Anda di halaman 1dari 24

Konsep Pendistribusian Kekayaan Menurut Al-Qur’an

Taufik Hidayat
Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Falah, Air Molek
E-mail: taufik_dayat15@yahoo.com

Abstrak

Konsep distribusi dalam Al-Qur‟an yang masih bersifat normatif kemudian diterjemahkan menjadi
objektif dan empirik. Dalam sebuah ayat disebutkan bahwa allah mengecam orang-orang yang
melakukan distribusi kekayaan hanya dikalangan orangan kaya saja. Pernyataan ini bersifat umum
dan normatif. Oleh karena itu, kita perlu mengartikan pernyataan ini pada pernyataan yang spesifik
dan empirik. Itu artinya peneliti harus menerjemahkan pernyataan itu ke dalam realitas sekarang:
bahwa Allah mengecam keras adanya monopoli dan oligopoli dalam kehidupan ekonomi politik,
adanya penguasaan kekayaan oleh kalangan tertentu dilingkungan elit yang berkuasa. Dengan
menerjemahkan pernyataan yang umum itu secara spesifik untuk menatap gejala yang empiris,
pemahaman kita terhadap Islam akan selalu menjadi kontekstual, sehingga ia dapat menumbuhkan
kesadaran mengenai realiatas sosial yang terus berubah-rubah.
Kata Kunci: Kekayaan, Distribusi, Empirisme, Realitas Sosial, dan Income.

Abstract

Distribution of current income is a very important thing. If the income distribution is not appropriate to
do, then most of the income and resources would be controlled by the capitalist monopolies, resulting in
many people remain in poverty despite the country having abundant resources. On these basic
considerations can be affirmed that the welfare and prosperity of the people depend on the way how it
should be equitable distribution system could be implemented. Islam as a source of value to combine
economic development with the religious sector. The activities of distribution of goods and services and
income, shall use a value judgment mechanistic determinism of Islam and not the other economic systems
such as capitalism and socialisme. Separation of positive and normative values lead to human economic
activity economic destructive animal. The economic crisis that hit the Indonesian economy is the impact
of the application of the system of political, legal, social system, education and the economy are not in
accordance with value, impact on damage to ecosystems, forests, water pollution and the environment,
and the process of structural poverty.
Keywords: Wealth, Distribution, Empirism, Social Reality and Income.

Al Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017


STAIN Curup|E-ISSN: 2548-3102, P-ISSN: 2548-2343
Available online: http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alfalah
14 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

Pendahuluan
Islam merupakan sistem hidup yang meliputi ibadah, politik, sosial, ekonomi,
pemerintahan, dan negara. Aktivitas ekonomi termasuk bagian terbesar dari
aktivitas manusia. Karena aktivitas ekonomi termasuk bagian terbesar yang
dapat mempertahankan kelansungan kehidupan manusia di bumi. Sebab tujuan
akhir yang dicapai manusia adalah terpenuhinya kebutuhan hidup, dan sekaligus
meraih kesejahteraan dan kebahagiaan. Hidup yang sejahtera dan bahagia
mustahil tercapai tanpa ketercukupan secara finansial, dan pengamalan ajaran
agama yang benar. Apalagi fitrah manusia cenderung kepada kesenangan
duniawi dan kepemilikan harta benda. Karena itu persoalan ekonomi senantiasa
menarik dan aktual dikaji sepanjang masa karena ia terkait dengan upaya
manusia memperoleh kekayaan dan memanfaatkannya sebagai perhiasan hidup.
Secara fitrah manusia tidak dapat mengingkari nalurinya untuk mencari harta
benda, sandang, pangan, perumahan, dan kebutuhan hidup lainnya.
Pendekatan Islam terhadap pencapaian pendapatan yang adil merupakan
bagian komprehensif ajaran Islam untuk mewujudkan tatanan sosio-ekonomi
yang adil dalam rangka menjaga kehormatan manusia sebagai khalifah Allah
untuk merealisasikan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat. Dalam
hal ini ajaran Islam memberikan kebebasan kepada setiap individu melakukan
aktivitas ekonomi sesuai kemampuannya dalam bentuk saling bekerjasama.
Dengan bekerjasama akan terjamin dan terciptanya kerja produktif yang
berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial, dan terlindunginya
kepentingan ekonomi bagi masyarakat ekonomi lemah. Lebih dari itu, dapat
dicegah terjadi penimbunan harta dan penindasan ekonomi dalam bentuk
pendistribusian pendapatan yang tidak adil. Karena kekayaan adalah milik
mutlak Allah SWT dan manusia diberikan amanah untuk memanfaatkannya
secara adil.
Dalam konteks di atas “teori ekonomi yang berlaku saat ini tidak mampu
mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan”,1 bahkan “telah
menumbuhkan ketidakadilan dalam distribusi pendapatan karena mereka yang

1 Murasa Sarkaniputra, “Parameter Pengawasan Akad dan Transaksi Syariah”.

Makalah disampaikan dalam Semiloka Nasional Progam Pascasarjana IAIN Syarid


Hidayatullah Jakarta, hlm. 3. Lihat, Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi. Dari Kapitalisme
menuju Ekonomi Kerakyatan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1999), 1.
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |15

