Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH TUMBUH

KEMBANG (AUTIS/KEP)

Disusun oleh:

1. Nanda Oktia A (20160660042)


2. Abdul Ghofur (201606600 )
3. Fransiska Dinda D.Y (20160660023)
4. Abdullah Salman S (20160660009)
5. Nova Isnaini P (20160660005)
6. Sudarmono (20160660025)
7. Riswanda Dwi A.S (20160660034)

Universitas Muhammadiyah Surabaya


Fakultas Ilmu Kesehatan
D3 Keperawatan
2018

i
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan
manusia dengan sempurna. Memberikan nikmat terbesar iman dan islam yang
tertancap mantap dilubuk hati kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya,
tabi’innya, dan seluruh umatnya yang istiqomah mengikuti tuntunan dan teladan
sampai akhir zaman. Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN
KELUARGA DENGAN MASALAH TUMBUH KEMBANG (AUTIS/KEP)”.
Kami menyadar i bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak terdapat kekeliruan,
seperti pepatah yang mengatakan tak ada gading yang tak retak, kami akan sangat
berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat membangun,
bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.

Surabaya, 11 November 2018

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Sampul Depan ................................................................................... i


Kata Pengantar ................................................................................ ii
Daftar Isi .......................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Autisme ....................................................................... 2
2.2 Penyebab Autisme ........................................................................ 3
2.3 Ciri-ciri Autisme ........................................................................... 4
2.4 Klasifikasi Autisme ....................................................................... 6
2.5 Diagnosa Autisme ......................................................................... 7
2.6 Pengobatan Autisme...................................................................... 8
2.7 Teori Asuhan Keperawatan Keluarga ......................................... 18
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan ................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak
definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan
cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak
realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.
Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan
yang sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya
tidak hanya mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia
luar tetapi juga kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota
keluarganya.”
Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan
yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada
anak autistik adalah: (1) Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2)
gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, (3) pola
perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya timbul pada tiga
tahun yang pertama.
Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor
psikososial, karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak
menjadi “dingin” pula; dan (2). Teori gangguan neuro-biologist yang
menyebutkan gangguan neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak. Pada 10-
15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan penelitian mulai
membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya
kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada
kedua anak kembar.
Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti,
beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor
genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan,
keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga
sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti:
prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak
yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula
dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.
Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih
banyak pada anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat
pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal
dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan
berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun keinginannya
yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan
perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara
yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari
lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain.

BAB II

1
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AUTISME
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
‘aut’yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung
menyatakan ‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat
didefinisikan sebagai kondisiseseorang yang luar biasa asik dengan dirinya
sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998). Pengertian ini menunjuk
pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindakdengan minat pada orang
lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.Ini, tidak
membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka. Sudah sejak
tahun 1938, sebenarnya dr. Leo Keanner (seorang dokter spesialispenyakit
jiwa)melaporkan bahwa dia telah mendiagnosa dan mengobati pasien dengan
sindroma autisme yang dia sebut infantile autisme.untuk menghormatinya
autisme juga disebut dengan sindroma keanner. Dengan gejala tidak mampu
bersosialisasi, megalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku
berulang-ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitar.
Sedangkan menurut Dawson Autisme adalah gangguan perkembangan
yang parah yang meliputi ketidakmampuan dalam membangun hubungan
sosial, ketidaknormalan dalam berkomunikasi, dan pola perilaku yang
terbatas, berulang-ulang, dan stereotip. (Dawson,1989). Ketidakmampuan
sosial meliputi suatu kegagalan untuk menggunakan kontak mata langsung
untuk membangun interaksi sosial, jarang mencari orang lain untuk
memperoleh kenyamanan atau afeksi, jarang memprakarsai permainan
dengan orang lain dan tidak memiliki relasi dengan teman sebaya untuk
berbagi minat dan emosi secara timbal balik. Selain kekurangan sosial ini,
anak-anak autistik juga memperlihatkan keabnormalan komunikasi yang
terfokus pada masalah penggunaan bahasa dalam rangka membangun
komunikasi sosial, tidak adanya keselarasan dan kurangnya timbal balik, serta
penggunaan bahasa yang stereotip dan berulang-ulang. Misalnya jika kita
bertanya (pada anak autistik) “Apa kabar Budi?” Budi akan menjawab “Apa
kabar Budi” anak-anak autistik juga juga bingung dengan kata ganti misalnya
ialah ketika mereka memakai kata anda untuk aku.
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial
atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari
manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang
obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Autisme merupakan gangguan perkembangan
organik yang mempengaruhi anak-anak dalam berinteraksi dan menjalani
kehidupannya (Hanafi, 2002). Autisme merupakan gangguan perkembangan
yang berentetan atau pervasive (Matson dalam APA, 1987).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dan anak
autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan
emosi. (Depdiknas, 2002).

2
Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan
gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan
berbahasa dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Sehingga anak
autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Dengan kata lain pada anak
autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan
pervasive). Autisme merupakan suatu keadaaan dimana seorang anak berbuat
semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai
terjadi sejak usia masih kecil biasanya sekitar usia 2-3 tahun.Autisme bisa
mengenai siapa saja, baik yang sosio ekonomi mapan maupun kurang, anak
maupun dewasa, dan semua etnis.

B. PENYEBAB TERJADI AUTISME


Faktor penyebab atuisme mesih terus dicari dan masih dalam penelitian
parah ahli. Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika
(keturunan memegang peranan penting dalam proses terjadinya autisme.
1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor
genetik.Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah
tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut
fragile-X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya
kerapuhan (fragile) X 4.Sindrome fragile X merupakan penyakit yang
diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X.
Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan
pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolingkan sebagai
dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita
maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH Faradz, Ph.D, 2003)
2. Ganguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki
kelainan pada hampir semuastruktur otak. Tetapi kelainan yang paling
konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Otak kecil berfungsi
mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang
mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu
maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti
misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku.
3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi
terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu,
tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan
pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun
2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak
yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang
umur antara 1 – 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan
23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa
anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks, dan

3
setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak
yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan
makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2
orang anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly
Budiman, SpKJ, 2003). Penelitian lain menghubungkan autism dengan
ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi
tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan
motivasi fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi
pemahaman komunikasi dan interaksi (Depdiknas, 2002). Kemungkinan
yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya
sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak,
atau anak tidak pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga dapat
menyebabkan anak menderita autisme.

C. CIRI-CIRI AUTISME
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun
tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari
adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang
berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak
tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif
terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran,
sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif
(mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan
mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif
(baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar
kemungkinan,perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin
menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat
yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu
melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak
wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara
bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan
rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama antara lain:


1. Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya
2. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
3. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
4. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang.

Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6


gangguan dalam bidang :
a. Interaksi sosial
b. Komunikasi (bicara dan bahasa)
c. Perilaku – emosi
d. Pola bermain

4
e. Gangguan sensorik – motorik
f. Perkembangan terlambat atau tidak normal

Menurut Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme


berdasarkan jenis masalahgangguan yang dialami anak dengan autisme.
Karakteristik dari masing-masing masalah/gangguan itu di deskripsikan
sebagai berikut:

1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristiknya sebagai


berikut:
a. Perkembangan bahasa anak autistic lambat atau sama sekali tidak ada.
Anak tampak seperti tuli, dan sulit bicara.
b. Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak
dapat dimengerti orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atau
membeo (echolalia)
e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial dengan karakteristik berupa:


a. anak autistic lebih suka menyendiri
b. anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau meghindari
tatapan muka atau mata orang lain.
c. Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua.
d. Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.

3. Masalah/gangguan di bidang sensoris degan karakteristiknya berupa:


a. Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan atau
benda-benda yang ada disekitarnya.
d. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain karakteristiknya berupa:
a. Anak autistic tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
b. Anak autistik tidak suka bermain dengan teman sebayanya
c. Anak autistik tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan, misalnya
sepeda dibalik lalu rodanya diputar.
5. masalah/gangguan di bidang perilaku karakteristiknya berupa:
a. Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif
(hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Anak autistik memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri
sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti burung.
c. Anak autistik tidak suka kepada perubahan

5
d. Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Masalah/gangguan di bidang emosi karakteristiknya berupa:
a. Anak autistic sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-
tawa dan menangis tanpa alasan
b. Anak autistik kadang agresif dan merusak
c. Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri
d. Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan
orang lain yang ada di sekitarnya.

D. Klasifikasi Anak Autistik (Autisme)


Dalam berinteraksi sosial anak autistikdikelompokan atas 3 kelompok yaitu:
1. KELOMPOK MENYENDIRI
 Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
 Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang
sulit berubah meskipun usianya bertambah lanjut. Dan
meskipun ada ada perubahan, mungkin hanya bisa
mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana saja.
 Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalu
berbuat sesuatu, akan melakukannya berulang-ulang.
 Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-
bunyi aneh, gerakan tangan, tabiat yang mudah marah, melukai
diri sendiri, menyerang teman sendiri, merusak dan
menghancurkan mainannya.

2. KELOMPOK ANAK AUTISME YANG PASIF


 Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu
bermain dengan kelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi
jarang sekali mencari teman sendiri.
 Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun
masih agak terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak
sebaya.
 Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun
kadang-kadang pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.
 Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan
dengan anak autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi
menurut kemauannya sendiri.

3. KELOMPOK ANAK AUTISME YANG AKTIF TETAPI


MENURUT KEMAUANNYA SENDIRI
 Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak
autisme yang menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan
memiliki perbendaharaan kata yang paling banyak

6
 Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja
terselip kata-kata yang aneh dan kurang dimengerti.
 Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.
 Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik
yang menarik, dan bila jawaban tidak memuaskan atau
pertanyaannya dipotong, akan bereaksi sangat marah.

E. DIAGNOSA AUTISME

a. Perkembangan anak menurun dan tidak normal, yang mulai terlihat sejak
anak usia 3 tahun, disertai salah satu gejala berikut:
1. Menggunakan bahasa yang tidak wajar dalam berkomunikasi sehari-
hari.
2. Tidak mampu menciptakan hubungan persahabatan yang akrab dan
hangat
3. Tidak mampu berakting (peran), misalnya kadang-kadang berperan
sebagai bapak atau guru dll.
b. Paling tidak ditemukan sebanyak enam (6) gejala dari No. 1, 2, dan 3:
Sekurang-kurangnya dua (2) gejala dari No. 1, serta paling tidak satu (1)
gejala dari No.2 dan No. 3. berikut:
1. Secara kualitas interaksi sosial sangat kurang, yang terlihat paling tidak
2 gejala pada keadaan berikut:
 Tidak mau berpandangan secara kontak mata, raut wajah gerakan
tubuh dan tangan dalam mengekspresikan keakraban pergaulan
sehari-hari.
 Gagal mengembangkan pemkiran yang wajar dalam menghadapi
sejumlah kesempatan, menghadapi teman sebaya,berbagi perhatian ,
bebagi kegiatan dan emosi.
 Tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang sekitar, dalam
hal hubungan antarteman sepergaulan dan perilaku berkomunikasi.
 Kurang mampu mencari kegembiraaan bersama-sama dengan teman
sepergaulan dan kurang bisa memperlihatkan atau menunjuk
seseorang yang menjadi perhatiannya.

2. Kurangnya kualitas dalam berkomunikasi, seperti terlihat paling tidak 1


gejala berikut:
 Terlambat atau tidak mampu sama sekali berbahasa sehingga
kadang-kadang didimbangi dengan bahasa isyarat melalui gerakan
tangan, mimik, dan gerakan tubuh. Keadaan ini sering dimulai
dengan bersungut-sungut.
 Kurang mampu bercakap-cakap dengan teman sepergaulan
meskipun mungkin masih ada kemampuan berbahasa.
 Mengulang-ulang kata atau kalimat-kalimat.

7
 Tidak bisa spontan mempercayai teman bermain

3. Perilaku dan perhatian yang berulang-ulang, seperti terlihat paling tidak


1 gejala berikut:
 Buah pikiran yang berulang-ulang dan perhatian terbatas baik
itensitas maupun isinya.
 Kegiatan rutin dan gerakan ritual seperti dipaksakan
 Gerakan otot berulang-ulang, seperti melambai-lambaikan tangan
atau memutar-mutar tangan, atau menggerak-gerakakan tubuh.
 Perhatian terpaku pada atu bahan/benda permainan, (seperti
mencium-cium bau, meraba-raba halusnya permukaan mainan.

F. PENGOBATAN ANAK AUTISTIK (AUTISME)


Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat di
tegakkan dan di tanggulangi dengan baik oleh penyakit jiwa, bisa tumbuh
samapai dewasa dan masih bisa berbuat dan berguna untuk sesama meskipun
mungkin cara hidup kesehariannya masih autistik (menurut keinginan dan
caranya sendiri).
Jangan dikira tidak ada cara pengobatannya. Banyak yang bisa dilakukan
terhadap penderita autisme, antara lain :
1. terutama melalui program pendidikan dan latihan di ikuti pelayanan dan
perlakuan lingkungan yang wajar.
2. untuk mngurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan orang tua
harus di ajari cara menghadapi anak autisme.
3. pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala
dan keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.
4. diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab
terhadap orang sekitarnya.
5. untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus
dilakukan secara perorangan, dan tidak mungkin efektif bila di lakukan
secara kelas.
6. orang tua, saudara atau pelatih sukarela, harus ikut menyediakan waktu
dan perhatian beesama-sama tenaga penolong sehingga anak tidak
mempunyai peluang untuk kembali pada kebiasaannya yang kurang baik,
yang sudah terbiasa dia lakukan sebelumnya.
7. perlunya menegakkan diagnosa autisme secara dini.

Berikut ini adalah contoh dalam menangani penderita autisme.


“ Seorang ibu datang membawa anaknya yang baru berumur 9 minggu,
mengeluhkan anaknya seperti tidak ada kontak pandang dengan orang tua
disertai beberapa keterlambatan perkembangan, seperti sangat peka trhadap
beberapa jenis makanan. Dikarenakan diagnosanya segera di tegakkan,
lingkungan dapat memahami, dan diberikan bantuan seperlunya sehingga
pada umur 15 tahun dapat dipahami sepenuhnya masalah pada anak yang
menderita autisme ini. Ternyata pendengaran anak ini sangat kurang peka

8
demikian juga penglihatannya. Berkat temuan ini pengelolaan terhadap
penderita tentu saja berbeda satu sama lain, misalnya keterbatasan
penglihatan anak ini bisa di atasi dengan bahasa isyarat. Masalah lain pada
anak ini adalah ingin terus menerus dalam gendongan, dan duduk di
pangkuan, sulit melupakan bau sesuatu, termasuk bau pakaiannya sendiri.
Sebagi tambahan, pengelolaan terhadap anak ini di usahakan agar suasana
rumah dan lingkungan tidak terlalu bising, radio tidak boleh distel keras-
keras, dan makanan pun yang diberikan harus lunak tanpa dibubuhi penyedap
rasa.
Jadi, penanganan masalah dari anak autisme ini, anatara lain adalah :
1. Mengurangi kepekaan terhadap bunyi, rasa perabaan kulit, cahaya,
rasa makanan, dan lain-lain serta mengusahakan perubahan perilaku
yang menyimpang.
2. Bila kebiasaan perilaku dan tutur bahasanya yang kacau bertambah
memburuk, saatnya anak ini memerlukan pembimbing khusus.
3. latihan bicara berbahasa, dan bahasa isyarat, diperlukan untuk
memberikan pelatihan dan bimbingan bagi anak yang mengalami
ganguan berbahasa yang berat (sampai anak seperti orang bisu, tak
mau bicara).
4. Psycoterapy lebih diperlukan pada autisme anak yang lebih besar dari
pada untuk anak autisme yang masih balita.

Perencanaan pengobatan yang paripurna terhadap anak autisme, termasuk :


 Program pendidikan
 Petunjuk bagi pengasuh dan keluarga dalam menghadapi anak autisme
 Perhatian pada pengaruh langkah pengibatan yang di ambil

Obat-obat psikotropik kadang-kadang bermanfaat pada beberapa penderita


autisme. Fasilitas pengobatan untuk anak prasekolah biasnya dipersiapkan
untuk anak autisme yang masih kecil dan berat. Sekolah pemerintah,
sebaiknya tanggap untuk menyediakan fasilitas untuk menangani anak
autisme.

Program pelatihan anak autisme antara lain :


1) Program playgroup untuk anak autisme usia prasekolah.
2) Program wisata dan rekreasi.
3) Konsultasi disertai pelatihan bagi orang tua dan kelurga anak autisme.
4) Tempat tinggal/ruang perawatan anak autisme bila keluarganya tidak
mampu menanggulangi di dalam keluarga.
5) Latihan kerja dan beberapa program persiapan bergaul dan bekerja
dimasyarakat bagi anak autisme yang sudah agak besar dan remaja.
6) Fasilitas perawatan gigi, dan pelayanan kesehatan khusus untuk penderita
autisme.
7) Persiapan fasilitas lain di dalam masyarakat sehingga penderita autisme
tidak terlalu tergantung pada orang sekitarnya.

9
Berikut ini langkah-langkah yang diperlukan dalam pengelolaan penderita
autisme.
1. tentukan terlebih dahulu masalah penyimpangan perilaku dan perilaku
yang mana kira-kira kita perlu ditingkatkan.
2. tentukan berapa sering timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.
3. tentukan apa faktor pencetus timbulnya penyimpangan perilaku
tersebut.
4. tentukan perubahan mana yang perlu untuk meningkatkan atau
mengurangi penyimpangan perilaku.
5. rencanakan program tersebut.
6. yakinkan dan usahakan agar semua pihak yang terlibat ikut peduli
dengan program tersebut.
7. periksa dan usahakan agar semua program yang direncanakan bisa
berjalansecara konsisten.
8. adakan penilaian program secara teratur dan jangan terlalu
mengharapkan hasilnya dalam waktu singkat.
9. adakan modifikasi atau hentikan program setelah hasil yang anda
harapkan tercapai. Ingat, beberapa jenis kelainan perilaku tidak
mudah untuk di ubah. Salah seorang ahli menganjurkan, paling tidak,
3 bulan setelah program dilaksanakan baru dilakukan penilaian apakah
berhasil atau gagal. Bila terlalu buru-buru mengubah langkah
pengelolaan, bisa menimbulkan malapetaka bagi si penderita.
10. memberikan permainan yang rutin dan tetap merupakan jenis
pengobatan bagi anak autisme, yang bisa mengurangi
kecemasan dan meningkatkan rasa aman dalam dunianya.
11. bergaul akrab dengan penderita, menuntun dalam berjalan, misalnya
berekreasi, juga di anjurkan oleh para profesional.
12. pengobatan secara psikologi dan secara bermain, termasuk yang
dianjurkan juga.
13. begitu juga latihan memilih dan latihan berkomunikasi

G. TEKNIK & PENDEKATAN BIMBINGAN KONSELING UNTUK


ANAK AUTISME
Dalam usaha untuk memahami masalah yang dialami oleh anak autistik
dan membantu meringankan dan mengatasi masalah anak autistik, maka perlu
diterapkan teknik dan pendekatan bimbingan dan konseling yang sesuai.
Teknik-teknik bimbingan menurut Mortensen dan Schmuller(1984)ialah
mencakup teknik observasi, pengetesan, studi kasus, wawancara, catatan
kumulatif, otobiografi, pertemuan dengan orang tua, sosiometri, widiawisata,
diskusi dan bermain peran, dan rekreasi.
Pendekatan bimbingan konseling untuk anak autistik pada prinsipnya sama
dengan pendekatan bimbingan konseling untuk anak normal pada umumnya.
Hanya pendekatan bimbingan konseling tersebut disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan anak autistik, baik secara individual maupun
kelompok. Beberapa diantaranya adalah pendekatan behavior (perilaku) dan
pendekatan realitas.

10
H. PERANAN ORANG TUA, GURU, DAN MASYARAKAT DALAM
PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK (AUTISME).
a. Peranan Orang Tua

Menurut Puspita (2001) bahwa peranan orang tua anak autistik dalam
membantu anak untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan optimal
sangat menentukkan. Tindakan awal yang perlu dilakukan oleh para orang tua
anak autistik ialah orang tua perlu teliti dalam mengamati berbagai gejala
yang nampak pada diri anak yang autistik. Ketelitian orang dalam mengamati
berbagai gejala tersebut akan menjadi bahan acuan bagi orang tua dalam
mengambil keputusan yang tepat dalam memberikan penanganan secara dini
kepada anak autistik. Namun, pada umumnya para orang tua berlindung
dibalik harapan kosong dengan beranggapan bahwa “anak saya tergolong
autisme ringan”, padahal autisme ringan, sedang, berat akan cenderung
menjadikkan anak tidak dapat “mandiri” bilamana tidak di tangani secara
dini.
Tindakan lain yang perlu diperhatikan oleh para orang tua anak autistik
adalah memberikan penanganan kepada anaknya berdasarkan masalah dan
gejala perilaku yang nampak pada diri anak autistik. Masalah dan gejala
perilaku yang ditunjukan oleh sesama anak yang autistik adalah tidak sama.
Karena itu, penanganan yang diberikan kepada setiap anak juga tidak sama.
Penanganan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang autistik
sebaiknya bersifat terpadu dan menyeluruh yang mencangkup aspek fisik dan
psikis atau jasmani dan rohani. Pemberian pendidikan dan latihan secara
intensif tanpa di barengi dengan upaya memperbaiki keseimbangan
metabolisme atau perbaikan kondisi fisik pada diri anak yang autistik, maka
akan memberikan hasil yang kurang optimal. Sebaliknya, jika para orang tua
hanya menggantungkan harapan pada obat-obatan atau kontrol makanan
tanpa ada usaha pemberian pendidikan dan latihan yang intensif, kontinyu,
dan konsisten kepada anak yang autistik, tentu saja hasilnya juga kurang
optimal.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu dilakukan oleh para
orang tua dalam menetapkan tatalaksana yang tepat bagi srtiap anak, yaitu
orang tua harus mengenali kelebihan dan kekurangan anak, lengkap dengan
ciri autisnya untuk mengetahui kebutuhan anak, mengenali kemungkinan
penanganan yang dapat diberikan kepada anak, menetapkan beberapa jenis
penanganan sesuai kebutuhan, melakukan pemantauan secara terus menerus
terhadap perkembangan anak, dan secara berkala kembali kepada langkah
pertama, yaitu mengetahui kelebihan dan kekurangan pada diri anak yang
autistik sesuai dengan proses perkembangan yang terjadi pada diri anak
autistik. (puspita, 2001).
Para orang tua tidak boleh lupa bahwa meskipun anaknya autistik, namun
anaknya yang autistik tersebut terus mengalami perubahan atau
perkembangan. Karena itu, para orangtua anak autistik harus juga selalu
berkembang dengan cara para orang tua harus selalu berusaha dan belajar

11
terus menerus untuk mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan
semua aspek kehidupan anak yang autistik.
Greenspan (1998) mengemukakan bahwa peran orang tua anak autistik
perlu meluangkan waktu sedikitnya 6-8 kali selama 20-30 menit secara terus
menerus bersama anak dalam bentuk aneka kegiatan yang dilakukan anak
bersama di lantai. Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk menumbuhkan
perhatian dan kedekatan anak kepada orang tua, memancing komunikasi dua
arah antara anak dengan orang tua, mendorong ekspresi dan penggunaan
perasaan dan pendapat, dan menumbuhkan kemampuan berpikir logis pada
diri anak.
Dalam memberikan penanganan kepada anak autis dirumah, beberapa hal
yang perlu diperhatikan oleh para orang tua anak autistik ialah orang tua
harus dapat mengenali keadaan anak apa adanya. Para orang tua perlu ingat
bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak usia
dibawah tiga tahun. Perwujudan gangguan perkembangan ini mencangkup
tiga aspek utama, yaitu gangguan komunikasi, gangguan perilaku, dan
gangguan interaksi (puspita, 2001).
Setelah para orang tua mengenali keadaan anaknya apa adanya dan
mengetahui ciri autisme yang dimiliki anak serta gejala autisme yang muncul
pada setiap anak yang bersifat sangat individual dan unik, maka langkah
selanjutnya yang perlu dilakukan oleh para orang tua anak autistik adalah
melakukan pendampingan yang intensif. Pendampingan yang dimaksud
adalah memastikan adanya interaksi aktif antara anak dengan orang tua atau
pengasuhnya yang ada disekitar nya. Tujuan kegiatan pendampingan yang
intensif ini ialah untuk membina kontak batin secara terus menerus dengan
anak dan untuk meningkatkan pemahaman anak yang umumnya cenderung
terbatas.
Proses pendampingan dilaksanakan sejak anak autistik mulai membuka
mata sampai saatnya anak autistik tersebut tertidur kembali di malam hari.
Saat proses pendampingan terjadi anak ditemani untuk memberikan informasi
dan pengalaman dalam berbagai bentuk kepada anak. Yang perlu diingat oleh
para orang tua adalah jangan membiarkan anak sendirian tanpa melakukan
sesuatu. Para orang tua harus selalu berusaha meningkatkan pemahaman
anaknya dalam berbagai bidang, misalnya dalm bidang kemampuan berpikir
dan kemandirian mengurus diri sendiri agar kemampuan anak autistik pada
bidang tersebut mendekati kemampuan yang dimiliki oleh anak lain yang
seusia dengan mereka.
Peningkatan pemahaman anak dalam bidang kemampuan berpikir dan
kemandirian mengurus diri sendiri tersebut dapat dilakukan oleh para orang
tua dengan cara memberikan pengalaman sebanyak mungkin kepada anak
yang disertai dengan pengarahan. Orang tua harus mengikuti anaknya kemana
ia pergi, memeberi tahu terhadap apa yang dipegang dan dilihat anaknya, dan
menjelaskan beberapa kejadian yang dialami anaknya, serta orang tua perlu
memberi makna pada kehidupan anaknya (puspita 2001).
Penanganan anak auitistik seharusnya tidak tertuju kepada keinginan agar
anak mampu berbicra, tetapi memahami apapun yang dikatakan oleh orang
lain. Perkenalkan kepada anak berbagai kegiatan untuk mengembangkan
minat anak auitstik dalam dunia disekitarnya. Selain meningkatkan

12
pemahaman anak autis, upaya selanjutnya adalah sedapat mungkin
mengurangi atau menghilangkan ciri negatif yang ada pada anak. Misalnya
anak autis yang cenderung membenturkan kepala untuk mencari perhatian,
peganglah kepala anak sambil diusap-usap. Dengan cara seperti ini anak
merasa diperhatikan.
Para orang tua perlu menanamkan pemahaman kepada anak bhawa dalam
kehidupan didunia ini ada aturan-aturan yang perlu ditaati. Aturan itu ada
disekolah, dirumah, dan dalam kehidupan masyarakat. Misalnya mengajarkan
anak untuk taat terhadap aturan waktu salat, maka orang tua perlu
memberikan contoh keteladanan berupa salat lima waktu sesuai dengan waktu
salat.
Dalam proses pewarisan keteladanan tersebut, anak autistik sebagai sudah
diikutkan dalam shalat berjamaah dengan orang tua dan anggota keluarga
lainnya pada setiap waktu shalat tiba. Pewarisan keteladanan seperti ini, juga
dapat di lakukan pada bidang-bidang kehidupan yang lain, seperti pembiasaan
cara berperilaku santun dan sopan kepada orang tua dan ke[ada orang yang
lebih tua, anggota keluarga lainnya dalam satu rumah, kepada teman, dan
orang lain disekitar rumah, dan lingkungan dimasyarakat.
Para orang tua juga perlu mengenali pola perilaku yang ditampilkan oleh
anak autistik, karena pola perilaku trsebut sering merupakan perwujudan dari
kebutuhan fisik anak autistik akan sesuatu. Misalnya anak autistik senang
melompat di tempat tidur dan kegiatan ini bisa dilakukan berjam-jam
lamanya, maka tnidakan yang perlu dilakukan oleh para orang tua adalah
memberikan fasilitas yang dapt mencegah anak mengalami kecelakaan.
Biarkan anak melompat sesuka hatinya, selama tidak membahayakan bagi
dirinya dan merusak barang miliknya dan barang-barang yang ada disekitar
tempat tidur itu.
Jika para orang tua anak yang autistik itu berhasrat mengajarkan konsep-
konsep baru, misalnya konsep tentang warna, angka, bentuk, dan sebagainya,
maka pastikan bahwa pada saat tersebut hanya ada satu aspek dari konsep
baru tersebut yang ditargetkan dicapai oleh anak. Gunakan alat bantu yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemahaman anak. Jika orang tua
mengajarkan anak tentang benda-benda yang berbentuk balok, maka ambil
ambil balok yang berasal dari kayu (aslinya) lalu terangkan kepada anak
tentang balok tersebut. Sesudah itu, anak autistik disuruh mengambil gambar
balok tersebut dengan balok kayu asli untuk mengetahui apakah anak sudah
memehami tentang konsep bentuk balok.
Dalam melayani kebutuhan anak autistik anak autistik oloeh pihak orang
tua, keluarga, guru, terapis, pembantu di rumah tangga, dan pihak lain yang
menaruh minat dan peduli terhadap anak autistik, di butuhkan kesabaran,
ketekunan, keikhlasan, dan sikap mau menerima keberadaan anak autistik apa
adanya. Selain itu, dibutuhkan kerja sama yang sinergik kesemua pihak
tersebut untuk menghindari rasa bosan dalam melayani kebutuhan anak
autistik, seperti yang dikemukakan oleh lovaas, 1996 bahwa orang tua yang
paling hangat dan penuh kasih sayang terhadap anaknya yang autistik dapat
mengalami hilang akal dan bahkan berubah menjadi maniak (gila) yang selalu
berteriak-teriak jika tertekan menghadapi anaknya.

13
Jika para orang tua, guru, terapis, anggota keluarga lainya, dan pihak
terkait lainnya melatih kemampuan motorik kasar dan halus anak autistik,
maka latihan koordinasi visual motorik, keseimbangan, ketelitian, dan latihan
konsentrasi sangat perlu diberikan kepada anak autistik. Dalam pemberian
latihan tersebut, yang perlu diperhatikan ialah kesesuaian program dengan
karakteristik, kemampuan, dan kondisi perkembangan anak autistik (puspita,
2001).
Selain usaha tersebut diatas yang dapt dilakukan oleh para orang tua anak
auitistik, orang tua juga perlu menerima bimbingan keluarga melalui kegiatan
“home training”. Pelatihan yang diterima oleh para orang tua dirumah (home
training) dapt berupa: para ahli yang terdiri dari dokter, psikolog, psikiater,
dan pedagog menerangkan tentang apa, bagaimana, dan di apakan anak
autisme itu; para guru dan pelatih memberikan latihan-latihan sederhana
untuk dipraktekkan dirumah khusus nya untuk memberi stimulasi kepada
anak nya dalam bidang latihan panca indera; orang perlu mendapatkan dan
mempelajari isi video home training dari lembaga yang menangani anak autis.
Tujuan pemberian latihan kepada orang tua adalah agar orang tua dapt
mempelajari dan mempraktekkan isi video home itu dirumah. Latihan-latihan
tersebut dapat berupa latihan kontak mata dengan orang lain, latihan makan
sendiri dengan nasi tidak berantakan, latihan konsentrasi terhadap permainan,
latihan berpakaian, latihan sosialisasi dalm kelompok bermain, dan
sebagainya.
Usaha lain yang dapat dilakukan oleh para orang tua anak autis ialah
membawa anaknya ke pusat-pusat terapi dan mengikuti programnya. Di
pusat-pusat terpai tersebut dilakukan latihan-latihan perkembangan anak yang
mengarah kepada domain kognitif, afektif, dan psikomotor (saragi, 2002).
Hanafi (2002) juga mengemukakan bahwa ada bebrapa hal yang perlu
dilakukan oleh para orang tua anak yang autistik, yaitu bersikap realistis
menerima anaknya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tidk hanya
memindahkan beban dan tanggung jawab pendidikan kepada lembaga
pendidikan autisme, tetapi lebih bersikap proaktif terlibat dalm proses
pendidikan dan pemandirian anak autistik, misalnya mempelajari metode
penanganan autistik yang tepat dan sesuai karakter putra nya, ikut aktif dalam
penyusunan program pendidikan anaknya, melanjutkan dan menyelaraskan
kegiatan dirumah dengan program disekolah. Selain itu, para orang tua secara
bersama-sama dengan lembaga penyelengara pendidikan untuk anak autisme
mempersiapkan dan mengupayakan kemandirian anak dan orang tua perlu
memupuk kerja sama dan menanamkan pengertian kepada semua anggota
keluarga lainnya di dalam satu rumah tangga untuk terlibat aktif dalam usaha
memandirikan anaknya yang autistik.

b. Peranan Guru

Guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah memiliki peranan yang


ganda. Yaitu membantu orang tua anak autistik disekolah dan membantu
terapis atau pembimbing dan pelatih dalam program penata laksanaan
gangguan autisme. Widyawati (2002) mengemukakan bahwa tujuan terapi

14
pada gangguan autistik adalah untuk mengurangi masalah perilaku,
meningkatkan kemampuan dan perkembangan belajar anak autistik, terutama
dalam hal penguasaan bahsa, dan membantu anak autistik agr mampu
bersosialisasi dalm beradaptasi dilingkungan sosialnya.
Tujuan tersebut diatas dapat tercapai dengan baik melalui suatu program
terapi yang menyeluruh dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan
terapi wicara meupakan kompenen yang penting. Namun yang tidak boleh
dilakukan oleh pihak guru khususnya dan pihak lain yang terkait ialah bhwa
masing-masing individu anak yang autistik adalah unik, sehingga jangan
beranggapan bahwa satu metode berhasil untuk satu anak dan metode tersebut
berhasil pula untuk anak autistik yang lain. Jadi suatu metode yang duterapkan
disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan dari masing-masing anak
yang autistik.
Guru perlu memperhatikan kelemahan dan kekuatan anak sebagai basis
dalam menyusun dan menerapkan pendidikan untuk anak autistik. Guru perlu
memberikan pelatihan yang terstruktur yang memperkecil kesempatan anak
untuk melepaskan diri dari teman-temannya dan guru segera bertindak bila
anak melakukan aktivitas sendiri. Anak perlu di iukt sertakan dalam proses
penyusunan program pelatihan struktur ini dengan tujuan agar anak dapat
mengatur sendiri pikiran dan tindakannya agar anak dapat bekerja atas dasar
kemampuan sendiri (mandiri).
Dalam mebelajarkan tetang bahasa, sebaiknya materinya membicarakan
tentang hal-hal yang ada di dalam kehidupan sehari-hari anak. Dengan materi
tersebut, anak lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam
berkomunikasi. Pada bebrapa anak dapat dilatih bahasa isyarat dan
keterampilan sosial yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan sehari hari.
Untuk anak autistik yang berusia remaja dan dewasa muda. Program
pendidikan dan latihan yang perlu diberikan oleh guru kerjasama dengan pihak
yang terkait (orang tua, terapis, dan tenaga medis, ahli terapi wicara, psikolog,
dan lainnya) ialah masalah yang berkenaan dengan kekurangan dalam interaksi
sosial, hubungan timbal balik, memahami aturan-aturan sosial, memusatkan
perhatian bila anak berada dalam suatu kelompok, dan kemampuan
mengerjakan cara-cara yang di ajarkan oleh pembimbingnya (widyawati,
2002).
Dalam menangani anak autistik yang agresif, peranan yang perlu
dilakukan oleh guru adalah mengajari berkomunikasi bukan kata-kata dan
tingkatan keterampilan sosial anak melalui peragaan. Guru perlu juga
konsultasikan anak ke ahli endokrinologi untuk mengatasi agresivitas seksual
anak dan konsultasi neurologi untuk mengatasi adanya serangan kejang lobus
temporalis dan sindrom hipo talamik. Guru harus menciptakan lingjungan
sekolah yang aman, teratur, dan responsif terhadap anak autistik. Guru harus
berusaha untuk membangkitkan rasa percaya diri pada anak dan membantu
orang tua untuk mengerti dan mempraktekkan teknik-teknik perilaku yang di
ajarkan bersama-sama dengan anak autistik agar meningkatkan persepsi orang
tua, sehingga para orang tua dapat membantu dengan efektif dan mengintrol
perilaku anak mereka. Selain itu, guru perlu juga mengembangkan berbagai
keterampilan sebagai pengganti agresivitas, seperti keterampilan sosial,

15
keterampilan berkomunikasi, kerjasama, menggunakan waktu senggang, dan
keterampilan berekreasi (widyawati, 2002).
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh guru disekolah dan para
orang tua dirumah untuk mencegah timbulnya perilaku agresivitas pada diri
anak. Teknik-teknik tersebut, yaitu dengan :
Membina hubungan yang kuat dengan anak, memastikan anak memiliki
rutinitas yang teratur(terutama dirumah), meninjau kembali bermacam
tuntunan terhadap anak autistis, mengatur perubahan rutinitas(sebelum/sesudah
hari libur), menjelaskan dan menyiapkan anak terhadap perubahan, mengurangi
suara dan keributan disekitar anak, membuat rencana untuk “hari-hari buruk”
dengan memilih suatu tempat yang tenang agar anak autistis dapat lebih
tenang, pergunakan relaksasi dan kontrol diri sebagai cara untuk memberi lebih
banyak keterampilan pada anak, pertemuan rutin dengan anggota tim
terapis/pembimbing/pendidik/pelatih agar mereka menyadari anggota tim
menyadari tanda-tanda agresivitas yang muncul pada anak autistis, dan
supervisi dari ahli ilmu jiwa atau psikolog yang terlatih dalam perilaku kognitif
anak autistik (widyawati, 2003).
Guru perlu juga mengetahui gaya belajar anak autistik. Berupa: Rote
Learner, yaitu anak cenderung mengafalkan informasi apa adanya tanpa
memahami arti simbol yang dihapalkan itu; Gestalt Learner, yaitu anak dapat
mengahafalkan kalimat-kalimat secara utuh tanpa mengerti arti kata perkata
yang terdapat pada kalimat itu dan anak cenderung belajar menggunakan gaya
gestalt, yaitu melihat sesuatu secara keseluruhan; Visual Learner, yaitu anak
senang melihat buku, gambar-gambar dan tv dan mudah memahami sesuatu
yang dilihat daripada yang mereka dengar; Hands on Learner, yaitu anak
senang mencoba-coba dan mendapatkan pengetahuan dari pengalamannya
mencoba-coba ini; dan Auditory Learner, yaitu anak autistik senang bicara dan
lebih mudah memahami terhadap yang mereka dengar dari pada terhadap apa
yang mereka lihat. Dengan mengetahui gaya belajar dari setiap anak autistik,
maka guru diharapkan dapat menyesuaikan proses pendidikan, bimbingan, dan
latihannya terhadap gaya belajar anak autistik tersebut.
Guru perlu juga mengetahui masalah belajar yang dialami anak autistik.
Ada empat masalah belajar yang mempengaruhi proses berpikir yang
mempengaruhi proses belajar anak autistik disekolah menurut paull dan jordan
(1999), yaitu: masalah persepsi, msalah kesadaran akan pengalaman, masalah
daya ingat, dan masalah emosi. Anak autistik bermasalah persepsi karena tidak
dapat mempersepsi stimulus dari lingkungan seperti dilingkungan anak normal.
Anak autistik bermasalah dalam hal kesadaran terhadap pengalaman karena
anak autistik sulit memahami bahwa sesuatu itu telah dialaminya, anak autistik
bermasalah dalam hal daya ingat karena anak autistik daya ingatnya lemah,
sehingga anak autistik seulit mengaitkan ingatan dengan pengalaman mereka
sebagai pribadi dan anak autistik bermasalah emosi karena emosi anak autistik
tidak stabil dan cenderung subjektif.
Puspita (2001) menyatakan peran dan tugas guru pendamping anak
autistik sangat besar. Guru pendamping anak autistik memiliki peran ganda,
yaitu membantu anak menguasai tugas akademis dan membantu anak
berkembang sesuai tahapan perkembangan yang seharusnya. Greenspan (1998)
mengemukakan bahwa tugas guru pendamping secara umum adalah:

16
membantu anak mempersiapkan diri menghadapi tugas berikutnya, membantu
anak mengerti bagaimana bekerja dikelas, tidak sekedar duduk dibelakang
anak, dan membantu terlaksananya tugas anak tetapi menggunakan tugas
sekolah sebagai kesempatan interaksi sehingga anak belajar dua keterampilan
pada saat yang sama, dan menjembatani terjadinya interaksi antara yang satu
dengan anak yang lain sehingga anak dapat memahami tentang bagaimana
bergaul, berbagi, bergiliran, dan sebagainya.
Untuk dapat membantu anak autistik mengaktualisasikan potensinya
secara maksimal, ada beberapa hal yang perlu diprtimbangkan oleh guru,
beberapa hal tersebut ialah berupa: guru perlu memahami bagaimana anak autis
melihat dunia, guru perlu memanfaatkan gaya belajar anak, guru perlu
membuat anak sadar akan makna setiap informasi, guru perlu mengaitkan
informasi yang diterima anak didalam kelas dengan kehidupannya sehari-hari,
dan guru perlu memulai bimbingannya dengan memulai dari minat anak.
Selain itu, guru perlu pula memperhatikan perbedaaan individu, jangan
membiarkan anak asik sendiri tetapi guru perlu mengupayakan adanya
interaksi anak dengan orang lain, jangan terlalu mengarahkan anak, hindari
gaya bertanya yang kaku, biarkan anak melakukan berbagai hal secara mandiri,
dan jangan pernah asumsi pada guru bahwa anak memahami perkataan anda.

c. Peranan Masyarakat

Keterlibatan masyarakat dalam usaha membantu anak autistik dalam


berbagai hal, khususnya dalam masalah pemberian pendidikan, pelatihan, dan
bimbingan dibidang pendidikan, sosial, karier, pribadi, dan keterampilan
sensorik dan motorik sangat besar peranannya. Hanafi(2002) mengemukakan
bahwa anak autistik yang menunjukan perbaikan gejala yang
menggembirakan, memerlukan dukungan, bantuan dan kesempatan serta
toleransi dari lingkungan diluar keluarga dan sekolah khusus atau klinik
untuk anak autistik. Untuk mengembangkan potensi anak autistik sebagai
makhluk sosial, maka masyarakat pendidikan dan masyarakat diluar sekolah
sangan dibutuhkan kontribusinya.
Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah:
memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau
diintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan yang
dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi secara jujur
dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu yang
berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan membantu usaha
sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya
bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.
Sedangkan kontribusi yang diharapkan dari masyarakat luas ialah berupa:
membantu menciptakan situasi lingkungan yang kondusif atau mendukung
bagi anak autistik. Selain itu, para orang tua “anak yang normal” diharapkan
dapat memahami dan menerima kebutuhan pendidikan anak autistik untuk
diintegrasikan kedalam lingkungan normal, dan masyarakat luas baik sebagai
individu maupun sebagai pemilik fasilitas umum, bersedia memberikan
kesempatan kepada anak autistik untuk menggunakan fasilitas umum yang

17
dimilikinya sebagai sarana belajar dan interaksi sosial bagi anak yang autistik.
Misalnya pemilik pusat perbelanjaan atau swalayan dapat memberikan
kesempatan kedapa anak autistik untu belajar berbelanja, belajar antri, belajar
membayar sendiri harga barang yang dibeli, dan bahkan jika memungkinkan
untuk membuka kasier khusus untuk anak yang autistik (hanafi 2002).

18
I. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA
1. IDENTITAS UMUM KELUARGA
a. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn.B Pendidikan : Tamat SD
Umur : 50 tahun Pekerjaan : Dagang
Agama : Islam Alamat : RT 12 RW 03 Desa Wirogitan
Suku : Jawa No. Telepon : 081234456678
b. Komposisi Keluarga
No Nama L/P Umur Hub Klg Pekerjaan Pendidikan

1 Ny K P 50 th Ibu Tamat SD
2 Sdr M L 22 th Anak Tidak bekerja Tidak sekolah
SLTA SLTA
3 An A P 15 th Anak SD SD
4 An M L 8 th Anak

c. Genogram

d. Type Keluarga
a) Jenis type keluarga: Keluarga inti
b) Masalah yang tejadi dengan tipe tersebut: tidak ada masalah atau
kendala dalam rumah
e. Suku Bangsa
a) Asal suku bangsa: Jawa
b) Budaya yang bberhubungan dengan kesehatan:
f. Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan: Agama Islam
g. Status sosial ekonomi keluarga:
a) Anggota keluarga yang mencari nafkah : Tn B & Ny.K
b) Penghasilan : 1.000.000/ bulan dan 150.000/ bulan
c) Upaya lain:
d) Harta benda yang dimiliki (perabot, transportasi, dll):
e) Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan:
h. Aktifitas rekreasi keluarga:
Tn B dan keluarga mengisi aktifitas reksreasi merea dengan menonton
televisi. Tn B dan keluarga gemar menonton sinetron di televisi.

19
2. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak tertua):
keluarga dengan anak remaja
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi kendalanya: -
c. Riwayat kesehatan keluarga inti:
a) Riwayat kesehatan keluarga saat ini:
Tn B menikah dengan istri pertamanya dan dikaruniai satu anak
yaitu Sdr M 22 th, kemudian bercerai setelah anaknya berusia 5
tahun. Tn B menikah lagi dengan istri keduanya yaitu Ny K dan
dikaruniai 2 orang anak. Menurut nyonya k sejak lahir Sdr m sudah
ada kelainan yaitu autis, setelah berusia 13 tahun sdr M sering
menyendiri, melamun , berteriak-teriak, mengamuk dan mendengar
bisikan bisikan 1 tahun lalu kambuh. Sdr M mengamuk dan berlari
lari. Sdr M berobat rutin di RS Junaed dengan Dr. Heni dan
mendapat terapi Haloperoid 2x1, THP 2x, clorilex 25 mg atau
clozapin 15mg 2x1. Sdr m bisa melakukan dan memenuhi
kebutuhan ADL secara mandiri, mandi sendiri apabila disuruh tetapi
tidak memakai sabun dan gosok gigi, BAB sendiri dan cebok
sendiri tetapi tidak menggunakan sabu, tidak bisa mencuci tangn,
makan sendiri
b) Riwayat penyakit turunan:
Ibu kandung Sdr M mengalami gangguan jiwa
c) Riwayat kesehatan masing masing anggota keluarga
N Nama Umur BB Keadaan Imunisasi Masalah Tindakan
o kesehatan (BCG,Polio, kesehata yang telah
DPT, n dilakukan
campak, HB)
1 Tn B 50 th Sehat Lengkap - -
2 Ny K 50 th Sehat Lengkap - -
3 Sdr M 22 th Sakit Lengkap Autisme Pengobatan
4 An A 15 th Sehat Lengkap - -
5 An M 8 th Sakit Lengkap -
d) Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan : RS dan
Puskesmas
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Ibu kandung Sdr M mengalami gangguan jiwa\
3. PENGKAJIAN LINGKUNGAN
a. Karakteristik Rumah
a) Luas Rumah :4x8 meter
b) Type Rumah :
c) Kepemilikan : milik sendiri

