Anda di halaman 1dari 16

11

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter (2012), manajemen adalah proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan, sehingga pekerjaan tersebut
terselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain. Efisiensi mengacu pada
memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Namun tidaklah cukup
menjadi sekedar efisien, manajemen juga memfokuskan pada efektivitas. Efektivitas
sering digambarkan sebagai ‘melakukan pekerjaan yang benar’ yaitu, menyelesaikan
aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran. Sedangkan
menurut Hasibuan (2014), manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.1.1 Fungsi Manajemen


Menurut Robbins dan Coulter (2012) fungsi-fungsi manajemen adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana
kerja untuk mengelola aktivitas-aktivitas.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Menentukan apa yang harus diselesaikan, bagaimana caranya, dan siapa yang akan
mengerjakannya.
3. Memimpin (Leading)
Memotivasi, memimpin, dan tindakan-tindakan lainnya yang melibatkan interaksi
dengan orang lain.
4. Pengendalian (Controlling)
Mengawasi aktivitas-aktivitas demi memastikan segala sesuatunya terselesaikan
sesuai rencana.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen ada empat
yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Dengan
menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, maka suatu kegiatan yang ada di
dalam organisasi akan terkoordinasi dengan baik.
12

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, tentu saja peran sumber daya


manusia (SDM) sangat penting, karena sumber daya manusia merupakan salah satu
faktor penting yang bisa menunjang keberhasilan suatu organisasi. Oleh karena itu
selain manajemen, kita harus memahami pula mengenai Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM).

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Mangkunegara (2013) manajemen sumber daya manusia merupakan
suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Menurut Hasibuan (2014) sumber daya manusia adalah ilmu dan
seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Senada
dengan itu, Badriyah (2015) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia
merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada
pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan organisasi. Dan menurut
Mathis dan Jackson (2010), manajemen sumber daya manusia adalah merancang
sistem manajemen untuk memastikan bahwa bakat manusia digunakan secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber
daya manusia manajemen merupakan kegiatan yang berfungsi untuk mengatur,
mengolah, serta memanfaatkan sumber daya manusia, dengan harapan tujuan
perusahaan dapat tercapai. Perusahaan tidak lagi memandang sumber daya manusia
sebagai beban, akan tetapi sebagai aset dalam persaingan dengan perusahaan lain.

2.3 Motivasi
Menurut Robbins dan Judge (2013) motivasi adalah proses yang,
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya. Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan
apapun, kita akan mempersempit fokus tersebut menjadi tujuan-tujuan organisasional
untuk mencerminkan minat kita terhadap perilaku yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Menurut Sedarmayanti (2009) motivasi merupakan kesediaan mengeluarkan
upaya tingkat tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan
13

upaya untuk memenuhi kebutuhan individual. Kebutuhan merupakan suatu keadaan


internal yang menyebabkan hasil tertentu tampak menarik. Dari batasan yang telah
diutarakan secara sederhana dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan timbulnya
perilaku yang mengarah pada tujuan tertentu dengan penuh komitmen sampai
tercapainya tujuan dimaksud.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
motivasi kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan
bekerja individu atau kelompok terhadap pekerjaan guna mencapai tujuan.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi


Mengacu pada teori Herzberg dalam Mathis & Jackson (2010) menyatakan
bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruh oleh dua faktor yang
merupakan kebutuhan, yaitu:

1. Maintenance Factors
Faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh kesejahteraan fisik. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg
merupakan kebutuhan yang berlangsung secara terus menerus, karena kebutuhan
ini akan kembali kepada titik nol. setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini
meliputi hal- hal seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, mobil dinas
dan macammacam tunjangan lainnya. Hilangnya fakor pemeliharaan dapat
menyebabkan timbulnya ketidakpuasan karyawan dan meningkatkannya absensi
karyawan, bahkan dapat menyebabkan turnover.

2. Motivation Factors
Faktor motivasi adalah hal-hal yang menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang yang menyangkut kepuasan psikologis dala melakukan pekerjaan.
Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang
secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Misalnya ruangan yang nyaman,
penerangan yang baik, dan penempatan yang tepat. Dalam teori ini timbul
pendapat bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus direncanakan sebaik
mungkin, agar kedua faktor ini (faktor maintenance dan faktor motivasi) dapat
dipenuhi.
14

Gambar 2.1 Faktor Motivasi

Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik sumber daya


manusia adalah dimana seseorang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih
keras walaupun manajer telah mempertimbangkan dan menyampaikan faktor-faktor
hygiene dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg
menyarankan bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih
banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.

2.3.2 Tujuan Motivasi


Motivasi mempunyai tujuan sebagaimana dalam Hasibuan (2014)
mengungkapkan bahwa motivasi ;
• Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai
• Meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai
• Meningkatkan produktivitas kerja pegawai
• Mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai perusahaan
• Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai
• Menciptakan suasanan dan hubungan kerja yang baik
• Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai
• Meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai
• Mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugasnya
• Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

2.3.3 Jenis-Jenis Motivasi


Menurut Hasibuan (2014) jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut
1. Motivasi Positif
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi
15

standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat


karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi Negatif
Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan
pemberian sanksi, teguran, atau hukuman. Dengan motivasi negatif ini
semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat
karena mereka takut akan hukuman, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat
berakibat kurang baik.

2.4 Penilaian Kinerja Karyawan


Menurut Mathis dan Jackson (2010) penilaian kinerja adalah proses evaluasi
mengenai seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika
dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengomunikasikannya dengan
karyawan. Dessler (2011) berpendapat penilaian kinerja adalah evaluasi mengenai
kinerja seorang karyawan, baik kinerja yang lalu atau saat ini, sebagai standar kinerja
karyawan tersebut. Dan menurut Mangkunegara (2013) penilaian kinerja adalah
proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara
sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja
adalah proses evaluasi kinerja yang dilakukan organisasi terhadap karyawan,
penilaian kinerja dilakukan agar organisasi dan karyawan itu sendiri mengetahui
standar kinerja yang mereka miliki. Apabila standar tersebut telah diketahui, maka
organisasi dapat menyiapkan rencana-rencana tertentu untuk mempertahankan
ataupun untuk meningkatkan standar kinerja yang dimiliki oleh karyawan mereka.

2.4.1 Tujuan Penilaian Kinerja


Menurut Badriyah (2015) penilaian kinerja dapat digunakan untuk berbagai
tujuan. Secara garis besar, tujuan utama penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

a. Evaluasi terhadap tujuan organisasi


Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup :
 Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui posisi mereka.
 Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah atau bonus dan
keputusan promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan
tersebut.
16

 Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau


PHK dengan memberikan peringatan kepada pekerja tentang kinerja kerja
mereka yang tidak memuaskan

b. Pengembangan tujuan organisasi


Pengembangan tujuan organisasi, mencakup :
 Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan
pengembangan potensi pada masa yang akan datang.
 Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karir dan
perencanaan karir.
 Memotivasi pekerja

2.4.2 Metode Penilaian Kinerja


Menurut Hanggraeni (2012) terdapat beberapa metode penilaian kinerja,
yaitu:
1. Rating Scales
Dalam metode ini orang yang memberikan penilaian diharuskan memberikan
penilaian terhadap kinerja individu dengan menggunakan skala angka yang
merentang dari rendah sampai tinggi.
2. Checklist
Metode ini penilaian harus memilih penyataan-pernyataan yang paling sesuai
untuk mendeskripsikan kinerja individu.
3. Paired Comparison Method
Dalam metode ini, semua pekerja dinilai secara bersama-sama dengan teman
kerjanya yang lain untuk kriteria-kriteria tertentu.
4. Alternation Ranking Method
Penilaian kinerja dengan metode ini adalah menggunakan semua pekerja dari
yang memiliki kinerja paling bagus sampai dengan yang memiliki kinerja paling
buruk.
5. Critical Incident Method
Dalam metode ini perilaku yang dianggap tidak biasa dan buruk dicatat untuk
kemudian dilakukan review dengan pekerja pada waktu yang telah ditentukan.
6. Narrative Form
17

Metode yang memungkinkan penilaian memberikan penilaian dalam bentuk


naratif atau esai tertulis.
7. Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS)
Metode ini menggabungkan penilaian naratif dengan penilaian kuantitatif
rating scale.
8. Management by Objectives (MBO)
Penilaian ditentukan oleh pekerja bersama-sama dengan atasannya untuk
kemudian dilakukan evaluasi secara bersama-sama secara berkala.
9. 360 Degree
Penilaian diberikan oleh atasan saja, maka dalam metode ini penilaian
diberikan secara 360 derajat yang berarti dari semua pihak, meliputi atasan,
bawahan, teman sekerja, penilaian oleh diri sendiri, pelanggan, serta semua pihak
yang terlibat dalam proses kerja individu.

2.4.3 Elemen Penilaian Kinerja


Menurut Hanggraeni (2012) dalam proses penilaian kinerja ada beberapa
elemen penting yang menjadi dasar pokok dari proses ini, yaitu :

Gambar 2.2 Elemen enilaian Kinerja


Sumber: Hanggraeni (2012)

1. Proses penilaian kinerja adalah penentuan standar-standar kinerja (performance


appraisal). Standar kinerja didenifisikan sebagai patokan yang akan digunakan
sebagai dasar penilaian kinerja aktual individu.
18

2. Pengukuran kinerja (performance measure) yang didefinisikan sebagai rating atau


angka yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja seseorang
pekerja.
3. Pemberian umpan balik (feedback) yang diberikan kepada pekerja sebagai hasil
dari penilaian kinerja mereka. Ini berkaitan dengan hal-hal apa saja yang harus
ditingkatkan, standar apa yang belum terpenuhi, dan keberhasilan-keberhasilan apa
yang telah dicapai.

2.4.4 Subyek yang Melakukan Penilaian


Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan
baik kinerja dari karyawan secara individual. Menurut Mathis dan Jackson (2010),
subjek yang dapat melakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :
a. Atasan menilai bawahan
Karyawan didasarkan pada asumsi bahwa pengawas adalah orang yang paling
memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil.
b. Karyawan Menilai Atasan
Sejumlah organisasi di masa kini meminta karyawan atau anggota kelompok
untuk memberi nilai pada kinerja pengawas dan manajer.
c. Anggota Tim Menilai Sesamanya
Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian
lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya.
d. Karyawan Menilai Diri Sendiri
Penilaian terhadap sendiri dapat diterapkan dalam situasi tertentu. Sebagai alat
pengembangan diri, hal ini dapat membuat para karyawan untuk memikirkan
mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk
peningkatan.
e. Penilai dari Luar
Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang dari luar yang diundang untuk
melakukan tinjauan kinerja. Salah satu contoh dari penilaian ini adalah ketika
dimana suatu tim peninjau mengevaluasi seorang direktur perguruan tinggi.
Selain itu, pelanggan dan klien dari sebuah organisasi juga adalah sumber nyata
untuk penilaian dari luar.
f. Penilaian dari Multisumber (Umpan Balik 360º)
19

Dalam umpan balik dari multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber
tunggal dari informasi penilaian kinerja. Berbagai rekan kerja dan pelanggan
dapat memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer. Hal ini
memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber.
Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal
dan untuk terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem
multisumber. Jadi, persepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih
berpengaruh dalam jalannya proses tersebut.

2.4.5 Dimensi pada Penilaian Kinerja


Menurut Nawawi (2008) dimensi penilaian kinerja sebagai berikut:
1. Relevansi
Harus sesuai dengan standar kinerja dan tujuan organisasi, serta kesesuaian standar
penilaian kinerja dengan target kerja.
2. Sensitivitas
Mampu membedakan antara kinerja yang efektif dan tidak efektif. Sensitivitas ini
meliputi penilaian yang objektif, dan penilaian dijadikan sebagai alat evaluasi.
3. Reliabilitas
Penilaian harus konsisten. Reliabilitas ini meliputi penilaian memiliki standar yang
jelas, dan penilaian menggunakan sistem yang baku sesuai dengan critical element
kerja yang diidentifikasi melalui job analysis dan dimensi yang dinilai melalui
formulir penilaian.
4. Akseptabilitas
Penilaian kinerja harus dapat diterima oleh semua pihak dan harus didukung oleh
program sumberdaya manusia. Pembuatan penilaian kinerja harus mendapat
masukan dari karyawan dan manajer. Akseptabilitas ini meliputi pembagian
tanggung jawab kerja yang jelas, dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar
penghargaan dan sanksi.
5. Praktis
Instrumen penilaian kinerja harus mudah dimengerti serta dapat dilaksanakan oleh
karyawan dan manajer. Praktis ini meliputi informasi yang mudah diperoleh, dan
komunikatif.

2.5 Kepuasan Kerja


20

Kepuasan kerja adalah cermin dari perasaan seseorang terhadap


pekerjaannya. Mangkunegara (2013) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu
perasaan yang menyongkong atau tidak menyongkong diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Menurut
Colquitt, Lepine, Wesson (2013) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian satu pekerjaan atau pengalam kerja.
Sedangkan menurut Wijono (2010) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu
hasil perkiraan individu terhadap pekerjaan atau pengalaman positif dan
menyenangkan dirinya.
Sedangkan menurut Bradiyah (2015) kepuasan kerja adalah sikap atau perasaan
karyawan terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
mengenai pekerjaan yang sesuai dengan penilaian masing-masing pekerja.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum
kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang dirasakan oleh seseorang terhadap
hasil yang telah dia rasakan dalam melakukan pekerjaan yang menyenangkan atau
yang tidak menyenangkan.

2.5.1 Komponen-Komponen Kepuasan Kerja


Menurut Wijono (2010) terdapat tiga komponen kunci yang penting dalam
kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai, kepentingan, dan persepsi.
Komponen pertama kepuasan kerja adalah suatu fungsi dari nilai-nilai
(values). Nilai-nilai dipandang dari segi keinginan seseorang baik yang disadari
ataupun tidak, biasanya berkaitan dengan apa yang diperolehnya. Di lain sisi disebut
sebagai kebutuhan pokok yang disyaratkan, yang ada dalam pikiran seseorang.
Komponen kedua dari kepuasan kerja adalah kepentingan (importance).
Kepentingan mereka dalam menempatkan nilai-nilai tersebut, dan perbedaan-
perbedaan tersebut secara kritis yang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja
mereka.
Komponen terakhir yang penting dari kepuasan kerja adalah persepsi
(perception). Kepuasan didasarkan pada persepsi individu terhadap situasi saat ini
dan nilai-nilai individu. Mengingat bahwa persepsi mungkin bukan merupakan
refleksi yang akurat dan lengkap dari suatu realitas dan objektif. Ketika individu
tidak mempersepsi, individu harus melihat bahwa situasi yang sebenernya untuk
dipahami sebagai reaksi pribadi.
21

2.5.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja karyawan sangat diperlukan, karena kepuasan kerja karyawan
akan meningkatkan produktivitas kerja. Adanya ketidakpuasan pada karyawan dalam
bekerja akan membawa akibat-akibat yang kurang menguntungkan baik bagi
perusahaan maupun bagi karyawan itu sendiri.
Menurut Luthans (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri (The Work Itself)
Kepuasan terhadap kepuasan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan,
dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan
kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya
suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam
melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervisor)
Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam
pelaksanaan kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya
dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut.
Dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja kepemimpinan yang kosisten berkaitan
dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana
atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting
bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada keterkaitan antar pribadi
yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja
yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan positif.
3. Teman sekerja (Co-worker)
Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam
jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling
berbicara (kebutuhan social terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja
akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim
kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan
secara individu.
4. Promosi (Promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut kemungkinan
22

seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat berkembang melalui kenaikan
jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik
jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini
juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
5. Gaji (Pay)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima,
derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana
gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (sandang, pangan,
dan papan), uang dapat merupakan simbol, dari pencapaian (achievement),
keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat
secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan.
6. Kondisi kerja (Working Conditions)
Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya
menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan
ketidaknyamanan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering
keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja
yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam
kondisi yang baik maka kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan
memuaskan tenaga kerja.

2.5.3 Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan


Robbins & Coulter (2012), mengemukakan bahwa ada konsekuensi ketika
karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak
menyukai pekerjaan mereka.
Pada gambar 2.3 menunjukan empat respon yang berbeda dari satu sama lain
bersama dengan 2 dimensi:

Gambar 2.3 Respon Terhadap Ketidakpuasan


Kerja
Sumber: Robbins & Judge (2008)

Respon-respon tersebut didefinisikan seperti berikut:


23

1. Exit (Keluar)
Perilaku ketidakpuasan yang ditunjukan untuk meniggalkan organisasi termasuk
mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2. Voice (Aspirasi)
Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa
bentuk aktifitas serikat kerja.
3. Loyaty (Kesetiaan)
Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela
organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi
dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”.
4. Neglect (Pengabaian)
Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran
atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka
kesalahan.
Dapat disimpulkan ketika karyawan tersebut merasa puas dengan
pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan memeberikan suatu timbal balik yang
lebih baik terhadap perusahaan. Sedangkan ketika karyawan tidak merasa puas, maka
karyawan cenderung berlaku sebaliknya dari ketika ia merasa puas dengan
pekerjaannya.

2.6 Kerangka Pemikiran

Penelitian masalah yang terdapat di PT. Swadharma Duta Data dengan judul
Analisis Pengaruh Motivasi dan Penilaian Kinerja Karyawan Terhadap
Kepuasan Kerja Pada PT. Swadharma Duta Data. Yang menunjukan bahwa
motivasi dan penilaian kinerja karyawan sebagai variabel independent (X1 dan X2)
atau variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai variabel dependent (Y)
atau variabel yang dipengaruhi.
Berdasarkan paradigma diatas maka dapat digambarkan model penelitiannya, sebagai
berikut :
24

Motivasi
(X1)
1

Penilaian Kinerja
(X)
Penilaian Kinerja
(X2)
2

Gambar 2.4 Model Penelitian


Sumber : Peneliti 2015

2.7 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian
(Sugiyono, 2013). Berdasarkan rumusan masalah yang ada dan teori-teori di atas,
maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut

Motivasi Kerja (H1)


Ho: Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada PT.
Swadharma Duta Data.
H1: Ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada PT. Swadharma
Duta Data.

Penilaian Kinerja (H2)


Ho: Tidak ada pengaruh penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja
pada PT. Swadharma Duta Data.
H1: Ada pengaruh penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada
PT. Swadharma Duta Data.

Motivasi Kerja dan Penilaian Kinerja (H3)


Ho: Tidak ada pengaruh motivasi dan penilaian kinerja karyawan terhadap
kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data.
25

H1: Ada pengaruh motivasi dan penilaian kinerja karyawan terhadap


kepuasan kerja pada PT. Swadharma Duta Data.
26

Anda mungkin juga menyukai