ekonomi kuat menjadi semakin kuat, sedangkan pelaku ekonomi lemah menjadi
terpinggirkan.”2 Kenyataan ini telah menguak kelemahan dan kebrobrokan
ekonomi Neoliberal yang dijalankan pemerintah Indonesia selama ini.3 “Cara
berpikir kapitalistik ini telah menimbulkan berbagai kesenjangan dalam
kehidupan sosial-ekonomi.”4 Selama ini para ekonomi kapitalis percaya bahwa
kemajuan ekonomi secara otomatis akan merealisasikan keadilan sosial ternyata
lebih banyak didasarkan pada asumsi (yang tidak tepat) dari Adam Smith, bahwa
persaingan tidak hanya mempercepat pertumbuhan secara merata, tetapi asumsi
ini ternyata tidak teralisasikan sebagaimana kemudian ditunjukkan oleh Jensen
dan Alfred Marshall, sehingga akhirnya disimpulkan bahwa “salah satu konsep
pokok orde ekonomi yang belum terpecahkan dalam ekonomi Kapitalis adalah
masalah distribusi, kekayaan sosial di antara anggota-anggota masyarakat.”5
Dalam hubungan ini Al-Qur‟an menyuruh umat Islam bersikap proaktif
dalam bekerja termasuk dalam bidang ekonomi menurut perhitungan
Muhammad Quraish shihab6 dijumpai 77 ayat Al-Qur‟an yang membicarakan
aktivitas ekonomi termasuk tentang pendistribusian kekayaan, sehingga secara
langsung menegaskan prinsip-prinsip ekonomi Islam, bahkan pengertian yang
tersirat dalam ayat-ayat hukum atau kisah para Nabi dan Rasul serta orang
terdahulu yang diinformasikan oleh Al-Qur‟an.
Pengertian Distribusi
Dalam Al-Qur‟an ada beberapa ayat yang mengisyaratkan tentang makna
distribusi, diantaranya yaitu:
Kata Dawlah
Secara etimologi, kata al-dulah dan al-daulah adalah lafazh sinonim,
berakar kata dengan huruf-huruf dal-waw-lam. Al-daulah merupakan suatu ism
(kata benda) yang zatnya terus berputar, sedangkan al-dulah adalah mashdar.

2 Emil Salim, Kembali ke Jalan Lurus. Esai-esai 1966-1999, (Jakarta: Alvabet,


2000), 3.
3 Doli D. Siregar, Optimalisasi Pemberdayaan Harta Kekayaan Negara, (Jakarta:
Gramedia, 2002), 126.
4 Safwan Idris, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Ummat. Pendekatan

Transformatif, (Jakarta, Cita Putra Bangsa, 1997), 8.


5 Mubyarto, Ekonomi Pancasila. Gagasan dan Kemungkinan, (Jakarta: LP3ES,

1993), 211.
6 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, 406.
16 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

Firman Allah SWT “…agar harta itu tidak hanya berputar (tersirkulasi) di antara orang
kaya saja.” Tadawala al-qaum kadza artinya sekelompok orang mendapatkan
sesuatu sesuai dengan gilirannya. Dawalallahu kadza bainahum artinya Allah
menggilirkan hal tersebut di antara mereka. Firman Allah “Masa (kejayaan dan
kehancuran) kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).7
Sebagaimana kata daulah terdapat dalam firman Allah:8

“Apa saja harta rampasan (fa‟i) yang diberikan Allah swt kepada Rasul-Nya yang
berasal dari penduduk kota-ota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu. Apa yang diberikan rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan yang diharamkannya bagimu maka tinggalkanlah;
dan bertakwalah kepadaq Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”
Kata daulat dalam surah al-Hasyr ayat 7 menunjukkan makna distribusi
harta dan terkait dengan petunjuk Allah swt. bagaimana seharusnya harta
kekayaan itu dikelola agar pemerataan terwujud di masyarakat. Kekayaan itu
harus dibagi-bagikan kepada seluruh kelompok masyarakat dan bahwa harta
kekayaan itu “tidak boleh menjadi suatu komoditas yang peredarannya terbatas
di antara orang-orang kaya saja.”9
Kalimat dulatan baina agniya dimaksudkan sebagai milkan mutadawalan
bainahum khassah (harta yang tersirkulasi khusus dikalangan mereka, maksudnya
orang-orang kaya).10 Al-adulah adalah harta yang berputar di kalangan manusia
dan beredar11 dari tangan ke tangan.

7 Ragib al-Asfahaniy, Mu‟jam Mufradat al-Fazh Al-Qur‟an. (Beirut: Dar al-Fikr,


TT), 176.
8 QS. Hasyr ayat 7.
9 Afzalurrahman, Muhammad sebagai Seorang Pedagang. 286.
10 Hasanain Muhammad Machluf, Kalimat Al-Qur‟an. Tafsir wa bayan. (Cairo:

Dar al-Fikr, 1956), 204.


11 Muhammad Husain Thabathaba‟i, Tafsir Mizan. Juz 17. (Dar al-Kutub al-

Islamiyah, 1342), 334.


Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |17

Kesenjangan kehidupan ekonomi dalam masyarakat akibat penumpukan


kekayaan di tangan sekelompok masyarakat dapat menimbulkan sikap destruktif.
Bagi kelompok miskin akan muncul kebencian dan sakit hati terhadap orang-
orang kaya yang hidup mewah. Penimbunan harta kekayaan yang berlebihan,
dan setiap harta yang terbatas peredarannya pada orang-orang kaya saja, dan
melarangnya terhadap orang-orang miskin tidak diterima oleh Islam, akan tetapi
seharusnya dari orang-orang yang kaya mengeluarkan dan mengedarkan
hartanya terhadap sesama manusia serta memberikan haknya kepada orang-
orang miskin agar terwujud suatu pemerataan dalam menikmati anugerah Allah
swt. kepada seluruh lapisan masyarakat.
Kata Nudawiluha
Kata nudawiluha bermakna “Kami pergilirkan”. Allah SWT berfirman
dalam surah Ali Imran ayat 140:

“Jika kamu (pada perang uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir)
itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran);
dan supaya Allah membedakan orang-orang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya
sebagian dari kamu dijadiakan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Allah tidak menyukai orang-
orang yang dzalim.”
Al-Qur‟an yang penuh dengan rekaman sejarah umat manusia terdahulu,
memberikan penjelasan kepada kaum muslimin pada masa awal sejarah Islam,
semangat yang tinggi untuk mempelajari sejarah. Al-Qur‟an melukiskan
kehidupan manusia, peradaban dan jatuh bangunnya bangsa dan Negara dan
memberi peringatan kepada manusia bahwa kehidupan di atas bumi pada suatu
ketika akan berakhir dan manusia kembali kepada Tuhan-Nya. Bangsa-bangsa
telah datang dan pergi, muncul dan lenyap, kecuali Allah yang kekal dan abadi.12
Menurut ayat ini hukum Allah akan berlaku bahwa keruntuhan suatu
umat terjadi apabila ia lalai mempelajari fakta sejarah orang-orang terdahulu dan
puing-puing kehancurannya. Ketika mengomentari ayat-ayat ini, Ali mengatakan

