panjang
gelombang; makin pendek panjang gelombang makin besar energi
 Cahaya memiliki karakteristik baik pada panjang gelombang dan paket
energi; paket dideskripsikan sebagai foton

Hubungan antara Transmisi dan Absorpsi

Ketika sorotan cahaya tertentu dengan intensitas I0 menembus melalui sel persegi
yang mengandung cairan dari bahan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu, λ (Gambar 9.1), anggaplah intensitas dari sorotan cahaya yang
ditransmisikan adalah IS, transmisi (T) cahaya didefinisikan menjadi:
𝐼𝑆
𝑇= (9.1)
𝐼0

Namun, beberapa cahaya tertentu dapat direfleksikan oleh permukaan sel atau
diserap oleh dinding sel maupun larutan. Faktor-faktor ini dieliminasi
menggunakan sel referensi yang identik dengan sel sampel, namun komponen yang
akan berpengaruh dihilangkan dari larutan pada sel referensi. Transmisi melalui sel
referensi ini adalah IR dibagi dengan I0; trnasmisi dari bahan dari larutan kemudian
didefinisikan sebagai IS dibagi dengan IR. Pada praktik sel referensi dimasukkan
dan instrumen disesuaikan ke skala pembacaan 100 (korespondensi terhadap 100%
transmisi), setelah itu persen pembacaan transmisi dibuat pada sampel. Jumlah
cahaya yang diserap (A) saat cahaya melintas melalui sampel ekuivalen dengan:

𝐼
𝐴 = − log ( 𝑆 ) = − log 𝑇 (9.2)
𝐼𝑅

Gambar 9.1 Transmisi cahaya melalui sel sampel dan referensi. Transmisi cahaya pada
sampel vs referensi kemudian adalah IS/IR. I0, intensitas cahaya; IR, intensitas cahaya yang
ditransmisikan melalui reagen kosong pada sel referensi; IS, intensitas cahaya yang
ditransmisikan untuk bahan pada larutan.
Hukum Beer

Hukum Beer menyatakan bahwa konsentrasi dari suatu substansi proporsional


secara langsung dengan jumlah cahaya yang diserap:

𝐴 = 𝑎𝑏𝑐 (9.3)

dimana A = absorpsi; a = konstanta proporsionalitas yang disebut sebagai


absorptivitas; b = jalur cahaya dlam sentimeter; dan c = konsentrasi dari bahan
penyerap.

Akibat hubungan antara absorpsi dan transmisi (Persamaan 9.2), konsentrasi juga
berbanding terbalik secara proporsional dengan logaritma cahaya yang
ditransmisikan (Gambar 9.2). Hukum Beer membentuk dasar dari analisis
kuantitatif oleh fotometri absorpsi. Nilai absorpsi (A) tidak memiliki satuan; maka
satuan untuk a adalah resiprokal dari b dan c. jika b adalah 1 cm dan c disebutkan
dalam mol per liter, simbol ε (epsilon) digantikan untuk konstanta a. Nilai ε
merupakan konstanta untuk bahan tertentu pada panjang gelombang tertentu di
bawah kondisi larutan, suhu, pH, dan lain-lain., dan disebut absorptivitas molar (ε).
Nomenklatur dari spektrofotometri terangkum dalam Tabel 9.3.

Gambar 9.2 Hubungan absorpsi dan %T

Aplikasi Hukum Beer

Pada praktik, proporsionalitas langsung antara absorpsi dan konsentrasi perlu


ditetapkan secara eksperimental untuk instrumen yang ada dengan kondisi tertentu.
Seringkali, terdapat hubungan linier hingga konsentrasi atau absorpsi tertentu.
Ketika hubungan ini terjadi, solusinya adalah untuk mematuhi hukum Beer hingga
titik ini. Dengan keterbatasan ini, konstanta kalibrasi (K) dapat diperoleh melalui
pengukuran dari absorpsi dari kalibrator dari konsentrasi yang diketahui, dan
digunakan untuk menghitung konsentrasi dari larutan yang tidak diketahui (cu) dari
absorpsi terukur (Au):

𝑐𝑢 = 𝐴𝑢 × 𝐾 (9.4)

Kehati-hatian tertentu perlu diamati dengan penggunaan konstanta kalibrasi


tersebut. Konstanta tersebut tidak boleh dipakai dengan alasan apa pun jika
kalibrator atau pembacaan yang tidak diketahui melebihi porsi linier dari kurva
kalibrasi (yaitu, ketika kurva tidak lagi mengikuti hukum Beer). Setidaknya dua
kalibrator atau lebih perlu diikutsertakan dalam pembuatan kurva kalibrasi. Kurva
kalibrasi non linier dapat digunakan jika jumlah kalibrator yang cukup dari berbagai
konsentrasi diikutkan untuk mencakup seluruh rentang pembacaan yang
didapatkan.

Tabel 9.3 Nomenklatur Spektrofotometri

Nama Simbol Definisi


Absorpsi A Log T atau log I0/I
Absorptivitas a A/bc (c dalam g/L)
Absorptivitas molar ε A/bc (c dalam mol/L)
Panjang jalur b Panjang sel internal atau
sampel, dalam cm
Transmisi T I/I0a
Satuan panjang gelombang nm 10-9 m
Absorpsi maksimum λmaks Panjang gelombang dimana
terjadi ab
a
I/I0 adalah rasio intensitas cahaya yang ditransmisikan terhadap cahaya masuk.

Selain itu, hukum Beer diikuti hanya jika kondisi di bawah ini dipenuhi:

 Radiasi pada substansi yang diteliti bersifat monokromatik.


 Absorpsi larutan tidak signifikan, dibandingkan dengan absorpsi solusi.
 Konsentrasi solusi berada dalam batas yang ada.
 Tidak terdapat interferensi optik.
 Tidak terjadi reaksi kimia antara molekul yang diteliti dan molekul larutan atau
cairan lainnya.

Pengukuran Eror

Pada kebanyakan fotometer, respons dari detektor terhadap sinyal dari cahaya yang
ditransmisikan adalah sebagaimana sehingga adanya ketidakpastian dalam %T
bersifat konstan terhadap keseluruhan skala %T. Ketidakpastian berasal dari
kesalahan elektrik dan mekanik dari instrumen dan variasi individu dalam
penggunaan alat.

Jarak tetap pada skala linier (seperti, 1% T) menunjukkan perubahan lebih besar
dalam absorpsi untuk nilai %T redah dibanding nilai %T tinggi. Untuk alasan ini,
eror atau ketidakpastian absolut pada konsentrasi lebih besar ketika pembacaan
diambil pada absorpsi tinggi. Namun, eror konsentrasi relatif lebih besar pada
pambacaan baik pada absorpsi rendah maupun tinggi. Eror relatif paling minimal
pada absorpsi 0.434 (36.8% T). Konsekuensinya, metode perlu didesain agar berada
dalam interval absorpsi sekitar 0.1 dan 0.7 (20% dan 80% T).

Anda mungkin juga menyukai