20
d) Jumlah dari ratio kamar/ ruangan :2 ruangan
e) Ventilasi/cendela : 4
f) Pemanfaatan ruangan: kamar, ruang tamu
g) Septic tank: ada/tidak ada.......... letak.............
h) Sumber air minum : sumur
i) Kamar mandi/ WC : 1
j) Sampah :
k) Kebersihan Lingkungan: tidak terdapat sampah, kebiasaan keluarga
membuang sampah di kebun dan di bakar
b. Karakteristik tentangga dan komunitas RW
a) Kebiasaan: saling membantu ketika tetangganya sakit
b) Aturan/ kesepakatan: menjunjung tinggi gototng royong
c) Budaya:
c. Mobilitas Geografis Keluarga: Anggota Tn B semua tinggal di rumah
dan tidak ada yang merantau
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat: Keluarga Tn B
melakukan sosialisasi dengan tetangga, Tn B menghabiskan waktunya
untuk merawat Sdr M karna sdr M tidak bisa bersosialisasi dengan
masyarakat
e. System pendukung keluarga
Di dalam keluarga Tn B semua anggota keluarga saling memberi
dukungan terlebih
4. STRUKTUR KELUARGA
d. Pola/cara komunikasi keluarga: Dalam keluarga Tn Bkomunikasi
menggunakan bahasa jawa. Keluarga Tn B menyelesaikan masalah
dengan cara bermusyawarah
e. Struktur kekuatan keluarga: penentu dalam keluarga yaitu Tn B
f. Struktur Peran (Peran masing-masing anggota keluarga): Tn B sebagai
kepala keluarga bekerja sebagai pedangan dan Tn B sebagai mencari
nafkah untuk menghidupi keluarga da Ny K membantu mencari nafkah
bekerja sebagai buruh
g. Nilai dan Norma Keluarga: keluarga Tn B menganut agama islam, nilai
yang dianut keluarga tidak bertentangan dengan nilai masyarakat, seluruh
keluarga dapat menjalankan nilai nilai dan norma keluarga
5. FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi afektif: Di dalam keluarga Tn B satu sama lain
merasakankebutuhan kebutuhan individu lain dalam keluarga Tn B
tampak sangat harmonis, antara anggota keluarga saling menghargai dan
mengohrmati
b. Fungsi Sosialisasi

21
a) Kerukunan dalam keluarga: dalam keluarga saling hidup rukun tanpa
pertengkaram
b) Interaksi dan hubungan dalam keluarga: cukup baik, mematuhi aturan
dan juga norma dalam keluarga serta masyarakat, interaksi antara
keluarga dan masyarakat terjalin baik
c) Anggota keluarga yang domain dalam pengambilan keputusan: Tn B
d) Kegiatan Keluarga waktu senggang: Menonton televisi
e) Partisipasi dalam kegiatan sosial: Kerja bakti di hari minggu
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
a) Pengetahuan dan persepsi keluarga tentang penyakit/ masalah
kesehatan keluarganya: Keluarga Tn B belum mengetahui mengenai
autisme, penyebab penanganan pada klien autis, Tn B juga belum
bisa merawat klien dengan defisit perawatan diri.
b) Kemampuan keluarga mengambil keputusan tindakan kesehatan yang
tepat: Sdr M sudah diperiksakan ke doketer jiwa di RS menur dan
mengonsumsi obar dari dokter secara rutin
c) Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit: saat ini
keluarga Tn B belum bisa merawat klien dengan defisit perawatan
diri
d) Kemampuan keluarga memelihara lingkurngan rumah yang sehat:
rumah keluargaTn B kurang rapi, dan kurang bersih, penerangan
cukup, ventilasi kurang, jendela tidak dibuka
e) Kemampuan keluarga menggunakn fasilitas kesehatan di masyarakat:
keluarga Tn B mengatakan bahwa jika sakit mereka periksa ke
puskesmas dan keluarga Tn B mempunyai BPJS
d. Fungsi reproduksi
a) Perencanaan jumlah anak : tidak (Tn. B dan Ny. K sudah cukup
dengan 3 anak)
b) Akseptor : Ya.......yang digunakan........lamanya.........
c) Akseptor : belum...., alasannya : .....
d) Keterangan lain :............................
e. Funsi ekonomi
a) Upaya pemenuhan sandang pangan : ibu pasien mengatakan untuk
mmemenuhi kebutuhan setiap hari cukup
b) Pemanfaatan sumber di masyarakat : keluarga Tn. B memanfaatkan
pasar sebagai sumber jebutuhan setiap keluarga
6. STRES DAN KOPING KELUARGA
a. Stresor jangka pendek : merawat Sdr.M karena belum: bisa mandiri dalam
pemenuhan ADL
b. Stresor jangka panjang: masalah kesehatan jiwa Sdr.M

22
c. Respon keluarga terhadap stresor: keluarga telah mengetahui Sdr.M
gangguan jiwa setelah tau keluarga memeriksakan Sdr.M ke puskemas
kemudian ke dokter jiwa
d. Strategi koping : dengan memevahkan masalah bersama-sama
e. Strategi adapatsi fungsional :
7. KEADAAN GIZI KELUARGA
Pemenuhan gizi :
Upaya lain
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Identitas
Nama : Sdr M
Umur :22 th
L/P :L
Pendidikan: -
Pekerjaan : -
b. Keluhan atau penyakit saat ini : Sdr.M sering menyendiri,
melamun,berteriak-teriak, melamun, mengamuk dan mendengar,
sekarang sudah bisa melakukan ADL secara mandiri namun tidak
sempurna
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya: ibu kandung sdr.m mengalami
gangguan jiwa
d. Tanda-tanda vital: TD 100/70 mmHg RR:22x/menit Nadi: 89x/mnt
Suhu: 36,5oC
e. Sistem kardiovaskuler:
Inspeksi: tidak tampak ictus cordis di ICS ke V midelavikula sinistra
Palpasi: Suara perkusi jantung pekak, tidak terdapat pembesaran
jantung
Auskultasi : terdengar bunyi jantung I dan II, tidak terdapat suara
jantung tambahan
f. System respirasi
Inspeksi: bersih, fungsi penciuman baik, tidak ada sekret, tiak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada polip hidung
Palsapasi: tidak ada benjolan atau lesi
Perkusi: Suara perkusi abdomen tympani
g. System Gastrointestinal (GI Track)
Inspeksi: Abdomen datar, tidak ada jejeas/benjolan
Auskultasi: terdengar peristaltik usus 12x/mnt
Palpasi: Abdomen teraba super, tidak ada pembesaran hati dan limfa
h. Sistem Persyarafan
GCS: 4-5-6, Komposmentis

23
i. System Muskuloskeletal
Inspeksi: tidak ada oedema, tidak ada lesi, klien masih mampu
menggerakkan kedua tangan dan kakinya dengan baik. Kuku jari kaki
panjang dan hitam (kotor)
Palpasi: Tonus otot baik, kekuatan otot eksremitas atas 3/5 dan
ekskremitas bawah 5/5
Turgor kulit lembab dan tampak kotor, turgor kulit elastis
j. System Genitalia: tidak ada masalah pada genetalia
9. HARAPAN KELUARGA
a. Terhadap masalah kesehatan
b. Terhadap petugas kesehatan yang ada

B. ANALISA DATA
No Data Problem Etiologi

1 DS: Defisit perawatan Ketidakmampuan


- Ny K mengatakan Sdr M diri keluarga
mandi bila disuruh dan merawat anggota
tidak menggunakan sabun keluarganya yang
- Ny K mengatakan Sdr M sakit
tidak pernah menggosok
gigi, tidak keramas

DO:
- Pada saat pengkajian
ditemukan data TD:
100/70 mmHg, N:
89x/menit
- Sdr M tampak tidak rapi,
pakaian dan badan kotor,
gigi tampak kuning
2 Ketidakmampuan Keluarga belum
DS: keluarga dalam terpapar dengan
- Ny K mengatakan belum mengenal masalah sumber informasi
tahu tentang autisme dan kesehatan (autis)
cara merawat anak
autisme yang benar

DO:
Ny.K bertanya tentang autisme

24
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarganya yang sakit
2. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan (autisme)
berhubungan dengan keluarga belum terpapar informasi

25
No Diagnosis Tujuan Kriteria Standar Intervensi
1 Defisit Perawatan Tujuan Umum: mampu Keluarga mampu - BHSP (salam terapeutik,
Diri merawat anggota keluarga menjelaskan tentang: perkenalan diri, jelaskan
yang sakit 1. pengertian personal tujuan interaksi)
Tujuan khusus: Setelah hygiene - beri kesempatan keluarga
dilakukan pelayanan 2. macam-macam personal untuk mengungkapkan
kesehatan selama 30 menit hygiene masalahnya
diharapkan keluarga Respon Verbal 3. tujuan personal hygiene - jelaskan pengertian
1. Mengetahui 4. dampak bila perdonal personal hygiene, macam,
pengertian,macam tujuan hygiene kurang tujuan dan dampak bila
personal hygiene dan personal hygiene kurang
- sediakan waktu untuk
dampak bila personal
mendengarkan klien
hygiene kurang
2. Mengetahui hal hal yang
perlu diperhatikan dalam
menjaga kebersihan diri Jelaskan dan ajarkan cara 1. Jelaskan dan ajarkan cara-
diantaranya: menjaga kebersihan diri cara merawat pasien defisit
a. mencuci tangan diantaranya: perawatan diri (cuci tangan,
Respon verbal  Mencuci tangan mencuci rambut dan
b. mencuci rambut dan
keramas
dan psikomotor  Mencuci rambut dan keramas, menggosok gigi,
keramas merawat kulit tubuh,
c. menggosok gigi memotong kuku)
d. merawat kulit tubuh  Menggosok gigi 2.Latih keluarga
e. memotong kuku  Merawat kulit tubuh mempraktekkan cara
 Memotong kuku merawat klien
3.Bantu keluarga membuat
jadwal hariandi rumah
2 Ketidakmampuan Tujuan Umum: Keluarga Respon Verbal Keluarga mampu Diskusikan masalah yang
keluarga dalam dapat mengetahui masalah mengungkapkan masalah dihadapi keluarga dalam
mengenal masalah autisme yang dihadapi dalam merawat klien
kesehatan (autisme) Tujuan Khusus: Keluarga merawat klien

1
dalam mengenal mampu mengungkapkan
masalah kesehatan masalah yang dihadapi dalam Keluarga mampu Beri pendidikan kesehatan
(autisme) merawat klien Respon verbal menyebutkan kembali tentang pengertian autisme,
tentang penyebab,gejala,
Keluarga mampu 1.Pengertian autisme pencegahan, pengobatan
menyebutkan kembali tentang 2. Penyebab autisme autisme
1.Pengertian autisme 3. Gejala autisme
2.Penyebab Autisme 4.Pencegahan autisme
3.Gejala autisme 5. Pengobatan autisme
4.Pencegahan autisme
5. Pengobatan autisme

2
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1,2 Membina hubungan saling percaya dengan S: keluarga mengatakan
pasien dan keluarga: senang dengan kedatangan
- Berkenalan dengan pasien dan mahasiswa
keluarga O:
- Melakukan pengkajian -Mahasiswa berkenalan
dengan pasien dan keluarga
-Keluarga menjawab
pertanyaan mahasiswa
A:
-keluarga mampu membina
hubungan saling percaya
-Keluarga menceritakan
tentang anaknya
Mahasiswa:
-Optimalkan hubungan saling
percaya pada klien dan
keluarga
Keluarga:
-Anjurkan keluarga untuk
mengungkapkan masalanya
1 SP I K
-Mendiskusikan masalah yang dirasakan S:
keluarga dalam merawat klien -Keluarga menjawab
pertanyaan
-Menjelaskan pengertian tanda dan gejala O:
deficit perawatan diri, dan jenis deficit -Keluarga mengungkapkan
perawatan diri yang dialami klien beserta masalah dalam merawat Sdr
proses terjadinya M
-Keluarga tampak
-Menjelaskan cara cara merawat pasien memperhatikan
defisit perawatan diri A:
-Keluarga belum bisa
melakukan semua perawatan
diri klien
Keluarga :
-Anjurkan keluarga untuk
terus berusaha mengajarkan
kepada klien cara merawat
diri dan membantu klien

SP II K
-Melatih keluarga mempraktikkan cara S:
merawat langsung kepada klien defisit -Keluarga mengatakan akan
perawatan diri merawat klien sesuai yang
dianjurkan

1
O:
-Keluarga mempraktikkan
cara merawat klien
A:
-Keluarga mampu
mempraktikkan cara merawat
klien
Keluarga:
-Anjurkan keluarga untuk
selalu mempraktikan apa
yang sudah diajarkan

SP III K
-Membantu keluarga membuat jadwal S:
aktivitas klien dirumah -Keluarga mengatakan belum
ada jadwal aktivitas klien
dirumah
O:
-Bersama mahasiswa
membuat jadwal aktivitas
untuk klien
A:
-Keluarga mampu membuat
jadwal aktivitas klien
Keluarga:
-Anjurkan keluarga untuk
melaksanakan apa yang ada
di jadwal

Memberikan pendidikan kesehatan tentang


autism: S:
2 -Pengertian Autisme -Keluarga mengatakan
-Penyebab Autisme memahami materi yg sudah
-Gejala Autisme dijelaskan
-Pencegahan Autisme O:
-Pengobatan Autisme -Tampak memperhatian dan
menjawab pertanyaan
mahasiswa
A:
-Keluarga mampu
memahami tentang autism
Keluarga:
-Anjurkan keluarga untuk
terus melakukan pengobatan

2
BAB III
KESIMPULAN

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’yang
berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi atau
arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai
kondisiseseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam
Trevarthendkk, 1998). Penyebab terjadinya autisme adalah factor genetic, gangguan
pada system syaraf, ketidakseimbangan kimiawi, dan kemungkinan lainya.
Karakteristik menurut power (1989) yaitu adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi
social, komunikasi ( bcara dan bahasa), prilaku emosi, pola bermain, gangguan
sensorik – motorik, dan perkembangan terlambat atau tidak normal.
Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang berkesinambungan
antara guru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang perlu dilakukan oleh
masyarakat pendidikan ialah: memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk
bersosialisai atau diintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi
secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu
yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan membantu usaha
sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya bagi
masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.

3
DAFTAR PUSTAKA

 Hadi, Abdul. 2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik.


Bandung: Alfabeta Bandung
 Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
 Santrock, John. W.1995. Live – Span Development : Perkembangan Masa
Hidup Jilid I.Jakarta: Erlangga
 www. Wikipedia.org/autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )
 www.autis.info.org/tentang autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )

Anda mungkin juga menyukai