12 QS. Ar-Rahman ayat 26-27.


18 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

bahwa keberhasilan dan kegagalan didunia ini datang silih berganti, dan kita
tidak boleh menggerutu karena kita tidak mengetahui tentang apa rencana
Tuhan.13
Dalam Al-Qur‟an, pengetahuan tentang sejarah merupakan hal yang
penting agar manusia dapat mengambil pelajaran (I‟tibar) dari peristiwa masa lalu
untuk menghadapi masa sekarang dan masa akan datang. Meski dari dimensi
waktu kehidupan mengalami pergantian, namun hakikatnya merupakan suatu
kesinambungan. Yang terjadi masa kini dipengaruhi oleh masa lalu, dan masa
kini akan mempengaruhi masa yang akan datang. Manusia yang beradab
membutuhkan pengetahuan sejarah karena dengan mengetahui sejarah, ia akan
menjadi bijaksana dalam bertindak dan bersikap sebagai hikmah yang diajarkan
Al-Qur‟an.14 Adanya sejarah dan kisah dalam Al-Qur‟an bertujuan agar manusia
dapat mengambil pelajaran bagaimana dahulu para nabi dan orang-orang saleh
berjuang menegakkan kebenaran hingga memperoleh kemenangan, dan
sebaliknya, bagaimana akibat orang-orang yang sesat mengalami kesengsaraan
dan kehancuran sebagai siksaan, karena mengikuti godaan setan, dan
memperturutkan hawa nafsunya.
Al-Qur‟an sebagai kitab petunjuk kemanusiaan yang universal
menyajikan sejarah dalam bentuk kisah-kisah yang menekankan isi dan tujuan
membentuk kualitas kemanusiaan, yaitu keimanan dan ketakwaan, baik secara
individu maupun kolektif. Dengan demikian sejarah dan kisah yang diungkap
oleh Al-Qur‟an mudah dipahami dan dicernah oleh siapa saja untuk diambil
pelajaran. Salah satu fungsi sejarah dalam hal ini adalah untuk dijadikan sebagai
pelajaran dan teladan dalam menjalani kehidupan ini dengan beragam
problematika yang dihadapi. Dalam kaitan dengan penelitian ini kisah Nabi
Musa dan Nabi Khaidir dalam surat Al-Ahqaf ayat 60-82 dapat dijadikan
pelajaran yang menyadarkan manusia tentang keterbatasan rasio dan
intelektualnya, dimana ada kebenaran dan kekuasaan Tuhan yang tidak
terjangkau oleh akal pikiran manusia. Pembebasan dari belenggu sistem ekonomi
perlu mendapat perhatian agar manusia dapat melihat beberapa kesenjangan dan
ketidakadilan ditengah masyarakat dengan kepala dingin. Kerusuhan-kerusuhan
yang terjadi akhir-akhir ini, pasti disebabkan juga karena kesenjangan ekonomi.

13 Abdullah Yusuf Ali, The Glorious Qur‟an. Translation and Commentary. (Bairut:
Dar al-Fikr, 1938), 158. Catatan Nomor 457
14 Lihat QS. Yusuf ayat 111 dan QS. Al Hasyr ayat 18.
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |19

Ted Robert Gurr dalam Why Men Rebel (1971) menyebutkan bahwa penyebab
utama dari pemberontakan ialah relative deprivation.15
Kata Yang Sepadan
1) Kata Tawzi‟
Kata ini disebutkan lima kali dalam tiga surah Makkiyah, masing-masing:
surat an-Naml tiga kali, Fushshilat satu kali, dan dalam surah al-Ahqaf satu kali.
Kata at-tawzi‟ berasal dari huruf waw-zai-a‟in. Dikatakan waza‟tuhu „an kadza wa
kafaftuhu: Aku menahan dan mencegahnya dari sesuatu. Allah berfirman: wa
husyira… sampai dengan fahum yuuza‟un.” Maka perkataan “Yuza‟un”
mengisyaratkan (menunjukkan) bahwa pasukan yang besar tersebut tidak
terlantar dan tidak bercerai-berai sebagaimana layaknya pasukan yang besar
tetapi tetap tunduk dan patuh pada perintah komando.
Ada pula yang menafsirkan kata “yuza‟un” dengan yang pertama diantara
mereka ditahan atas yang akhir (dibariskan/dijajarkan) dengan rapi. Dan firman
Allah “wa yauma yuhsyaru… sampai dengan fahum yuza‟un”. Kata waz‟un disini
memiliki makna “al-„uqubah” (hukuman) sebagaimana firman Allah swt “Dan
bagi mereka belenggu (yang terbuat) dari besi”. Dan firman Allah “Rabbi awzi‟ni
„an asykura nikkmataka” sebagian ulama berpendapat kata awzi‟ni memiliki
pengertian “alhimni” (berilah aku ilham) yang dijelmakan dalam kalimat (awlini
zalika waj‟alni bihatsu „uzi‟a nafsii „anil kufran) (berilah aku ilham dan jadikanlah
aku sebagaimana dijauhkannya diriku dari kekafiran).16 Penggunaan kata tawzi‟
dapat dibaca dalam:
Surat an-Naml ayat 17, 19, dan 83:

“Dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu
mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).” (An-Naml/27: 17).

15 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Mesjid. (Bandung: Mizan, 2001), 370.


16 Wahbah Zuhaili. al-Tafsir al-Mizan fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj. Juz.
3. (Beirut: Dar al-Fikr, 1991)
20 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan
dia berdoa: “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk
mengerjakan amal salih yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke
dalam golongan hamba-Mu yang saleh.” (An-Naml/27: 19).

“(Ingatlah) hari (ketika) Kami kumpulkan tiap-tiap umat segolongan orang-orang


yang mendustakan ayat-ayat kami, lalu meraka dibagi-bagi dalam kelompok-kelompok.”
(An-Naml/27: 83).

Surat Fushshilat ayat 19:

“(Ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke neraka lalu mereka di


kumpulkan (semuanya)…”

Surat al-Ahqaf ayat 15:

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). Mangandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga
apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, “Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (member kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri…”
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |21

2) Kata Taswiq
Kata ini disebutkan empat kali masing-masing dalam surah al-Furqan
dua kali, Shad satu kali dalam periode Makkiyah dan satu kali terdapat surah al-
Fath yang diturunkan di Madinah, Madaniyah.
Kata Taswiq17 berasal dari kata suuq terdiri atas huruf sin-waw-qaf, yang
berarti mendorong, menolak, mengiring seseuatu. As-suq juga memiliki
pengertian pasar, karena segala sesuatu digirng menuju ketempat itu; dan jamak
dari kata suq adalah aswaq.
Pasar adalah tempat atau keadaan yang mempertemukan antara
permintaan (pembeli) dengan penawaran (penjualan) untuk setiap jenis barang,
jasa, atau sumberdaya.18 Pasar adalah suatu mekanisme pertukaran yang
mempertemukan para penjual dan pembeli suatu produk, faktor produksi, atau
surat berharga.19 Para ekonom umumnya mendefinisikan sebuah pasar sebagai
kelompok produk yang dipandang sebagai substitusi antara satu dengan yang
lainnya oleh para konsumen.20 Salah stu bentuknya hal-hal yang dilarang Allah
seperti curang dalam menakar, menimbang atau menipu kualitas harga atau
barang.

Surat al-Furqaan ayat 7.

“Mereka berkata: “Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-
pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seseorang malaikat agar itu memberikan
peringatan bersama-sama dengan dia” (Al-Furqan/25: 7)

Surat Shad ayat 33:

“Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku, lalu ia potong kaki dan leher kuda
itu”(Shad/38:33)

17 Wahbah Zuhaili. Al-Tafsir al-Mizan, Juz 19, 271.


18 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta:IIIT Indonesia, 2003),8.
19 Christopher Pass dan Bryan Lowes. Kamus Ekonomi, 393.
20 Christopher Pass dan Bryan Lowes. Kamus Ekonomi, 394
22 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

Surat al-Fath ayat 29:

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat
mereka ruku‟ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam taurat
dan sifat-sifat mereka dalam Injil yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka
tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dan tegak lurus diatas
pokoknya; tanaman itu menyenangkkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang salih diantara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-
fath/48: 29)
Prinsip-Prinsip Distribusi Dalam Al-Qur’an
Prinsip Pemerataan Yang Bersandar Kepada Nilai Keadilan
Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
Karena mereka melupakan hari perhitungan.
Ayat diatas menegaskan bahwa dalam menjalankan roda pemerintahan
harus didasarkan atas nilai-nilai pemerataan keadilan. Pemerintahan meliputi
aktivitas ekonomi dan distribusi termasuk bagian dari aktivitas ekonomi. Supaya
tidak terjadi ketimpangan dalam ekonomi harus ada pemerataan distribusi
kekayaan berstandar kepada nilai-nilai keadilan.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Apa saja harta rampasan (fa‟i) yang diberikan Allah swt kepada Rasul-Nya
yang berasal dari penduduk kota-ota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat rasul,
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |23

anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu. Apa yang diberikan
rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan yang diharamkannya bagimu maka
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepadaq Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.”
Prinsip distribusi ekonomi yang menjadi pedoman dalam sistem
ekonomi Islam adalah memperbanyak produksi (output), dan distribusi kekayaan
agar sirkulasi kekayaan meningkat dan memungkinkan membawa pembagian
yang adil di antara berbagai komponen masyarakat, serta tidak memusatkan
modal pada sebagian kecil kelompok tertentu. Kekayaan itu haruslah
didistribusikan ke seluruh komponen masyarakat untuk pemberdayaan ekonomi
umat, dan kekayaan itu tidak boleh menjadi suatu komoditi yang beredar secara
terbatas di antara orang-orang kaya saja.
Prinsip Menjaga Hak Orang Lain.
Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka
bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah
dosa yang besar.21 Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain
itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.22
Dengan prinsip mendistribusikan kekayaan kepada yang berhak, maka
tidak akan terjadi penguasaan terhadap hak orang lain,serta tidak akan terjadi
kezaliman dan tindakan penindasan dari yang kuat kepada yang lemah.
Bentuk-Bentuk Distribusi Kekayaan Dalam Al-Qur’an.
Distribusi Zakat
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
21 QS. An-Nisa ayat 2.
22 QS. Al- Baqarah ayat 188.
24 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.23
Distribusi Warisan
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.24
Distribusi Wasiat dan Hibah
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka
berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik.25
Distribusi Dalam Bentuk Jual Beli
Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Distribusi Harta Rampasan Perang
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang [613],
Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan ibnussabil [614], jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa
[615] yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan[616],
yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.26
Distribusi Shadaqah dan Wakaf
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang
kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja
kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.27

23 QS. At-Taubah ayat 60 dan 103.


24 QS. An-Nisa ayat 7.
25 QS. An-Nisa ayat 8.
26 QS. Al-Anfal ayat 41.
27 QS. Al-Baqarah ayat 215.
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |25

Tujuan Distribusi Dalam Konsep Islam.


Dalam hal tujuan distribusi ini dapat disimpulkan menjadi dua, yaitu:
Hifzul Mujtama’ (Menjaga Keutuhan masyarakat)
Dan ujilah[269] anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta),
Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta
anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu)
mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu).28
Kelangsungan keutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh proses
distribusi kekayaan diantara individu-individu dalam masyarakat tersebut, yang
kuat membantu yang lemah seperti dalam ayat diatas, yang mana menjaga harta
kekayaan dari pendistribusian yang dilakukan oleh yang belum mampu untuk
mendistribusikannya.
Islam sangat menekankan agar tercipta pemerataan kekayaan ditengah
masyarakat maka tidak dibolehkan pendistribuan kekayaan anak yatim agar
ketika sudah dewasa ada harta untuk menopang kelangsungan hidupnya.
Dan supaya tidak terjadi tindak pencurian, perampokan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan mengakibatkan terganggunya ketentraman
masyarakat.
Hifzul Daulah (Menjaga Stabilitas Negara)
“Sesunggughnya Fir‟aun mengagungkan dirinya di muka bumi, dan memecah belah
kaumnya menjadi kasta-kasta. Sebagiannya dia tindas, dia bunuh anak laki-laki mereka
dan biarkan hidup perempuan-perempuan mereka. Sesungguhnya dia termasuk orang yang
berbuat kerusakan.” (Al-Qashash/28: 4)
Stabilitas negara sangat tergantung kepada distribusi yang terjadi dalam
negara tersebut, apabila negara tidak mampu menyalurkan pendapatan dan
mengontrol pemerataan ditribusi kekayaan baik dalam pemerintahan maupun
ditenggah masyarakat maka akan terjadi kekacauan dan penindasan yang

28 QS. An-Nisa ayat 6.


26 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

berakhir kepada tindakan main hakim sendiri, ketidakpuasan kebijakan karena


yang lemah tidak mendapatkan haknya dan kesempatan untuk memperoleh
pekerjaan. Maka stabilitas negara terancam dan ditambah interpensi negara lain,
yang menyebabkan negara itu hancur
Penerapan Nilai keadilan Sosial dalam Distribusi
Keadilan dibidang ekonomi merupakan bagian integral syariat Islam.
Allah memerintahkan untuk menegakkannya secara keseluruhan demi
kemanusiaan. Tidak mungkin keadilan itu ditegakkan hanya dalam satu aspek
kehidupan, sementara bidang-bidang lain diabaikan, karena semua aspek
kehidupan manusia merupakan satu kesatuan yang saling terkait.
Hal ini merupakan salah satu ciri kesempurnaan ajaran Islam. Dengan
kata lain Islam adalah agama kesatuan antara ibadah dan muamalah, antara
akidah dan syariat, bidang material dan spiritual, nilai-nilai ekonomi dan moral,
dunia dan akhirat.
Islam mengandung ajaran yang sangat mulia, yaitu menegakkan
keadilan,29 dan memerintahkan umatnya untuk berlaku adil pada setiap orang-
orang.30 Keadilan sosial menjadi isu penting dalam pemikiran Islam
kontemporer,31 karena melebarnya jurang ketidakadilan sosial dan ekonomi yang
dialami masyarakat Islam dewasa ini. Tujuan Islam adalah membebaskan kaum
tertindas dan mereka yang kurang mampu.32
Sebagai hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, persoalan keadilan
merupakan perbincangan yang menarik dan telah lama menjadi perhatian para
filosof. Misalnya, Aristoteles (384-322 SM) yang memandang bahwa segala
macam keutamaan haruslah didirikan di atas fondasi keadilan.33

29 Katakanlah “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. (Al-A‟Raf/7: 29)


30 Berlaku adillah, karena adil lebih dekat dari kepada takwa. Bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjaan. (Al-Maidah/5: 8)
31 Dalam John L. Esposito (editor in chief). The Oxford Encyclopedia of the Modern

Islamic World. Vol.2. (New York: Oxford University Press, 1995), 395.
32 Murtadha Mutahhari. Manusia dan Alam Semesta. Terjemahan Ilyas Hasan.

(Bandung: Mizan, 2002), 39.


33 Lihat A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa ini, (Jakarta: Rajawali,

1987), 36.
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |27

Kata dasar keadilan adalah adil. Dalam Al-Qur‟an pengertian adil itu
tidak hanya di wakili oleh kata “al-„adl”, tetapi juga oleh tiga kata lain sebagai
sinonimnya yaitu “al-qisth”, “al-wazn”, dan “al-wasth”. Pada pokoknya kata al-„adl
dan sinonimnya bermakna keseimbangan penciptaan manusia, persamaan,
pemenuhan hak yang semestinya dan menepatkan sesuatu pada tempatnya.
Makna keadilan tersebut seluruhnya terkait dengan kesadaran ketuhanan (takwa)
sebagai landasan penerapannya. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 8:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa kamu kerjakan.”
Di dalam Surah al-A‟raf ayat 159, Allah berfirman:
“Di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada
manusia) dengan hak, dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan.”
Keadilan menurut Muhammad Imarah adalah suatu keharusan dalam
ajaran Islam. Keadilan merupakan satu di antara unsur vital kehidupan sosial dan
kemanusiaan. Keadilan bukan sekedar hak, tetapi juga ketentuan wajib yang
ditetapkan Allah bagi semua manusia tanpa pengecualian.34 Murtadha
Muthahhary mengartikan adil dalam empat maknanya: 35
1. Keadilan berarti perimbangan atau keadaan seimbang, tidak pincang.
Keadilan dalam masyarakat mengharuskan masyarakat untuk
mempertimbangkan secara tepat berbagai keperluan yang ada, kemudian
menentukan pertimbangan untuk berbagai keperluan. Menentukan batas
kemampuan yang semestinya. Jika tingkat ini telah dicapai, barulah diperoleh
kebaikan (al-mashlahah), yaitu kebaikan umum yang diperlukan bagi ketahanan
dan kelangsungan secara keseluruhan. Jadi dorongan untuk memperhatikan
tujuan „keseluruhan‟. Dari sudut pandang ini maka “bagian” hanya
merupakan alat semata (bagi keseluruhan) tanpa ada nilai tersendiri.

34 Muhammad Imarah, Islam dan Keamanan Sosial. Terjemahan. (Jakarta: Gema

Insani Press, 2000), 116.


35 Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 77.
28 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

2. Keadilan berarti persamaan (musawah, egalite). Persamaan adalah peniadaan


deskriminasi terhadap perbedaan apapun. Kata persamaan perlu penjelasan,
karena dapat menimbulkan ketidakadilan jika memandang semua orang itu
sama, baik orang kaya maupun miskin, atau orang yang berpendidikan atau
yang tidak berpendidikan. Persamaan yang dimaksud keadilan adalah
perlakuan yang sama kepada orang yang mempunyai hak yang sama.
3. Keadilan berarti pemberian perhatian pada hak-hak pribadi dan pemberian
hak kepada siapa yang berhak. Pemberian hak ini berkaitan dengan hak dan
pemilikan, khususnya hak hakiki manusia, yaitu kualitas manusiawi tertentu
yang harus dipenuhi dirinya dan diakui orang lain.
4. Keadilan berarti keadilan Tuhan, yaitu keadilan dalam melimpahkan rahmat
kepada seluruh manusia.
Keadilan sebagai ius suum cuique tribuere, artinya memberi masing-masing
36
haknya. Yang dimaksud dengan tema sosial dalam konteks keadilan ini berarti
segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat umum. Dengan kata lain,
keadilan sosial berarti suatu kondisi terjadinya keadilan dalam masyarakat yang
bersangkutan. Keadilan adalah sifat Tuhan. Keadilan adalah misi utama para
nabi dan rasul. Karena itu adil mempunyai arti dan makna yang sangat dalam,
mencakup segenap penjuru. Ia mencakup keadilan dalam lapangan politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan kata lain, persoalan keadilan bersifat
interdependensi (saling berkaitan) dengan nilai-nilai kemanusiaan lainnya bahkan
dengan kondisi yang tengah dihadapi masyarakat.
Keadilan sosial dalam Islam adalah pemerataan dan persamaan
memperoleh keadilan bagi semua orang dalam semua aspek kehidupan. Keadilan
adalah milik semua orang tanpa dibedakan oleh latar belakang ekonomi, sosial,
ras, maupun agama. Menurut Sayyid Quthub37 keadilan sosial Islam adalah
keadilan kemanusiaan yang meliputi seluruh segi dan dasar kehidupan manusia.
Keadilan ini bukan semata-mata keadilan ekonomi saja, tetapi menyangkut
pemikiran, kesadaran, dan sikap. Dengan kata lain, keadilan sosial Islam tidak
hanya menyangkut nilai-nilai ekonomi dan material, tetapi juga menyangkut nilai
spiritual dan moral.

36 Lihat Kirdi Dipoyudo. Keadilan Sosial. (Jakarta: Rajawali Pers, 1985), 23.
37 Sayyid Quthb, al-„Adalah al-Ijtima‟yyah fi al-Islam, (Beirut: Dar al-Syuruq,
1998), 37.
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |29

Prinsip keadilan sosial dalam ajaran Islam merupakan suatu persamaan


kemanusiaan, penyesuaian nilai-nilai, termasuk nilai keadilan itu sendiri. Prinsip
keadilan sosial dapat dirujuk pada Surat Thaha ayat 6 dan Al-Maidah ayat 120:
“Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang
ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah” (Thaha/20: 6).
“Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan
Dia maha Kuasa atas segala sesuatu” (Al-Maidah/5: 120).
Kedua ayat tersebut di atas dan ayat-ayat lain yang senada
mengisyaratkan kekuasaan Allah yang mutlak atas segala sesuatu. Oleh karena
itu, pada setiap kepemilikan menusia terdapat hak-hak Allah yang harus
ditunaikan oleh pemiliknya. Manusia adalah pemilik hak, dan hak yang
dimilikinya itu bersifat sementara dan nisbi. Kepemilikan mutlak adalah
monopoli Sang Pencipta, Allah SWT. Untuk itu, manusia harus bertanggung
jawab terhadap asal-usul dan penggunaan hak kepemilikannya di hadapan Allah.
Ayat di atas mengandung makna bahwa keadilan adalah milik Allah
untuk semua orang. Pada setiap kepemilkan seseorag terdapat hak-hak sosial,
misalnya dalam harta yang dimiliki terdapat kewajiban zakat, infak dan sedekah.
Adanya kaya dan miskin merupakan kenyataan sosial yang tidak dapat
dipungkiri. Ajaran Islam mengajarkan penataan hubungan harmonis berdasarkan
prinsip keadilan sosial sehingga antara keduanya tidak terdapat kesenjangan yang
terlalu jauh sehingga dapat menimbulkan konflik sosial. Untuk itu, ajaran Islam
memberikan prinsip keadilan sosial sebagai berikut:
1. Prinsip saling mengenal (ta‟ruf). Saling mengenal dan saling memahami akan
melahirkan sifat empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.
2. Prinsip saling menolong (ta‟awun). Prinsip ini lahir dari kesadaran
keterbatasan manusia serta kebutuhan hidup terhadap orang lain.
3. Prinsip persaudaran (ukhuwah). Persaudaraan pada dasarnya lahir dari
kedekatan keturunan atau pertalian darah. Akan tetapi pada perkembangan
selanjutnya, persaudaraan tidak selalu berkaitan dengan kesamaan keturunan.
Esensi dari persaudaraan adalah adanya keakraban dan kasih sayang yang
membentuk sikap dan perilaku yang khas dalam bentuk kepedulian dan
perhatian.
4. Prinsip keberpihakan pada yang lemah. Keberpihakan kepada kaum yang
lemah merupakan empati terhadap mereka. Ajaran Islam mengandung aturan
30 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

yang memberikan perlindungan dan pemberdayaan bagi kaum yang lemah.


Oleh karena itu, orang yang tidak mempunyai perhatian dan kepedulian
kepada yang lemah dipandang sebagai pendusta agama.
5. Prinsip pemerataan pendapatan. Di antara tujuan zakat adalah melenyapkan
kemiskinan dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota
masyarakat. Di samping itu, zakat merupakan sarana untuk memperbaiki
hubungan sosial antara golongan kaya dan golongan miskin sehingga dapat
mengurangi disparitas pendapatan.38
Secara sederhana Quthub mengajukan tiga prinsip landasan teori Islam
tentang keadilan sosial yaitu: 1) kebebasan mutlak yang penuh kesadaran; 2)
persamaan seluruh manusia; dan 3) tanggungjawab bersama masyarakat.39
Keadilan sosial menempati kedudukan penting dalam setiap masyarakat, dan hal
itu diakui secara eksplisit di Indonesia. Keadilan sosial bukan hanya dinyatakan
sebagai salah satu sila dari Pancasila, melainkan juga sebagai tujuan yang harus
dicapai oleh negara, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan negara pada intinya sejak dahulu, kini dan akan datang adalah
sama. Tujuannya mengusahakan kesejahteraan umum kesejahteraan manusiawi
yang lengkap bagi setiap warga negara sebagai raison d‟etre adanya negara. Bangsa
Indonesia mencantumkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai tujuan
akhir dari masyarakat berbangsa yang mengandung sifat-sifat keadilan dan
kemakmuran yang lengkap, yang mencakup keadilan hukum, ekonomi, politik,
sosial budaya, dan moral.
Salah satu kewajiban dasar negara adalah mengusahakan pemerataan
pendapatan dalam arti pembagian pendapatan nasional yang wajar karena
persoalan ini erat kaitannya dengan tujuan negara Indonesia yaitu memajukan
kesejahteraan umum.
Secara ekplisit ada tiga tujuan pokok negara Republik Indonesia. Pertama.
Melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan Ketiga, ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.

38 Ali AnwarYusuf, Wawasan Islam, 81-83.


39 Sayyid Quthb, al-„Adalah, 4.
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |31

Mengingat betapa pentingnya keadilan sosial, maka dalam pembukaan


UUD 1945 ditetapkan tersendiri bahwa negara Indonesia bermaksud:
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Kesejahteraan umum yang dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagai tujuan jangka panjang negara
Indonesia yang harus diusahakan secara bertahap oleh pemerintah.
Dengan bekerja secara produktif masyarakat pada akhirnya dapat
mandiri karena mereka memperoleh penghasilan untuk menghidupi diri dan
tanggungannya. Selain itu, pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya
barang dan jasa kebutuhan hidup dalam jumlah yang mencukupi, dan
didistribusikan secara adil ke seluruh pelosok negeri dengan harga jual yang
mampu dijangkau oleh daya beli masyarakat.
Untuk itu negara berkewajiban memberikan prioritas tinggi kepada
tingkat keterserapan seluruh tenaga kerja (full employment). Dalam rangka itu pula
pemerintah menyusun suatu strategi perluasan kesempatan kerja agar setiap
orang yang mampu dan mau bekerja dapat bekerja secara produktif sesuai
dengan keahlian dan peluang. Hal itu sesuai dengan tuntunan pasal 27 ayat (2)
UUD 1945: “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan”. Manusia tidak mungkin dapat hidup layak dan
sejahtera kalau tidak mempunyai pekerjaan tetap dengan balas jasa yang sesuai
dengan keahliannya. Bagi mayoritas manusia kesempatan kerja adalah satu-
satunya sumber kesejahteraan diri dan keluarganya. Oleh karena itu pemerintah
berkewajiban menetapkan upah kerja minimum yang mencukupi. Cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok.
Dalam rangka menjaga pemerataan pendapatan, negara wajib
menetapkan dan melaksanakan sistem perpajakan yang adil disatu pihak dan
mencegah terjadinya konsentrasi pemusatan kekayaan di tangan segelintir orang,
sehingga perbedaan mencolok antara kaya dan miskin yang merupakan “bom
waktu” kerusuhan sosial yang dapat dieliminasi sejak dini. Akan tetapi jika
control pemerintah menjadi lemah terhadap kekuatan monopoli, maka
ketimpangan menjadi semakin kronis yang secara potensial dapat menyebabkan
kemandekan proses pembangunan.
Dalam pembukaan UUD 1945 salah satu tujuan pokok negara adalah
“memajukan kesejahteraan umum” yang juga disebut “kesejahteraan sosial”. Hal itu
32 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

berarti, bahwa setiap warga negara mencapai kesejahteraan lahir-batin sebagai


hak asasi manusia yang diberikan oleh pemerintah. Tujuan keadilan sosial adalah
untuk menyusun suatu masyarakat yang seimbang dan teratur dimana semua
warganya dapat kesempatan yang sama untuk membangun suatu kehidupan
yang layak dan mereka yang lemah kedudukannya mendapat bantuan seperlunya.
Keadilan sosial adalah keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari
struktur proses-proses ekonomis, politis, sosial, budaya, dan ideologis dalam
masyarakat. Struktur-struktur itu merupakan struktur-struktur kekuasaan dalam
dimensi-dimensi utama kehidupan masyarakat.40 Keadilan sosial berkenaan
dengan kebaikan bersama dan bisa disebut sebagai keadilan seputar
kesejahteraan bersama.41
Keadilan sosial menatur hubungan masyarakat dengan warganya dan
sebaliknya.42 Keadilan sosial adalah kondisi suasana kehidupan masyarakat
dimana setiap warganya merasa aman dan tenteram, lahir dan batin, karena
prinsip-prinsip keadilan yang dianggap berlaku dan disetujui masyarakat yang
bersangkutan, diakui dan dilaksanalkan secara tertib oleh seluruh anggota
masyarakat.43
Dari beberapa penjelasan diatas terlihat bahwa keadilan sosial adalah
seluruh proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh penguasa terhadap
rakyatnya dalam upaya memajukan kesejahteraan umum secara adil kepada
seluruh lapisan rakyat untuk menikmati hasil-hasil pembangunan.
Pemerataan pendapatan dalam arti pembagian pendapatan nasional
(equitable distribution of income) termasuk salah satu kewajiban dasar negara.
Keadilan tidaklah sempurna kalau implikasinya hanya terbatas pada bidang
penegakan hukum semata. Al-Qur‟an manaruh perhatian besar untuk
mewujudkan keadilan sosial-ekonomi dengan mengecam keras kepincangan-
kepincangan yang terjadi dalam masyarakat Arab disaat Al-Qur‟an diwahyukan.

40 Franz magnis-Suseno, Etika Politik. (Jakarta: Gramedia, 1994), 337.


41 B.S Mardiaatmadja. “Menggapai Keadilan Sosial”. Dalam Analisis CSIS tahun
XVIII No.6: 1989. Jakarta
42 Kirdi Dipoyudo, Keadilan Sosial, (jakarta: Rajawali, 1985), 31.
43 Mubyarto, Ekonomi Pancasila, Lintasan Pemikiran Mubyarto. (Yogyakarta:

Aditya media, 1997), 193.


Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |33

Tauhid dan keadilan sosial adalah doktrin paling awal yang ditanamkan
Al-Qur‟an kepada masyarakat Arab di Mekkah.44 Kepedulian sosial sangat
ditekankan dalam Al-Qur‟an sebagai bentuk ajaran yang penting demi
membangun masyarakat yang adil dan makmur.
Ayat-ayat Al-Qur‟an mengingatkan kita agar harta kekayaan tidak hanya
terbatas sirkulasinya pada sekelompok orang kaya saja. Orang-orang bertakwa
adalah mereka yang menyadari bahwa dalam harta kekayaan yang mereka miliki
terdapat hak-hak orang lain dalamnya. Perhatian penuh harus diberikan kepada
lapisan masyarakat yang belum dapat hidup wajar sebagai manusia.45
Dalam keadilan sosial terkandung makna bahwa manusia mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliknya.
Namun persamaan kesempatan ini tidaklah sama dengan pengertian yang
dikembangkan oleh masyarakat kapitalis-liberal.46 Dalam persamaan kesempatan
menurut Al-Qur‟an termuat pengertian bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama untuk mencapai kehidupan yang layak dan sejahtera.

Penutup
Dalam sistem ekonomi Islam berlaku prinsip bahwa dalam satu Negara
atau pun kawasan ekonomi, tidak diperbolehkan adanya praktik monopoli atau
oligopoly dalam hal faktor produksi, modal usaha, dan distribusi. Semua faktor
tersebut itu haruslah berada di tangan sebanyak mungkin pelaku pasar yang
independen, dan mematuhi regulasi pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari stagnasi pembangunan ekonomi apabila faktor-faktor produksi
hanya dikuasai oleh segelintir orang.
Ajaran islam juga melarang menimbun harta kekayaan, dimana harta
menjadi tidak produktif. Jika harta kekayaan itu tidak ditimbun, dan dijadikan
modal usaha sehingga terdistribusi dan beredar dengan baik, dan dimanfaatkan
pada usaha-usaha produktif, maka akan berdampak pada:

44 Fazlurrahman, Islam, (Chicago: The University of Chicago Press, 1979), 15-


16
45. Lihat antara lain surat al-Hasyar ayat 7; al-Zariyyat ayat 19; al-Haqqah ayat

33-34; al-Fajr ayat 17-18; dan al-Ma‟un ayat 1-3


46. Berdasarkan persamaan kesempatan ini, maka si kaya akan menjadi semakin

kaya dan si miskin akan tetap miskin. Lihat, Amien Rais, Cakrawala Islam, (Bandung:
Mizan,1987), 46.
34 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

1. Terbukanya kesempatan baru dalam berbagai lapangan kerja


2. Peluang baru menambah pendapatan.
3. Tingginya daya beli akan meningkatkan produksi
4. Meningkatnya produksi menuntut tersedianya pekerja-pekerja baru.
Salah satu dampak ketidakmerataan pendapatan adalah semakin
meningkatnya capital pemilik modal. Pemilik modal menjadi semakin kaya
karena keuntungan yang diperoleh, sementara pekerja hanya memiliki modal
tenaga dan keahliannya saja.
Pengangguran adalah sumber kemiskinan. Akar dari kemiskinan structural
itu adalah eksploitasi dan ketidakadilan. Harta benda adalah hal yang paling
primer dalam kehidupan di dunia. Dalam pandangan ajaran Islam oenimbun capital
ini berdosa karena melakukan maksiat, dan menurut pandangan ekonomi,
perilakunya yang menyebabkan krisis ekonomi disebabkan tertahannya harta
benda dari peredarannya, sehingga menutup upaya pemanfaatan oleh pihak lain.
Kewajiban menggunakan harta atau larangan menahannya merupakan
ciri ekonomi Islami yang mendorong umat untuk berinfak mengeluarkan harta
di jalan yang baik, dan mengharamkan penimbunan dengan memperluas
jaringan usaha produktif.
Keadilan distributive adalah keadilan yang membagi kesejahteraan
umum kepada setiap warga Negara sesuai dengan jasa dan kebutuhan masing-
masing. Dalam keadilan distributif, distribusi kekayaan dan pendapatan
didasarkan atas norma-norma keadilan yang dapat diterima secara universal.
Dalam ajaran Islam dikenal dua macam sistem distribusi pendapatan
utama, yaitu:
1. Distribusi secara komersial dan mengikuti mekanisme pasar
2. Sistem distribusi yang bertumpu pada aspek keadilan sosial masyarakat
Sistem distribusi ekonomi Islam juga mengenal insitusi warisan.
Tujuannya agar asset yang dimiliki dan kekuatan ekonomi tidak terpusatkan pada
seorang betapa pun kayanya dia. Dalam hal ini sistem distribusi melalui warisan
telah diatur secara sistematis dan kompleks dalam ilmu faraidh.
Taufik Hidayat—Konsep Pendistribusian Kekayaan |35

Ajaran Islam juga mengenal pola distribusi harta kekayaan dalam bentuk
wakaf, yang bentuknya bervariasi dan tidak dibatasi oleh status sosial seseorang,
kaya dan miskin, atau karena pertalian darah dan kekerabatan.
Dalam hal kegiatan ekonomi, ajaran Islam menetapkan empat fungsi
aktivitas ekonomi bagi seseorang:
1. Menggali potensi sumber-sumber produksi
2. Berusah menjualnya (distribusi)
3. Mempergunakan secara pribadi
4. Menyedekahkan kepada yang membutuhkan (tanggung jawab sosial)
Persoalan distribusi termasuk dalam domain sistem ekonomi, dimana
ajaran Islam mengatur tata cara:
1. Perolehan harta yaitu terkait dengan konsep kepemilikan.
2. Tata cara pengolahan harta mulai dari pemanfaatannya hingga
mengembangkan kepemilikan (investasi).
3. Tata cara pendistribusian harta di tengah-tengah masyarakat. ■
36 | Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. 1, 2017

Daftar Pustaka

Al Munawwir Kamus Arab Indonesia. (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 2002)


An-Nabhani, Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Terjemahan.
Moh. Maghfur Wachid, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996)
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia,
(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996)
Doli Siregar, D., Optimalisasi Pemberdayaan Harta Kekayaan Negara, (Jakarta:
Gramedia, 2002)
Ibn Manzur, Lisan al-„Arab. Vol 3, (Bairut: Dar Ihya al-Turats al-„Araby, 1985)
Idris Safwan, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Ummat. Pendekatan
Transformatif, (Jakarta, Cita Putra Bangsa, 1997)
Kuntowijoyo, Paradigma Islam. (Bandung: Mizan, 1993)
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam abad 21,
(Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003)
Mubyarto, Ekonomi dan Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Aditya Media, 1995)
Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi. Dari Kapitalisme menuju Ekonomi Kerakyatan,
(Yogyakarta: Aditya Media, 1999)
Mubyarto, Teori Ekonomi dan Kemiskinan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2004)
Munawwir AW, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Lengkap, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 2002)
Murasa Sarkaniputra (koordinataor TIM), Tauhidi Epistemology: Teori, Model,
Sistem, dan Kelembagaan Ekonomi, (Jakarta: TIM Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah, 2003)
Salim Emil, Kembali ke Jalan Lurus. Esai-esai 1966-1999, (Jakarta: Alvabet, 2000)
Shihab Quraish, M., Wawasan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1996)

Anda mungkin juga menyukai