Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN TEORI

2.1. Proses Terjadinya Masalah


2.1.1. Definisi Harga Diri Rendah

Harga Diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri


termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna,
tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. (Departemen Kesehatan
RI, 2000)

Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri
atau cita-cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia.(Keliat, Budi,
2006)

Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, dalam Fitria,
2009).
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini
dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa,
tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya
tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap
pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua
pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif)
atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).

Klasiffikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai
diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan) atau
terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2. Harga diri rendah kronik adalah perasaan negative terhadap diri telah
berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien mempunyai cara berpikir
yang negative. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive,
kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada
klien gangguan jiwa.

2.1.2. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang
tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system
pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang
negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal
(Townsend, M.C. 1998)
Menurut Carpenito, L.J (1998) koping individu tidak efektif adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan
adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau
kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998) koping individu tidak efektif
merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah
seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran. Adapun Penyebab
Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
1. Factor Presdisposisi
a. Biologis
Karena ada kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmiter diotak, contok kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada klien depresi
kecenderungan harga diri rendah semakin besar karena klien lebih dikuasai
oleh pikiran negatif dan tidak berdaya.
b. Psikologis
Harga diri rendah sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan
individu menjalankan peran dan fungsinya. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami Harga diri rendah meliputi penolakan
orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak
percaya pada anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan
jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
c. Sosial
Status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah
antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh, kultur sosial yang
berubah misalkan ukuran keberhasilan individu, penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang.
d. Kultural
Tunjukkan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan kejadian harga
diri rendah antara lain : wanita sudah menikah jika umur mencapai dua
puluhan, perubahan kultur ke arah gaya hidup individualis.

2. Factor Presipitasi
Factor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehillangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun
2.1.3. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala harga diri rendah yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
Data subjektif
- Mengkritik diri sendiri/orang lain
- Perasaan tidak mampu
- Rasa bersalah
- Sikap pesimis pada kehidupan
- Menolak kemampuan diri sendiri
- Perasaan cemas dan takut
- Mengungkapkan kegagalan pribadi
- Ketidakmampuan menentukan tujuan
- Mengejek diri sendiri
Data objektif
- Produktivitas menurun
- Prilaku destruktif pada diri sendiri
- Menarik diri dari hubungan sosial
- Penyalahgunaan zat
- Ekspresi wajah matu dan rasa bersalah
- Menunjukan tanda depresi
- Mudah tersinggung

2.1.4. Akibat Dari Harga Diri Rendah


Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi
sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah
laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes RI. 2000).
2.1.5. PENATALAKSANAAN
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksudmeliputi :
1. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat
b. Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
c. Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala
positif maupun gejala negative skizofrenia
d. Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
e. Tidak menyebabkan kantuk
f. Memperbaiki pola tidur
g. Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
h. Tidak menyebabkan lemas otot.
2. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005)

3. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)


ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu
atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2005).
4. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan
rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005) Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang
paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat, 2005).

2.3 Pohon Masalah


Isolasi Sosial : Menarik Diri

Ga ngguan Konsep diri : Harga Diri Rendah

Koping individu

2.2. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan harga diri
rendah (Fitria, 2009) adalah:
a. Harga diri rendah
b. Isolasi sosial
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Koping invidu tidak efektif
e. Risiko Perilaku kekerasan
f. keputusasaan
2. Data yang Perlu dikaji
Sedangkan data yang perlu dikaji pada klien dengan harga diri rendah
(Fitria, 2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif
1) Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
3) Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja.
4) Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias,
makan atau toileting).
b. Data obyektif
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) Berkurang selera makan
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah.

2.5. Diagnosa Keperawatan


Harga Diri Rendah

2.6. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan umum:
Klien memiliki konsep diri yang positif
2. Tujuan khusus:
 TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
- Kriteria Evaluasi : Setelah interaksi selama 1 x 15 menit diharapkan:
Ekspresi wajah klien bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi
- Tindakan Keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
 TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
di milikinya.
- Kriteria evaluasi : Setelah interaksi selama 1x15 menit diharapkan klien
menyebutkan aspek positif dan kemampuan yang dimiliki klien
- Tindakan keperawatan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Bersama klien buat daftar tentang aspek positif dan kemampuan yang
dimiliki klien.
3. Beri pujian yang realistik dan hirdarkan memberi penilaian yang negatif.

 TUK 3 :Klien dapat menilai kemapauan yang digunakan


- Kriteria evaluasi : Setelah interaksi selama 1x15 menit diharapkan klien
menilai kemampuan yang dapat digunakan di RSJ, klien menilai
kemampuan yang dapat digunakan dirumah
- Tindakan keperawatan :
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilajutkan di rumah sakit
3. Beri reinforcement positif
 TUK 4 : Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
- Kriteria Evaluasi : Setelah interaksi selama 1 x 15 menit diharapkan klien
memiliki kemampuan yang akan dilatih, klien mencoba sesuai jadwal
harian.
- Tindakan Keperawtan :
1. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di
rumah sakit.
2. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
3. Beri pujian atas keberhasilan klien.
4. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
 TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
- Kriteria evaluasi : Setelah interaksi selama 1x30 menit diharapkan Klien
melakukan kegiatan yang telah dilatih, mampu melakukan beberapa
kegiatan secara mandiri
- Tindakan keperawatan :
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

 TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


- Kriteria evaluasi : Setelah interaksi selama 1 x 15 menit diharapkan
Keluarga memberi dukungan dan pujian, keluarga memahami jadwal
kegiatan harian klien
- Tindakan keperawatan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
3. Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
4. Anjurkan keluarga memberi pujian pada klien setiap berhasil.

SP 1 Klien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


klien, membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang
akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun
jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana
harian

Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar“.

”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang


pernah T lakukan?Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat T
dilakukna di rumah sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih”

”Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?


Bagaimana kalau 20 menit ?

Kerja :

” T, apa saja kemampuan yang T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah, bagus
sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T miliki “.
” T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang
masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur T”. Mari kita lihat tempat
tidur T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal
dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.
Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita
lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau T lakukan
tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan T (tidak)
melakukan.

Terminasi :
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan
tempat tidur ? Yach, T ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan
di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah T
praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah
setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. T. Mau berapa kali sehari
merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu
sehabis istirahat, jam 16.00”

”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat tidur? Ya
bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi
di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”

SP 2 Klien: Melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan


kemampuan klien.
Orientasi :
“ Selamat pagi, bagaimana perasaan T pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
”Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pag?
Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu T?”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini”
”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”.

Kerja :
“ T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan
air untuk membilas., T bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, T ambil satu piring kotor, lalu buang
dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian T
bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan
sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai
tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu T bisa mengeringkan
piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…
“Sekarang coba T yang melakukan…”
“Bagus sekali, T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya.
Terminasi :
”Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring ?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-
hari
T. Mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring tiga kali
setelah makan.”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat
tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan
mengepel”
”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua


kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah
harga diri klien.

2. Tindakan keperawatan pada keluarga


Keluarga diharapkan dapat merawat klien dengan harga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien.
a. Tujuan :
1) Keluarga membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
klien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki
klien
3) Keluarga memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan klien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan klien.
b. Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada
klien
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki klien dan
memuji
klien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat klien dengan harga diri rendah
5) Demontrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat
klien dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat
demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan klien di rumah
SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat klien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan
gejala harga diri rendah, menjelaskan cara merawat klien dengan harga
diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri
rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktekkan cara merawat.

Orientasi :
“ Selamat pagi !”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat T? Berapa
lama waktu Bp/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”.

Kerja :
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah T”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat tidak percaya diri dan
sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada T, sering menyalahkan dirinya
dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain,
anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan
munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan
T ini terus menerus seperti itu, T bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi,
misalnya T jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri”
“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”
“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius, maka kita
perlu memberikan perawatan yang baik untuk T”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki T? Ya benar, dia juga mengatakan
hal yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan T)
” T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring.
Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat
mengingatkan T untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. Tolong bantu
menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan jangan lupa memberikan pujian agar
harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada jadual yang
kegiatannya”.
”Selain itu, bila T sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu
memantau perkembangan T. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak
tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa T ke puskesmas”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada
T”
”Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang
yang mengatakan: Bagus sekali T, kamu sudah semakin terampil mencuci piring”
”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”.
Terminasi :

”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”


“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi T dan bagaimana
cara merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali
Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada T”
“Jam berapa Bp/Ibu dating? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”.

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan


masalah harga diri rendah langsung kepada klien
Orientasi:
“ Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat anak BapakIbu seperti yang kita pelajari
dua hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada T.”
”Waktunya 20 menit”.
”Sekarang mari kita temui T”
Kerja:
” Selamat pagi T. Bagaimana perasaan T hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama orang tua T. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, orang tua T juga ingin merawat T agar T cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan
anak Bapak/Ibu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat klien seperti yang
telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bincang dengan Orang tua T?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua T ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan klien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga).
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
« «Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada T »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama
seperti sekarang Pak/Bu » ” Selamat pagi

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Orientasi:
“” Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena hari ini T sudah boleh pulang, maka kita akan membicarakan jadwal
Tselama di rumah”
”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor.

Kerja:
”Pak/Bu ini jadwal kegiatan T selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah
semua dapat dilaksanakan di rumah?”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama T
dirawat dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh T selama di rumah. Misalnya kalau T terus menerus menyalahkan diri sendiri
dan berpikiran negatif terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah
Bapak/Ibu, ini nomor telepon puskesmasnya: (031) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan T selama di
rumah.
Terminasi:
””Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk
dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa
kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan
selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA
Anna, Budi Keliat.2007 Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Keliat, B.A. 2015. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Purba, dkk. 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Stuart dan Sundeen . 2006. Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta: EGC.

Townsed, M. C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai