Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

NON- ST ELEVASI MIOCARDIAL INFARCTION (STEMI)

Disusun oleh :

Nama: Della Arianty

NIM: PO.62.20.1.16.010

Ruang: IGD

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKARAYA

JURUSAN DIII KEPERAWATAN REGULER XIX A

2018
I. KONSEP DASAR
1. Definisi
Sindrome Koroner Akut merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang
merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).
Sindrome koroner akut merujuk mulai dari infark miokard dengan ST elevasi
(STEMI) hingga infark miokard tidak disertai ST elevasi (NSTEMI) atau angina tidak
stabil (Coven, 2011).
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen
ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan
iskemia miokardium lokal. Iskemia yangbersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan.(Sylvia,2006).
2. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner sehingga terjadi iskemia
miokard dan dapat menyebabkakn nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih
kecil, biasanya terbatas pada sub endokardium.Kedaan ini tidak dapat menyebabkan
elevasi segmen ST, namunmenyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan terjadinya NSTEMI adalah :
1. Coronary Arteri disease Coronary Arteri Emboli
2. Kongenital
3. Imbalans Oksigen suplay dan demand miokard
4. Gangguan Hematologi.
3. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri
koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini
biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous
cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung
ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang
menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin
proinflamasi seperti IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di
hati.(Harun, 2006, cit Sudoyo, 2006).
Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardiun mengubah metabolisme
aerobik menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui lintasan
glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob.
Asam laktat akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia,
berkurangnya energi yang tersedia,serta asidosis dapat mempercepat gangguan fungsi
ventrikel kiri, berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung akan
mengubah hemodinamika. Perubahan hemodinamika berrvariasi sesuai ukuran
segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf
otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapatmengurangi curah jantung karena
berkurangnya isi sekuncup.Metabolisme anaerob hanya memberikan 6% dari energi
total yang diperlukan. Ambilanglukosa oleh sel sangat meningkat saat simpanan
glikogen dan adenosis trifosfat berkurang.Kalium dengan cepat berkgerak keluar dari
sel miokardium selama iskemia. Asidosis selalu terjadi dan mengganggu metabolisme
seluler.
4. Manifestasi Klinis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan
ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan menjadi presentasi gejala yang paling sering ditemukan
pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukan bahwa mereka
yang memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih
baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala
khas rasa tidak enak didada/iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik,
gejala tidak khas seperti dispneu,mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri dilengan,
epigastrium, bahu atau leher, juga dalamkelompok yang lebih besar pada pasien-
pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
1. Angina saat istirahat lebih dari 20 menit
2. Angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktifitas yang lebih ringan
dari aktivitassehari-hari.
3. Peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina.
4. Angina pasca infark.Gejala klinis yang sering berupa rasa tekanan atau berat di
retrosternal yang menjalar kelenagan kiri, leher atau rahang dapat disertai
keringat dingian, mual, nyeri perut, sesaknapas dan sinkope.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien.
Pada Trombolysisin Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST
baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al.
menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif
dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
b. Pemeriksaan laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih
spesifik dari pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada
darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu (Anderson
Jeffry L, 2007).
6. Penatalaksanaan Medis
Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan
segmen STdan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :
a. Terapi antiiskemia
b. Terapi anti platelet/antikoagulan
c. Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)
d. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.
7. Terapi Obat
a. Terapi Antiiskemia
 Nitrat ( ISDN )
 Penyekat Beta Obat Selektivitas Aktivitas Agonis Parsial
b. Terapi Antitrombotik
 Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)
c. Terapi Antiplatelet
 Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa)
d. Terapi Antikoagulan
 LMWH (Low Molekuler Weight Heparin)
e. Strategi Invasif dini vs Konservasif din
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Persistem
a. B1: Breath
Sesak nafas, apnea, eupnea, takipnea.
b. B2: Blood
Denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, suara
jantung bisa tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar/tidak dapat
diukur/normal, saturasi oksigen bisa menurun <90%.
c. B3: Brain
Menurunnya/hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat, dan
orang.
d. B4: Bladder
Produksi urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya, oliguria,
anuria.
e. B5: Bowel
Konstipasi.
f. B6: Bone
Perfusi dingin basah pucat, CRT >2 detik, diaforesis, kelemahan.
2. Keluhan Utama
a. Kualitas nyeri dada: seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau
seperti tertindih barang berat.
b. Lokasi dan radiasi: retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan
kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c. Faktor pencetus: mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan: berlangsung lama, berakhir
lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun
minum Nitrogliserin.
e. Tanda dan gejala: cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan,
dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi: mual, muntah,
pingsan, kulit dingin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu
menurun.
f. Pemeriksaan fisik: mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda
gagalnya ventrikel atau kardiogenik syok terjadi. BP normal, meningkat atau
menurun, takipnea, mula-mula nyeri reda kemudian kembali normal, suara
jantung S3, S4 Galop menunjukka disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M.
Papillari disfungsi, LV dsifungi terhadap suara jantung menurun dan
perikordial friksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena
jugular amplitudonya meningkat (LV disfungsi), RV disfungsi, amplitudo
vena jugular menurun, edema periver, hati lembek.
g. Parameter Hemodinamik: penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia.
3. Ansietas berhubungan dengan keadaan fisik yang tidak dapat diperkirakan.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dada.
C. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 Gangguan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria.

Tujuan: gangguan perfusi jaringan jantung berkurang/tidak meluas selama


dilakukan tindakan perawatan di RS.

Kriteria Hasil :

 Nyeri dada berkurang (skala nyeri 1-3)


 Gambaran ST depresi berkurang atau tidak ada
 TTV dalam batas normal
 EKG: Irama sinus reguler

Intervensi:

1. Observasi tanda-tanda vital tiap 1-4 jam, status hemodinamika.

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

2. Monitor tanda dan gejala penurunan perfusi (nyeri dada, disritmia, takikardia,
takipnea, hipotensi dan penurunan curah jantung)

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

3. Monitor bunyi dan irama jantung secara kontinue, catat adanya denyut
prematur ventrikel kontraksi.

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

4. Palpasi denyut nadi perifer guna mengkaji adanya denyutan prematur.

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

5. Observasi adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung (pusing, pucat,
diaforesis, pingsan, akral dingin).

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

6. Monitor tanda dan gejala gangguan perfusi renal (produksi urin <30 ml/jam,
peningkatan BUN dan kreatinin, edema perifer, tidak adanya reaksi diuretik).

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

7. Monitor tanda dan gejala yang menunjukkan penurunan perfusi jaringan (kulit
dingin, pucat, lembab, berkeringat, sianosis, denyut nadi lemah, edema
perifer).

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

8. Atur posisi tidur setiap 2 jam, menggerakkan kaki dan tangan secara aktif dan
pasif setiap 1 jam.

R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

9. Monitor tanda dan gejala yang menunjukkan penurunan perfusi otak (gelisah,
bingung, apatis, somnolen).
R/ Data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah
dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

10. Rekam pola EKG secara periodik selama periode serangan dan catat adanya
disritmia atau perluasan iskemia atau infark miokard.

R/ pemeriksaan EKG periodik berguna untuk menentukan diagnosis perluasan


area iskemik.

11. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan tindakan:


a. Anti disritmia: Lidokain, aminodaron (bila ada indikasi klinis)
R/ disritmia menurunkan curah jantung yang ekstrem dan perfusi jaringan.
b. Vasodilator: nitrogliserin (ISDN, ACE inhibitor)
R/ bitrat merelaksasikan otot polos vaskular (vasodilatasi) vena dan arteri
sehingga menurunkan preload.
c. Inotropic: Dopamin atau dobutamin sesuai indikasi.
R/ dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan
meningkatkan perfusi jaringan.
d. Pemasangan facemaker atau kateter Swanganz (bila ada TAVB).
R/ terapi oksigen dapat meningkatkan suplai oksigen miokard.
e. CABG jika ada indikasi klinis.
R/ Facemaker membantu memperbaiki irama jantung sehingga
meningkatkan curah jatung dan perfusi jaringan.
f. PTCA atau Coronary artery stenting jika ada indikasi klinis.
R/ memperbaiki sirkulasi koroner, meningkatkan suplai oksigen dan
perfusi miokard.
12. Observasi reaksi atau efek terapi, efek samping, toksisitas.

R/ efek samping obat yang dapat membahaykan kondisi klien harus dikaji dan
dilaporkan.

13. Hindari respon valsava yang merugikan, atur diit yang diberikan.

R/ respon valsava dapat menurunkan kontraktilitas miokard.

14. Pertahankan intake cairan maksimal 2000 ml/24 jam (bila tidak ada edema).

R/ mempertahankan keseimbangan caira dan mencegah overload cairan


ekstraseluler.
2. Dx 2 Nyeri akut berhubungan dengan iskemia

Tujuan: dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respons nyeri dada

Kriteria Hasil :

 klien mengatakan penurunan rasa nyeri dada


 TTV dalam batas normal
 Wajah rileks
 Tidak terjadi penurunan perfusi perifer

Intervensi:

15. Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lamanya, dan penyebaran.

R/ Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang terjadi dianggap
sebagai temuan pengkajian.

16. Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.

R/ Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada


kematian mendadak.

17. Lakukan manajemen nyeri keperawatan :

R/ Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan oksigen kejaringan yang mengalami


iskemia.

18. Istirahatkan klien

R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan


menurunkan kebutuhan mikardium yang membutuhkan oksigen untuk
menurunkan iskemia

19. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan
indikasi

R/ meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium


sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap iskemia.

20. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung.

R/ Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan pembatasan


pengunjung akan membantu meningkatan kondisi oksigen ruangan. Oksigen
ruangan akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

21. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri.


R/ Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat
sekunder dari iskemia jaringan.

3. Dx 3 Ansietas berhubungan dengan keadaan fisik yang tidak dapat


diperkirakan

Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.

Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.

Intervensi:

1. Berikan penjelasan singkat tentang tujuan, hasil yang diharapkan setiap


prosedur dan efek samping.
R/ Penjelasan tentang prosedur membantu klien menjadi kooperatif.
2. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengenal lingkungannya dan tim
keperawatan.
R/ Lingkungan fisik dan psikologis yang nyaman membantu klie rileks dan
senang.
3. Berikan waktu secukupnya bagi klien untuk berbicara dengan teman dekat.
R/ Kecemasan dapat meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dukungan
orang terdekat dapat menurunkan tinkat kecemasan dan memberikan
kenyamanan psikologis.
4. Observasi efek yang terjadi setelah klien mendapatkan kunjungan dari orang
terdekat.
R/ Kecemasan dapat meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dukungan
orang terdekat dapat menurunkan tinkat kecemasan dan memberikan
kenyamanan psikologis.
5. Berikan dukungan untuk mengekspresikan perasaan, mendengarkan keluhan
klien.
R/ Kecemasan dapat meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dukungan
orang terdekat dapat menurunkan tinkat kecemasan dan memberikan
kenyamanan psikologis.
6. Diskusikan kondisi klien dan perubahan pola hidup yang harus dijalani setelah
pulang dari rumah sakit.
R/ Perubahan pola hidup dalam masa pemulihan dapat mencegah serangan
ulang. Rehabilitasi kardio terprogram dapat menurunkan kecemasan.
7. Anjurkan berpartisipasi aktif dalam program rehabilitasi kardio.
R/ Perubahan pola hidup dalam masa pemulihan dapat mencegah serangan
ulang. Rehabilitasi kardio terprogram dapat menurunkan kecemasan.
4. Dx 4 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dada.

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam kebutuhan istirahat klien terpenuhi.

Kriteria : Menyatakan mampu tidur dengan nyaman, keluhan-keluhan berkurang,


jam tidur terpenuhi secara normal, klien segar, dan nyeri berkurang.

Intervensi :

1. Identifikasi pola normal tidur sebelum masuk rumah sakit dan perubahan yang
terjadi setelah dirawat.
R/ Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri
dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
2. Bantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit.
R/ Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri
dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
3. Nilai adanya faktor yang menunjang gangguan pola tidur.
R/ Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri
dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
4. Berikan tindakan untuk mengatasi faktor penyebab.
R/ Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri
dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
5. Berikan prosedur sebelum waktu tidur yang menunjang klien istirahat tidur
(menggosok punggung, minum susu hangat).
R/ Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri
dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
6. Rencanakan tindakan keperawatan yang tidak mengganggu jam istirahat tidur
klien.
R/ Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri
dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
7. Kolaborasi dengan dokter akan obat sedatif dan observasi reaksi, efek samping
serta tanda-tanda toksisitas obat yang diberikan.
R/ obat sedatif menurunkan kecemasan, efek samping yang membahayakan
harus dikaji dan dilaporkan.
DAFTAR PUSTAKA

Academia. di akses pada tanggal 16/05/2018.”NSTEMI”


https://www.academia.edu/27917466/Laporan_Pendahuluan

Dokumen. di akses pada tanggal 16/05/2018.”NSTEMI”


https://id.scribd.com/document/251704964/LAPORAN-PENDAHULUAN-nstemi

Scribd.di akses pada tanggal 16/05/2018.”NSTEMI” https://id.scribd.com/doc/149493526/LP-


NSTEMI

Scribd.di akses pada tanggal 16/05/2018.”NSTEMI” https://id.scribd.com/doc/81167684/LP-


NStemi

Anda mungkin juga menyukai