Anda di halaman 1dari 107

ANALISIS ISI PESAN DAKWAH

DALAM NOVEL “TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI


PELACUR!” KARYA MUHIDIN M. DAHLAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:
Sisilia Yuliaty Hariputri
NIM: 106051001885

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./ 2010 M.
ANALISIS ISI PESAN DAKWAH
DALAM NOVEL “TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR!”
KARYA MUHIDIN M. DAHLAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Sisilia Yuliaty Hariputri


NIM: 106051001885

Dibawah Bimbingan:

Drs. Jumroni, M.Si


NIP: 19630515 199203 1 006

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./ 2010 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM


NOVEL “TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR!” KARYA
MUHIDIN M. DAHLAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 11
November 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada program studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam.

Jakarta, 11 November 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua, Sekertaris,

Dr. H. Arief Subhan, M.A. Hj. Umi Musyarrofah, M.A.


NIP: 19660110 199303 1 044 NIP: 19710816 199703 2 002

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum. Drs. Sunandar, M.A.


NIP: 19610422 199003 2 001 NIP: 19620626 199402 1 002

Pembimbing

Drs. Jumroni, M.Si


NIP: 19630515 199203 1 006
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 November 2010

Sisilia Yuliaty Hariputri


ABSTRAK

Sisilia Yuliaty Hariputri


Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi
Pelacur!”

Islam memerintahkan penyebaran ilmu pengetahuan atau menyebarkan


dakwah dengan cara dan bentuk apapun, baik tulisan maupun visual, termasuk di
dalamnya mencetak, menjual dan mengedarkannya. Maka novel merupakan salah
satu pilihan untuk dijadikan sarana penyebaran agama Islam, mengingat banyak
diminati oleh berbagai kalangan. Berbeda dengan karya sastra lainnya, novel ini
dikemas secara unik, penuh dengan hal-hal kontradiktif dan kontroversi. Meski
demikian novel ini sarat akan pesan dakwah dan telah memberi tahu satu hal,
bahwa beragama haruslah didasari dengan rasa ikhlas agar tidak mengalami
kekecewaan seperti yang dialami oleh tokoh dalam novel ini.
Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan penelitian adalah: pesan dakwah
apa saja yang terdapat dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!? dan
pesan dakwah apa yang cenderung mendominasi isi novel Tuhan, Izinkan Aku
Menjadi Pelacur!?.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
isi (content analysis) melalui pendekatan kuantitatif. Menurut Berelson analisis isi
adalah suatu teknik penelitian yang objektif, sistematik, dan menggambarkan
secara kuantitatif isi-isi pernyataan suatu komunikasi. Dalam teknik analisis data
dibuat kategorisasi pesan dakwah yang terdapat pada paragraf dalam novel Tuhan,
Izinkan Aku Menjadi Pelacur!. Kemudian membuat lembar koding yang diisi juri
berjumlah tiga orang yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya, hasil
kesepakatan tim juri dijadikan sebagai koefisien reabilitas dan terakhir melakukan
penghitungan prosentase mengenai pesan dakwah yang dominan.
Dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! terdapat 11 sub judul,
namun yang dijadikan objek penelitian hanya 4 sub judul. Kategori pesan
dakwahnya adalah akidah, syariah, dan akhlak. Setelah dilakukan penghitungan
maka dapat diketahui bahwa pesan dakwah yang paling dominan dalam novel ini
adalah pesan akhlak dengan perolehan data sebanyak 0,44%, diikuti pesan syariah
sebanyak 0,40%, kemudian pesan akidah sebanyak 0,16%.

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi

ini selesai.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan moril maupun spiritual

dari berbagai pihak. Untuk semua itu tidak ada balasan yang sanggup penulis

berikan kecuali ucapan terima kasih dari hati sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi.

2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si., sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama

proses skripsi ini berjalan.

3. Ibu Hj. Umi Musyarrofah, M.A., sebagai Sekertaris Jurusan Komunikasi

dan Penyiaran Islam.

4. Mas Muhidin M. Dahlan yang telah bersedia memberikan informasi atas

novel yang ditulisnya.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat selama mengikuti perkuliahan.

6. Ibu dan Bapak (Alm) tercinta yang dengan tulus memberikan kasih sayang

dan dukungan tiada henti. Chessy, Catura, Fachru (kakak), dan Farid

(adik) yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini.

ii
7. Kawan-kawan mahasiswa KPI Angkatan 2006, khusunya kelas KPI D.

Terima kasih atas segalanya, kalian telah membuat penulis bersemangat

untuk kuliah. Kebersamaan kita akan selalu dirindukan.

8. Sahabat-sahabatku, yang dengan setia memotivasi, membantu dan

memberi informasi-informasi penting sehingga skripsi ini bisa

diselesaikan. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua.

9. Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

10. Seluruh kerabat dan pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima

kasih atas dukungan dan bantuannya.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna baik untuk masa

kini dan di kemudian hari bagi siapa saja yang membacanya terutama bagi penulis

pribadi. Penulis sadar, bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu mohon maaf atas segala kekurangan, tak lupa mohon kritik dan saran

yang membangun. Semoga Allah SWT., selalu melindungi kita semua. Amin.

Jakarta, 11 November 2010

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………............... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………………... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………….. 5
1. Tujuan Penelitian………………………………………………. 5
2. Manfaat Penelitian……………………………………………... 6
D. Metodologi Penelitian……………………………………………… 6
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………… 10
F. Sistematika Penulisan………………………………………………. 11

BAB II LANDASAN TEORI


A. Pengertian Analisis Isi ……………………………………………... 13
B. Pesan Dakwah……………………………………………………… 14
1. Akidah………………………………………………………….. 15
2. Syariah…………………………………………………………. 17
3. Akhlak………………………………………………………….. 18
C. Pengertian Novel dan Jenis-jenisnya………………………………. 20
D. Novel Sebagai Media Dakwah……………………………………...23

BAB III SEKILAS TENTANG MUHIDIN M. DAHLAN DAN KARYA-


KARYANYA
A. Riwayat Hidup Muhidin M. Dahlan……………………………….. 25
B. Karya-karya Muhidin M. Dahlan…………………………………... 27
C. Gambaran tentang Novel “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi
Pelacur!”……………………………………………………………. 28

iv
BAB IV PESAN-PESAN DAKWAH DALAM NOVEL ”TUHAN,
IZINKAN AKU MENJADI PELACUR!” KARYA MUHIDIN M.
DAHLAN
A. Pesan-pesan Dakwah dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku
Menjadi Pelacur!” Karya Muhidin M. Dahlan…………………….. 31
1. “Pengakuan Kesatu: Tuhan, Rengkuh Aku dalam Hangat
Cinta-Mu!”……………………………………………………... 32
2. “Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah untuk
Menegakkan Hukum-hukum Tuhan di Indonesia”…………….. 35
3. “Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan Imanku Disiakan”…... 38
4. “Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh
yang Pernah Kutahu”…………………………………………... 40
B. Pesan Dakwah yang Dominan dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku
Menjadi Pelacur!”………………………………………………….. 43

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….45
B. Saran………………………………………………………............... 46

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 48
LAMPIRAN………………………………………………………………………..50

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kategori Pesan Dakwah dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku


Menjadi Pelacur!”………………………………………………………... 31
Tabel 2 Sub Judul yang Diteliti dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku
Menjadi Pelacur!”………………………………………………………... 32
Tabel 3 Koefisien Reabilitas Kesepakatan…………………………………...........32
Tabel 4 Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul “Pengakuan Kesatu:
Tuhan, Rengkuh Aku dalam Hangat Cinta-Mu!”………………………... 33
Tabel 5 Koefisien Reabilitas Kesepakatan………………………………………...35
Tabel 6 Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul “Pengakuan Kedua: Kupilih
Jalan Dakwah untuk Menegakkan Hukum-hukum Tuhan
di Indonesia”……………………………………………………………... 36
Tabel 7 Koefisien Reabilitas Kesepakatan………………………………………...38
Tabel 8 Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul “Pengakuan Keempat:
Ketika Nalar dan Imanku Disiakan”……………………………………... 39
Tabel 9 Koefisien Reabilitas Kesepakatan……………………………………….. 40
Tabel 10 Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul “Pengakuan Kedelapan:
Sebab Nikah adalah Ide Teraneh yang Pernah Kutahu”…………………. 41
Tabel 11 Tingkat Kesepakatan antar Juri…………………………………………...51
Tabel 12 Rincian Kategori Pesan Akidah………………………………………….. 57
Tabel 13 Rincian Kategorisasi Pesan Syariah……………………………………... 63
Tabel 14 Rincian Kategorisasi Pesan Akhlak……………………………………… 79

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdakwah menggunakan sarana media cetak tentunya membutuhkan

bakat mengarang, karena media cetak merupakan sarana komunikasi tulisan.

Selain bersifat keterampilan praktis, pendekatan ini bisa juga disebut sebagai seni.

Lebih jauh lagi, ukuran keberhasilan seorang jurnalis Muslim dalam

menorehkan penanya terletak pada adanya perubahan sikap dan perilaku sasaran

dakwah. Oleh karena itu, da’wah bil qalam juga dimaksudkan untuk menghantar

pembaca menjadi mahir dan efektif dalam hal menyampaikan gagasan dakwah,

khususnya dalam bahasa tulis-menulis atau mengarang. 1

Jalaluddin Rahmat dalam karyanya, Islam Aktual, mengatakan bahwa

da’wah bil qalam adalah dakwah melalui media cetak. Mengingat kemajuan

teknologi informasi yang memungkinkan seseorang berkomunikasi secara intens

dan menyebabkan pesan dakwah bisa menyebar seluas-luasnya, maka dakwah

lewat tulisan mutlak dimanfaatkan oleh kemajuan teknologi informasi. 2

Sejalan dengan perkembangan jaman, kini kita telah memasuki abad 21

akan tetapi, perkembangan informasi yang masuk ke rumah-rumah penduduk

melalui televisi dan gelombang suara menyebabkan menurunnya minat membaca

buku-buku keagamaan. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah informasi yang

muncul lewat radio dan televisi sebagian besar merupakan informasi yang

1
Suf Kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-prinsip Da’wah Bi Al-Qalam
dalam Al-Qur’an, (Bandung: Teraju, 2004), h. 12.
2
Ibid, h. 120.

1
2

mengarah kepada konsumerisme dan hedonisme. Sehingga menjadi tantangan

besar bagi para da’i untuk bisa mengambil perhatian masyarakat. 3

Bagi seorang da’i yang memiliki komitmen dengan dakwah, kondisi di

atas akan dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Menulis buku-buku bernuansa

dakwah adalah pilihan yang sudah selayaknya untuk dilakukan. Agar buku-buku

menjelma fungsinya sebagai pencerdas dan pencerah umat. 4

Berdakwah tidak harus berceramah, dakwah juga bisa dilakukan melalui

sebuah tulisan seperti cerpen (cerita pendek), cerbung (cerita bersambung),

cergam (cerita bergambar) dan bahkan novel bisa disisipkan nilai-nilai dakwah di

dalamnya. Beberapa penulis juga sudah melakukan hal ini. Bahkan sekarang pun

beberapa ustadz juga telah menulis buku, hal ini tentunya juga sebagai suatu

media dakwah. Di era modern sekarang ini, dakwah harus dikemas dengan

berbagai sarana, agar dakwah dapat berlangsung lebih efektif dan tidak

ketinggalan zaman. Sehingga diharapkan dakwah yang berupa nasehat ajakan

untuk kemaslahatan umat bisa sampai kepada seluruh lapisan golongan

masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi dan pendidikan yang berbeda-

beda. 5

Saat ini masih banyak orang yang membaca sebuah karya sastra sekedar

menikmatinya sebagai hiburan saja, tanpa berusaha untuk merenungkan apa pesan

yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini penulis berusaha untuk menggali isi

pesan yang terdapat dalam sebuah novel atau karya sastra.

3
Badiatul Muchlisin Asti, Berdakwah Dengan Menulis Buku, (Bandung: Media Qalbu,
2004), h. 7.
4
Ibid, h. 29.
5
Nugraha Sumaryadi Ramadhan, Media Dakwah Islam, artikel diakses pada 25 Maret
2010 dari http://noe2xpoenya.blogspot.com/2009/05/media-dakwah-islam.html.
3

Novel yang berjudul Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin

M. Dahlan ini diadaptasi dari sebuah pengalaman nyata, yang mengisahkan

seorang perempuan bernama Nidah Kirani, muslimah yang taat. Tubuhnya

dihijabi oleh jubah dan jilbab besar. Kecintaannya pada agama membuat dia

memilih untuk hidup yang sufistik. Dan keinginannya hanya satu yaitu menjadi

muslimah yang beragama secara kaffah.

Semangatnya dalam beragama seperti gayung bersambut ketika ia

menerima doktrin-doktrin bahwa Islam yang ada di Indonesia sekarang ini tidak

murni. Yang murni hanya ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dengan

tafsiran, Islam itu bukan agama. Islam itu Dien atau sistem yang hukum-

hukumnya ditata dalam syariat. Singkatnya ia ikut tergabung dalam organisasi itu,

Organisasi dimana jemaahnya ingin mendirikan negara Islam di Indonesia.

Setelah sekian lama tergabung dalam organisasi itu, ia merasa tidak ada kemajuan

dalam organisasinya. Sistem yang tidak transparan yang di dalamnya terdapat

kepalsuan dan kebohongan. Ia merasa sangat kecewa. Belum lagi banyak masalah

yang timbul akibat keaktifannya dalam organisasi itu. Bukannya segera bertobat

dan kembali ke jalan Allah. Ia malah justru merasa kecewa dengan Allah. ia

merasa tidak ada intervensi dari Allah padahal ia telah sebegitu berjuangnya

selama menegakkan agama.

Di saat kondisinya yang galau, ia justru melampiaskan kekecewaannya

dengan melakukan free sex. Disini pengarang menjelaskan bahwa semua yang

tergoda oleh Nidah Kirani untuk melakukan free sex adalah pria-pria yang

merupakan aktivis Islam. Mereka adalah orang-orang munafik pikir Nidah.

Akhirnya ia pun menjual dirinya pada para pria. Pelacur, pilihan yang dia pikir
4

lebih menguntungkan ketimbang hanya sekedar free sex dengan teman-teman

kampusnya. 6

Novel ini memberikan pesan kepada kita para pembaca, khususnya para

orang tua agar memperhatikan pentingnya memupuk pemahaman agama Islam

yang benar sejak dini, juga pentingnya keyakinan akan pertolongan Allah SWT

kepada hamba-Nya yang sedang dirundung konflik. Meski novel ini disinyalir

mengundang kontroversi dan kecaman keras dari berbagai kalangan, namun ada

juga yang memberikan pujian karena buku ini telah memulai suatu pengungkapan

beberapa hal yang tak terungkap, menerobos tabu-tabu di mana banyak orang

yang menghindarinya. Satu hal yang paling penting adalah membongkar

kemunafikan dari sejumlah manusia yang bersembunyi di balik topeng-topeng

perjuangan agama, ideologi, dan atas nama nilai-nilai kebajikan. 7

Dari pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

membahas karya Muhidin M. Dahlan ini dengan mengangkat judul skripsi:

Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi

Pelacur!” Karya Muhidin M. Dahlan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar lebih terarah penelitian ini dibatasi pada empat sub judul dari sebelas

sub judul pembahasan yang ada dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi

Pelacur! karya Muhidin M. Dahlan yang diterbitkan oleh Scripta Manent 2006.

6
Hadi, Bedah Buku Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! Karya : Muhidin M Dahlan,
artikel diakses pada 24 Oktober 2009 dari http://hadi.staff.uns.ac.id.
7
Muhidin M. Dahlan, Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!, (Yogyakarta: Scripta
Manent, 2006), cet. ke-9, h. 259.
5

Yakni, Pengakuan Kesatu: Tuhan, Rengkuh Aku dalam Hangan Cinta-Mu!,

Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah untuk Menegakkan Hukum-hukum

Tuhan di Indonesia, Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan Imanku Disiakan, dan

Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh yang Pernah Kutahu.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:

a. Apa isi pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam novel Tuhan,

Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin M. Dahlan?

b. Apa pesan dakwah yang mendominasi isi novel Tuhan, Izinkan Aku

Menjadi Pelacur! karya Muhidin M. Dahlan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam novel

Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!.

b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam Pengakuan

Kesatu, Pengakuan Kedua, Pengakuan Keempat, dan Pengakuan

Kedelapan pada novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya

Muhidin M. Dahlan.

2) Memperoleh data tentang pesan dakwah yang mendominasi novel

tersebut.
6

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat menjadi sebuah kajian yang menarik dalam

menempatkan novel sebagai salah satu media dakwah dan menambah khazanah

serta referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang komunikasi dan

penyiaran Islam. Disamping itu, kita juga dapat menemukan pesan-pesan dakwah

yang ada pada novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin M.

Dahlan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan menambah

wawasan untuk Islam, mahasiswa dan elemen masyarakat luas serta para praktisi

dakwah dan menunjukkan bahwa setiap muslim dapat berperan aktif dalam

mengembangkan tugas dakwah melalui tulisan, salah satunya dengan hasil karya

sastra seperti novel.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi atau

disebut juga dengan content analysis yang bersifat kuantitatif. Metode tersebut

adalah untuk mengkaji pesan-pesan dalam novel yang akan menghasilkan suatu

kesimpulan tentang kecenderungan isi, tema dan lain sebagainya. Menurut

Berelson dan Kerlinger, analisis isi merupakan suatu metode untuk mempelajari

dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap


7

pesan yang nampak. 8 Sedangkan unit analisis dalam penelitian ini adalah

paragraf-paragraf yang ada pada empat sub judul pembahasan terpilih dalam

novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin M. Dahlan.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!

karya Muhidin M. Dahlan. Sedangkan objek penelitiannya adalah isi pesan yang

ada pada empat sub judul pembahasan terpilih dalam novel Tuhan, Izinkan Aku

Menjadi Pelacur! karya Muhidin M. Dahlan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu dengan membaca dan mengamati setiap paragraf

dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!.

b. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan variabel berupa catatan,

buku-buku penelitian, dakwah, komunikasi, artikel, serta data lainnya

tentang novel tersebut yang didapat dari internet.

4. Teknik Analisis Data

Analisis dilakukan dengan mengkategorisasikan setiap paragraf yang

masuk kedalam tiga kategori pesan dakwah, kemudian dianalisis untuk mencari isi

pesan dakwah apa yang terkandung didalamnya.

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam menganalisa data:

a. Melakukan kategorisasi terhadap paragraf-paragraf dalam novel

Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!. Menurut Moch. Ali Aziz dalam

8
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Perdana Media Group,
2007), cet. ke-2, h. 228.
8

bukunya yang berjudul Ilmu Dakwah, pesan dakwah terdiri dari tiga

aspek yakni akidah, syariah dan akhlak. Berdasarkan kategori tersebut,

maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

1) Akidah, yaitu tulisan-tulisan yang membahas tentang keyakinan,

kepercayaan, keimanan yang termasuk dalam rukun iman.

2) Syariah, yaitu tulisan-tulisan yang memuat tentang berbagai

aturan dan ketentuan yang berasal dari Allah SWT dan Rasulullah

SAW dalam hal ibadah dan mua’amalah. Ibadah meliputi shalat,

puasa, zakat, dan haji. Sedangkan mu’amalah berkenaan dengan

hidup antara sesama manusia seperti pernikahan, kewarisan,

pidana, peradilan, ekonomi, sosial, dan budaya.

3) Akhlak, yaitu tulisan-tulisan yang membahas tentang etika, moral,

budi pekerti manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama

manusia, dan dengan alam sekitarnya.

b. Memasukkan data kedalam lembar koding sesuai dengan kategori

yang telah ditentukan.

c. Untuk memperoleh reabilitas dan validitas kategori-kategori isi novel

dimintakan pengujian kategori kepada tiga koder atau juri untuk

mengisi lembar koding dengan beberapa kategori yang telah

ditentukan.

d. Hasil dari kesepakatan tim juri tersebut dijadikan sebagai koefisien

reabilitas dihitung dengan rumus Holsty 9 , yaitu:

9
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.
76.
9

Koefisien Reabilitas: 2M
N1 + N2

Keterangan:

2M = Nomor keputusan yang sama antar juri

N1, N2 = Jumlah item yang dibuat oleh tim juri

Setelah itu diperoleh rata-rata nilai keputusan antar juri (komposit

reabilitas), dengan menggunakan rumus:

Komposit Reabilitas: N (x antar juri)


1 + (N-1) (x antar juri)

Keterangan:

N = Jumlah juri

X = Rata-rata koefisien reabilitas antar juri

e. Kemudian dilakukan penghitungan prosentase mengenai pesan dakwah

yang dominan yang terdapat dalam novel ini, selanjutnya menganalisa

data. Prosentase pesan dakwah yang dominan dihitung dengan rumus:

P = F x 100%
N

Keterangan:

P = Prosentase

F = Frekuensi

N = Jumlah

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan mengacu pada buku Pedoman

Penulisan karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh Tim
10

Penulis: Hamid Nasuhi dkk, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

(Ciputat: CeQDA, 2007).

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skiripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan

pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Dakwah dan Komunikasi

maupun di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut

pengamatan penulis, terdapat banyak skripsi yang membahas tentang analisis isi

tetapi sampai saat ini hanya menemukan adanya judul yang serupa dengan judul

yang penulis ajukan, seperti:

Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya

Ananta Toer, ditulis oleh Toni Sultoni, 2007. Secara garis besar ia membahas

tentang pesan dakwah dan moral yang terdapat dalam novel Gadis Pantai. Metode

yang digunakan adalah kuantitatif. Ia juga menggunakan 3 koder atau juri.

Dengan kategori akidah, syariah dan akhlak. Selain itu, Toni Sultoni juga

membahas pesan dakwah yang paling dominan dimana akidah menjadi urutan

tertinggi dengan perolehan data sebanyak 38,1%, akhlak 28,6% dan syari’ah

11,2%.

Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Nomik (Novel Komik) Karya Ali

Muakhir, ditulis oleh Syajarotul Juhriyah, 2007 membahas tentang pesan dakwah

yang terdapat dalam nomik (novel komik) yaitu akidah, syariah dan akhlak,

metode yang digunakan adalah kualitatif. Novel ini pemaparannya agak berbeda

dengan yang lain karena menggunakan gambar komik. Dakwah yang disampaikan

dalam nomik (novel komik) ini menggunakan bahasa remaja sehari-hari. Selain
11

itu, ia membahas pesan dakwah yang paling dominan yaitu akidah sebanyak

52,8%, akhlak 33,10% dan syariah 23,1%.

Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Novel Di Atas Sajadah Cinta Karya

Habiburrahman El-Shirazy, ditulis oleh Zakiyah Fiddin, 2008. Skripsi ini

membahas tentang novel karya Habiburrahman El-Shirazy yaitu Di Atas Sajadah

Cinta yang terdapat 38 pembahasan, namun yang diteliti hanya dari sampel

bilangan ganjil dari 38 pembahasan maka yang diteliti hanya 19 pembahasan. Ia

menganalisisnya per bab dan per dialog. Dalam kategori pesan, Zakiyah Fiddin

membagi 3 kategori yaitu akidah, akhlak dan syariah. Metode yang digunakan

adalah kuantitatif. Dalam skripsi ini ia membahas pesan dakwah yang paling

dominan dalam novel Di Atas Sajadah Cinta yaitu akidah dengan perolehan data

sebanyak 52,63%, akhlak 26,31% dan syariah 5,26%.

Dari sekian banyak skripsi yang membahas analisis isi pesan dakwah tidak

satu pun penulis menemukan skripsi yang membahas analisis isi pesan dakwah

dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin M. Dahlan.

Dapat disimpulkan penulis ialah orang pertama yang mengangkat novel ini

sebagai subjek penelitian. Oleh karena itu, penulis mengajukan judul, Analisis Isi

Pesan Dakwah Dalam Novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! Karya

Muhidin M. Dahlan.

F. Sistematika Penulisan

Agar lebih sistematis sehingga tampak adanya gambaran yang terarah,

logis dan saling berhubungan antara satu bab dengan bab berikutnya, maka

penulisan skripsi ini disusun ke dalam 5 bagian:


12

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan

sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teori yang terdiri dari pengertian analisis isi,

pesan dakwah, pengertian novel dan jenis-jenisnya, novel

sebagai media dakwah.

BAB III : Sekilas tentang Muhidin M. Dahlan dan karya-karyanya

yang terdiri dari riwayat Muhidin M. Dahlan, karya-

karyanya, dan gambaran tentang novel Tuhan, Izinkan Aku

Menjadi Pelacur!.

BAB IV : Pesan-pesan dakwah dalam novel Tuhan, Izinkan Aku

Menjadi Pelacur!, terdiri dari Pengakuan Kesatu, Kedua,

Keempat, Kedelapan, dan pesan dakwah yang dominan

dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!.

BAB V : Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Analisis Isi

Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan

secara mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media

massa. 1 Analisis isi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik penelitian terhadap

isi atau makna pesan komunikasi berdasarkan data-data yang tersedia untuk dibuat

kesimpulannya. Analisis isi merupakan teknik penelitian untuk memperoleh

gambaran isi pesan komunikasi massa yang dilakukan secara objektif, sistematik

dan relevan secara sosiologis, uraian analisisnya boleh saja menggunakan tata cara

pengukuran kuantitatif atau kualitatif bahkan keduanya sekaligus. 2

Menurut Budd (1967), analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk

menganalisis pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan

menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang

dipilih. 3

Berelson (1952) mendefinisikan analisis isi sebagai suatu teknik penelitian

yang objektif, sistematik, dan menggambarkan secara kuantitatif isi-isi pernyataan

suatu komunikasi. Sedangkan definisi Kerlinger (1986) agak khas, yaitu: analisis

komunikasi secara sistematis, objektif, dan secara kuantitatif untuk mengukur

variabel. 4

1
Bambang Setiawan dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta:
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004), Modul 1-9, edisi ke-2, h. 7.9.
2
Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, 1993), Modul 1-9, edisi ke-2, h. 2.13.
3
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Perdana Media Group,
2007), cet. ke-2, h. 228.
4
Andi Bulaeng, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, (Yogyakarta: ANDI,
2004), h. 164 dan 171.

13
14

“Dari beberapa definisi yang telah diungkapkan di atas maka


muncullah prinsip analisis isi:
1. Prinsip sistematik
Ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis.
Periset tidak dibenarkan menganalisis hanya pada isi yang sesuai
dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi
yang telah ditetapkan untuk diriset.
2. Prinsip objektif
Hasil analisis tergantung pada prosedur riset bukan pada orangnya.
Kategori yang sama bila digunakan untuk isi yang sama dengan
prosedur yang sama, maka hasilnya harus sama, walaupun risetnya
beda.
3. Prinsip kuantitatif
Mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan
berbagai jenis isi yang didefinisikan. Diartikan juga sebagai prinsip
digunakannya metode deduktif.
4. Prinsip isi yang nyata
Yang diriset dan dianalisis adalah isi yang tersurat (tampak) bukan
makna yang dirasakan periset. Perkara hasil akhir dari analisis
nanti menunjukkan adanya sesuatu yang tersembunyi, hal itu sah-
sah saja. Namun semuanya bermula dari analisis terhadap isi yang
tampak…” 5

Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk

komunikasi. Baik surat kabar, berita, radio, televisi, iklan maupun semua bahan-

bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat

menggunakan analisis isi sebagai teknik metodologi penelitian. 6

B. Pesan Dakwah

Dalam ilmu komunikasi pesan dakwah adalah message, yaitu simbol-

simbol. Dalam literatur berbahasa Arab, pesan dakwah disebut maudlu’ al-

da’wah. Pada prinsipnya, pesan apapun dapat dijadikan sebagai pesan dakwah

selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis. Oleh sebab itu, apabila

sebuah pesan dakwah bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis tidak dapat

5
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 229.
6
Bambang Setiawan dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi, h. 7.9.
15

disebut sebagai pesan dakwah. Semua orang dapat berbicara tentang moral,

bahkan dengan mengutip ayat Al-Qur’an sekalipun. Namun, jika hal itu

dimaksudkan untuk pembenaran atau dasar bagi kepentingan nafsu semata, maka

yang demikian itu bukan termasuk pesan dakwah. Pesan dakwah pada garis

besarnya terbagi menjadi dua, yaitu pesan utama (Al-Qur’an dan hadis) dan pesan

penunjang (selain Al-Qur’an dan hadis). 7

Pesan dakwah menurut Toto Tasmara adalah “Semua pernyataan yang

bersumberkan Al-Qur’an dan sunnah baik tertulis maupun lisan dengan pesan-

pesan (risalah) tersebut”. 8 Berdasarkan temanya, pesan dakwah tidak berbeda

dengan pokok-pokok ajaran Islam. Banyak klasifikasi yang diajukan para ulama

dalam memetakan Islam. Endang Saifuddin Anshari, membagi pokok-pokok

ajaran Islam menjadi tiga bagian, yakni akidah, syariah, dan akhlak. 9

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pesan-pesan dakwah yang harus

disampaikan kepada objek dakwah (mad’u) mencakup beberapa aspek, sebagai

berikut:

1. Akidah

Menurut bahasa, akidah diambil dari kata al-‘Aqd, yaitu mengikat,

menguatkan, teguh dan mengukuhkan. Menurut istilah, akidah ialah iman yang

kuat kepada Allah dan apa yang diwajibkan berupa tauhid (meng-Esakan Allah

dalam peribadatan), beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-

Nya, Hari Akhir, takdir baik dan buruknya, dan mengimani semua cabang dari

7
Moch. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 318-319.
8
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), cet. ke-2, h.
43.
9
Moch. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 332.
16

pokok-pokok keimanan ini serta hal-hal yang masuk dalam kategorinya berupa

prinsip-prinsip agama. 10

Secara khusus akidah bersifat keyakinan bathiniyah yang mencakup rukun

iman, namun pembahasannya tidak tertuju pada masalah yang wajib diimani saja

tetapi juga masalah yang dilarang oleh Islam. 11 Misalnya, meminta bantuan

kepada selain Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisaa’

ayat 48:


☺ ☺

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia


mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.” 12

Akidah merupakan dasar bagi setiap muslim untuk memberikan arah bagi

kehidupan manusia. Akidah menjadi tema dakwah Nabi Muhammad SAW ketika

beliau pertama kali melakukan dakwah di Mekkah. Oleh karena itu, akidah

merupakan materi yang wajib disampaikan oleh para da’i, dengan memberikan

pemahaman dan pengetahuan tentang keyakinan kaum muslim terhadap

keberadaan Allah SWT dengan segala ke-Maha Kuasaan-Nya, maka akan

menambah kecintaan para objek dakwah terhadap Tuhannya, sehingga terlahir

10
Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, Cara Mudah Memahami Aqidah Sesuai Al-Qur’an,
As-Sunnah dan Pemahaman Salafush Shalih, (Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2007), cet. ke-1, h. 3.
11
Moch. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 49.
12
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah: Mujamma’ Malik
Fahd Li Thiba’at al Mush haf Assyarif, 1990), h. 126.
17

pribadi-pribadi muslim yang taat dan patuh akan perintah dan larangan Allah

SWT.

2. Syariah

Secara bahasa syariah berasal dari bahasa Arab yang berarti peraturan atau

undang-undang. Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum

dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum

demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa

dilepaskan dari akidah sebagai fondasi dan akhlak yang menjiwai dan tujuan dari

syariah itu sendiri. 13

Syariah dalam Islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir dalam

rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah, guna mengatur hubungan

antara manusia dengan tuhannya begitu pula pergaulan hidup dengan sesama

manusia. 14 Ketetapan Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan

disebut ibadah, sedangkan ketetapan yang mengatur hubungan manusia dengan

sesamanya disebut muamalah.

a. Ibadah

Ibadah secara umum meliputi segala hal yang dicintai Allah dan

diridhai-Nya, baik perkataan maupun perbuatan lahir dan batin. 15

Termasuk didalamnya thaharah, shalat, puasa, zakat, dan haji. 16

13
Forum Studi Islam, Syariah, artikel diakses pada 08 September 2010 dari
http://soni69.tripod.com/Islam/syariah.htm
14
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.
61.
15
Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, Cara Mudah Memahami Aqidah Sesuai Al-Qur’an,
As-Sunnah dan Pemahaman Salafush Shalih, h. 41.
16
Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 2001), h. 4.
18

b. Muamalah

Muamalah berarti aturan-aturan (hukum) Allah yang mengatur

hubungan manusia dengan sesama dan lingkungan sekitarnya. Kaitannya dengan

hubungan antar sesama manusia, maka dalam muamalah ini mengatur hal-hal

yang berkaitan dengan masalah ekonomi, politik, sosial, hukum, kebudayaan, dan

sebagainya. 17

3. Akhlak

Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata

khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara

terminologi, Abuddin Nata mendefinisikan akhlak adalah “Perbuatan yang telah

tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga menjadi sebuah kepribadiannya”. 18

Imam Al-Ghazali membagi akhlak menjadi dua bagian, yaitu akhlak yang

yang terpuji (akhlaqul mahmūdah) dan akhlak yang tercela (akhlaqul

madzmūmah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, dan amanah misalnya

termasuk kedalam akhlak yang terpuji. Sedangkan berbuat dzalim, berdusta,

pemarah, pendendam, kikir, dan curiga termasuk kedalam akhlak yang tercela.

Maka tentu saja akhlak yang terpuji yaitu akhlak yang diridhai oleh Allah SWT. 19

Berdasarkan ruang lingkupnya, akhlak mencakup berbagai aspek, dimulai

dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang,

tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa). Akhlak kepada Allah

diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia

sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai Pencipta. Berkenaan dengan akhlak

17
Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), edisi 1-
3, h. 2.
18
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 4.
19
Aribowo, Akhlak, artikel diakses pada 25 Maret 2010 dari
http://mediasauna.multiply.com/journal.
19

kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memujinya. Selanjutnya sikap

tersebut dilanjutkan dengan senantiasa bertawakkal kepada-Nya, yakni

menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai diri manusia.

Sedangkan akhlak terhadap sesama manusia berkaitan dengan perlakuan

seseorang terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya

dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti

fisik, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar melainkan juga sampai

kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya.

Kemudian jika bertemu saling mengucapkan salam, berkata baik, tidak

berprasangka buruk, saling memaafkan, mendo’akan, serta saling membantu.

Kemudian akhlak terhadap lingkungan yaitu hewan dan tumbuhan atau

benda-benda tak bernyawa lainnya. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-

Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.

Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan

manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengadung arti pengayoman,

pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan

penciptaannya. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa

semuanya diciptakan oleh Allah SWT., dan menjadi milik-Nya, serta semuanya

memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang

Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus

diperlakukan secara wajar dan baik. 20

20
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 149-153.
20

C. Pengertian Novel dan Jenis-jenisnya

1. Pengertian Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya

dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa

Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita". Novel lebih panjang

(setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi

keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah

novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan

sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif

tersebut. 21

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.

Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas

pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan

yaitu karya serius dan karya hiburan. 22

Menurut Abdullah Ambary novel adalah “Cerita yang menceritakan suatu

kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap

hidup atau menentukan nasibnya”. 23 Sedangkan menurut Suprapto, “Novel adalah

karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang

di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sikap pelaku”. 24

Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa novel

sebagai salah satu bentuk dari karangan fiksi yang menceritakan kejadian luar

21
Wikipedia, Pengertian Novel, artikel diakses pada 4 Maret 2010 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Novel.
22
Novel, artikel diakses pada 24 Oktober 2009 dari http://sobatbaru.blogspot.com.
23
Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung: Djantika, 1983), h. 61.
24
Suprapto, Kumpulan Istilah dan Apresiasi Sastra Bahasa Indonesia, (Surabaya: Indah,
1993), h. 53.
21

biasa dalam kehidupan seseorang dan orang-orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak setiap tokoh yang ada.

2. Jenis-jenis Novel

Menurut Mochtar Lubis yang dikutip oleh Umar Yunus, jenis-jenis novel

terdiri dari:

a. Avontur, pada jenis novel ini dipusatkan pada seorang tokoh utama,

pengalaman tokoh dimulai dari penglaman pertama diteruskan pada

pengalaman selanjutnya hingga akhir cerita. Sering rintangan datang

dari rintangan satu ke rintangan lainnya, untuk mencapai tujuan.

Biasanya novel ini mempunyai sifat romantis yang diperankan oleh

seorang wanita, juga memiliki cerita yang kronologis.

b. Psikologis, jenis novel ini lebih mengutamakan pemeriksaan

seluruhnya dari pikiran-pikiran pelaku. Berisi kupasan tentang watak,

bakat, karakter para pelakunya serta kemungkianan perkembangan

jiwa.

c. Detektif, novel jenis ini melukiskan penyelesaian suatu peristiwa atau

kejadian untuk membongkar suatu kejahatan. Dalam novel jenis ini

dibutuhkan bukti-bukti agar dapat menangkap si pembunuh dan

sebagainya.

d. Sosial, dalam novel ini perilaku pria dan wanita tenggelam dalam

masyarakat atau golongan. Persoalan ditinjau bukan dari persoalan

orang-orang sebagai individu, tetapi ditinjau melingkupi persoalan

golongan dalam masyarakat, reaksi setiap pelaku golongan terhadap


22

masalah yang timbul dan pelaku hanya dipergunakan sebagai

pendukung jalan cerita.

e. Kolektif, jenis novel ini melukiskan tentang semua aspek kehidupan

yang ada atau semua jenis novel di atas dikumpulkan menjadi satu

cerita. Novel seperti ini tidak hanya dimainkan oleh satu pemeran saja,

tetapi juga ada pemeran pendukung. 25

Sedangkan menurut Jakob Sumardjo dan Saini K.M (1986:29), jenis novel

adalah sebagai berikut:

a. Novel Percintaan

Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara

seimbang bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan.

b. Novel Petualangan

Novel petualangan sedikit sekali memasukan peranan wanita. Jika

wanita disebut dalam novel ini maka penggambarannnya kurang

berkenan. Jenis novel ini adalah bacaan pria. Karena tokoh-tokohnya

adalah pria, dan dengan sendirinya banyak masalah untuk laki-laki

yang tidak ada hubungannya dengan wanita.

c. Novel Fantasi

Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba

tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini

menggunakan karakter yang tidak realistis, setting, dan plot yang juga

tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penelitinya. 26

25
Umar Yunus, Dari Peristiwa ke Imajinasi (Jakarta: PT. Gramedia, 1985), h. 883.
26
Perpustakaan Bahasa Plus, Jenis-jenis Novel, artikel diakses pada 25 juni 2010 dari
http://elmubahasa.wordpress.com/2009/12/06/jenis-jenis-novel
23

D. Novel Sebagai Media Dakwah

Berdakwah di era informasi seperti saat ini tidak cukup jika hanya

disampaikan melalui lisan tanpa bantuan alat-alat komunikasi massa, yaitu pers

(percetakan), radio, televisi, atau film. Karena kata-kata yang terucapkan dari

manusia hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas, sedang alat-alat

komunikasi itu jangkauannya tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu.

Novel adalah alat atau media tulisan yang digunakan juru dakwah dalam

penyampaian pesan-pesan dakwah yang berbentuk karya sastra. Allah SWT

berfirman dalam surat Luqman ayat 27:



☺ ⌧

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut


(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)
nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 27

Dalam sebuah karya, utamanya novel selalu terdapat apa yang disebut

dengan pesan moral. Novel yang ceritanya berkaitan dengan aspek-aspek

kehidupan akan lebih komunikatif dengan para pembacanya, mereka seolah-olah

ikut berada dalam cerita tesebut. Bila sedang membaca terlebih lagi kisah yang

dibaca mempunyai kesamaan dengan apa yang dialaminya, maka ia akan

menangis dan tertawa sendiri. Dalam hal ini sesuai dengan makna dari kata amar

27
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 656.
24

ma’ruf nahi munkar, dengan mempengaruhi orang lain agar timbul dalam dirinya

pengertian, pengahayatan dan pengamalan ajaran agama Islam.

Dengan media dan sarana yang tersedia, maka para da’i dituntut untuk

mempunyai kemampuan berdakwah melalui berbagai aspek. Mengingat

kecenderungan umat saat ini yang sibuk dengan kegiatan masing-masing, dengan

kemampuan seorang da’i untuk menggunakan media yang ada, artinya kegiatan

dakwah tidak harus selalu diadakan dengan cara tatap muka secara langsung.

Sebagaimana kita ketahui sudah banyak orang-orang yang mampu memanfaatkan

karya sastra, terutama fiksi, sebagai media dakwah atau sarana untuk

menyampaikan atau mengekspresikan ajaran-ajaran keislaman (dakwah). Semua

itu biasanya mengandung nilai-nilai moral yang dapat kita ambil dan kita pelajari

yang kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


BAB III
SEKILAS TENTANG MUHIDIN M. DAHLAN
DAN KARYA-KARYANYA

A. Riwayat Hidup Muhidin M. Dahlan

Muhidin M. Dahlan. Biasa disapa Gus Muh. Lahir pada tengahan 1978.

Pernah aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII), Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Muhidin M. Dahlan

adalah anak muda yang berani berikrar bahwa menulis adalah pilihan hidup.

Gagal kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (Teknik Bangunan) dan IAIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta (Sejarah Peradaban Islam) membuatnya harus

mengganti orientasi hidupnya. Akhirnya keterampilan menulis artikel maupun

resensi buku di sejumlah media massa membuatnya bisa untuk mempertahankan

hidup atau untuk sekadar membeli buku.

Secara terus terang, ketika pertama kali menulis untuk buletin di

organisasinya, Pelajar Islam Indonesia (PII), Muhidin hanya memindahkan tulisan

orang lain. Praktis tulisan pertamanya itu adalah hasil rangkuman dari sejumlah

buku. Seperti penulis pemula lainnya, saat tulisan dimuat ia sangat bangga.

Beberapa istilah yang sebenarnya tidak dimengerti pun menghiasi tulisannya

sebagai bentuk gagah-gagahan. Aktivitas dan energi menulis Muhidin terus

bergelora hingga saat kuliah di Yogyakarta.

Setelah sibuk mengelola buletin kampus yang jatuh bangun karena

keterbatasan dana dan penuh intrik, Muhidin mulai merambah media massa

nasional. Tulisan pertamanya yang berupa tanggapan atas tulisan orang lain

dimuat di halaman empat koran nasional terbesar di Indonesia. Padahal, halaman

25
26

empat koran tersebut disebut-sebut kalangan penulis sebagai halaman “angker”

karena kalau mengirimkan artikel untuk halaman itu harus siap-siap untuk

menerima jawaban khasnya: “Maaf kami kesulitan tempat untuk memuat tulisan

Anda yang berjudul ... .”

Menulis adalah setali dengan aktivitas membaca. Gila baca sejak di udik

adalah dasar berharga dalam perkembangan kegiatan kreatif Muhidin. Bahkan

saat mendapatkan honor tulisan hanya sebagian kecil saja untuk biaya makan

sebagian besar dialokasikan untuk membeli buku. Cinta dan komitmennya kepada

tulis menulis dan buku menjadikan Muhidin sangat kuat menahan lapar dan derita.

Anak pelaut yang cukup pintar, nekat pergi ke kota dan berproses dengan

pergulatan kehidupan kota Pelajar. Gagal menjadi sarjana, dan menemukan buku

sebagai pelabuhan hidupnya. Maka ia pun bergumul dengan buku sejadinya.

Hingga lahir anak-anak mengagumkan yang selalu menjadi kembang

perbincangan di dunia buku. Dari tangan mudanya terlahir Mencari Cinta (2002),

Di Langit Ada Cinta (2003), Terbang Bersama Cinta (2003).

Namanya mulai diperhitungkan ketika ia memilih judul yang mendobrak:

Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! (2003). Novel tentang pencarian seorang

perempuan muda akan Tuhannya itu yang kemudian menyeretnya ke beberapa

“persidangan” umum dengan caci maki yang meruntuhkan nyali. Buku itu di

bakar sekelompok ormas Islam dan dilarang beredar. 1

Muhidin sendiri sebenarnya adalah “alumni” dari komunitas yang sangat

membenci Pancasila dan menganggap membom gereja adalah sebuah prestasi.

Tapi, ia berhasil memerdekakan diri dari belenggu indoktrinasi semacam itu.

1
Yayat R., Muhidin M. Dahlan: Anak Laut Itu Menggiring Buku, artikel diakses pada 4
Maret 2010 dari http://indonesiabuku.com
27

Berbekal kesadaran dan pencerahan yang diperolehnya, ia mulai melakukan

otokritik. Namun, Muhidin tidak hendak menyatakan kritiknya itu dengan ramai-

ramai demonstrasi di jalan. Ia memanfaatkan kekuatan dan ketajaman pena

sebagai medium penggugah kesadaran dan penyebar daya otokritik. Muhidin

menggugat dengan sastra, dengan tulisan, salah satu cara yang elegan dalam

berpolemik.

Dengan segala kontroversinya, kehadiran Muhidin dengan karya-karya

alternatifnya itu layak diapresiasi. Di tengah-tengah masyarakat yang lebih suka

memaksakan “kaca buram” untuk melihat dan menilai diri sendiri, Muhidin

membawakan semangkuk “air sastra” nan jernih yang bisa dipakai untuk berkaca

dan mengkritisi diri. 2

B. Karya-karya Muhidin M. Dahlan

Beberapa buku yang ditulis Muhidin M. Dahlan dan pernah diterbitkan

antara lain, yaitu:

1. Sosialisme Religius (Kreasi Wacana, 2000).

2. Postkolonial: Sikap Kita Terhadap Imperialisme (Jendela, 2001).

3. Amnesti: Antologi Cerpen 12 Nobelis dan 2 Begawan Sastra Lainnya

(Jalasastra, 2002).

4. Mencari Cinta (Pustaka Sufi, 2002).

5. Di Langit Ada Cinta (Pustaka Sufi, 2003).

6. Aku, Buku dan Sepotong Sajak Cinta (Scripta Manent, 2003).

7. Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! (Scripta Manent, 2003).

2
Edy Zaques, Muhidin M. Dahlan: Saya adalah Nabi Kegelapan, artikel diakses pada 11
April 2010 dari http://ezonwriting.wordpress.com
28

8. Terbang Bersama Cinta (Melibas, 2004).

9. Adam Hawa (Scripta Manent, 2005).

10. Kabar Buruk dari Langit (Scripta Manent, 2005).

Berikut ini adalah buku-buku yang ditulis bersama penulis lainnya:

1. Pledoi Sastra: Kontroversi Cerpen Langit Makin Mendung

Kipanjikusmin (Melibas, 2004).

2. Laporan dari Bawah: Sehimpunan Cerita Pendek Lekra 1950-1965

(Merakesumba, 2007).

3. Tanah Air Bahasa: Seratus jejak Pers Indonesia (Blora Institute, 2007).

4. Gugur Merah: Sehimpunan Puisi Lekra 1950-1965 (Merakesumba,

2008)

5. Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan

Harian Rakjat 1950-1965 (Merakesumba, 2008).

6. Para Penggila Buku: Seratus Catatan di Balik Buku (Indonesia Buku,

2009).

C. Gambaran Tentang Novel “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!”

Ini kisah perempuan bernama Nidah Kirani. Dia seorang muslimah yang

taat. Tubuhnya dihijabi oleh jubah dan jilbab besar. Hampir semua waktunya

dihabiskan untuk salat, baca Al-Qur’an, dan berdzikir. Dia memilih hidup yang

sufistik yang demi ghirah kezuhudannya kerap dia hanya menonsumsi roti ala

kadarnya di sebuah pesantren mahasiswa. Cita-citanya hanya satu: untuk menjadi

muslimah yaang beragama secara kaffah.


29

Tapi di tengah jalan ia diterpa badai kekecawaan. Organisasi garis keras

yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di Indonesia yang diidealkannya bisa

mengantarkan ber-Islam secara kaffah, ternyata malah merampas nalar kritis

sekaligus imannya. Setiap tanya yang dia ajukan dijawab dengan dogma yang

tertutup. Berkali-kali digugatnya kondisi itu, tapi hanya kehampaan yang hadir.

Bahkan Tuhan yang selama ini dia agung-agungkan seperti “lari dari tanggung

jawab” dan “emoh” menjawab keluhannya.

Dalam keadaan kosong itulah ia terjerembab dalam dunia hitam. Ia

melampiaskan frustasinya dengan free sex dan mengonsumsi obat-obatan

terlarang. “Aku hanya ingin Tuhan melihatku. Lihat aku Tuhan, kan kutuntaskan

pemberontakan pada-Mu!” katanya setiap kali usai bercinta yang dilakukannya

tanpa ada secuil pun raut sesal. Dari petualangan seksnya itu tersingkap topeng-

topeng kemunafikan dari para aktivis yang meniduri dan ditidurinya―baik aktivis

sayap Kiri maupun sayap Kanan (Islam)—yang selama ini lantang meneriakkan

tegaknya moralitas. Bahkan terkuak pula sisi gelap seorang dosen Kampus

Matahari Terbit Yogyakarta yang bersedia menjadi germonya dalam dunia

remang pelacuran yang ternyata merupakan anggota DPRD dari fraksi yang

selama ini bersikukuh memperjuangkan tegaknya syariat Islam di Indonesia.

Jika dilihat dari isinya novel ini tentu mengalami banyak kontroversi dan

menyulut reaksi yang berlebihan dari berbagai kalangan. Ada yang mengatakan

bahwa Muhidin berusaha menyudutkan gerakan Islam tertentu. Ada pula yang

mengatakan dia kafir dan mengusung ide-ide kufur yang sangat Marxis dengan

derajat kebencian terhadap agama yang luar biasa besarnya. 3

3
Muhidin M. Dahlan, Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!, (Yogyakarta: Scripta
Manent, 2006), cet. ke-9, h. 255.
30

Namun di sisi lain ada juga yang memberikan kritik yang proposional dan

tak disertai dengan kemarahan yang meluap-luap sebab buku ini tak ada apa-

apanya dibandingkan dengan kenyataan yang terjadi di sekeliling kita. Ada yang

berpendapat bahwa buku ini roman teologis yang memberi ajar dan memberitahu

satu hal bahwa beragama harus ikhlas supaya tidak ditimpa kekecewaan

sebagaimana yang dialami oleh tokoh yang ada dalam buku ini. Seorang psikologi

yang turut membedah buku ini bahkan mengatakan bahwa buku ini telah

memerkaya khasanah dunia psikologi ihwal kejiwaan seorang manusia ketika

bersentuhan dengan agama. 4

4
Muhidin M. Dahlan, Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!, h. 259.
BAB IV
PESAN-PESAN DAKWAH
DALAM NOVEL “TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR!”
KARYA MUHIDIN M. DAHLAN

A. Pesan-Pesan Dakwah dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi

Pelacur!” Karya Muhidin M. Dahlan

Kategori pesan dakwah yang terkandung dalam novel Tuhan, Izinkan Aku

Menjadi Pelacur! adalah akidah, syariah dan akhlak. Sedangkan pada setiap

kategori dibagi dalam beberapa sub kategori. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di

bawah ini:

Tabel 1
Kategori Pesan Dakwah
dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!”
No. Kategori Sub Kategori
a. Iman Kepada Allah
b. Iman Kepada Malaikat
c. Iman Kepada Kitab
1. Akidah
d. Iman Kepada Rasul
e. Iman Kepada Hari Kiamat
f. Iman Kepada Qadha dan Qadar
a. Ibadah
2. Syariah
b. Muamalah
a. Mahmudah
3. Akhlak
b. Madzmumah

Pada novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! ini terdapat 11 sub judul,

namun yang dijadikan objek penelitian hanya 4 sub judul. Berikut ini adalah sub

judul yang diteliti:

31
32

Tabel 2
Sub Judul yang Diteliti dalam Novel
“Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!”
Urutan Jumlah
No. Sub Judul Cerita
Sub Judul Pargaraf
Pengakuan Kesatu: Tuhan, Rengkuh Aku
1. 1 62
dalam Hangat Cinta-Mu!
Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah
2. 2 untuk Menegakkan Hukum-hukum 49
Tuhan di Indonesia
Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan
3. 4 35
Imanku Disiakan
Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah
4. 8 26
adalah Ide Teraneh yang Pernah Kutahu

Dari semua sub judul di atas diteliti pesan-pesan dakwah yang terkandung

dalam setiap sub judul tersebut dengan kategori dan sub kategori yang telah

dibuat, dan narasi yang diteliti dalam novel tersebut berbentuk paragraf.

Untuk memperoleh reabilitas dan validitas kategori isi pesan dakwah

dalam Pengakuan Kesatu, Pengakuan Kedua, Pengakuan Keempat, dan

Pengakuan Kedelapan dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!,

diadakan pengujian kategori pada tiga orang juri atau koder yang dipilih dari

orang yang dipandang kredibel dan mampu memberikan penilaian secara objektif.

Hasil dari kesepakatan tim juri tersebut dijadikan sebagai koefisien reabilitas.

Berikut ini adalah tabel dari hasil kesepakatan antar juri pada sub judul pertama:

1. “Pengakuan Kesatu: Tuhan, Rengkuh Aku dalam Hangat Cinta-Mu!”

Tabel 3
Koefisien Reabilitas Kesepakatan
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
Ke 1 & 2 62 53 9 0,85
Ke 1 & 3 62 60 2 0,97
Ke 2 & 3 62 53 9 0,85
33

Dari tabel di atas menunjukkan kesepakatan antar juri 1 & 2 sebesar 0,85

(itu berarti menunujukkan kesepakatan yang sangat tinggi antar kedua juri).

Kesepakatan antar juri 1 & 3 sebesar 0,97 (itu berarti menunjukkan kesepakatan

yang sangat tinggi antar kedua juri), dan kesepakatan antar juri 2 & 3 sebesar 0,85

(itu berarti menunujukkan kesepakatan yang sangat tinggi antar kedua juri).

Kemudian untuk menghitung rata-rata perbandingan nilai kesepakatan

antar juri tersebut dihitung dengan rumus komposit reabilitas yang ada pada bab

sebelumnya. Dari hasil yang ditemukan bahwa rata-rata tingkat kesepakatan antar

juri untuk sub judul yang pertama yaitu sebesar 0,96, itu berarti terjadi tingkat

kesepakatan yang sangat tinggi diantara para juri.

Setelah dilakukan penghitungan reabilitas terhadap tiga juri atas kategori-

kategori yang telah dibuat, selanjutnya paragraf-paragraf yang mengandung pesan

dakwah dihitung untuk mengetahui jumlah frekuensi sehingga dapat ditarik

kesimpulan kecenderungan isi pesan dakwah dalam sub judul Pengakuan Kesatu:

Tuhan, Rengkuh Aku dalam Hangat Cinta-Mu!. Berikut ini adalah hasil

prosentase dari ketiga kategori pesan dakwah yang telah dihitung:

Tabel 4
Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul
“Pengakuan Kesatu: Tuhan, Rengkuh Aku dalam Hangat Cinta-Mu!”
No. Kategorisasi Frekuensi Prosentase
1. Akidah 11 0,18
2. Syariah 34 0,55
3. Akhlak 17 0,27
Total 62 100
34

Dalam sub judul yang pertama ini pesan syariah memperoleh hasil

tertinggi sebanyak 0,55%, selanjutnya pesan sebanyak akhlak 0,27% dan urutan

terakhir pesan akidah sebanyak 0,18%.

Pada sub judul ini mengisahkan tentang seorang wanita muslimah yang

ghirah keagamaannya sedang tumbuh. Cita-citanya hanya satu, yakni menjadi

muslimah yang memeluk Islam secara kaffah. Keinginannya seolah terjawab

dengan kehadiran sosok laki-laki yang bernama Dahiri, ia adalah salah seorang

teman dalam kelompok pengajiannya. Dari temannya yang bernama Dahiri inilah

Nidah mengetahui bahwa ada satu jemaah yang mempunyai misi suci, yaitu

menyelamatkan akidah keislaman umat Islam di Indonesia dan membuatkan

wadah yang suci bagi kemaslahatan hidup mereka.

Singkat cerita, setelah beberapa pertemuan mendengarkan penjelasan dari

temannya yang baru dikenal itu akhirnya Nidah memutuskan untuk ikut

bergabung dalam jemaah tersebut. Rupanya Nidah tidak ingin menyia-nyiakan

kesempatan mulia ini, setiap hari aktivitasnya diisi dengan beribadah. Ia pun

dengan segala ketotalan hatinya memasrahkan diri sepenuhnya kepada Allah,

ayat-ayat-Nya, hukum-hukum-Nya, di bawah pimpinan seorang khalifah.

Berikut ini adalah salah satu kutipan pargraf yang ada pada sub judul

Pengakuan Kesatu: Tuhan, Rengkuh Aku dalam Hangat Cinta-Mu!:

Setotal doktrin yang ia semburkan ke wajah ke hatiku, setotal itu pula aku
berubah. Aku seperti duplikat Mbak Rahmi di Pondok Ki Ageng. Sehari-hari
dalam aktivitasku kuisi dengan membaca Alquran lengkap dengan
terjemahannya. Kujalani ritual salat dengan mantap. Hampir seluruh waktuku
kuhabiskan untuk salat. Bukan Cuma yang wajib, tapi juga yang sunat, seperti
rawatib dan lain sebagainya. Paginya aku dipastikan menghadap Allah dalam
salat dhuha sambil menunggu dzuhur menjelang. Malamnya kudirikan tulang-
tulangku dalam tahajud kepada-Nya. Bermalam-malam begitu yang membuat
mataku sembab oleh tangis ibadah dan kerinduan kepada Allah. (h. 41, prg. 34)
35

Dari paragraf di atas tokoh utama dari novel ini memahami betul

bagaimana seharusnya mempersiapkan mental untuk menghadapi tugas yang

berat, yakni berdakwah kepada orang lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh

Nabi SAW., Nidah memperdalam pemahamannya tentang Al-Qur’an. Disamping

itu ia juga meningkatkan prestasinya dalam menjalankan salat.

Menurut sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Imran

bin Hushain, ia berkata:

‫ اﻦاﻠﺼﻼة ﺗﻨﻬﻰ ﻋﻦاﻠﻓﺧﺸﺎﺀ واﻠﻣﻨآر‬: ‫ﺴﺋل اﻠﻨﺑﻲﺼﻟﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻟﻢ ﻋﻦ ﻗﻮﻞاﷲ‬

Artinya: “Nabi SAW., pernah ditanya oleh seseorang tentang tafsir


ayat: ‘sesungguhnya salat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.’”

Dari kutipan Hadis di atas maka jelaslah bahwa salat akan menjadi

benteng bagi diri kita, agar tehindar dari perbuatan keji, seperti berzina,

merampok, merugikan orang lain, berdusta, menipu dan segala perbuatan munkar

lainnya. Maka salat yang dikerjakan dengan khusyu’ akan melatih kita untuk

selalu zikir, yaitu selalu ingat kepada Allah. 1

2. “Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah untuk Menegakkan

Hukum-hukum Tuhan di Indonesia”

Berikut ini adalah tabel dari hasil kesepakatan antar juri pada sub judul

kedua:

Tabel 5
Koefisien Reabilitas Kesepakatan
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
Ke 1 & 2 49 36 13 0,73
Ke 1 & 3 49 4 8 0,84
Ke 2 & 3 49 35 14 0,71

1
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ 21, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), h. 3.
36

Dari tabel di atas menunjukkan kesepakatan antar juri 1 & 2 sebesar 0,73

(itu berarti menunujukkan kesepakatan cukup tinggi antar kedua juri).

Kesepakatan antar juri 1 & 3 sebesar 0,84 (itu berarti menunjukkan kesepakatan

yang sangat tinggi antar kedua juri), dan kesepakatan antar juri 2 & 3 sebesar 0,71

(itu berarti menunujukkan kesepakatan yang cukup tinggi antar kedua juri).

Kemudian untuk menghitung rata-rata perbandingan nilai kesepakatan

antar juri tersebut dihitung dengan rumus komposit reabilitas yang ada pada bab

sebelumnya. Dari hasil yang ditemukan bahwa rata-rata tingkat kesepakatan antar

juri untuk sub judul yang pertama yaitu sebesar 0,90, itu berarti terjadi tingkat

kesepakatan yang sangat tinggi diantara para juri.

Setelah dilakukan penghitungan reabilitas terhadap tiga juri atas kategori-

kategori yang telah dibuat, selanjutnya paragraf-paragraf yang mengandung pesan

dakwah dihitung untuk mengetahui jumlah frekuensi sehingga dapat ditarik

kesimpulan kecenderungan isi pesan dakwah dalam sub judul Pengakuan Kedua:

Kupilih Jalan Dakwah untuk Menegakkan Hukum-hukum Tuhan di Indonesia.

Berikut ini adalah hasil prosentase dari ketiga kategori pesan dakwah yang telah

dihitung:

Tabel 6
Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul
“Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah untuk Menegakkan Hukum-
hukum Tuhan di Indonesia”
No. Kategorisasi Frekuensi Prosentase
1. Akidah 6 0,12
2. Syariah 22 0,45
3. Akhlak 21 0,43
Total 49 100
37

Dalam sub judul kedua ini pesan syariah kembali menjadi pesan dakwah

yang memperoleh proesentase tertinggi sebanyak 0,45%, selanjutnya pesan akhlak

sebanyak 0,43% dan pesan akidah sebanyak 0,12%.

Pada sub judul yang kedua ini menceritakan tentang kepindahan Nidah

dari pondok pesantren ke pos jemaah yang baru ia masuki. Awalnya setelah

memutuskan untuk pindah, Nidah merasakan semangat yang sangat menggebu-

gebu dan berharap dapat menemukan banyak hal baru yang akan menambah nilai

ibadahnya. Namun, yang ia dapati bertolak belakang dengan apa yang selama ini

dibayangkan, para jemaah di sana jauh dari semangat perjuangan bahkan

ibadahnya sangat biasa. Terbawa suasana dan lingkungan pos jemaah, ibadah

Nidah kian menurun. Ditengah kebingungannya ia memutuskan untuk pindah ke

pos jemaah lainnya, tapi keadaan di sana pun sama buruknya bahkan membuat sisi

sufistik dalam dirinya yang susah payah ia bangun mulai pudar.

Karena menyempitnya ruang dakwah dan hambarnya sisi sufistik di pos

barunya, Nidah memilih rutin mudik ke kampung halamannya di Wonosari.

Melihat kampungnya yang tandus dan warga yang jauh dari agama, Nidah

tergugah untuk memperbaiki keadaan kampungnya. Ia mengisi pengajian di

masjid, menanamkan semangat juang untuk membangun negara Islam di bumi

Indonesia dan mendoktrin jemaahnya dengan doktrin yang ia dapat dari pos

jemaah, terutama para remaja. Pada awalnya semua berjalan lancar, tapi tak lama

warga sekitarnya merasa terganggu atas kehadirannya dan menganggap Nidah

membawa ajaran sesat. Alhasil Nidah diusir dari kampungnya. Karena peristiwa

itu, para petinggi jemaah mengungsikan Nidah dari pos jemaahn ke sebuah kost-

kostan.
38

Berikut ini adalah salah satu kutipan paragraf yang ada pada sub judul

Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah untuk Menegakkan Hukum-hukum

Tuhan di Indonesia:

Khatam juga aku membacai dan memahaminya. Lalu apa lagi yang akan
kulakukan? Aku ingin sekali berdiskusi dan bertukar pikir, tapi dengan siapa.
Sepertinya orang-orang sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Karena tidak
ada diskusi yang intensif, aku pun memperkuat ibadahku—tepatnya
mempertahankan prestasi ibadah yang telah kucapai sebelumnya di Pondok Ki
Ageng. Begitu setiap harinya. (h. 59, prg. 67)

3. “Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan Imanku Disiakan”

Berikut ini adalah tabel dari hasil kesepakatan antar juri pada sub judul

ketiga:

Tabel 7
Koefisien Reabilitas Kesepakatan
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
Ke 1 & 2 35 27 4 0,77
Ke 1 & 3 35 32 3 0,91
Ke 2 & 3 35 27 4 0,77

Dari tabel di atas menunjukkan kesepakatan antar juri 1 & 2 sebesar 0,77

(itu berarti menunujukkan kesepakatan yang tinggi antar kedua juri). Kesepakatan

antar juri 1 & 3 sebesar 0,91 (itu berarti menunjukkan kesepakatan yang sangat

tinggi antar kedua juri), dan kesepakatan antar juri 2 & 3 sebesar 0,77 (itu berarti

menunujukkan kesepakatan yang tinggi antar kedua juri).

Kemudian untuk menghitung rata-rata perbandingan nilai kesepakatan

antar juri tersebut dihitung dengan rumus komposit reabilitas yang ada pada bab

sebelumnya. Dari hasil yang ditemukan bahwa rata-rata tingkat kesepakatan antar

juri untuk sub judul yang pertama yaitu sebesar 0,93, itu berarti terjadi tingkat

kesepakatan yang sangat tinggi diantara para juri.


39

Pada sub judul ketiga dilakukan penghitungan reabilitas terhadap tiga juri

atas kategori-kategori yang telah dibuat, selanjutnya paragraf-paragraf yang

mengandung pesan dakwah dihitung untuk mengetahui jumlah frekuensi sehingga

dapat ditarik kesimpulan kecenderungan isi pesan dakwah dalam sub judul

Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan Imanku Disiakan. Berikut ini adalah hasil

prosentase dari ketiga kategori pesan dakwah yang telah dihitung:

Tabel 8
Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul
“Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan Imanku Disiakan”
No. Kategorisasi Frekuensi Prosentase
1. Akidah 9 0,26
2. Syariah 2 0,06
3. Akhlak 24 0,68
Total 35 100

Dalam sub judul ketiga ini pesan akhlak menjadi urutan tertinggi dengan

prosentase sebanyak 0,68%, selanjutnya akidah sebanyak 0,26% dan syariah

sebanyak 0,06%.

Pada sub judul ketiga ini menceritakan tentang keterpukulan Nidah setelah

pengusiran dan kepindahan yang dialaminya. Ia merasa apa yang ia dapat

sekarang tidak sepadan dengan apa yang telah dilakukan, semua usahanya sia-sia.

Ia terjebak dalam pikiran yang semeraut, entah siapa yang harus disalahkan atas

apa yang ia alami saat ini. Setelah lama berseteru dengan pikirannya, ia

memutuskan bahwa penyebab semua ini adalah tuhannya. Kini Nidah mulai

meninggalkan semua keyakinannya dan berpaling dari tuhan.


40

Ditengah kegalauan hatinya, datang Hudan si pengedar narkotika. Orang

yang dahulu selalu ia kecam jalan hidupnya sebagai manusia terkutuk, tapi kini

Hudan menjadi teman baiknya. Teman yang mengenalkan dunia malam dan

jalanan, dunia baru dalam sejarah kehidupan Nidah.

Berikut ini adalah salah satu kutipan paragraf yang ada pada sub judul

Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan Imanku Disiakan:

“Tuhan, kenapa aku Kau perlakukan seperti ini. Kamu tahu betapa aku
bersungguh-sungguh berniat untuk menjadi hamba. Lihatlah Kau apa yang
kulakukan selama ini. Aku telah berinfaq sedemikian banyak. Bahkan lebih besar
dari yang lain-lain di jalan yang Kau ridhai. Kalau malam aku dirikan salat. Itu
semua kutunjukkan untuk mengabdi kepada-Mu semata. Tapi mengapa itu semua
harus berujung dengan kekecewaan.” (h. 100, prg. 122)

Hikmah yang dapat kita ambil dari paragraf di atas yaitu, ketika kita

mengalami kekecewaan atas kondisi yang sebenarnya tidak diinginkan maka

jangan tiba-tiba menyalahkan kuasa Tuhan. Perlu disadari bahwa sebagai

manusia, kita harus lebih banyak intropeksi diri atas segala perilaku yang telah

diperbuat. Kita juga diingatkan untuk selalu berserah diri kepada Allah dan

memohon ampun kepada-Nya.

4. “Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh yang

Pernah Kutahu”

Berikut ini adalah tabel dari hasil kesepakatan antar juri pada sub judul

keempat:

Tabel 9
Koefisien Reabilitas Kesepakatan
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
Ke 1 & 2 26 26 0 1
Ke 1 & 3 26 24 2 0,92
Ke 2 & 3 26 24 2 0,92
41

Dari tabel di atas menunjukkan kesepakatan antar juri 1 & 2 sebesar 1 (itu

berarti menunujukkan kesepakatan yang sangat tinggi antar kedua juri).

Kesepakatan antar juri 1 & 3 sebesar 0,92 (itu berarti menunjukkan kesepakatan

yang sangat tinggi antar kedua juri), dan kesepakatan antar juri 2 & 3 sebesar 0,92

(itu berarti menunujukkan kesepakatan yang sangat tinggi antar kedua juri).

Kemudian untuk menghitung rata-rata perbandingan nilai kesepakatan

antar juri tersebut dihitung dengan rumus komposit reabilitas yang ada pada bab

sebelumnya. Dari hasil yang ditemukan bahwa rata-rata tingkat kesepakatan antar

juri untuk sub judul yang pertama yaitu sebesar 0,98, itu berarti terjadi tingkat

kesepakatan yang sangat tinggi diantara para juri.

Selanjutnya ada sub judul keempat pun dilakukan penghitungan reabilitas

terhadap tiga juri atas kategori-kategori yang telah dibuat, selanjutnya paragraf-

paragraf yang mengandung pesan dakwah dihitung untuk mengetahui jumlah

frekuensi sehingga dapat ditarik kesimpulan kecenderungan isi pesan dakwah

dalam sub judul Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh yang

Pernah Kutahu. Berikut ini adalah hasil prosentase dari ketiga kategori pesan

dakwah yang telah dihitung:

Tabel 10
Hasil Prosentase Data dalam Sub Judul
“Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh yang
Pernah Kutahu”
No. Kategorisasi Frekuensi Prosentase
1. Akidah 2 0,08
2. Syariah 11 0,42
3. Akhlak 13 0,5
Total 26 100
42

Dalam sub judul yang terakhir ini pesan akhlak kembali menjadi posisi

tertinggi dengan prosentase sebanyak 0,5%, selanjutnya pesan syariah 0,42% dan

pesan akidah 0,08%.

Dalam sub judul keempat ini menceritakan tentang kehidupan baru Nidah

yang menyeretnya jauh dari kebaikan. Terlebih setelah Nidah mengenal Didi,

darinya Nidah mengenal pergaulan bebas (free sex). Nidah mulai terbiasa jatuh

dari pelukan satu pria ke pria lainnya, dari satu losmen ke losmen lainnya. Setelah

lama menjalin hubungan dengan Didi, teman yang pernah Nidah kencani tersebut,

Didi memaksa Nidah untuk menikah dengannya. Tapi Nidah menolak karena

menurutnya menikah hanya akan menghapus kebebasannya dalam bergaul.

Karena ajakannya ditolak, maka Didi mengadukan Nidah pada orang tuanya, ia

menuturkan bahwa Nidah telah terlibat dalam free sex. Tak lama setelah

pengaduan Didi itu, ayah Nidah meninggal dunia. Sempat terbesit perasaan

bersalah di hati Nidah, tapi itu tidak berlangsung lama karena menurunya,

kematian itu sudah takdir dan tak harus ditangisi berlebihan.

Berikut ini adalah salah satu kutipan pargraf yang ada pada sub judul

Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh yang Pernah Kutahu:

Dengan ketakutan aku mundur dan menyandar di dinding. Tapi Didi


mengejarku dan terus mendekatiku. Dari matanya yang merah, aku melihat bara.
Ada lidah dendam yang mengesumat dari sinarannya. Kedua tangannya
menangkap tanganku, menelikungnya, dan dengan cepat tangan kanannya
mencekikku. Aku meronta. Tapi dia tak melepaskan cekikannya. (h. 202, prg. 166)

Perilaku kasar yang dilakukan Didi terhadap Nidah sebaiknya jangan

ditiru, karena pada saat kita marah sesungguhnya setan sedang menguasai diri

kita. Oleh sebab itu, ketika sedang marah atau merasa kesal terhadap perilaku
43

seseorang sebaiknya kita bersabar dan memaafkannya, karena itu adalah sikap

yang dianjurkan dan niscaya Allah akan menyangi orang yang berbuat baik.

B. Pesan Dakwah yang Dominan dalam Novel “Tuhan, Izinkan Aku

Menjadi Pelacur!”

Berdasarkan perolehan data-data di atas, maka dapat diketahui bahwa

pesan-pesan yang dominan dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! ini

yaitu: pertama, pada sub judul Pengakuan Kesatu: Tuhan, Rengkuh Aku dalam

Hangat Cinta-Mu! syariah menjadi pesan dakwah yang dominan dengan

prosentase tertinggi sebanyak 0,55%, selanjutnya pesan akhlak sebanyak 0,27%

dan urutan terakhir pesan akidah sebanyak 0,18%. Kedua, pada sub judul

Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah untuk Menegakkan Hukum-hukum

Tuhan di Indonesia pesan syariah kembali menjadi pesan dakwah yang

memperoleh proesentase tertinggi sebanyak 0,45%, selanjutnya pesan akhlak

sebanyak 0,43% dan pesan akidah sebanyak 0,12%.

Ketiga, pada sub judul Pengakuan Keempat: Ketika Nalar dan Imanku

Disiakan pesan akhlak menjadi urutan tertinggi dengan prosentase sebanyak

0,68%, selanjutnya akidah sebanyak 0,26% dan syariah sebanyak 0,06%.

Keempat, pada sub judul Pengakuan Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh

yang Pernah Kutahu pesan akhlak kembali mendominasi memperoleh prosentase

tertinggi sebanyak 0,5%, selanjutnya pesan syariah 0,42% dan pesan akidah

0,08%.

Kemudian berdasarkan hasil pengolahan data dari keseluruhan sub judul

yang diteliti, maka dapat diketahui pesan dakwah yang dominan dalam novel ini
44

adalah pesan akhlak yaitu dengan perolehan data sebanyak 0,44% termasuk

didalamnya akhlak mahmudah 0,09% dan akhlak madzmumah 0,34%. Sedangkan

pesan syariah sebanyak 0,40% termasuk didalamnya ibadah 0,05% dan muamalah

0,35%. Kemudian pesan akidah sebanyak 0,16% termasuk didalamnya iman

kepada Allah 0,05%, iman kepada kitab 0,02% dan iman kepada Qadha dan Qadar

0,09 %.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menjelaskan dan menganalisa data yang telah dikemukakan pada

bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! Mengandung nilai

pesan dakwah diantarnya pesan akidah, syariah dan akhlak. Isi pesan yang

diteliti dalam novel tersebut adalah berbentuk paragraf. Dari kategori

pesan yang telah disebutkan terdapat sub kategori diantaranya yaitu: pesan

akidah meliputi iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada

kitab, iman kepada rasul dan iman kepada hari kiamat dan iman kepada

Qadha dan Qadar. Namun, setelah melakukan penelitian pada sub kategori

akidah pesan dakwah yang ditemukan hanya iman kepada Allah, iman

kepada kitab, dan iman kepada Qadha dan Qadar. Pesan syariah meliputi:

ibadah dan muamalah. Kemudian pesan akhlak meliputi: akhlak

mahmudah dan madzmumah.

2. Dari kategori yang terdapat dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi

Pelacur! maka dapat diketahui pesan-pesan yang dominan dari sub judul

yang diteliti, yaitu: pertama, pada sub judul Pengakuan Kesatu: Tuhan,

Rengkuh Aku dalam Hangat Cinta-Mu! syariah menjadi pesan dakwah

yang dominan dengan prosentase tertinggi sebanyak 0,55%, selanjutnya

pesan akhlak sebanyak 0,27% dan urutan terakhir pesan akidah sebanyak

0,18%. Kedua, pada sub judul Pengakuan Kedua: Kupilih Jalan Dakwah

untuk Menegakkan Hukum-hukum Tuhan di Indonesia pesan syariah

45
46

kembali menjadi pesan dakwah yang memperoleh proesentase tertinggi

sebanyak 0,45%, selanjutnya pesan akhlak sebanyak 0,43% dan pesan

akidah sebanyak 0,12%. Ketiga, pada sub judul Pengakuan Keempat:

Ketika Nalar dan Imanku Disiakan pesan akhlak menjadi urutan tertinggi

dengan prosentase sebanyak 0,68%, selanjutnya akidah sebanyak 0,26%

dan syariah sebanyak 0,06%. Keempat, pada sub judul Pengakuan

Kedelapan: Sebab Nikah adalah Ide Teraneh yang Pernah Kutahu pesan

akhlak kembali mendominasi memperoleh prosentase tertinggi sebanyak

0,5%, selanjutnya pesan syariah 0,42% dan pesan akidah 0,08%.

3. Berdasarkan hasil pengolahan data dari keseluruhan sub judul yang diteliti,

maka dapat diketahui pesan dakwah yang dominan dalam novel ini adalah

pesan akhlak menjadi urutan tertinggi dan dominan dengan perolehan data

sebanyak 0,44%, termasuk didalamnya akhlak mahmudah 0,09% dan

akhlak madzmumah 0,34%. Diikuti oleh pesan syariah dengan perolehan

data sebanyak 0,40%, termasuk didalamnya ibadah 0,05% dan muamalah

0,35%. Selanjutnya pesan akidah dengan perolehan data 0,16%, termasuk

didalamnya iman kepada Allah 0,05%, iman kepada kitab 0,02% dan iman

kepada Qadha dan Qadar 0,09%.

B. Saran

Adapun saran-saran yang ingin disampaikan adalah:

1. Bagi pengarang, diharapkan dapat menyelesaikan studinya di perguruan

tinggi agar mampu menghasilkan karya yang bijaksana. Bukan hanya dari

sisi kontradiksi tapi juga dibarengi dengan pesan-pesan moral dan dakwah,
47

supaya bisa menghidupkan kembali semangat kaum muslimin yang nilai-

nilai keagamaannya semakin terkikis oleh jaman. Semoga semangat

berkarya selalu mengiri. Jangan pernah ragu untuk melahirkan karya-karya

bernuansa ke-Islaman, karena hal itu merupakan bagian dari dakwah

melalui tulisan.

2. Bagi pembaca novel, hendaknya tidak menjadikan novel sebagai hiburan

semata, namun mempelajari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,

kemudian diambil hikmahnya agar dapat diamalkan dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, ini saatnya

meningkatkan minat baca dan ketertarikan terhadap karya sastra. Maka

untuk mewujudkannya dapat mengadakan kajian sastra, terutama hasil

karya dari penulis muslim.


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU
Ali Aziz, Moch., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009)

Ambary, Abdullah, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung: Djantika, 1983)

Aziz, Abdullah bin Abdul al-Jibrin, Cara Mudah Memahami Aqidah Sesuai
Al-Qur’an, As-Sunnah dan Pemahaman Salafush Shalih, (Jakarta:
Pustaka At-Tazkia, 2007), cet. ke-1

Bulaeng, Andi, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, (Yogyakarta:


ANDI, 2004)

Dahlan, Muhidin M., “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!”, (Yogyakarta:


Scripta Manent, 2006), cet. ke-9

Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah: Mujamma’


Malik Fahd Li Thiba’at al Mush haf Assyarif, 1990)

Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ 21, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988)

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press,


2006)

Kasman, Suf, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-prinsip Da’wah Bi


Al-Qalam dalam Al-Qur’an, (Bandung: Teraju, 2004)

Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Perdana


Media Group, 2007), cet. ke-2

Muchlisin Asti, Badiatul, Berdakwah Dengan Menulis Buku, (Bandung:


Media Qalbu, 2004)

Nasution, Harun, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,


1992)

Nasution, Lahmuddin, Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 2001)

Nasution, Zulkarimein, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Pusat


Penerbitan Universitas Terbuka, 1993), Modul 1-9, edisi ke-2

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)

48
49

Setiawan dan Ahmad Muntaha, Bambang, Metode Penelitian Komunikasi,


(Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004), Modul 1-9, edisi
ke-2

Suhendi, Hendi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
edisi 1-3

Suprapto, Kumpulan Istilah dan Apresiasi Sastra Bahasa Indonesia,


(Surabaya: Indah, 1993)

Syukir, Asmuni, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,


1983)

Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),


cet. ke-2

Yunus, Umar, Dari Peristiwa ke Imajinasi (Jakarta: PT. Gramedia, 1985)

Zaidallah, A. Imam, Strategi Dakwah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. ke-1

B. WEBSITE
Aribowo, Akhlak, artikel diakses pada 25 Maret 2010 dari
http://mediasauna.multiply.com/journal

Hadi, Bedah Buku Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! Karya: Muhidin M
Dahlan, artikel diakses pada 24 Oktober 2009 dari
http://hadi.staff.uns.ac.id

Novel, artikel diakses pada 24 Oktober 2009 dari


http://sobatbaru.blogspot.com

Perpustakaan Bahasa Plus, Jenis-jenis Novel, artikel diakses pada 25 juni 2010
dari http://elmubahasa.wordpress.com/2009/12/06/jenis-jenis-novel

Sumaryadi Ramadhan, Nugraha, Media Dakwah Islam, artikel diakses pada 25


Maret 2010 dari http://noe2xpoenya.blogspot.com/2009/05/media-
dakwah-islam.html

Wikipedia, Pengertian Novel, artikel diakses pada 4 Maret 2010 dari


http://id.wikipedia.org/wiki/Novel

Yayat R., Muhidin M. Dahlan: Anak Laut Itu Menggiring Buku, artikel
diakses pada 4 Maret 2010 dari http://indonesiabuku.com

Zaques, Edy, Muhidin M. Dahlan: Saya adalah Nabi Kegelapan, artikel


diakses pada 11 April 2010 dari http://ezonwriting.wordpress.com
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Sisilia Yuliaty Hariputri


Tempat/ tanggal lahir : Sukabumi, 10 Juli 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kaum II RT 02/ 03 No. 473 Cicurug Sukabumi
Jawa Barat 43359
Telepon : 085692206725/ (0266) 733593

Riwayat Pendidikan :
• 2006 – Sekarang S1 Komunikasi dan Penyiaran Islam, FIDIK – UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
• 2002 – 2005 MA Daarul ‘Uluum Lido Bogor
• 1999 – 2002 MTs Daarul ‘Uluum Lido Bogor
• 1993 – 1999 SDN 3 Cicurug
Lampiran 2
Tabel yang menunjukkan tingkat kesepakatan antar juri:
Tabel 11
Tingkat Kesepakatan antar Juri
Kategorisasi
Item Akidah Syari’ah Akhlak
Juri 1 Juri 2 Juri 3 Juri 1 Juri 2 Juri 3 Juri 1 Juri 2 Juri 3
1. 9 9 9
2. 9 9 9
3. 9 9 9
4. 9 9 9
5. 9 9 9
6. 9 9 9
7. 9 9 9
8. 9 9 9
9. 9 9 9
10. 9 9 9
11. 9 9 9
12. 9 9 9
13. 9 9 9
14. 9 9 9
15. 9 9 9
16. 9 9 9
17. 9 9 9
18. 9 9 9
19. 9 9 9
20. 9 9 9
21. 9 9 9
22. 9 9 9
23. 9 9 9
24. 9 9 9
25. 9 9 9
26. 9 9 9
27. 9 9 9
28. 9 9 9
29. 9 9 9
30. 9 9 9
31 9 9 9
32. 9 9 9
33. 9 9 9
34. 9 9 9
35. 9 9 9
36. 9 9 9
37. 9 9 9
38. 9 9 9
39. 9 9 9
40. 9 9 9
41. 9 9 9
42. 9 9 9
43. 9 9 9
44. 9 9 9
45. 9 9 9
46. 9 9 9
47. 9 9 9
48. 9 9 9
49. 9 9 9
50. 9 9 9
51. 9 9 9
52. 9 9 9
53. 9 9 9
54. 9 9 9
55. 9 9 9
56. 9 9 9
57. 9 9 9
58. 9 9 9
59. 9 9 9
60. 9 9 9
61. 9 9 9
62. 9 9 9
63. 9 9 9
64 9 9 9
65. 9 9 9
66. 9 9 9
67. 9 9 9
68. 9 9 9
69. 9 9 9
70. 9 9 9
71. 9 9 9
72. 9 9 9
73. 9 9 9
74. 9 9 9
75. 9 9 9
76. 9 9 9
77. 9 9 9
78. 9 9 9
79. 9 9 9
80. 9 9 9
81. 9 9 9
82. 9 9 9
83. 9 9 9

84. 9 9 9
85. 9 9 9
86. 9 9 9
87. 9 9 9
88. 9 9 9
89. 9 9 9
90. 9 9 9
91. 9 9 9
92. 9 9 9
93. 9 9 9
94. 9 9 9
95. 9 9 9
96. 9 9 9
97. 9 9 9
98. 9 9 9
99. 9 9 9
100. 9 9 9
101. 9 9 9
102. 9 9 9
103. 9 9 9
104. 9 9 9
105. 9 9 9
106. 9 9 9
107. 9 9 9
108. 9 9 9
109. 9 9 9
110. 9 9 9
111. 9 9 9
112. 9 9 9
113. 9 9 9
114. 9 9 9
115. 9 9 9
116. 9 9 9
117. 9 9 9
118. 9 9 9
119. 9 9 9
120. 9 9 9
121. 9 9 9
122. 9 9 9
123. 9 9 9
124. 9 9 9
125. 9 9 9
126. 9 9 9
127. 9 9 9
128. 9 9 9
129. 9 9 9
130. 9 9 9
131. 9 9 9
132. 9 9 9
133. 9 9 9
134. 9 9 9
135. 9 9 9
136. 9 9 9
137. 9 9 9
138. 9 9 9
139. 9 9 9
140. 9 9 9
141. 9 9 9
142. 9 9 9
143. 9 9 9
144. 9 9 9
145. 9 9 9
146. 9 9 9
147. 9 9 9
148. 9 9 9
149. 9 9 9
150. 9 9 9
151. 9 9 9
152. 9 9 9
153. 9 9 9
154. 9 9 9
155. 9 9 9
156. 9 9 9
157. 9 9 9
158. 9 9 9
159. 9 9 9
160. 9 9 9
161. 9 9 9
162. 9 9 9
163. 9 9 9
164. 9 9 9
165. 9 9 9
166. 9 9 9
167. 9 9 9
168. 9 9 9
169. 9 9 9
170. 9 9 9
171. 9 9 9
172. 9 9 9
Lampiran 3
Tabel yang mengandung rincian kategorisasi pesan dakwah:

Tabel 12
Rincian Kategori Pesan Akidah
Sub Judul/
No. Hal/ Paragraf Keterangan
Paragraf
1. 1/ 24/ 4 Rahmi kemudian menerangkan secara
panjang lebar pengajian yang kudengarkan
sepenuh takzim. Bertuturlah ia bahwa
Tarbiyah adalah masjid yang menjadi salah Iman kepada
satu pusat pengajian soal-soal keislaman Allah
untuk membina jiwa setiap muslim dan
muslimah agar lekat kepada Allah. Dan
umumnya mereka itu mahasiswa.
2. 1/ 34/ 20 “Islam yang ada di Indonesia sekarang ini
tidak murni. Yang murni hanya ada dalam
Iman kepada
Qur’an dan Sunnah Rasul. Islam itu Dien.
Kitab
Dan Dien itu adalah sistem yang hukum-
hukumnya ditata dalam syari’at.”
3. 1/ 36/ 25 “Keislaman kita di Indonesia belum dianggap
sepenuhnya kalau belum diatur secara total
oleh syari’at Islam. Syari’at akan memberikan
kebaikan bagi sesama manusia yang hidup di
bawah naungannya. Sedikit pun tidak ada
alasan untuk menentang syariat. Seseorang
yang mengatakan dirinya sebagai muslim Iman kepada
harus menjadi muslim secara keseluruhan,
Kitab
secara kaffah. Ini sudah difirmankan Allah:
‘Wahai orang-orang beriman, masuklah
kalian semua tanpa kecuali ke dalam Islam
secara kaffah dan jangan kalian coba-coba
ikuti langkah syaiton karena sesungguhnya
syaiton adalah musuh yang sangat nyata
bagimu.’”
4. 1/ 37/ 26 “Jadi Kiran, keimanan kepada Allah bukan
sekedar bermakna percaya akan adanya Allah,
tapi harus disertai ketundukan pada segenap
dan seluruh aturannya. Jangan ragukan sedikit Iman kepada
pun apa-apa yang telah diturunkan oleh Allah.
Allah
Ia Maha Tahu. Ia Maha Adil. Sesungguhnya
Allah tahu jua apa yang benar dan apa yang
salah, apa yang baik dan apa yang tidak baik,
mana yang bermaslahat dan mana yang hanya
melahirkan banyak masalah.”
5. 1/ 37/ 27 “Kamu mesti yakin seyakin-yakinnya bahwa
hukum Allah itu bersifat abadi dan senantiasa
cocok unuk diterapkan di zaman mana pun.
Hukum Islam itu bersifat universal. Allahlah
yang menciptakan seluruh manusia, maka
Allah pulalah yang tahu apa saja tabiat dan
segala hal yang mereka kandungkan. Karena
itulah adalah hal logis bila Allah juga telah
menyediakan perangkat-perangkat hukum
yang menata peri kehidupan manusia baik
sebagai pribadi maupun sebagai ummah. Iman kepada
Dalam arti, ketundukkan manusia pada syariat Kitab
merupakan konsistensi dari keimanannya
kepada Allah. Jadi, kita bisa menyertakan
keimanan orang-orang yang menolak syariat.
Allah berfirman: ‘demi Tuhanku, mereka
pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka
menjadikan engkau hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa keberatan dan putusan yang
engkau berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.”
6. 1/ 39/ 29 “Belum saatnya. Nanti juga akan kamu tahu.
Tapi kutekankan kepadamu, ini adalah
gerakan rahasia. Top secret. Yang pokok
sekarang ini adalah kalau ada keraguan- Iman kepada
raguan, jangan kembalikan kepada manusia,
Allah
tapi kembalikan kepada Allah. Kalau ada
keragu-raguan, mintalah kepada Allah. Kalau
bertanya, jangan tanya kepada orang lain, tapi
tanyakan kepada saya saja.”
7. 1/42/36 “Ya Allah, kalau memang ini kebenaran
berilah ketetapan hatiku. Aku yakin seyakin- Iman kepada
yakinnya ya Allah, bahwa hukum-hukum Qadha dan
Islam itu harus ditegakkan demi tegaknya Qadar
ayat-ayatmu”
8. 1/ 42/ 38 Dan semua itu harus dimulai dari dunia yang
paling kecil: diriku sendiri. Ya, mulailah dari
diri sendiri, lalu keluargamu, lalu…. Iman kepada
Bukankah begitu perintah agama? Aku pun Qadha dan
dengan segala ketotalan hati memasrahkan
diri sepenuh-penuhnya kepada Allah, kepada Qadar
ayat-ayat-Nya, hukum-hukum-Nya di bawah
pimpinan seorang khalifah.
9. 1/ 45/ 44 Aku menyambut seutuh-utuhnya ajaran dan Iman kepada
keyakinan baruku itu karena ajakan itu
Qadha dan
bersamaan dengan lempangnya hatiku untuk
masuk Islam secara kaffah. Qadar
10. 1/ 48/ 48 “Dengan memohon kekuatan dari Allah, aku Iman kepada
sudah sangat mantap untuk turut berjuang
Allah
bersama tentara-tentara Allah yang lainnya.”
11. 1/ 54/ 57 Sampai pada suatu malam, ketika aku
bersjingkat ke belakang untuk mengambil air
wudu, kulihat sinar rembulan menyembul di
antara dedaunan nyiur. Begitu indah sinar itu.
Begitu dekatnya rembulan itu denganku. Aku
melihat alam sekitarnya seakan-akan sujud. Iman kepada
Sebarisan nyiur, rerimbunan, bebatuan,
Allah
seakan mengarahkan pandang kepadaku.
Pandangan yang sejuk dan mendamaikan.
Begitu pula ketika pagi-pagi aku berjalan
sembari melihat dengan takjub kalong yang
terbang bersaf-saf dengan rapinya berangkat
entah kemana.
12. 2/ 61/ 71 Dan aku tahu, pertanyaanku itu dijawab diam
oleh Mbak Auliah. Seakan-akan pertanyaanku
itu adalah godam subversif baginya dan jalan Iman kepada
teraman untuk itu adalah diam. Diam. Dalam Allah
hati pun aku bergumam: “Tuhan, ini
perjuangan apa?”
13. 2/ 69/ 87 KARENA menyempitnya ruang dakwahku di
Kampus Matahari Terbit dan hambarnya sisi
sufistik yang kuanut selama ini di Pos
Gamping, aku pun memilih untuk rutin mudik
ke kota kecilku Wonosari. Sebuah kota di atas Iman kepada
bukit di sebelah timur Yogyakarta. Aku tidak Qadha dan
ingin layu sebelum tumbuh. Tidak, aku sangat Qadar
meyakini betapa benarnya ajaran Jemaah
yang mencita-citakan berdirinya negara
Indonesia yang berqanunkan Islam sebagai
syarat tegaknya hukum-hukum Islam.
14. 2/ 70/ 88 Jika panas terus-terusan menghujam tanah ini,
keluargaku, tetangga-tetanggaku, manusia-
manusia yang tinggal di sini, tak segan-segan
mengonsumsi belalang sebagai lauk-pauk. Iman kepada
Bahkan, untuk mendapatkan uang, ada yang Qadha dan
berjualan sate belalang di pinggiran-pinggiran Qadar
jalan. Dan penyakit seperti busung lapar
adalah hal biasa terjadi di tanah ini. Betapa
miskinnya tetangga-tetanggaku itu.
15. 2/ 71/ 90 Ayat itulah yang kubahas secara detail di
hadapan jemaah pengajian kampung itu. Aku Iman kepada
terjemahkan ayat itu dan kujelaskan satu demi
Kitab
satu yang membuat mereka terpana: ternyata,
Nidah Kirani, anak sah kampung mereka, bisa
selihai itu membahas ayat-ayat Alquran. Aku
hanya ingin menunjukkan kepada mereka
semua bahwa Alquran itu jangan dijadikan
jimat, tapi dipahami isinya agar bermanfaat
bagi kehidupan. Aku berhenti pada ayat ke-18
yang menunjuk orang-orang yang buta-tuli.
Ayat itu kupakai untuk menyerang
pemahaman agam mereka. Pada sesi khotbah
terakhirku, kepada mereka semua kutegaskan.
16. 2/ 77/ 102 Dan esoknya, atas pertolongan Allah yang
telah membukakan hati hamba-hamba-Nya,
mereka bersedia mengikuti baiat dan
berhasillah kubereskan akidah orangtua dan Iman kepada
saudaraku sekampung dan memilih Allah
bergabung dalam barisan jundullah yang
memerjuangkan berdirinya Daulah Islamiyah
di bumi Indonesia.
17. 2/ 79/ 107 Duh Gusti Allah, fitnahan apalagi yang
mereka sodorkan ini? Mengapa mereka bisa
berpikiran seperti itu? Pahamkah mereka
bahwa Indonesia membutuhkan daulah yang
berqanunkan Islam? Tidakkah indah bumi
Indonesia ini apabila dilindungi hukum- Iman kepada
hukum Islam dan tidak gampang dijewer dan Allah
ditetak oleh kekuasaan asing Amerika. Tapi
mereka, mereka…. Duh Gusti Allah,
bukakanlah hati mereka, pikiran orang-orang
kampung yang belum bisa ber-Islam secara
kaffah ini!
18. 4/ 95/ 112 DI KAMAR KOS YANG BERUKURAN
SECUKUPNYA. Kurasai aku seperti Hawa
yang dicampakkan di tanah tandus. Ia
menggelepar-gelepar setelah dibuang dari
semua impian indah surgawi yang penuh
pesona dan menyenangkan. Betapa Hawa, di
awal sejarah manusia itu, merasakan suasana
yang semuanya berbalik. Kalau di surga ia Iman kepada
bisa meneguk air yang sehat semau dan Qadha dan
sepuas-pusanya. Tapi di sini, di tanah tandus
ini, ia meraung dan gelisah kala Qadar
kerongkongan dan lambung kehidupannya
meronta minta dibasahi karena kemarau
tandus padang pasir. Tapi lolongan Hawa itu
hanya disahuti oleh angin yang menderu-deru
sampai jauh. Badai. Teriaknya tidak dijawab
oleh air melainkan badai. Ia berteriak.
Teriakan badai.
19. 4/ 95/ 113 Betapa cepatnya hidup seorang manusia,
seorang perempuan, seorang Hawa, berbalik.
Dari surga yang melimpah air, ke tanah
tandus yang mengandaskannya menjadi Iman kepada
perempuan yang tak ubahnya seorang Qadha dan
pengemis yang sudah berhari-hari tak Qadar
menjumpai makanan. Ia kini menjadi gembel
dalam kesengsaraannya yang nyaris sempurna
pekatnya.
20. 4/ 97/ 114 Dan akulah Hawa itu. Akulah yang
menggelepar-gelepar dari hati yang kemarau
oleh kemaruk kekecewaan yang aku sendiri
tidak tahu dosa apa yang telah kuperbuat.
Akulah perempuan yang terlempar yang Iman kepada
terhempas dari arus besar kehidupan Jemaah Qadha dan
yang sedang giat-giatnya dan tengah Qadar
berlomba untuk menciptakan sebuah
kehidupan baru yang dilingkari cincin firman.
21. 4/ 100/ 125 Rongga luka hatiku begini dalam dikoyak-
koyak oleh pisau Kabil, putera Hawa yang
berdarah ringas. Separuh hatiku telah
dirampasnya. Bukan separuh, tapi seluruhnya, Iman kepada
dengan alasan: kuasa Habil telah berhenti Qadha dan
dalam hati itu dan Kabil mendapatkan mandat Qadar
untuk membersihkannya dengan cara
melukai. Kabil telah melukai kepercayaanku,
telah melukai imanku.
22. 4/ 103/ 130 Perubahan apakah sesungguhnya yang sedang
terjadi denganku? Ho-oh-oh―air segar itu
sudah tak lagi menuah. Air, air, di manakah
air dalam hatiku. Makin kupanggil air,
sahutan api jua yang terngiang. Ia julur- Iman kepada
julurkan baranya di hatiku, di hati muslimah Qadha dan
yang tengah meringkuk dalam kamar
menunggu risalah tragedinya diputuskan. Qadar
Lidah-lidah api siap menggolak kecewaku
dan rabunkan abu sisa pembakaran dalam
liang lahatku yang bernisankan hitam dan
bertuliskan jelaga.
23. 4/ 104/133 Dengan napas yang masih menyisa, aku
langkahkan kaki. Ah, betapa kagetnya aku
ketika melihat wajahku di muka cermin. Aku
sudah lama tidak bercermin. Dan sekarang Iman kepada
aku seperti dipancangkan dengan kuat di Qadha dan
depannya. Ah, betapa aku tidak seperti dulu Qadar
lagi dengan pipi yang berisi dan wajah yang
semringah. Kurasai daging pipiku dihisap
oleh ketakgairahan hidup dan pengapnya
kamar yang tak pernah lagi terapikan dan
disinari matahari pagi. Wajahku kini cekung
dan pipiku tak lagi kenyal. Tulang igaku
menonjol sekenanya dalam lipatan kulitku
yang mengerut. Demikian pula mata ini. Mata
yang dulu memancarkan ketajaman
sebagaimana seorang pejuang gagah yang
sedang menyongsong syahid, kini sudah
mulai menyipit dan sayu; sepertinya
kehidupan dalam sinarannya yang bulat
perlahan meredup. Rambutku pun mulai
merontok, nyaris seperti kehilangan akar
tunggang. Ah, tubuhku, mengapa ia bisa
sebegini ringkih. Apakah ia pun turut serta
merasai akibat sakit luka hati yang
kuderitakan kini dari cucupan racun pisau
Kabil?
24. 4/ 106/ 135 Betapa beda dengan di kampungku, di
Wonosari sana. Ketika rembang sudah tiba,
maka kulihat barisan pasukan panjang kalong Iman kepada
yang tak putus-putsnya berarak menuju timur Qadha dan
untuk selanjutnya berpencar mencari Qadar
rezekinya sendiri-sendiri. Dan barisan
panjang itu akan pulang ketika pagi terjaga.
25. 4/ 113/ 144 Namun demikian, walau sudah kualihkan
sedemikian rupa rasa gundah, rasa sesak ini,
sakau itu tetap saja mengerek hatiku. Iman kepada
Perasaan itu terus menggelayut menyiksaku. Qadha dan
Tapi segera kusadari bahwa inilah tragediku
yang paling dramatik dalam sepenggalan Qadar
perjalanan hidupku dan diusiaku yang belum
sampai seperempat abad.
26. 4/ 113/ 145 Inikah permulaan dari sebuah tragedi besar
yang akan mengubah haluan takdirku? Selalu Iman kepada
kutanyakan hal itu dalam hati yang tetap Qadha dan
sunyi dan sendiri.
Qadar
27. 8/ 204/ 171 “Oh, bapak, oh bapak...maafkan atas segala
lakuku. Laku yang dibentuk oleh jalan yang
sudah kupilih. Yang sungguh-sungguh
kupilukan dan kutangisi dari kepergianmu Iman kepada
bukan kepergian itu sendiri, melainkan Qadha dan
sementara ruhmu dilucuti, aku diperkosa oleh
lelaki. Lelaki yang memaksaku untuk Qadar
menikah. Itu yang membuatku sedih. Itu yang
membuatku pilu. Itu yang membuatku
menangis.”
28. 8/ 204/ 172 “Bapak, sudah kuduga maut itu akan datang.
Sudah kuduga. Dan airmata tak lagi punya
guna. Sekarang. Sekarang ini. Berbahagialah Iman kepada
engkau di alam sana. Alam yang aku tidak Qadha dan
tahu berbentuk apa. Selamat jalan bapak. Qadar
Selamat jalan. Cuma itu yang bisa aku
ucapkan untuk keberangkatan abadimu.”
Jumlah
28
Frekuensi

Tabel 13
Rincian Kategorisasi Pesan Syariah
No. Sub Judul/
Hal/ Paragraf Keterangan
Paragraf
1. 1/ 24/ 2 Kata Rahmi suatu ketika, hidup harus
mengikuti cara Rasul. Segala gerak-gerik
kita harus mengikuti tuntunan beliau: makan,
minum, semua-muanya, termasuk dalam
berjalan. “Seperti ini yang diajarkan Rasul.
Muamalah
Bukannya tengok sana tengok sini.” Wuih,
begitu indah hidup seperti yang dituntunkan
Nabi. Hati menjadi bersih. Kita menjadi suci
tanpa dosa. Setiap gerakan kita dihitung
sebagai gerakan berpahala.
2. 1/ 24/ 3 Tanpa pikir panjang aku langsung
menyanggupi untuk ikut di pengajian itu
karena hidupku ingin berubah. Aku ingin
membersihkan jiwaku dari segala kekotoran
dunia ini sebagaimana sebelumnya. Aku
ingin mendekatkan diri sedekat-dekatnya
kepada Tuhan. Tidak, aku tidak mau Muamalah
membiarkan hidupku berjalan tanpa arti. Aku
ingin berubah. Aku tak ingin hatiku
terpenjara oleh banyaknya urusan yang tak
ada maknanya. Dan ajakan Rahmi seperti
oasis dalam kehendak yang terus merenangi
jiwaku.
3. 1/ 25/ 5 Rahmi, yang menjadi kawan cakapku di
Pondok Ki Ageng, memang seorang
muslimah yang taat ibadah. Dari gerak-
geriknya, aku melihat ada pembawaan yang
Muamalah
lain dari teman-teman putriku yang lain yang
selama ini kukenal. Ia tidak banyak bergaya,
bersolek sebagaimana perempuan lazimnya.
Hidupnya pun sederhana. Apa yang
diucapnya itu juga yang dilakukannya.
4. 1/ 25/ 6 Aku lihat di serambi masjid sudah penuh,
tapi belum terlampau sesak. Kebanyakan
jemaah putri. Masih muda-muda sepertiku
dan dari wajah mereka nampak rona
keteduhan yang sulit kudapatkan di tempat-
tempat yang lain. Aku betul-betul terkesima
dibuatnya. Atau karena memang aku orang
baru menginjakkan kaki di dunia ini. Di Muamalah
dunia serba teduh ini, sebuah dunia yang
jiwa-raga dipayungi oleh petunjuk-petunjuk
agama. Ya, miriplah keterkesimaan seorang
mualaf yang baru pertama kali menjalani
ritual salat. Ah, betapa bersyukurnya hati ini
apabila tertulari barang sedikit aura
keteduhan itu.
5. 1/ 28/ 9 Maka demikianlah, selama satu setengah jam
aku mendengarkan kuliah agama yang tak
pernah kudapatkan sebelumnya. Betapa
mengirinya hatiku tatkala sang pembicara,
seorang ikhwan yang dugaku tentu belum Muamalah
terlalu tua kalau dibandingkan dengan suara
dan patahan-patahan katanya yang teratur
membentuk rima yang sejuk menyentuh
telinga.
6. 1/ 28/ 10 Sebuah pengalaman yang menurutku betul-
betul baru. Hingga ketika pengalaman
pertama ini bisa kureguk sedalam-dalamnya,
aku pun menjadi kerap mengajak Rahmi Muamalah
untuk berdiskusi lebih jauh, lebih jauh,
semakin jauh, hingga terkadang diskusi itu
jatuh pada jauh malam di Pondok Ki Ageng.
7. 1/ 29/ 11 Ketekunannya beribadah pun tertular
kepadaku. Aku pun mulai bisa salat tepat
waktu dan berjamaah di masjid yang tepat
berada di depan asrama putri. Hampir
Ibadah
dipastikan aku sudah berada di masjid ketika
azan belum selesai dikumandangkan. Aku
sadar bahwa aku belum menyamai rekor
Rahmi.
8. 1/ 29/ 13 Aku dihampiri rasa gelisah. Kugeledahi
lemari itu untuk meyakinkan bahwa pakaian
Rahmi masih ada. Nihil. Yang ada hanyalah
Muamalah
tumpukan pakaianku. Aku tertunduk. “Mi,
kenapa kau tidak bilang-bilang kalau kau
keluar dari pondok ini. Rahmi... Rahmi.”
9. 1/ 30/ 14 Ah, Rahmi, kau saudara sehati yang sedikit
Muamalah
demi sedikit telah membuka laci sempit
matabatinku untuk melihat Allah lebih dekat.
Tapi kini, tanpa sepengetahuanku engkau
pindah dengan sangat cepat, sebelum kulihat
semua amalan ibadahmu.
10. 1/ 32/ 16 PAGI ketika selesai mengikuti kuliah
pertama, aku mengumpulkan beberapa
kawan sekelasku. Aku harus membuat
kelompok pengajian yang mengaji soal-soal
keislaman. Aku harus membuat forum itu
sebab aku tidak mau mati selagi semangat Muamalah
beragamaku tumbuh. Kajian di Pondok Ki
Ageng yang didominasi oleh ritual dan doa-
doa sudah membuatku sampai pada titik
kebosanan yang kronis.
11. 1/ 33/ 17 Kini aku memunyai aktivitas baru dalam
kampus. Metode-metode seperti di Tarbiyah
kusalin mentah-mentah di forum diskusi
yang baru saja kubentuk. Aku pun seperti
srikandi dalam forum itu. Menguasai segala- Muamalah
galanya. Mulai dari membuka diskusi,
melontarkan soal, menjawab keluhan, dan
segala macam. Setiap minggu pada hari
Kamis selalu begitu.
12. 1/ 33/ 18 Di antara sekian peserta pengajian, ada
seorang lelaki yang agak kurus dan sorot
mata tajam mendekatiku. Namanya Dahiri.
Aku tahu dia teman sekelasku. Dan dia
adalah salah satu anggota teraktif di forum
Muamalah
diskusi yang kukelola. Pikirku, pintar juga
ini cowok. Apalagi ketika Dahiri sudah
mulai angkat bicara dalam forum. Setiap
larik katanya selalu diikuti oleh deretan
referensi.
13. 1/ 34/ 19 “Saya tanya kamu sekarang, punyakah kamu
pemimpin yang bertanggung jawab atas
dirimu baik di dunia dan di akhirat. Tahukah
kamu bahwa seorang pemimpin mestinya
harus mengayomi warganya di dunia dan di
akhirat?” Ditanya demikian aku hanya Muamalah
mengerut. Terus terang saja bahwa baru kali
ini aku ditanya orang seperti ini. Dan
pertanyaannya itu, pertanyaan itu
menyisakan kebingungan yang dalam di
benakku.
14. 1/ 34/ 21 Aku diliputi oleh gelisah. Bergumpal-gumpal
tanya menghembalang dan acak-acakan di Muamalah
sekujur kepalaku. Memilin-milin ilmu agama
yang kuampuh dan kutimba dari Masjid
Tarbiyah. Huh…
15. 1/ 35/ 22 Dan seminggu setelahnya aku pun kembali
bercakap intens dengan Dahiri. Dan hari-hari
setelah itu aku selalu ingin bertemu
dengannya. Ternyata Dahiri adalah teman
diskusi yang pintar cakapnya. Darinya aku
Muamalah
kemudian tahu tentang konsep Islam. Yakni
ad-Dien yang melingkupi seluruh semesta..
dari dia pula kutahu bagaimana Rasulullah
menjalankan politik ekspansi utnuk
menegakkan ad-Dien di muka bumi.
16. 1/ 38/ 28 “Kuulangi sekali lagi padamu bahwa
keislaman kita di Indonesia belum ada apa-
apanya, belum murni. Kita masih fase
Mekkah. Islam yang sah adalah Islam fase
Madinah. Dan sekarang Islam Madinah itu
belum juga ada dan masih dalam taraf di-
Muamalah
usaha-kan. Islam Madinah adalah Islam
negara. Daaulah. Kebasahan beragama dan
tegaknya syariat tadi ditentukan oleh apakah
kita memiliki daulah atau tidak. Dan kami
punya rencana besar untuk mengusahakan
berdirinya Daulah Islamiyah Indonesia.”
17. 1/ 39/ 30 Aku heran, aku yang dulu-dulunya selalu
mendominasi ketika berdiskusi dengan orang
lain sangat berbeda dengan hari ini. Ya, hari
ini, siang ini, aku tak ubahnya kambing
congek, menurut saja apa kata ikhwan yang Muamalah
usianya hanya berpaut setahun lebih tua
dariku. Dan kini kudapatkan diriku tak
berdaya sama sekali di hadapannya selain
hanya angguk-angguk dan iya-iya saja.
18. 1/ 39/ 31 DI PONDOK KI AGENG, isu tentang
Jemaah yang ingin mendirikan negara yang
berdasar pada Islam di Indonesia merebak
dan hangat. Bahkan di kamarku, sebuah
Muamalah
majalah berita nasional yang bersampul hijau
dengan wajah seorang muslimah yang
tertutup kain hitam menjadi bacaan yang
diperebutkan.
19. 1/ 40/ 32 Suara-suara itu terus mendendang dalam
gendang dengarku. Aku hanya terpaku antara
ragu dan yakin sebab aku baru saja ditemui
Mas Dahri yang mengajakku untuk bersama
Muamalah
mereka berjuang bahu-membahu dalam satu
jemaah demi satu misi suci: menyelamatkan
akidah keislaman umat Islam di Indonesia
dan membuatkan wadah yang suci bagi
kemaslahatan hidup mereka.
20. 1/ 41/ 34 Setotal doktrin yang ia semburkan ke wajah
ke hatiku, setotal itu pula aku berubah. Aku
seperti duplikat Mbak Rahmi di Pondok Ki
Ageng. Sehari-hari dalam aktivitasku kuisi
dengan membaca Alquran lengkap dengan
terjemahannya. Kujalani ritual salat dengan
mantap. Hampir seluruh waktuku kuhabiskan
untuk salat. Bukan cuma yang wajib, tapi
Ibadah
juga yang sunat, seperti rawatib dan lain
sebagainya. Paginya aku dipastikan
menghadap Allah dalam salat dhuha sambil
menunggu dzuhur menjelang. Malamnya
kudirikan tulang-tulangku dalam tahajud
kepada-Nya. Bermalam-malam begitu yang
membuat mataku sembab oleh tangis ibadah
dan kerinduan kepada Allah.
21. 1/ 41/ 35 Tak pernah putus kuiring aktivitasku pada
satu stasiun yang sama sekali tak pernah
kualami sebelum-sebelumnya: total
beribadah. Kerjaku cuma dikamar: salat,
baca Quran, dan berdoa. Dalam hati
kugumamkan bertangkai-tangkai doa Ibadah
harapan. Aku selalu merasa garing. Kering.
Tak berdaya. Aku ingin menangkap harapan
itu. Memeluknya. Menciumnya.
Membasuhkannya di hatiku. Dan harapan itu
hanya ada di haribaan Allah.
22. 1/ 42/ 37 Dan inilah awal bentuk penyerahan diri
dalam Islam itu. Aku harus bersihkan diriku
sebersih-bersihnya karena aku sedang dalam
tahapan memasuki sebuah gerakan suci yang
punya misi mulia: menegakkan Daulah
Muamalah
Islamiyah di bumi Indonesia. Wuihhh, hebat
sekali cita-cita itu. Tak pernah kuduga bahwa
aku adalah salah satu nantinya yang bekerja
menyelamatkan akidah umat Islam
Indonesia.
23. 1/ 44/ 42 “Mas Dahiri,” gumamku dalam hati, “aku
siap mengemban amanah mulia yang telah
kamu sampaikan itu. Kusambut jalan itu.
Aku siap bergabung dengan jundullah- Muamalah
jundullah yang merelakan seluruh hidup
mereka untuk tegaknya ayat-ayat Tuhan di
atas bumi.”
24. 1/ 44/ 43 DENGAN mengenakan jubah besar warna Muamalah
cokelat tanpa renda pewarna, kaos kaki tipis-
panjang, aku mengikuti prosesi pembaiatan.
Aku dijemput Mas Dahiri di Fakultas Hukum
dan bertemu dengan beberapa ikhwan.
25. 1/ 46/ 45 Dan hari Kamis ini puncak screening itu.
Hari di mana aku akan diambil sumpah. Hari
ketika aku sedang tunaikan puasa sunat
Senin Kamis. Hari ketika aku bayangkan diri Ibadah
seperti di komunitas Nabi yang dikelilingi
sahabat-sahabatnya kala membaiat mereka
sadar memeluk Islam secara kaffah.
26. 1/ 47/ 46 Aku berhadapan dengan Mas Sugi. Yang
lain-lain duduk merapat di dinding. Hanya
dalam tempo perbincangan singkat itu aku
sudah rasakan ketertarikan yang sangat
dengan Mas Sugi. Wuihh, bukan main
retorika orang ini. Ucapan-ucapannya tertata Muamalah
serupa teks tertulis. Juga sangat tajam.
Mungkin yang diajarkan gerakan ini adalah
salah satunya mahir berkata-kata sebab kata-
kata itu memicu orang lain untuk tertarik
dengan ajaran jemaah ini.
27. 1/ 47/ 47 “Maksud kamu ke sini untuk apa?” tanya
Mas Sugi dengan gelombang suara teratur
dan mantap. Dan aku pun menjawab standar,
bahwa aku ingin berdakwah, aku ingin Muamalah
berjuang menyelamatkan akidah umat Islam
dan ikut serta memerjuangkan lahirnya
Daulah Islamiyah di Indonesia.
28. 1/ 50/ 49 Katanya lagi kepadaku, “Mbak Kiran,
sekarang Mbak adalah saudara saya adalah
darah daging saya. Barangsiapa yang
melukai Mbak Kiran, saya juga turut terluka.
Dan seterusnya Mbak Kiran bisa melindungi
saudara Mbak Kiran sendiri. Harus bisa
melindungi saudara-saudara Mbak Kiran. Muamalah
Kini Mbak Kiran sudah resmi berhijrah
sebagaimana Allah berfirman: ‘Dan orang-
orang yang beriman, dan hijrah, dan
bersungguh-sungguh (pada jalan Allah)
bersama-sama kamu; mereka itulah termasuk
golonganmu (umat Muhammad).’”
29. 1/ 50/ 50 Aku pun hanya mengangguk tanda takzim.
Setelah dibaiat dan dibacakan hak dan
kewajiban warga negara Islam Indonesia,
Muamalah
aku pun dioper ke Pos di mana biasanya para
ukhti berkumpul. Di sana aku
direkomendasikan untuk menemui seorang
ukhti yang bernama Auliah. Ketika pertama
kali bertemu dengannya, berloncatan kesan
dibenakku, wah cantik juga ini perempuan,
suaranya lembut, aura dari wajahnya
meronakan kesejukan. Aku kagum. Ia sangat
perhatian. Kuliah di Kampus Ungu.
Tubuhnya kecil. Motif roknya bunga-bunga.
Bagus.
30. 1/ 51/ 51 Di PONDOK, setelah prosesi pembaiatan
usai, aku benar-benar menjalani kehidupan
sufi. Ya, aku menjalani ritus sufi setelah
hijrahku dari Mekah ke Medinah, yakni Ibadah
usaha-usaha membangun pemerintahan
Islam yang diwujudkan dalam bentuk daulah.
Dalam bentuk negara.
31. 1/ 51/ 52 Aku yakin bahwa ini benar-benar perjuangan
dan aku benar-benar telah masuk Islam
kembali. Hakikat seorang hamba adalah
mengabdi. Tiap hari aku shaum, aku puasa.
Aku bahkan tidak lagi mengonsumsi nasi dan
daging. Kalau buka, aku hanya buka dengan Ibadah
roti tawar dicampur mesis, blueband, dan
susu. Lauknya juga begitu, aku makan satu
dua heai roti. Tiap hari demikian. Begitu
sederhananya aku memahami kehidupan
kaum sufi.
32. 1/ 52/ 53 Suatu hari seorang santri pria yang juga
mahasiswa Kampus Jaket Biru
membelikanku ayam bakar untuk berbuka
karena dia tahu bahwa aku suka puasa tiap
hari. Dan ia pun tahu bahwa aku hanya
makan roti tawar. Karena ia tahu hidupku
seperti itu, ia pun mengutus seorang
temannya untuk membelikanku ayam bakar. Muamalah
“Kiran, ini ayam bakar. Dari Mas Afif.
Katanya, selamat ulang tahun.” Dan bukan
Cuma ayam bakar ia belikan, tapi terkadang
juga sate. Dan aku dengan senang hati
menerima pemberiannya, walaupun dalam
hati aku merasakan: biasanya kalau ada
cowok yang suka memberi, itu ada maunya.
33. 1/ 53/ 55 Aku merasakan, perjalananku, safari
beragamaku akhir-akhir ini benar-benar
terasa indah. Terasa teduh. Aku merasa
bahwa jalan hidupku benar-benar mendapat Ibadah
limpahan kekuatan langsung dari Allah.
Ritual ibadahku sangat keras. Puasa tiap hari.
Sehabis salat magrib, aku akan berzikir
hingga isya menjelang. Setelah isya salat
lagi, terus mengaji hingga capek. Kalau mau
tidur, aku zikir hingga mataku sembab oleh
tangis pertaubatan dan derai-derai syukur
yang terus mengiring dalam hatiku. Dan aku
benar-benar sadar bahwa aku adalah hamba
yang tak punya arti di hadapan Allah.
34. 1/ 54/ 58 TIDAK main-main aku mempersiapkan diri
untuk memasuki ajang dakwah yang
sesungguhnya. Hatiku kuasah sedemikian
rupa dan aku berusaha untuk selesai dengan
Muamalah
diriku sendiri sebelum aku mendakwahi dan
mengajak orang lain untuk berhijrah dan
paham agama lamanya. Dan saatnya
sekarang aku berdakwah.
35. 2/ 58/ 65 Hari-hariku di Pos Jemaah kuhabiskan untuk
membaca; membaca apa saja yang ada di
Pos. Majalah, buletin, brosur, buku. Tapi
yang paling kusenangi adalah sebuah
dokumen tua tentang sejarah perjuangan
umat Islam Indonesia yang disusun oleh
Eyang Wirjo. Dari Mbak Auliah kutahu
bahwa dokumen tua itu ada di setiap pos Muamalah
yang merupakan bacaan wajib kader Jemaah
yang ingin mengetahui sejarah umat Islam di
Indonesia. “Dokumen itu sangat rahasia.
Tidak boleh jatuh ke tangan pemerintah kafir
Indonesia. Kita bisa hancur kalau itu terjadi,”
kata Mbak Auliah dengan paras serius
sungguh.
36. 2/ 59/ 67 Khatam juga aku membacai dan
memahaminya. Lalu apa lagi yang akan
kulakukan? Aku ingin sekali berdiskusi dan
bertukar pikir, tapi dengan siapa. Sepertinya
orang-orang sibuk dengan urusannya sendiri-
Ibadah
sendiri. Karena tidak ada diskusi yang
intensif, aku pun memperkuat ibadahku—
tepatnya mempertahankan prestasi ibadah
yang telah kucapai sebelumnya di Pondok Ki
Ageng. Begitu setiap harinya.
37. 2/ 59/ 68 Dibandingkan dengan ritualku, ritual
keagamaan mereka itu tak ada apa-apanya.
Ini bukan riya atau pamer. Tidak. Tapi mata
kepalaku sendiri melihat bahwa aktivitas
Ibadah
mereka tidak sebagaimana tentara Allah
yang hendak menyambut syahid di medan
pertempuran. Ibadah mereka sangat biasa.
Kelebihannya Cuma satu, salatnya selalu
berjemaah. Kalau waktunya sudah datang
mereka langsung mengisi saf-saf salat.
Terutama kalau salat subuh. Kata Mbak
Auliah, tradisi itu sudah dipupuk sebelum-
belumnya. Karena itu akan ada rasa sesal di
hati kalau ketinggalan berjemaah. Jadi,
mereka selalu tepat waktu. Terus habis
magrib pada baca Quran.
38. 2/ 60/ 69 Tapi secara keseluruhan, yang kulihat di Pos
kami, para ukhti itu amat jarang berdakwah.
Seperti ada yang mereka takutkan. Hanya
satu-dua orang yang berdakwah. Setahuku,
aku yang paling keras berdakwah menggaet
satu dua tiga orang di Kampus Barek yang
umumnya ukhti. Dan kurasai pula infak yang
kuberikan juga sudah cukup banyak. Aku Muamalah
harus mengeluarkan uang paling minim 500
ribu setiap minggunya untuk kas perjuangan.
Dan uang itu kuperoleh dari kantong
kakakku di luar negeri dan kedua orang
tuaku dengan alasan untuk membayar uang
kuliah, uang semester, uang buku, dan
sebagainya.
39. 2/ 63/ 75 Berselang beberapa hari aku diizinkan untuk
berkenalan dengan anggota Jemaah secara
agak luas. Maka beberapa kali, saban sore,
aku bertemu dengan tamu-tamu ikhwan dan
salah satunya adalah komandan yang
kedudukannya tinggi. Namanya Komandan
Sardi. Dia sudah berkeluarga, tampak agak
tua, dan alumni Kampus Putih. Sebagaimana
Mas Sugi, kepala Komandemen Kecamatan
Muamalah
ini cara berbicaranya juga sangat fasih.
Sepenuturan Mbak Auliah, Komandan Sardi
adalah salah satu ikhwan yang dituakan
dalam jemaah kami ini. Dari dia aku
mencoba menanyakan soal politik lembaga,
tapi dia hanya menyambar hal-hal yang
bersifat umum: tentang adanya ancaman
Amerika dan sekutu-sekutunya atas
Indonesia belakangan.
40. 2/ 66/ 79 Dan Ukhti Salimah hanya diam dan
meninggalkanku sendirian di ruang depan.
Ya, Allah, santai beginikah perjuangan suci
dan sangat subversif ini. Kalau ada orang Muamalah
didakwahi ya didakwahi. Kalau tidak, ya
santai seperti biasanya sambil duduk
khusyuk nongkrongi serial acara kafir
telenovela.
41. 2/ 66/ 80 BERSAMAAN dengan selesainya kuliah D-
3-ku di Kampus Barek jurusan Pariwisata,
aku mendaftar ke Kampus Matahari Terbit
dan diterima di jurusan Hubungan
Internasional. Aku kebelet sekali masuk
jurusan itu karena aku ingin belajar politik
internasional yang membuat cakrawala Muamalah
pemikiranku tidak hanya berkutat dalam
tempurung nasion Indonesia yang sempit ini.
Karena kampusku yang baru ini berada jauh
di selatan Yogyakarta, maka aku dianjurkan
untuk pindah Pos. Aku pun dioper ke pos
yang terletak di wilayah Gamping.
42. 2/ 67/ 81 Yang kuarasakan di Pos Gamping ini lebih
parah dari Pos kaliurang. Di Pos yang lama
aku masih merasakan sekali-dua kali dialog
tentang perjuangan Islam, membahas ayat-
ayat, sejarah Rasulullah, perkembangan
Islam sampai sekarang. Kalau kami ketemu
Muamalah
biasanya yang kami bicarakan bagaimana
pengalaman ibadah, bagaiamana pengalaman
dakwah; pendeknya semua tentang Islam,
walaupun tidak seintens dan seghirah yang
kubayangkan sebelum pindah dari Pondok
Ki Ageng.
43. 2/ 68/ 85 Hal yang kulakukan untuk menutupi
kegugupanku dalam lingkungan baru yang
sama sekali jauh dari anganku itu ialah
kupaksakan diri untuk menyuntuki membaca
buku-buku tentang Jemaah ini: sejarah dan
kontroversinya. Di tengah tak ada teman
Muamalah
diskusi yang berbagi informasi dan
pengetahuan, bukulah yang menjadi
pertahanan terakhirku untuk mendapatkan
setitik tahu tentang Jemaah ini. Juga isu-isu
kontemporer menyangkut penegakan syariat
Islam.
44. 2/ 69/ 86 Tapi setelah semua itu, setelah semua
kubacai, kuselami, aku pun kembali sepi,
kembali sendirian. Nelangsa tidak tahu harus
berbuat apa. Ya Allah, ini bagaimana, betapa
aku rindu hadirnya sahabat diskusi yang
Muamalah
memadai dan cukup kompeten kuajak
sharing ide dan menampung tanyaku. Ah,
betapa tak kutemukan lagi sosok-sosok
seperti Mas Sugi, Komandan Sardi
sebagaimana di Pos Kaliurang yang dulu.
45. 2/ 72/ 91 “Pemahaman kita tentang Islam itu begitu
sedikitnya. Alangkah menyenangkannya bila
banyak orang yang mau belajar tentang
Islam. Aku membuka diri kok untuk itu. Muamalah
Silahkan kalau ada yang mau ingin tahu. Kita
bisa berdiskusi bersama. Kita mencari Islam.
Kita tidak usah setengah-setengah dalam ber-
Islam.”
46 2/ 73/ 93 “Kak Kiran, syariat Islam itu apa?” tanya
salah seorang ukhti yang memang dari
pancaran matanya yang kecil terlihat
memiliki keingintahuan yang lebih. Kurasa-
rasai, ia mirip sekali denganku ketika Muamalah
pertama kai mendapatkan hal-hal yang baru.
Kepadanya dan kepada yang lain-lain
kuterangkan apa arti syariat itu sendiri,
pengertiannya yang elementer.
47. 2/ 73/ 94 “Secara bahasa,” terangku, “syariat bisa
diartikan sebagai sumber air minum atau
juga jalan lurus. Namun secara istilah, syariat
merupakan semesta perundang-undangan
yang diturunkan Allah lewat Rasulullah
untuk seluruh umat manusia tanpa kecuali
baik itu masalah ibadah, akhlak, sandang,
Muamalah
pangan, atau segala aktivitas muamalah.
Semua itu untuk membahagiakan lahir-batin
kehidupan manusia, baik ketika kita masih
hidup di dunia ini maupun kehidupan di
akhirat kelak. Jadi, syariat itu bisa
dirumuskan begini: from Allah, by people,
for all of the world.”
48. 2/ 74/ 95 “Karena itu, apa saja hukum yang digali dari
sumber-sumber hukum Islam bisa
digolongkan sebagai hukum syariat. Jadi
sudah jelas, syariat bukan hanya soal rajam
bagi pezina, potong tangan bagi maling, atau Muamalah
segala hal yang sifatnya kriminil atau apa
yang diistilahkan hudud; tapi juga semua
aturan yang mengatur semua aspek
kehidupan manusia.”
49. 2/ 74/ 96 “Nah, untuk menegakkan semua itu
bagaimana? Di sinilah perlunya kalian
kukumpulkan, kuseru-seru agar sadar
memikul tugas penegakan itu. Kutegaskan Muamalah
sekarang,” wajahku kudekatkan pada barisan
mereka yang duduk melingkar dan suaraku
kupelankan, “kita butuh NEGARA untuk
menyukseskan tegaknya syariat itu. Kalian
semua mesti tahu bahwa tak akan pernah ada
kemuliaan kecuali dengan Islam, dan tak ada
Islam kecuali dengan syariat dan tidak ada
syariat kecuali dengan adanya DAULAH.”
50. 2/ 75/ 98 Kujenterahkan sedemikian rupa bahwa
ketika orang masuk Jemaah, seolah-olah
mereka tahu bahwa kewajiban mereka adalah
menyebarkan ajaran untuk seluruh umat
Muamalah
manusia, siapa pun dan apa pun risikonya.
Karena tampak meyakinkan, satu per satu
mereka masuk tanpa harus melewati
prosedur yang bertele-tele.
51. 2/ 76/ 100 Jemaah inilah yang paling awal memiliki
komitmen yang kukuh itu. Konsep daulah
paling pertama proklamasi itulah Negara
Islam, yakni sistem kekhalifahan. Kulihat
kedua orangtuaku dan dua saudaraku hanya
manggut-manggut membenarkan dan
menerima apa yang kujelaskan. Bahkan
Muamalah
bapakku bercerita sendiri bahwa ia pernah
dengar nama Eyang Wirjo. Setahunya,
Eyang Wirjo adalah orang yang ingin
menjadikan seluruh sendi kehidupan ini
Islami. Bahkan seingatnya, Eyang Wiryo itu
punya kesaktian karena ketika dibom
Belanda, dia tidak apa-apa.
52. 2/ 76/ 101 “Untuk menyelamatkan dari kemusyrikan,
kita semua harus berhijrah pada negara Islam
tersebut dan menerjunkan diri dalam
perjuangan mendirikan negara Islam dalam
sebuah pan-Islamisme yang terpisah dari
negara kufur seperti Republik Indonesia ini.
Selama kita mengaku Islam tapi belum Muamalah
tunduk pada hukum-hukum Islam maka
keislaman kita batal dan syirik,
mencampurkan ketaatan pada Al-Quran,
pada Allah, dengan ketaatan pada UUD dan
pancasila,” tegasku dalam pertemuan
keluarga itu.
53. 2/ 77/ 103 Maka tugasku kini adalah bolak-balik
Yogyakarta-kampung halaman untuk
mengurusi prosesi pembaiatan.
Seperhitunganku, jumlah mereka yang
kubawa satu per satu turun ke Yogyakarta Muamalah
adalah sekitar 16 orang dengan perincian: 8
akhwat 8 ikhwan. Setelah baiat, satu per satu
mereka kusodorkan sebuah dokumen Sejarah
Perjuangan Umat Islam di Indonesia. Mereka
kusuruh melihat dan membacanya agar
pemahaman mereka lebih kukuh dan semoga
saja mereka kuat menahan resiko memilih
masuk Jemaah.
54. 2/ 78/ 104 Kutekan-tekankan lagi kepada mereka bahwa
kampung harus segera diselamatkan. Dan
keinginan mereka sama: menjadikan
kampung sebagai basis pergerakan dan itu di
mulai dari bawah. Untuk pendanaan gerakan,
mereka kuminta memberikan infak setiap
minggunya. Dana infak itu lalu kuberikan ke
Muamalah
tingkat komandemen berikutnya. Dan setelah
itu aku tak tahu kemana infak itu berdiam.
Tapi kuyakinkan kepada mereka bahwa tak
usah khawatir infak itu disalahgunakan.
Infak itu akan digunakan untuk penyebaran
jaringan nasional agar gerakan ini bisa
menyebar secara massif.
55. 2/ 81/ 110 Kampung miskin itu, orang-orang miskin itu
mengusirku, mengusir anak kandung mereka
sendiri, hanya lantaran aku coba meluruskan
akidah mereka yang jelas-jelas kafir dan
terpengaruh dengan ajaran-ajaran klenik, Muamalah
ajaran-ajaran bid’ah yang menyesatkan. Aku
tahu, aku gagal. Aku tersandung. Tapi tidak
apa, aku sudah memulainya. Sakit hati
karena kegagalan itu masih menyisa.
56. 2/ 81/ 111 KARENA peristiwa itu, oleh petinggi-
petinggi Jemaah, aku diungsikan untuk
sementara dari Pos Gamping. Mereka
khawatir sejak adanya penangkapan itu pasti
aparat keamanan akan mengembangkan
pencarian siapa sebetulnya yang menjadi
Muamalah
akar dari Jemaah ini. Dan orang kampung
amat tahu, akulah yang jadi biang-kerok.
Dan itu berbahaya ketika polisi mengejar aku
dan anggota-anggota Jemaah yang lebih luas.
Maka aku pun ikhlas pindah dan tinggal di
kos.
57. 4/ 97/ 115 Aku, Nidah Kirani, yang sehari-seharinya
bergiat dan berjuang untuk berdakwah demi
usungan cita tegaknya syariat Islam di
Indonesia, kini harus meringkuk di kamar
gamang seperti unta padang pasir yang sakit. Muamalah
Nidah Kirani, yang dulu gagah menarik
orang-orang untuk bergabung menyatukan
cita membangun pilar-pilar kecil bagi
terbentuknya daulah Islamiyah di bahwah
pimpinan seorang khalifah agung, harus
pasrah madah seperti orang yang baru saja
kehilangan kekuasaannya.
58. 4/ 111/ 141 Dan tak sadar kepalaku sudah terantuk-antuk
menahan kantuk di sisian Hudan di atas
teritis jalan Malioboro setelah hampir
separuh malam aku terus berceloteh apa saja Muamalah
kepada Hudan, terutama tentang keyakinan
dan eksistensi seorang manusia dalam
mengarungi hidupnya.
59. 8/ 193/ 147 DI JALANAN Malioboro pulalah aku
mengenal seorang pemuda bernama Didi Eka
Tanjung. Proses perkenalanku dengannya
sangat sederhana lewat jasa seorang anak Muamalah
jalanan. “Kiran, ini kenalin anak Kampus
matahari Terbit. Sekampus denganmu.” Didi
sempat terpesona melihatku.
60. 8/ 195/ 151 Maka usai pertemuan dengan Midas itu, aku
pun mulai menghindar bertemu dengan Didi
dan bergabung dengan anak-anak jalanan
lain yang tak punya keinginan untuk
menguasai lebih jauh atas tubuhku. Jalanan
adalah tempat terbaikku, sebab aku tak tahan
terkurung dalam empat dinding kamar dan
Muamalah
rangkulan posesif lelaki seperti Didi. Dan di
jalanan tanpa Didi, rasa absurd itu memudar.
Hidup seperti melayang. Aku seperti
manusia tanpa dibebani rasa dosa, segala
petuah kewajiban agama, janji-janji surga
dan neraka. Di jalanan bersama anak-anak
itu aku merasa seperti manusia yang bebas.
61. 8/ 195/ 152 TERNYATA Didi membawa bencana
bagiku. Dia ngotot untuk minta nikah.
Padahal aku adalah perempuan yang
berpetualang dari pelukan laki-laki yang satu
ke laki-laki yang lain; yang bekerja sekuat-
Muamalah
kuatnya mengungkap harga diri yang busuk
dari lelaki sebanyak-banyaknya yang aku
bisa. Nikah itu hanya sekat untuk kita
berekspresi setotal-totalnya, semau-maunya.
Hanya sekat. Dan aku tak mau menikah.
62. 8/ 197/ 154 Nikah katanya. Huh, nikah adalah ide paling
aneh yang pernah kutahu. Tidak, nikah
bagiku tak lain adalah pembirokrasian ego
negatif dari cinta, yakni ego kepemilikan Muamalah
total yang berarti sebuah energi cinta yang
dimiliki seseorang. Jujur kukatakan, setelah
rasa penasaran diputuskan, sumber-sumber
energi ini akan terus memroduksi energi baru
untuk sebuah keinginan yang semakin
menguat akan suatu sensasi baru. Juga
menuntut untuk dituntaskan sebagaimana
konsep perulangan-perulangan dalam
kehidupan ini.
63. 8/ 197/ 155 Persetan dengan nikah! Pernikahan
merupakan pengebirian kedirian manusia
karena ia mengabdikan ketergantungan
seorang perempuan, si lemah, kepada
lakinya. Dan dominasi itu secara nyata dan
cantik difasilitasi oleh tradisi. Perempuan
Muamalah
pun akhirnya berhasil dirumahkan dan
tersingkirkan dari gelombang kehidupan
sehingga posisinya semakin termarginalkan.
Ia menjadi sangat jinak seperti kucing
rumahan yang tak mengenali arus
kehidupan―apalagi mengendalikannya.
64. 8/ 198/ 156 Tidak, pernikahan itu adalah konsep aneh,
sangat aneh, dan menurutku mengerikan
untuk bisa kupercaya. Sejak aku di barisan
Jemaah pun, ritual pernikahan sudah
demikian menggangguku. Bayangkan, waktu
itu, mereka hanya sibuk menikah dan lupa Muamalah
pada perjuangan. Dan ternyata, kini,
semuanya telah menjadi omong-kosong.
Semuanya melebur dalam kehancuran. Aku
tak percaya lagi dua-duanya: tidak
perjuangan, apalagi nikah. Hah!!!
65. 8/ 199/ 157 Pernikahan adalah penggantungan diri
seorang perempuan. Di sana ada perbudakan.
Ketika nikah, seorang perempuan telah
menjadi pembantu. Bayangkan saja, dia
hanya dihargai 100 ribu untuk dipakai
seumur hidup. Begitu murahnya. Nikah telah
menjadikan perempuan kehilangan
Muamalah
kekuasaan, kehilangan kemandirian. Tak lagi
punya daya tawar dan ketika cerai dia hanya
bisa menangis menafakuri nasibnya yang tak
berdaya. Dan aku tak mau digantung lelaki,
dijadikannya pembantu, dan juga aku tak
mau rahimku penampung spermanya. Nikah
hanyalah seks yang dilegalisasi.
66. 8/ 200/ 161 Tapi dugaanku meleset. Tak berapa lama,
uang nikah pun datang ke rumahku. Wah,
betapa kagetnya aku. Lelaki ini rupanya
tidak main-main. Aku bingung. Aku
kelabakan. Bajingan, uang nikah sudah Muamalah
dikirim dan sudah ada di Yogyakarta.
Orangtuaku pun sudah tahu karena dia
datang ke Wonosari meminangku dengan
baik-baik.
67. 8/ 201/ 164 Beberapa hari kemudian Didi mengontakku.
Bisikku dalam hati, apa lagi yang dimaui
laki-laki ini. Kutimbang-timbang, haruskah
aku menemuinya? Tapi aku luluh juga dan Muamalah
berencana ke kosnya. Tapi sorenya aku
memberitahu Fuad Kumala bahwa nanti
malam aku hendak ke tempat Didi.
68. 8/ 201/ 165 Berangkatlah aku sendiri dengan naik taksi.
Di jalan aku coba menduga-duga: jangan-
jangan Didi sudah berubah. Lagi pula dia
baru saja pulang dari kampung halamannya. Muamalah
Siapa tahu ide gilanya menikah sudah ikut
tercecer di jalanan sepanjang lintas
Sumatera-Yogyakarta.
69. 8/ 202/ 168 “Did, apa sih maumu. Mengapa aku kau
perlakukan seperti seorang kriminil? Aku tak
mau menikah denganmu. Apa lagi yang
harus kukatakan. Bukankah aku sudah
mengutarakan alasanku semua-muanya
mengapa aku tak mau menikah. Aku tidak Muamalah
mempermainkanmu. Karena… karena
memang pada awalnya aku memang tidak
mau menikah. Lalu aku mau apa lagi.
Penjelasan apa lagi yang kau inginkan
dariku.”
Jumlah
69
Frekuensi
Tabel 14
Rincian Kategorisasi Pesan Akhlak
Sub Judul/
No. Hal/ Paragraf Keterangan
Paragraf
1. 1/ 23/ 1 MASJID Tabiyah Yogyakarta di pagi hari.
Aku baru saja turun dari bus kota ketika di
hamparan halaman-halamannya yang luas
dan berdebu kulihat perempuan-perempuan
berjubah besar berjalan berombongan
menuju pelataran masjid. Wajah-wajah
mereka menunduk seperti sedang
menghitung langkah-langkah amalan ibadah.
Entahlah, sebab itu hanya kelebatan
sangkaku saja. Rahmi, kawan sejalanku di Mahmudah
pondok, juga berjalan seperti itu,
menunudukkan wajah ke tanah memandangi
debu-debu yang beterbangan dan menempel
di serat-serat kaos kaki dan ujung jubah.
Karena berjalan nyaris tanpa suara, aku pun
hanya bisa mengikuti, ya aku mengikuti
suasana yang sama sekali jauh dari
lingkungan yang pernah membesarkanku.
Sebuah suasana yang tampak asing.
2. 1/ 26/ 7 Pengajian belum dimulai. Aku merasa
seperti berada di ruang kedap dosa yang
disekat oleh hijab di samping kanan dan
depan. Tidak ada pemandangan yang bisa
dilihat selain tembok putih masjid dan kain-
kain jubah yang dikenakan oleh jemaah
pengajian, dan tentu saja bentangan kain
hijab yang tingginya semeter itu. Anehnya,
sinar matahari pagi yang garang berdesakan
masuk dan menusuk dari setiap celah
tembok depan tak sedikit pun kurasai panas.
Betapa tidak, sebelum-belumnya kurasai Mahmudah
kalau sudah digarangi oleh matahari yang
demikian panas, aku langsung melompat dan
mencari rindangan. Tapi kini tidak. Sedikit
pun aku tidak bersijingkat dari tempat di
mana aku digarangi begitu hebat oleh
matahari. Aku tetap duduk tenang seperti tak
merasakan apa-apa selain kedamaian abadi.
Coba kudongakkan sedikit wajahku yang
sedari tadi terus menafakuri lantai dan
melihat ke kiri melihat ke kanan. Ouhh, tak
satu pun ikhwan yang tampak. Bahkan
sedari tadi aku belum melihat wajah mereka.
Dan memang itu tidak memungkinkan,
sebab pintu masuknya berbeda. Yang
terdengar hanya suara bisikan mereka di
depan dan di kanan. Dugaku, tentu saja
lanskap masjid ini sudah diatur sedemikian
rupa agar zina mata antara ikhwan dan
akhwat tidak terjadi. Zina mata tidak boleh.
Kata Rahmi, Allah melarang perbuatan itu
karena itulah yang menjadi mula terbukanya
zina yang lebih besar, yakni zina tubuh.
3. 1/ 27/ 8 Tak lama kemudian terdengarlah salam dari
soundsystem yang bunyinya agak serak dan
tampak memekakkan telinga. Tapi lupakan
soal suara lengkingan buruk itu. Sebab ada
suara yang lebih santun melantun memenuhi
pelataran masjid. Suara seorang ikhwan. Mahmudah
Begitu sopan ia berbicara. Begitu perlahan.
Mendengar itu aku membenarkan semua
kata-kata Rahmi bahwa di kelompok
pengajiannya, hati diasah dalam
ketenteraman.
4. 1/ 29/ 12 Sepulang dari Kampus Barek, kudapatkan
kamar putri sepi. Hanya ada satu orang di
ranjang ujung, tiduran sambil baca buku.
Madzmumah
Sepertinya komik. Kutanyai dia, pada di
mana yang lain. Ia hanya angkat bahu tanda
tak mengerti.
5. 1/ 31/ 15 Dan kini aku seperti sendiri di kamar ini.
Aku tahu yang berlima di sini tidak bisa
menggantikan Rahmi. Aku tidak suka
dengan mereka. Judes dan santri yang malas
beribadah. Kesukaan mereka adalah adalah
Madzmumah
menggunjing orang lain dan mulut mereka
dipenuhi oleh kekotoran. Apa mereka tidak
tahu bahwa menggunjing adalah perbuatan
yang dilarang dan merusak hati serta
kekhusukan ibadah.
6. 1/ 35/ 23 Sinar matahari memasak kulitku yang
berada dalam balutan jubah. Debu jalanan
Kaliurang mengamuk dan menghambur ke
udara lalu mendarat di jilbab dan menjilati
permukaan halus kulit tanganku yang tak
Mahmudah
bersarung. Betapa gerahnya siang itu ketika
kulihat Mas Dahiri duduk terpekur di
emperan Masjid Tarbiyah di selatan
kampusku. Rupanya dia sudah lama
menunggu.
7. 1/ 36/ 24 “Tidak apa Kiran,” katanya kalem dan
kulihat wajahnya basah dan air menitik-nitik
dari dagunya. Naga-naganya ia selesai salat.
Aku tak berani menginjakkan kaki
dipelataran masjid suci itu karena aku lagi
“datang bulan”. Kata seorang pembicara soal
fikih yang kudengar dari masjid ini bahwa
perempuan haid adalah najis, maka najis
pula semua yang diinjaknya. Aku tak tahu
Mahmudah
mengapa begitu karena memang aku tak
mengerti. Karena tak mengerti, maka kuikuti
saja, siapa tahu betul. Bukankah kita
beragama harus tunduk dan pasrah, termasuk
pada aturan-aturan agama? Dan aku
memang mematuhi untuk tidak secuil pun
menginjak lantai masjid. Dan duduklah aku
di pinggir selasar yang jaraknya tiga tongkat
dari Dahiri.
8. 1/ 40/ 33 Sekali dua kali ku keluhkan keraguanku itu
kepada Mas Dahiri dan ia menyambut
keluhanku itu dengan kata-kata dan
sebarisan ayat-ayat suci. Ia buru aku dengan
doktrin yang sungguh-sungguh meyakinkan.
Dan aku lagi-lagi terkapar dibuatnya.
Imanku mengatakan bahwa apa yang ia
katakan benar dan murni, sebuah cita-cita Mahmudah
yang sungguh mulia. Dan aku pun secara
spontan mengatakan bergabung. Tapi ia
menahannya dan kembali
membingungkanku: “Jangan dulu.
Pikirkanlah masak-masak. Sebab yang
dibutuhkan adalah orang-orang yang total
berjalan di garis dakwah.”
9. 1/ 42/ 39 Tapi atas segala kehambaan itu aku pun
digunjingi hanya karena jilbabku besar.
Bahkan ada yang bilang: “Tuh liat, tekstil
jalan.” Tapi aku menunduk saja, menunduk,
dan menunduk, sebagaimana Rasul pernah
mengajarkan. Salahkah aku berpakaian
Mahmudah
demikian? Bukankah aku hanya menuruti
perintah Allah dalam Alquran surah An-
Nuur ayat 31 yang memerintahkan agar
menutup aurat serapat-rapatnya. Salahkah
aku berpakaian yang demikian dan
mengurangi aktivitas keduniawian?
10. 1/ 43/ 40 Kudengar pula bisik-bisik yang tak
mengenakkan, bukan hanya perempuan- Madzmumah
perempuan santri mahasiswi di kamarku,
tapi juga santri-santri di seisi Pondok ini,
hanya karena aku sudah enggan keluar
rumah.
11. 1/ 43/ 41 Isu lain yang tak kalah menyakitkan ialah
aku dikatai menentang para kyai, menjelek-
jelekkan kyai. Kejamnya isu itu. Mereka
katai aku menjelekkan dan membangkangi
kyai hanya karena aku enggan salat
berjamaah dan mengikuti pengajian rutin
yang diselenggarakan di Pondok. Gunjingan
itu, terang kukatakan, menggerahkanku.
Madzmumah
Sudah panas betul rasanya hatiku. Aku
begitu sadar mendapat intrik dan cibiran
yang demikian itu. Tapi ketika kemarahan
itu datang, sebuah suara membisiki dari
pedalamanku bahwa segala cibiran, segala
intrik adalah cobaan dan ujian dari-Nya
sebelum aku menapaki jalan dakwah yang
luar biasa mulianya nanti.
12. 1/ 52/ 54 Tapi aku diberi dan aku menerima saja. Dan
aku menjauhkan buruk sangka yang tak
beralasan atas orang lain. Aku tak mau ber-
suudzon, berburuk sangka. Itu dosa. Hanya Mahmudah
menambah-nambah dosa. Dan aku tak mau
itu merintangiku menempuh jalan awal
menjadi muslim yang sejati-jatinya.
13. 1/ 54/ 56 Pergaulanku dengan santri-santri pondok
pun lamat-lamat mulai tertutup. Terutama
dengan santri cowoknya. Kalau santri cewek
Madzmumah
tidak. Walaupun ada beberapa orang yang
memang sadis denganku, beberapa orang
yang pembawaannya agak ketus.
14. 1/ 55/ 59 Yang pertama kucari adalah orang-orang di
sekitar Pondok. Kulihat ada seorang
perempuan yang pakaiannya hampir sama
denganku: sama-sama besar dan gombrang. Madzmumah
Tapi bukan sambutan yang kudapat, tapi
usiran. Ternyata ukhti ini adalah seorang
salaf.
15. 1/ 55/ 60 Dia menolak terus sembari memohon.
Karena didorong rasa penasaran, aku
mengupulkan informasi kepada beberapa
teman putri yang mau berbagi, terutama
yang belajar di Kampus Biru. Dari Madzmumah
merekalah aku kemudian tahu duduk soal
mengapa dia mengusirku. Rupa-rupanya ia
takut sekali dengan ustaznya. Diajak diskusi
dia tidak mau terbuka, malah membentak-
bentak. Dia tidak tahu, bahwa aku gerah
juga diusir seperti itu.
16. 1/ 55/ 61 Gagal dengan ukhti salaf itu, kudekati yang
lainnya. Setiap sore aku mengajak orang
untuk berdiskusi. Tapi aku merasakan ada
gap yang cukup lebar antara aku dengan Madzmumah
santri-santri Pondok. Atau karena jilbab dan
jubahku terlalu kebesaran lantas mereka
takut atau risih berada di sampingku.
17. 1/ 56/ 62 Tiga bulan aku berdakwah di Pondok, tapi
hasilnya tetap nihil. Kuakui, gerakku di
pondok tidak leluasa. Sebab sejak awal aku
Madzmumah
memang sudah tak disukai. Maka aku pun
memantapkan diri meninggalkan Pondok Ki
Ageng dan menuju Pos Jemaah.
18. 2/ 57/ 63 POS Jemaah itu terletak di sekitar
kampusku, Kampus Barek atau di utara
Kampus Biru. Tepatnya di Kaliurang. Ada
empat kamar yang memanjang ke belakang.
Ada juga ruangan khusus salat dan ruang
tamu. Kamar mandinya dua. Yang paling
ramai biasanya sore atau malam hari di
ruang tamu itu. Bukan karena di sana ada
televisi, tapi tamu ikhwan kerap berkunjung Madzmumah
pada jam-jam itu. Dan tahukah kalian,
bahwa ukhti-ukhti jemaah ini paling senang
dikunjungi ikhwan, walau para ikhwan tak
bisa menangkap rasa gembira itu. Ah
begitulah para ukhti, mereka sanggup
menutupi dan meredam perasaan gembira
yang bergolak-golak ketika dikunjungi
ikhwan.
19. 2/ 57/ 64 Aku ditempatkan di kamar Mbak Auliah,
yang memang menjadi tentorku
sebagaimana rekomendasi awal setelah
pembaiatan. Bagiku, Mbak Auliah sudah
seperti ibuku sendiri. Kalau aku capek ia
dengan senang hati memijiti punggungku.
Begitu pula kalau aku ada masalah, dialah Mahmudah
yang dengan sabar mendengarkanku
mengeluhkan kesah. Tapi kelemahannya
cuma satu: kalau kudebat dia tidak bisa
menjawab. Padahal aku orangnya seperti ini:
suka bertanya atas sesuatu yang sama sekali
tidak aku ketahui.
20. 2/ 58/ 66 Karena didorong oleh rasa penasaran
bagaimana sebetulnya letak kebenaran Mahmudah
sejarah umat ini dalam konstelasi sejarah
kemerdekaan Republik, aku pun suntuk
membacai dokumen tua itu. Malam-
malamku kuhabiskan untuk membaca,
mengaji, dan juga menghafal beberapa poin
dari sejarah umat Islam Indonesia yang
terluas di didalamnya. Dari situ pula aku
menemui selembar dokumen pernyataan
proklamasi berdirinya Daulah Islamiyah di
Indonesia yang diserukan oleh Eyang Wirjo
di Madinah-Indonesia.
21. 2/ 60/ 70 “Kita boleh berbohong, sepanjang itu
berkaitan dengan kepentingan Islam dan
kerahasiaan perjuangan. Bahkan boleh
menipu, mencuri, merampok, menjual
barang-barang pribadi, maupun melacur. Ini
jihad dan bukan untuk foya-foya. Dan Allah
Madzmumah
Maha Tahu itu semua,” begitu aku seorang
ustaz di Jemaahku sesaat aku dilantik.
Walau aku sangat begidik waktu itu, toh
kuterima juga dengan pasrah. Sebab
anggapku ini perjuangan ini perjuangan
mulia.
22. 2/ 61/ 72 Maka inilah pemandangan sehari-hari yang
kulihat dalam Pos Jemaahku ini. Hampir
setiap hari aku temukan kesantaian yang
sangat dan bukan sosok-sosok yang bersiap-
siap menyongsong kesyahidan. Situasi ini
hampir tak ada beda dengan aktivitas para
santri di Pondok Ki Ageng yang
kutinggalkan karena aku tak dapatkan
konsentrasi ibadah di sana. Berharap
dapatkan suntikan semangat spiritual yang
berlebih di sini, eh malahan yang
Madzmumah
kudapatkan adalah hal yang sama di Pondok.
Maka menonton televisi adalah pekerjaan
yang sangat rutin kulakukan. Apabila acara
telenovela datang tiap sore menjelang
magrib, kamar-kamar terbuka dan berduyun-
duyunlah kami menonton dengan
khusyuknya. Bahkan ada uhkti yang
menggilai sepakbola. Kalau sudah ada
sepakbola, dipastikan ia akan rela melek dan
berteriak-teriak sendiri menyoraki gocekan
bola pemain dari klub yang dikaguminya.
23. 2/ 62/ 73 Belum lagi kalau walimahan, seisi Pos akan
berpesta. Dan walimahan itu kerap terjadi
Madzmumah
pada malam minggu. Maka kami pun
membeli makanan yang melimpah. Lalu
memasaknya beramai-ramai. Menurut Mbak
Auliah, sejak dulu Pos kami ini sering
dipakai untuk acara walimahan. Di acara
inilah aku mengakrabkan diri dengan para
ikhwan dan bercanda bersama dengannya.
24. 2/ 62/ 74 Sepertinya aku makin menjauh saja dari
tradisi sufi yang kubangun dengan sangat
payah dan sendiri kala aku masih tinggal di
Pondok Ki Ageng. Dan aku tetap merasakan
kesesakan hati. Tak ada lagi yang bisa diajak
berdiskusi yang sehat. Kekagumanku kepada
Mbak Auliah pun perlahan memudar.
Madzmumah
Ternyata ia bukan seorang ukhti Jemaah
yang kuidealkan. Perhatiannya yang
menyejukkan, penuh persaudaraan, dan
sungguh-sungguh kepadaku, ternyata tidak
dibarengi dengan keluasan wawasan dan
kedalaman pikir untuk mengajarkan ilmu
kepada yang lain.
25. 2/ 64/ 76 Mungkin juga Komandan Sardi enggan
menjawab setiap tanyaku karena pertanyaan
itu nyerempet ke soal politik yang itu kalau
tidak dijawab secara hati-hati akan Mahmudah
menggoyahkan keselamatan gerakan
Jemaah. Apalagi aku adalah kader termuda
yang masih seumur jagung masuknya.
26. 2/ 64/ 77 Akhirnya, tradisi ibadah sufi yang kujalani
selama di Pondok Ki Ageng itu rutuh satu
demi satu. Reruntuhannya sempat kutimang
dan kutangisi, tapi apa boleh buat,
reruntuhan itu makin menumpuk dan
bertambah hingga aku pun tak kuat, bosan,
lalu membiarkannya meruntuh dan terus
meruntuh. Pada akhirnya, ibadahku pun
kembali merosot. Kalaupun aku terlihat
Madzmumah
menjalani ibadah, itu sekedar menjalani
ritual keagamaan belaka. Tubuhku saja
lenggak-lenggok menghadapi kiblat, namun
hatiku tidak ikut dalam ritual itu. Aku sudah
sebagaimana kebanyakan ibadah awam.
Ibadah pun mulai malas. Sekali dua kali,
ketika azan magrib sudah melantun, rasa
kosong menghampiriku, hatiku nelangsa tak
tahu hendak berbuat apa.
27. 2/ 65/ 78 Karena melihat situasi yang tidak
mengenakkan itu, aku memberanikan protes
Madzmumah
kepada Ukhti Salimah yang kamarnya
bersebelahan denganku. “Kok di sini
perjuangan kayak bukan perjuangan. Santai-
santai saja.” Tapi yang kuterima adalah
sindiran dan pembelokan masalah―bukan
saja datang dari Ukhti Salimah, tapi juga
Rahdina, Astuti―yang menyindirku sebagai
orang yang jarang silaturahmi kepada ukhti-
ukhti yang sudah menikah.
28. 2/ 67/ 82 Tapi di sini, di pos baru ini, yang
kudapatkan adalah kehidupan yang
individualistik. Yang kudapatkan di sini
adalah betapa kehidupan ukhti-ukhti di sini
sangat matrealistik: yang mengagungkan
pamer-pamer sesuatu yang sifatnya Madzmumah
kebendaan, misalnya soal jubah baru,
komputer termahal, dan sebagainya,
ketimbang mempertajam visi perjuangan
dengan jalan mengasah wawasan dengan
ilmu dan diskusi.
29. 2/ 68/ 83 Tapi aku hanya seorang aktivis pemula,
yang kerap pikirannya goyah oleh keadaan,
terpengaruh juga akhirnya oleh lingkungan
yang kurang kondusif untuk ibadah―juga
berdiskusi yang intens mempertajam
wawasan. Dimulai dari salat tahajudku yang Madzmumah
mulai bolong-bolong. Kemudian aku pun
memiliki kebiasaan baru yang sebelumnya
jarang bahkan tidak pernah kulakukan:
menonton televisi hingga larut malam.
Bahkan kadang lupa salat isya.
30. 2/ 68/ 84 Aku coba menerima dan sekuat-kuatnya
meresapi. Aku redam pertanyaan-pertanyaan
dan gugatan-gugatan itu. Dan aku berusaha Mahmudah
untuk mengikuti semua irama dan aktivitas
di sini. Aku ingin mengalir saja.
31. 2/ 71/ 89 Pengajian itu dibuka dengan pembacaan ayat
suci Alquran yang kebetulan qariah yang Mahmudah
ditunjuk membaca ayat-ayat awal surat Al-
Baqarah. Aliflamim zalikalkitabulah….
32. 2/ 72/ 92 Dan betul dugaanku, keterpanaan mereka
melahirkan kepenasaranan. Buktinya, seusai
acara itu satu dua tiga lima delapan remaja
datang yang masih kebanyakan SMU itu ke
rumah setiap sore atau malam. Mereka Madzmumah
datang untuk berdiskusi untuk tahu Islam itu
apa. Kata banyak ukhti, aku punya kekuatan
argumentatif untuk menarik orang sehingga
orang-orang di kampung sering mengatakan
bahwa Nidah Kirani, anak bungsu
pengusaha sumber alam itu, punya “apa-
apa” karena setiap orang yang ngomong
sama dia pasti mengikuti. Dan benar, anak-
anak remaja itu kucekoki dengan ajaran
yang dibawa oleh Jemaahku selama ini.
Yang kulakukan pertama kali adalah seperti
yang dilakuakn oleh Mas Dahiri ketika aku
pertama kali berkenalan dengan Jemaah,
yakni pencabutan akar. Biasanya aku mulai
dengan pertanyaan, “Kamu Islam?”
33. 2/ 74/ 97 Aku buat mereka sekarat sebagaimana aku
pernah sekarat didoktrin pada waktu awal-
awal aku masuk. Ketika mereka terlihat Madzmumah
goyah, ragu, dan bimbang, maka kurasukilah
hati dan pikirannya dengan doktrin-doktrin
Jemaah.
34. 2/ 75/ 99 Melihat perilakuku begitu, ia terus bertanya
dan penasaran, sebab sepengetahuannya
selama ini aku dianggapnya badung, nakal,
Mahmudah
dan tidak suka dipaksa-paksa untuk salat
ataupun mengaji. Mungkin pikirnya, aku
sudah berubah.
35. 2/ 78/ 105 Tapi sialnya, teror ini mula-mula sekali
datangnya. Ketika usia masuk mereka masih
dalam hitungan hari, mereka langsung
dihadang teror. Padahal aku tahu persis,
emosi gerakan mereka belum mantap betul
letak duduknya ketika aparat kemanan dan
pemerintah desa mencium langkah gerakan.
Aku sebetulnya sudah mencium gelagat itu
ketika tiap kali aku datang ke masjid, orang-
orang pada menyingkir dan tak mau berdiri
di sampingku untuk salat berjamaah. Puncak Madzmumah
dari kemarahan warga itu adalah ketika
Riana, seorang yang baru saja direkrut oleh
asisten wilayah dakwahku di Komandemen
Desa, pingsan ketika di kelasnya, seorang
guru bercerita tentang sejarah Jemaah kami.
Kata guru sejarah itu, kalau keluar dari
Jemaah dibunuh, kalau di dalam bisa gila.
Kader akhwatku itu langsung pingsan.
Gempar! Akhirnya Teguh, asistenku, diculik
polisi.
36. 2/ 79/ 106 Dan satu demi satu usaha-usaha yang kami
lakukan terbongkar. Di keluarga Riana pun
terbongkar sindikasi gerakan ketika Madzmumah
asistenku selalu menagih sejumlah infak
kepada mereka untuk menyokong dana
perjuangan suci. Bukan tuduhan meminta-
minta itu yang membuatku panik, tapi
tuduhan subversif bahwa aku menjadi picu
yang merusak otak anak-anak kampung
untuk merebut negara yang sah, yang
menyuruh orang untuk memberontak dan
menurut mereka pemahaman agama seperti
ini sangat berbahaya. Bahkan lebih
berbahaya dari PKI.
37. 2/ 80/ 108 Tapi kampung bukannya semakin lama
semakin mendingin, malahan makin
mendidih, makin panas. Setiap anak
diinterogasi. Ultimatum dikeluarkan dan
bunyinya tidak main-main: kalau tidak
keluar dari ajaran Nidah Kirani, maka
statusnya sebagai anggota keluarga terhapus.
Ketakutan mereka makin menjadi-jadi Madzmumah
setelah tahu bahwa keluargaku pun ikut
denganku. Spekulasi pun merebak, bahwa:
kalau orangtua tak ikut masuk Jemaah,
orangtua itu tidak diakui sebagai orangtua.
Mereka tuduh ajaran yang kusebarkan itu
sebagai sesat karena menganggap orang
najis dan anjing semua.
38. 2/ 80/ 109 Sampai pada suatu malam di bulam
Ramadan. Untunglah malam itu aku berada
di Yogyakarta. Sebagaimana diceritakan
oleh asistenku, isu beredar dengan cepat dan
orang-orang kampung bersiap mengadiliku.
Madzmumah
Orang-orang sudah ramai berkumpul di
pelataran masjid. “Sayang, si Kiran itu tidak
datang,” umpat mereka kecewa dan bubar
begitu saja setelah mengetahui bahwa aku
tidak bakalan muncul.
39. 4/ 98/ 116 Berkali-kali memang kuadukan geleparan
siksa ini kepada beberapa pemuka agama
yang kukenal. Tapi jawaban mereka
segendang sepenarian: “Sabar Nak Kiran, Mahmudah
sabar. Allah sedang mengujimu. Sebab
untuk mematangkan iman, ia harus diuji
terlebih dahulu. Sabar.”
40. 4/ 98/ 117 Oh kakak-kakakku, oh Ibu, oh Bapak, aku
telah menipu kalian. Telah kukuras semua
harta untuk beri infak setiap minggunya.
Kalian telah berpayah-payah bekerja dan Madzmumah
hasil itu semua kukeruk. Untuk apa? Untuk
infak Jemaah, untuk perjuangan suci umat
Islam.
41. 4/ 98/ 118 Dosakah aku? Ujiankah ini? Tapi, tapi, ah
aku belum bisa terima kenyataan ini.
Bagaimana bisa aku menerima ujian atau
mungkin kutukan dari dosa yang tidak
kulakukan. Aku tak merasa berlalu di atas
dosa apa pula kesalahanku kepada umat?
Bukankah aku bergiat untuk mengoreksi
akidah umat? Aku masih yakin, akidah umat
sungguh salah. Lalu apa dosaku? Apa
salahku? Mengapa aku tiba-tiba
dicampakkan begitu saja yang tak dinyana-
nyana aku telah dapatkan diriku berada Madzmumah
dalam kesunyian yang sia. Kalau memang
jalan dakwah yang telah kuambil lewat salat
istikharah salah, kenapa pula Tuhan tak
mencegah orang-orang yang bergiat di
Jemaah untuk tidak menyebarkan ajarannya
dan malah aku yang harus disuruh bersabar,
bersabar, dan imanku diuji. Bukan, bukan
diuji, tapi disembelih dan kemudian dikerat-
kerat. Huh, kenapa bukan dogma jemaah itu
saja yang dihentikan. Dualisme macam apa
ini?
42. 4/ 99/ 119 Ataukah Tuhan tak punya kuasa sehingga
sedikit pun tak sanggup menahan laju
dogma-dogma itu? Atau mungkin Tuhan Madzmumah
sudah begitu lemah dan para penyebar
dogma itu terlalu meyakinkan untuk dihela
dan diperlihatkan kekeliruannya?
43. 4/ 99/ 120 Dan aku, aku disuruh oleh mereka
bersabar...bersabar...dan bersabar coba,
hanya aku disuruh mereka. Tapi mengapa
mereka begitu sungkan untuk memberitahu
Madzmumah
Tuhan bahwa Ia dan segenap kekuasaan-Nya
harus menyetop lalu-lintas dogma dari para
pendakwah agama itu di tengah dunia
manusia ini.
44. 4/ 99/ 121 Oh, betapa alasanku hidup selama ini hanya
dan hanya menghamba kepada tuhan,
menyucikan diri, berjihad hidup demi
tegaknya sebuah cita-cita. Tapi semua-mua Madzmumah
keyakinan itu batal dan tersandung. Betapa
kecewa dan patah hatinya aku kepada Tuhan
yang merupa begini.
45. 4/ 100/ 122 “Tuhan, kenapa aku Kau perlakukan seperti
ini. Kamu tahu betapa aku bersungguh- Madzmumah
sungguh berniat untuk menjadi hamba.
Lihatlah Kau apa yang kulakukan selama
ini. Aku telah berinfaq sedemikian banyak.
Bahkan lebih besar dari yang lain-lain di
jalan yang Kau ridhai. Kalau malam aku
dirikan salat. Itu semua kutunjukkan untuk
mengabdi kepada-Mu semata. Tapi mengapa
itu semua harus berujung dengan
kekecewaan.”
46. 4/ 100/ 123 Lalu harus bagaimana aku bisa meyakini
Tuhan yang menyiksa begini. Yang tidak
bisa berpikir, hanya aku yang dipaksa-paksa
untuk bersabar, bersabar, dan terus bersabar, Madzmumah
dan terus bersabar entah sampai kapan
batasnya. Betapa mudahnya seorang
manusia disalahkan oleh sesamanya atas
nama yang di Atas: TUHAN.
47. 4/ 100/ 124 Ah, aku rasakan seolah-olah semua
pengabdian yang telah kuberi dibuang begitu
saja oleh-Nya. Sungguh, aku sangat
kecewa―tidak hanya kecewa, tapi patah
hati. Patah hati dengan kuasa Tuhan yang
memermainkanku. Aku dengan semena- Madzmumah
mena dijadikannya pion permainan-Nya.
Duh, napas ini, paru hampa ini, begitu sesak,
sesak sekali. Akukah yang hidup dengan
hirupan napas yang berasal dari pori-pori
kehidupan yang penuh tragedi ini?
48. 4/ 101/126 Dan kurs kepercayaanku kepada-Nya pun
bergerak perlahan tapi pasti ke titik nol. Dan
dengan serentak dan setengah berteriak Madzmumah
seperti orang yang kambuh sakit gilanya
suaraku membadai, aku berteriak sekencang-
kencangnya lalu airmataku pun tumpah.
49. 4/ 101/ 127 “Baiklah, permainan lama memang telah
berakhir Tuhan. Dan kukatakan kepada-Mu,
aku adalah pecundang. Aku adalah sang
kalah. Dan aku tak mau tercampakkan segini
rupa di kamar ini. Kalau memang Kau tak
mau menyapa lagi, aku pun akan melakukan Madzmumah
hal yang sama seperti yang Kau lakukan
atasku. Aku juga tak akan menyapa-Mu.
Tidak, setitik pun tidak. Bulshit Tuhan,
semua-mua bulshit janji pahala, jihad,
kesucian yang telah Kau tanam dan
tumbuhkan dalam hatiku.
50. 4/ 102/ 128 MAGRIB menjelang sebagaimana lima
belas magrib sebelumnya. Lelantunan azan
Madzmumah
dari ratusan masjid itu berkumandang kuat
dari kubah-kubah puncak masjid yang
tumpul mirip […]. Suara itu memanggil-
manggil orang yang tuli yang bisu untuk
datang membawa bernampan-nampan
harapan dalam sesaji ibadat. Tetapi dulu tak
lagi seperti sekarang. Lelantun itu tak lagi
membuat hati yang terkoyak oleh belati
Kabil ini terpanggil dan segera menyeret
tubuh ini untuk sujud berlama-lama hingga
menumpahkan airmata taubat dan syukur.
Dulu tak sama lagi dengan sekarang. Betapa
sekarang suara azan itu begitu menyakitkan.
Betapa aku trauma dengan beliung suara
azan itu. Jentik suaranya yang buruk
menggedor-gedor dan menusuk-nusuk
telingaku. Kututup wajahku. Aku mengerang
dan sesaat kemudian aku terjerembab
menelungkup di atas pembaringan yang
sudah awut-awutan karena kutiduri
sepanjang malam yang kemarinnya dan
kemarinnya dan kemarin-marinnya lagi.
Terasa betul aku dilemparkan ke tempat
asing.
51. 4/ 103/ 129 “Suara-Mu itu Tuhan yang membuatku
terasing! Hampir-hampir aku tidak percaya
kalau tatacara azan itu Kau yang
mengajarkan. Kalau memang iya, ah betapa
brengsek suara sengau itu. Tidak, jangan.
Madzmumah
Suara itu mirip lengkingan suara […] dari
kerajaan para […] yang mencacah-cacah
hatiku, jiwaku. Dari kejauhan suara itu
kudengar seperti lolongan […] yang
menakutkan.”
52. 4/ 103/ 131 Dan sumpah pun kemudian kuikrarkan
bahwa mulai saat ini dan entah sampai
kapan aku tak sudi merebahkan dahiku di
atas sajadah untuk mendirikan salat
sebagaiamana dulu. Dulu bukan sekarang.
Tidak. Aku ingin hidup dengan kekuatanku
sendiri. Maafkan Tuhan bila aku tidak lagi
mengharapkan kusa-Mu. Kalau Kau mau
dan menyebutku sebagai makhluk ciptaan-
Mu yang tidak tahu diri tidak tahu Madzmumah
terimakasih, silakan...silakan, cabut saja
jiwaku. Tapi aku tak akan membiarkan
begitu saja Kau mencabutnya. Sebab aku
akan melawan dan tak mau turut pasrah
dalam permainan-Mu. Kau yang
menciptakanku dan hidupku sama sekali tak
pernah kuinginkan. Jadi Kau yang harus
bertanggung jawab atas semuanya. Maafkan
Tuhan atas sikapku yang kasar ini. Maafkan.
53. 4/ 104/ 132 Maka kuseru-serukan diri ini untuk bangkit
dari kematian yang palsu. Aku tak mau
lepaskan hidup dari tragedi seperti ini. Aku
harus mampu bertahan dari hanyut yang
menenggelamkan lalu berbalik menentang
arus sejarah yang terpenggal di pertengahan
kisah hidupku. Hei, bangkitlah kau diri. Kau, Mahmudah
Nidah Kirani, jangan selemah itu. Jangan
secengeng itu. Hidup belumlah selesai,
hidup belumlah usia, dan revolusi atas
kekecewaan tak bisa hanya kau langsungkan
di atas pembaringan. Bangkitlah diri,
bangkitlah kau Kiran.
54. 4/ 105/ 134 Tanganku sekali dua kali mengambil kerikil
dan melempari dua kupu-kupu yang sedang
terbang rendah berkejaran-kejaran di atas
kopak-kopak bunga yang tumbuh kerdil.
Aku tidak suka kehadiran kupu-kupu itu di
hadapanku. Kupu-kupu hanya
memerlihatkan keindahan yang melenakan.
Warna bulunya yang menyilaukan memberi
rangsangan tipuan. Keindahannya terlampau
Madzmumah
meta. Aku sebetulnya lebih suka pada
kalong. Aku suka hitam bulunya. Begitu
perkasanya. Dan satu, kalong adalah
binatang malam pekerja. Ia dengan
kekuatannya sendiri melanglangi jelaga
malam. Tidak seperti kupu-kupu yang
memasuki rumah-rumah penduduk―dan
terkadang masuk dalam kelambu ranjang.
Mirip pengemis tunahunian.
55. 4/ 107/ 136 Namun lamunanku atas kupu dan kalong
pupus ketika dalam sekelebat bayang kulihat
Hudan Hidayat sedang berjalan bersicepat
ke arahku. Ya, tampaknya ia sedang menuju
ke aku. Ada apa dia menemuiku? Mau apa
dia? Kuberitahu, Hudan adalah salah
seorang kawan di Kampus Matahari Terbit.
Madzmumah
Dan setahuku ia salah seorang pengedar
yang pernah kukecam jalan hidupnya
sebagai manusia yang dibuahi oleh setan
dalam rahim ibunya. Dan sekarang, melihat
sayup-sayup sosoknya yang jangkung dan
dagu yang ditumbuhi rambut, aku
menggirang. Sekaligus tercenung.
56. 4/ 107/ 137 Hmm, tampaknya Tuhan kini berbaik hati
mengirimkan “utusan”nya kepadaku tatkala
aku sedang habis. Tatkala hatiku sedang
melompong. Dan yang dikirimkannya
kepadaku yang sedang kosong ini adalah
manusia hasil pembuahan setan. Ah, Tuhan! Madzmumah
Ia tak mengirimkan kyai-kyai yang setiap
waktu (minta) dikawal lampion-lampion
malaikat (katanya!), melainkan setan yang
dikutuk-kutuk kaum beriman—termasuk aku
dulunya. Dan setan itu bernama pengedar.
57. 4/ 108/ 138 Sepanjang usia dewasaku, aku belum pernah
berkenalan dengan dunia gelap, dengan
dunia setan. Inikah picu awal ketika diriku
mengalami ekstase kosong seperti ini? Oh
Tuhan, kau kirimkan dunia baru buatku
ternyata, sebagaimana dengan tiba-tiba juga Madzmumah
kau sodorkan dunia baru ketika aku pertama
kali bergabung dalam barisan Jemaah Islam
beberapa tahun silam. Kalau benar ini dunia
baru, surga baru, tampakan baru, hidup baru,
sudah sepatutnya aku menyambutnya.
58. 4/ 110/ 139 “Jangan langsung marah begitu dong sama
saya. Mmm… baiklah, kalau kau minta,
baiklah, akan saya kasih. Tapi, tapi tidak
sekarang. Gila apa kalau terus-terusan Madzmumah
dibawa, saya bisa kena razia. Hi… saya
belum mau masuk di acara televisi itu, di
acara Patroli ama Buser. ”
59. 4/ 110/ 140 Karena mungkin kasihan melihatku, Hudan
pun mengajakku, tepatnya menyeretku ke
depan Gedung Agung yang memang tak
jauh dari rumah kosku. Tanpa terlebih
dahulu pamit dengan inang hunianku, aku
berjalan sempoyongan dalam gapitannya.
Madzmumah
Mataku sayu tak memerlihatkan hasrat ingin
hidup. Kondisiku sudah di ambang sakau.
Dengan udara yang kuhirup aku rasakan
kengerian karena udara adalah bagian dari
tragediku. Separuh sadar yang masih
menyisa kulihat kengerian di sekelilingku.
60. 4/ 112/ 142 SEJAK semalaman bersama Hudan, aku pun
ketagihan untuk terus di jalanan. Kukatakan,
ini adalah pengalaman pertamaku di jalanan.
Ketika aku masih bergiat di jemaah, praktis Madzmumah
jalanan adalah terra in cognita, wilayah tak
bertuan yang menjadi muntahan tudinganku
sebagai tempat membuang waktu sia-sia dan
daerah merubungnya dosa dan pelbagai
akhlak kafir. Tetapi sekarang, perasaan itu
terbalik. Justru aku tak lagi bisa betah dalam
kamar sebagaimana ajaran tiga atau empat
tahun lalu kuterima bahwa tempat terbaik
perempuan adalah di kamar adalah di rumah.
Hari ini rumah bagiku bagaikan penjara
yang menyiksa. Dan aku tak mau mati dalam
kondisi jiwa tertekan di sana. Tidak!
Perasaan tertekan ini harus kubebaskan.
Tindasan jiwa ini harus kulepaskan jerat-
jerat yang mengurungnya.
61. 4/ 112/ 143 Maka begitulah, setiap malam aku
mengembarai “dunia luar” dan bertemu
kawan-kawan sekampusku, sesama manusia
kalong yang menghidupkan malam-
malamnya di jalanan. Salah satunya adalah
Rani. Seperti nama perempuan. Tapi aku
lebih senang menyebutnya demikian
daripada nama panajangnya yang menurutku Madzmumah
buruk: Raniman. Dari dialah jejariku bisa
memegang batangan rokok, barang yang
lagi-lagi selama aku berada di jalur putih
Jemaah, adalah benda asing. Ke mana-mana
aku bersama Rani. Ia mengajakku begadang
dan nongkrong tiap malam di depan
kampusku sendiri, Kampus Matahari Terbit.
62. 4/ 113/ 146 Dan hari-hariku kini adalah hari-hari
perjuangan untuk mengalpakan ingatan akan
Tuhan dan agama di ceruk-ceruk
Madzmumah
kesadaranku. Biarlah yang lalu-lalu
tertampung dalam kealpaan dan jangan lagi
hadir.
63. 8/ 193/ 148 Ia ungkapkan rasa cintanya dan aku
langsung menyambar cinta yang terlontar itu
dengan kata iya. Ah, lelaki ini mengutarakan
rasa cintanya kepadaku. Ha-ha-ha, cinta…
cinta katanya. Apa cinta? Hmmm, bagiku
cinta adalah abstraksi dari rasa ketertarikan,
kekaguman, keter-pesonaan, sekaligus
Madzmumah
penasaran yang menuntut untuk dituntaskan.
Penuntasan rasa ini akan dapat dilakukan
melalui seks sampai penyatuan yang paling
sempurna. Seks adalah titik orgasme yang
tertinggi antara dua manusia. Seks, gairah,
dan keterpesonaan itu lama-lama akan
menjadi suatu fenomena dan seperti sebuah
grafik yang mendatar lalu memuncak dan
kembali mendatar. Itulah cinta. Seks itu
puncak cinta. Karena seks itu cinta, maka
serta-merta kuterima cintamu, lelaki. Seks.
Aku mau itu. Itu saja.
64. 8/ 194/ 149 Hubungangku dengan Didi yang masih
dalam hitungan hari itu membuatku hatiku
terlena dan terus tertambat di jalanan. Aku
pun sudah sangat jarang pulang ke rumah
kontrakan saudaraku di Gendongkuning.
Madzmumah
Ternyata ketakpulanganku membuat
saudara-saudaraku gelisah. Dan sama
kagetnya mereka ketika Rahmanidas Sira
menelepon dan menanyakan diriku di
Gendongkuning.
65. 8/ 195/ 150 Aku lihat dari mata Midas ada ganas
cemburu. Tapi lelaki pencemburu ini tak
pernah tahu bahwa dalam pelukan Didi,
yang kurasakan bukanlah kehangatan
sebagaimana perempuan-perempuan yang
mabuk kepayang ketika berada pertama kali
di bawah rangkulan ketiak dan desakan otot
lelaki. Tak! Secuil pun kebahagiaan itu tak Madzmumah
kukecap. Sebab bawaanku selalu
kegelisahan di tengah lalu-lalang orang-
orang. Apalagi Didi adalah lelaki posesif
yang mengaharapkan perempuan harus
begini harus begitu sesuai dengan imaji yang
bersarang di batok kepalanya tentang
“perempuan ideal”.
66. 8/ 196/ 153 Salahkah aku? Gilakah aku? Tidak, aku
hanya mau tahu seberapa besar kebusukan
para lelaki dan sekeranjang gombal cintanya.
Dan Didi sama sekali tak sadar bahwa aku
suka dengannya hanya kembang-
kembangnya saja. Hubunganku dengannya
tak kurang tak lebih semata hanya seksnya
saja untuk pelampiasan kekosonganku. Lain Madzmumah
tidak. Cinta? Taik. Sehabis kulumat di
kamar-kamar losmen di sekitar Malioboro,
Umbulharjo bagian selatan, dan di kosnya,
Didi sudah seperti yang lain-lainnya.
Menimbulkan rasa muak di hatiku. Ah,
ternyata lelaki Palembang ini cuma segini
harganya.
67. 8/ 199/ 158 Maka aku menolak dengan tegas menikah.
Tapi semakin aku menolak, semakin gila Madzmumah
Didi merangsek, merapat, memaksa. Dia
mengancamku, “Kalau kamu tidak mau
menikah denganku dan coba-coba lari, akan
kubongkar rahasiamu ke orangtuamu bahwa
kamu sering ngeseks dengan laki-laki.”
68. 8/ 199/ 159 Aku juga bingung dan cemas dengan
ancaman Didi itu: kalau lari rahasiaku bakal
terbongkar. Padahal selama ini orangtuaku
tak tahu bahwa aku petualang seks di
lingkungan mahasiswa Kampus Matahari
Terbit. Aku takut apakah mereka Madzmumah
menerimaku lagi setelah mereka tahu anak
bungsunya terlibat dalam free-sex. Sebab
setahu mereka aku masih seorang aktivis
Islam yang salihat dan getol berjuang bagi
tegaknya hukum-hukum Tuhan di Indonesia.
69. 8/ 199/ 160 Tahu aku sedikit goyah, Didi terus
menaikkan hulu daya terornya. Ia makin
menjadi-jadi. Aku pun meluruh: “Baiklah
Madzmumah
Di, kita nikah saja.” Asal-asalan kukatakan
kalimat pendek itu, siapa tahu ancaman Didi
itu hanya gertak sambel.
70. 8/ 200/ 162 Tapi pernikahan itu gagal ketika Fuad
Kumala kutemui dan menganjurkan aku
untuk lari. “Sudah Ran, kamu harus lari.
Cowok seperti itu berbahaya.” Aku pun
mengikuti nasihat Fuad dan bersembunyi di
rumah kakak sepupuku di Wates. Dari
kakakku kudengar bahwa orangtuaku pun
Madzmumah
sudah tahu lewat mulut Didi bahwa aku,
anak bungsu mereka, bukan lagi aktivis
Islam yang salihat, melainkan telah berganti
status menjadi perempuan jalang yang
berpindah dari satu pelukan lelaki ke
pelukan lelaki lain, dari losmen satu ke
losmen yang lain.
71. 8/ 200/ 163 Lelaki itu telah membongkar semuanya. Dan
kali ini, di hidung bapak-ibu yang
membesarkanku sehingga aku sedikit tahu
tentang dunia―sebuah dunia alusi kaum
ber-Tuhan, dunia yang dipenuhi aroma
kekotoran―riwayat hitamku sudah Madzmumah
terpampang. Hitam. Kubayangkan, tentu
wajah ibuku berkerut malu. Kubayangkan,
wajah pasi bapakku akan tambah pasi
mengenangkan anak bungsunya telah
menjadi anak jalang.
72. 8/ 202/ 166 Dengan ketakutan aku mundur dan
Madzmumah
menyandar di dinding. Tapi Didi
mengejarku dan terus mendekatiku. Dari
matanya yang merah, aku melihat bara. Ada
lidah dendam yang mengesumat dari
sinarannya. Kedua tangannya menangkap
tanganku, menelikungnya, dan dengan cepat
tangan kanannya mencekikku. Aku meronta.
Tapi dia tak melepaskan cekikannya.
73. 8/ 202/ 167 Kucoba meronta lagi. Terus begitu. Hingga
Didi kewalahan dan coba mengendurkan
cekikannya. Airmataku tumpah dalam dekap Madzmumah
lutuku. Aku sesenggukan membayangkan
lelaki pemaksa ini.
74. 8/ 203/ 169 Dia hanya diam dan sekali-kali kepalanya
menengadah ke langit-langit kamarnya
sambil kedua tangannya menyapu mukanya,
menyisir rambutnya dengan tangan. Aku Madzmumah
menunggu keputusannya dengan persaan
was-was, sambil menahan sisa sakit di
leherku.
75. 8/ 203/ 170 “Betapa aku sangat mencintaimu Kiran.
Sangat mencintaimu dan serius menikah
denganmu. Tapi kalau memang kamu tak
berkenan juga, mmm… ya, apa boleh buat,
besok kamu boleh pulang,” katanya
perlahan. Suaranya parau. Ia tertunduk.
Lama. Dan dengan wajah pesakitan dia Madzmumah
mendekatiku. Memelukku. Mungkin
berharap aku bisa luluh lagi. Dan aku hanya
mematung dalam pelukannya tanpa
merasakan gairah apa-apa. Dan semalaman
aku diperkosanya. Tanpa senyum. Tanpa
rasa. Tanpa cinta. Dingin. Semuanya dingin.
Jumlah
75
Frekuensi

Anda mungkin juga menyukai