Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kesehatan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana fisik, mental, dan social
bersatu pada suatu titik seimbang sera bukan saja keadaan terhindar dari sakit
maupun kecacatan (WHO, 2002). Kesehatan yang tidak kalah pentingnya adalah
kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa adalah suatu yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, dan emosional, secara optimal dari seseorang dengan
perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Teguh, 2009). Apabila ketiga
unsur tersebut maka akan muncul yang namanya gangguan jiwa. Salah satu jenis
gangguan jiwa yaitu kelompok skizofrenia. Skizofrenia adalah kelompok gangguan
psikologi dengan gangguan dasar pada kepribadian dan distrosi proses pikir yang
ditandai oleh proses pikir penderita yang lepas dari realita sehingga terjadi
perubahan kepribadian yang reversible dan menuju pada kehancuran dan tidak
berguna sama sekali (DEPKES, 2009). Salah satu gangguannya adalah perilaku
kekerasan, perilaku Kekerasan adalah Suatu keadaan emosi yang dapat bersumber
dari klien, lingkungan dan orang lain. Seperti lingkungan yang ribut, padat, dan
sering menerima kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai ataupun kehilangan pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan suatu kondisi
dimana harga diri klien menjadi rendah, yang diakibatkan karena persepsi yang
keliru terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan percaya diri yang kurang,
sehingga muncul perasaan frustasi, tekanan batin yang berupa kebencian terhadap
seseorang, muncul rasa permusuhan, mudah tersinggung, sangat cemas, atau marah
yang dapat memicu perilaku kekerasan yang bisa membahayakan diri sendiri
seperti mencoba untuk mengakhiri hidup, atau melukai orang lain dan lingkungan
dengan cara memukul orang lain, ataupun merusak barang-barang disekitar. Maka
seseorang yang memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan
perhatian khususnya dalam perawatan supaya resiko tindakan yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan bisa diperkecil. (Yosep,
2007). Seperti yang penulis temui saat melakukan lab klinik jiwa di ruang Kenari
RSJM pada 26 November 2018 - 09 Desember 2018, muncul beberapa masalah
keperawatan pada pasien diantaranya gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran, resiko perilaku kekerasan, dan isolasi social: menarik diri.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, yang mengakibatkan Perilaku Kekerasan. dan
pada (2017) WHO menyatakan bahwa penderita gangguan jiwa didunia 450 juta
jiwa. Satu dari empat keluarga sedikitnya mempunyai seorang dari anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, seorang diantaranya 10%
terdiagnosa gangguan perilaku kekerasan yang kurang mendapat pengobatan dan
perawatan secara tepat. Prevalensi gangguan jiwa nasional (2016) mencapai 5,6%
dari jumlah penduduk, dan pada tahun 2017 sendiri mencapai 245 jiwa per 1000
penduduk, hal ini merupakan kondisi yang sangat serius karena lebih tinggi 2,6 kali
dari ktentuan WHO. Prevalensi penderita di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa
timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun
sudah menderita gangguan jiwa (Yosef, 2007). Berdasarkan prevalensi gangguan
jiwa berat menurut provinsi, (Balitbang Kemenkes RI, 2016) menempatkan
provinsi Jawa Timur sebagai salah satu kota dengan tingkat gangguan jiwa berat
(psikosis/skizofrenia) tertinggi di Indonesia sedikitnya 731 warga penderita
gangguan jiwa di 26 kabupaten/kota, jumlah itu dikatakan oleh direktur utama
rumah sakit jiwa menur surabaya, dr Adi Wirachjanto, lalu pada tahun 2018 Aceh,
DI Yogyakarta, Bali dan Jawa Tengah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) oleh Kementrian Kesehatan, provinsi yang memiliki gangguan jiwa
terbesar adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (0,27 persen), urutan kedua Aceh
(0,27 persen), ketiga Sulawesi Selatan (0,26 persen), keempat Bali (0,23 persen),
dan Jawa Tengah (0,23 persen) Jawa Timur tidak lagi mendapat peringkat pertama
namun mencapai sekitar (0,19%) dari penduduk di Jawa Timur maka dapat dihitung
per 1juta penduduk jawa timur ada sekitar 1900 orang yang mengalami gangguan
jiwa . Dan selama penulis melakukan lab klinik jiwa di ruang Kenari Rumah Sakit
Jiwa Menur Surabaya 26 November 2018 - 09 Desember 2018, penulis menjumpai
juga peringkat tertinggi masalah keperawatan di ruangan ini adalah resiko perilaku
kekerasan yaitu pada bulan oktober 2018 sekitar 21% dari 67 laki-laki, atau sekitar
14 orang mengalami resiko perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan. dan pada
bulan november 2018 sekitar 16 pasien dan 3 pasien perilaku kekerasan dengan
jumlah pasien 53 laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa penderita gangguan jiwa
kususnya gangguan perilaku kekerasan di dunia, indonesia, jawa timur, maupun
surabaya mengalami peningkatan setiap tahunnya maupun setiap bulan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi karena beberapa factor, antara lain Faktor presipitasi bisa
bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien
seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), kegagalan, kejadian yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau penganiayaan, dan
kehilangan orang yang dicintai / pekerjaan ( Stuart dan Sundeen, 1998 ). sehingga
seseorang dapat mengalami Gangguan konsep diri seperti harga diri rendah keadaan
perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan, gangguan ini dapat situasional maupun kronik. Bila kondisi
ini berlangsung terus tanpa kontrol, maka akan dapat menimbulkan perilaku
kekerasan. yang dapat membuat klien menjadi marah, merasa tidak dihargai,
sehingga dapat timbul perilaku kekerasan sehingga muncul rasa jengkel, marah
(dendam), rasa terganggu, merasa takut, secara fisik muka merah, pandangan tajam,
nafas pendek, keringat dingin, sakit fisik, tekanan darah meningkat. secara sosial
menarik diri, pengasingan, penolakan, dan masih banyak yang lain. Dan akibat dari
perilaku kekerasan yaitu keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungannya (Anna Budi Keliat, dkk, 2007). seperti mencoba untuk mengakhiri
hidup, atau melukai orang lain dengan cara memukul, ataupun merusak barang-
barang disekitar yang dapat merugikan lingkungan.

Ada beberapa penatalaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan


resiko perilaku kekerasan meliputi tindakan mandiri perawat dan tindakan
kolaboratif dengan tim kesehatan yang lain. Tindakan mandiri perawat meliputi 4
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (Anna Budi Keliat, dkk, 2007) yaitu
SP1 (membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan, tanda-tanda perilaku kekerasan, menyebutkan jenis
perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, akibat perilaku kekerasan, cara
mengontrol perilaku kekerasan secara fisik 1 dengan tarik nafas), SP2 (validasi
masalah dan latihan sebelumnya, latih pasien cara kontrol perilaku kekerasan fisik
2 memukul bantal kasur ), SP3 (validasi masalah, dan latihan fisik sebelumnya,
latih pasien cara kontrol perilaku kekerasan secara verbal, meminta menolak dan
mengungkapkan marah dengan baik), dan SP 4 (jelaskan cara kontrol perilaku
kekerasa secara spiritual berdoa, berwudhu, sholat, bimbing pasien untuk
memasukan pada jadwal harian). Salah satu tindakan mandiri perawat yang lain
selain keempat SP tersebut adalah dengan membentuk kelompok pasien resiko
perilaku kekerasan untuk melakukan kegiatan terapi aktivitas kelompok (Anna
Budi Keliat, dkk, 2007). Sedangkan tindakan kolaboratif dengan tim dokter
meliputi tindakan kolaboratif dalam pemberian psikofarmakoterapi seperti
golongan obat anti psikotik(chlorpromazine, haloperidol, stelazine, clozapine,
risperidone) dan golongan obat anti Parkinson (trihexyphenidile, arthan) (Anna
Budi Keliat, dkk, 2007).
1.2 Rumusan Masalah

Dari beberapa uraian permasalahan dan fenomena diatas, maka penulis


merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1.1.1 Bagaimanakah pengkajian pada Tn.B dengan diagnosa keperawatan resiko


perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa menur surabaya?
1.1.2 Intervensi keperawatan apa saja yang dapat dilakukan untuk membantu
mengatasi masalah pada Tn.B dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku
kekerasan di rumah sakit jiwa menur surabaya?
1.1.3 Implementasi keperawatan apa saja yang dapat dilakukan untuk membantu
mengatasi masalah pada Tn.B dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku
kekerasan di rumah sakit jiwa menur surabaya?
1.1.4 Bagaimanakah evaluasi keperawatan pada Tn.B dengan diagnosa
keperawatan resiko perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa menur surabaya?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu melakukan pengkajian, membuat intervensi untuk di
implementasikan pada Tn.B dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku
kekerasan di rumah sakit jiwa menur surabaya hingga pada tahap evaluasi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu mengkaji dengan benar karakteristik pasien pada Tn.B
dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa
menur surabaya
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada Tn.B
dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa
menur surabaya
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn.B
dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa
menur surabaya
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pada Tn.B
dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa
menur surabaya

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Responden
Hasil makalah ini dapat digunakan untuk pengetahuan bagi masyarakat
awam, pembelajaran maupun perbandingan dengan asuhan keperawatan
yang lain.
1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil makalah ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan atau kebijakan untuk mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengan kejiwaan khususnya dalam memberikan tindakan
pada pasien dengan gangguan resiko perilaku kekerasan.
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan
Hasil makalah ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan khususnya
tentang asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan gangguan resiko
perilaku kekerasan
1.4.4 Bagi Penulis
Hasil makalah ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan
mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa yang professional
pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai