Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dasar perbankan syariah mengacu kepada ajaran agama Islam yang
bersumber pada al-Qur’an, al-Hadits/ as-Sunnah, dan Ijtihad. Ajaran agama
Islam yang bersumber pada wahyu Ilahi dan sunaturosul mengajarkan
kepada umatnya untuk berusaha mendapatkan kehidupan yang baik di dunia
yang sekaligus memperoleh kehidupan yang baik di akhirat. Hal ini berarti,
bahwa dalam mengerjakan kehidupan di dunia tidak dapat dilakukan dengan
menghalalkan segala cara, tapi harus dilakukan melalui gerakan amal saleh.

Dalam keuangan syariah menekankan pentingnya keselarasan


aktivitas keuangan dengan norma dan tuntunan syariah. Aturan terpenting
dalam kegiatan keuangan syariah adalah pelarangan riba (memperanakan
uang dan mengharapkan hasil tanpa menanggung risiko). Ahli fiqh menilai
ini sangat kental eksistensinya dalam aktivitas keuangan konvensional.

Dalam hal proses dilaksanakannya perbankan syariah ini maka perlu


adanya syariat-syariat islam yang perlu dianut. Yaitu salah satunya adalah
fiqh mualamah, figh muamalah hukum-hukum yang berkaitan dengan
tindakan manusia dalam persoalan keduniaan, misalnya dalam persoalan
jual beli, hutang piutang, kerja sama dagang, perserikatan, kerja sama dalam
penggarapan tanah, dan sewa menyewa. Husein Shahhathah (Al-Ustaz
Universitas Al-Azhar Cairo) dalam buku Al-Iltizam bi Dhawabith asy-
Syar’iyah fil Muamalat Maliyah (2002) mengatakan, “Fiqh muamalah
ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada
manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum
mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu) bagi setiap muslim.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Ruang Lingkup Syariah atau Fiqh Muamalah?
2. Apa Fungsi dan Prinsip Syariah atau Fiqh Muamalah?
3. Bagaimana Relasi atau Hubungan Fiqh Muamalah dengan
Akuntansi Syariah?
4. Bagaimana Islam dan Tujuan Syariah?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan Ruang Lingkup Syariah atau Fiqh
Muamalah.
2. Mengetahu Fungsi dan Prinsip dari Fiqh Muamalah.
3. Mengetahui Hubungan dari Fiqh Muamalah dan Akuntansi Syariah.
4. Mengetahui Islam dan Tujuan Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Ruang Lingkup Syariah/ Fiqih Muamalah
1. Pengertian Syariah

Kata syara secara etimologi berarti jalan-jalan yang dapat ditempuh


air, maksudnya adalah jalan yang dilalui manusia untuk menuju Allah,
apabila kata hukum di rangkai dengan kata syara yaitu Hukum Syara berarti
seperangkat peraturan berdasarkan kepada ketentuan Allah Swt tentang
tingkah laku manusia yang dikui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk
semua umat yang beragama Islam (Amir Syarifudin I, 1997 :281). Istilah
syara juga sering disebut dengan hukum. Dua istilah ini secara etimologi
sama, bahkan istilah syara dalam pemakaiannya dipersempit pada aspek-
aspek hukum yang dipahami sekarang yaitu aturan-aturan Allah berkenaan
dengan kehidupan atau aktivitas manusia.

Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan


pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas
hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah
Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk
mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu:

a. Surat Asy-Syura ayat 13

Artinya : Dia telah mensyariahkan bagi kamu tentang agama yang


telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan
kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya). (Quran surat Asy-Syura ayat 13).

Adapun pengertian syariah secara etimologis kata Syariah berakar kata


syara yang berarti sesuatu yang dibuka secara lebar kepadanya. Dari sinilah
terbentuk kata syariah yang berarti sumber air minum. Kata ini kemudian
dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus diikuti.
Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syariah dengan
jalan yang lurus. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: Hukum Syara
mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci. Syekh
Mahmud Syaltut mengartikan syariah sebagai hukum- hukum dan tata aturan
yang disyariahkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti.
2. Pengertian Fiqih Muamalah

Menurut etimologi (bahasa), fiqh adalah (‫( )اَ ْل َف ْهم‬paham), seperti


pernyataan: (‫س فَ َّق ْهت‬
َ ‫( )الد َّْر‬saya paham pelajaran itu). Arti ini, antara lain, sesuai
dengan arti fiqh dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik disisi-
Nya, niscaya diberikan kepada-Nya pemahaman (yang mendalam) dalam
pengetahuan agama.”

Menurut terminologi, fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan


yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak, maupun
amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti Syariah Islamiya. Namun, pada
perkembangan selanjutnya, fiqh diartikan sebagai bagian dari syariah Islamiyah,
yaitu pengetahuan tentang hukum syariah Islamiyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-
dalil yang terinci.

Banyak definisi fiqih oleh para ulama, salah satunya. Ada yang
mendefenisikannya sebagai himpunan dalil yang mendasari ketentuan hukum
Islam. Ada pula yang menekankan bahwa fiqih adalah hukum syariah yang
diambil dari dalilnya. Namun demikian, yang menarik untuk dikaji adalah
pernyataan Imam Haramain bahwa fiqih merupakan pengetahuan hukum syara
dengan jalan ijtihad. Demikian pula pendapat Al-Amidi bahwa yang dimaksud
pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari penalaran (nadzar
dan istidhah). Pengetahuan hukum yang tidak melalui ijtihad (kajian), tetapi
bersifat dharuri, seperti sholat lima waktu wajib, zina haram, dan masalah-
masalah qathi lainnya tidak termasuk fiqih.

Hal itu menunjukkan bahwa fiqih bersifat ijtihadi atau zhanni. Pada
perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkakan dengan kata Al-
Islami sehungga terangkai Al-Fiqh Al-Islami,yang sering diterjemahkan dengan
hukum Islam yang memiliki cakupan sangat luas. Pada perkembangan
selanjutnya, uama fiqih membagi fiqih menjadi beberapa bidang, salah satunya
adalah fiqih muamalah.
Menurut etimologi, muamalah berasal dari kata: (‫)ملة معا – مل يعا – مل عا‬
artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. Menurut
etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata’amala yang artinya
saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.

Sedangkan pengertian fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi


menjadi dua.
Pengertian fiqih muamalah dalam arti luas.

Diantara defenisi yang dikemukakan oleh para ulama tentang defenisi fiqih
muamalah adalah:

 Menurut Ad-Dimyati:

Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi.

 Menurut Yusuf Musa

Peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat


untuk menjaga kepentingan manusia.

Dari pengertian dalam arti luas di atas dapat diketahui bahwa fiqih
muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT, yang ditujukan untuk
mengatur kehidupan manusia. dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan
dengan urusan duniawi dan sosial masyarakat.

B. Ruang Lingkup Syariah / Fiqih Muamalah

1. Ruang lingkup syariah antara lain mencakup peraturan-peraturan sebagai


berikut :

a. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung


dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari :

 Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat,


puasa, dan haji.

 Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.

 Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum,


pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat,
I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan
mayit, dan lain-lain.

 Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah,


hibbah, dan lain-lain.

2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang


lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya:
dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan,
penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan,
wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.

3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang


lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya),
diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan,
memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang
wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.

4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat,


kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam
perjuangan, kesaksian dan lain-lain.

5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik),


diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), adalah
(keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah
(tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.

6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar,
tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah
(berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.

7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu,


nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah,
perang, dan lain-lain.

b. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah


Penetapan ruang lingkup fiqh muamalah yang dikemukakan ulama fiqh
sangat berkaitan dengan definisi fiqh muamalah Menurut Ibn Abidin, fiqih
muamalah dibagi menjadi lima bagian:

1. Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)

2. Munakahat (Hukum Perkawinan)

3. Muhasanat (Hukum Acara)

4. Amanat dan Aryah (Hukum Pinjaman)

5. Tirkah (Harta Peninggalan)

Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan
muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan
peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh
dan mubah. hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut
urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Secara terperinci ruang
lingkup fiqh muamalah berdasarkan pembagian fiqih muamalah ini meliputi dua
hal;
1. Al-Muamalah Al-Madiyah

Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengakaji segi


objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah Al-
Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat untuk
dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan
kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua aktivitas
yang berkaitan dengan benda, seperti al- bai (jual beli) tidak hanya ditujukan untuk
memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih dari itu, yakni untuk memperoloh
ridha Allah SWT. Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang telah ditentukan
oleh syara.
Yang termasuk kedalam kategori muamalah ini adalah :
1) Al Ba’i (Jual Beli)
2) Syirkah (perkongsian)
3) Al Mudharabah (Kerjasama)
4) Rahn (gadai)
5) Kafalah dan dhaman (jaminan dan tanggungan)
6) Utang Piutang
7) Sewa menyewa
8) Hiwalah (Pemindahan Utang)
9) Sewa Menyewa (Ijarah)
10) Upah
11) Syufah (gugatan)
12) Qiradh (memberi modal)
13) Jialah (sayembara)
14) Ariyah (pinjam meminjam)
15) Wadi’ah (titipan)
16) Musaraqah
17) Muzara’ah dan mukhabarah
18) Pinjam meminjam
19) Riba
20) Dan beberapa permasalahan kontemporer (asuransi, bank dll)
2. Al-Muamalah Al-Adabiyah

Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi cara tukar-


menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur
penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti jujur, hasut, iri, dendam, dll. Al-
Muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi
subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang
melangsungkan akad, ijab kabul, dusta, dll.
Hal-hal yang termasuk ruang lingkup Al-muamalah Al-Adabiyah adalah ijab
dan Kabul, saling meridhoi, tidak ada keterpaksaan, hak dan kewajiban, dan segala
sesuatu yang bersumber dari panca indra manusia yang ada kaitannya dengan
peredaran harta.
c. Prinsip-Prinsip (Fikih) Mu’amalah

a) Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan
oleh al-qur’an dan sunnah rasul. Bahwa hukum islam memberi kesempatan
luas perkembangan bentuk dan macam muamalat baru sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hidup masyarakat. Hukum islam memberikan
kebebasan membuat bentuk atau jenis muamalat baru sesuai dengan
kebutuhan.

ْ َ ‫اء ِفى أل‬


‫صل‬ ِ ‫ت ِفى( ْاأل َ ْش َي‬ ْ ‫اإل َبا َحة‬،
ِ َ‫)الم َعا َمال‬ ِ َّ‫ِخالَفِ ِه َعلَى الدَّ ِل ِِيْل دَ َّل َما ِإل‬
“Pada dasarnya (asalnya) pada segala sesuatu (pada persoalan mu’amalah) itu
hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan atas makna
lainnya.”

b) Muamalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur


paksaan. Agar kebebasan kehendak pihak-pihak bersangkutan selalu
diperhatikan. Kebebasan berkehendak para pihak yang melakukan transaksi
muamalat sangat diperhatikan dalam hukum islam. Pelaggaran terhadap
kebebasan berkehendak berakibat tidak dapat dibenarkannya suatu bentuk atau
suatu jenis muamalat (Basyir,1988).

‫اط ِل بَ ْينَك ْم أ َ ْم َوالَك ْم ت َأْكل ْوا لَ آ َمن ْوا الَّ ِذيْنَ يآيُّ َها‬
ِ َ‫ارة ت َك ْونَ أ َ ْن إِلَّ بِ ْالب‬
َ ‫ت َ ْقتل ْوا َولَ ِم ْنك ْم ت ََرض َع ْن تِ َج‬
‫سك ْم‬ َ ‫ر ِحيْما بِك ْم َكانَ للاَ إِ َّن أ َ ْنف‬.
َ -‫النساء‬: 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh diri kamu sekalian, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang
kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29)

c) Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan


menghindari mudharat dalam bermasyarakat. Prinsip mendatngkan mslahah
dan menolak madhorot merupakan ruh dan semangat hukum yang ditetapkan
oleh alquran dan hadist. Akibat prinsip ini, maka segala bentuk muamalat yang
merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat yang idak dibenarkan oleh hukum
islam.

‫ت اب ِْن عباَدَة َ َع ْن‬


ِ ‫ام‬
ِ ‫ص‬َ ‫صلَّى للاِ َرس ْو َل أَ َّن‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه للا‬ َ َِ َ‫ض َر َر لَ أ َ ْن ق‬
َ ‫ضى َو‬ َ َ‫ار َول‬
َ ‫ض َر‬.
ِ
-‫ماجة وابن أحمد رواه‬

“Dari Ubadah bin Shamit; bahwasanya Rasulullah saw menetapkan tidak boleh
berbuat kemud haratan dan tidak boleh pula membalas kemudharatan”. (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)
Dalam kaidah fiqhiyah juga disebutkan;
‫يـزَ ال لض ََّرر‬
“Kemudharatan harus dihilangkan”

d) Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-


unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Bahwa segala bentuk muamalat yang mengundang unsur penindasan tidak
dibenarkan dalam hukum islam.. misalnya dalam utang piutang dengan
tanggungan barang. Jumlah utang jauh lebih kecil dari harga barang tanggungan
diadakan ketentuan jika dalamjangka waktu tertentu utang tidak dibayar, maka
barag tangguhan menjadi lebur, menjadi milik berpiutang (As-Zarqo,1967).

‫َولَ ت َْظ ِلم ْونَ لَ أ َ ْم َوا ِلك ْم رؤ ْوس فَلَك ْم تبْت ْم َوإِ ْن َو َرس ْو ِل ِه للاِ ِمنَ بِ َح ْرب َفأْذَن ْوا ت َ ْفعَل ْوا لَ ْم فَإ ِ ْن‬
َ‫ظلَم ْون‬ ْ ‫ت‬. -‫البقرة‬: 279

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya”. (QS. Al-Baqarah: 279)

d. Fungsi-Fungsi Fiqih Muamalah

a) Kedudukan, fungsi, atau peranan fiqih adalah sebagai alat kelengkapan hidup
manusia guna dijadikan pedoman hidupnya, baik dalam kehidupan pribadi
maupun masyarakat. Seperti mengatur hubungan antara manusia dan sesamanya
meliputi aturan tentang hak asasi manusia, relasi gender, pernikahan,
perwakilan, warisan, hibah, wasiat, perdagangan, perkongsian,perkoperasian,
sewa menyewa, simpan-pinjam, utang-piutang, hubungan antar bangsa,
hubungan antar sesame umat Islam, hubungan antar golongan, hubungan antar
umat berbeda agama dan sebagaianya. Satu lagi yaitu hubungan anatara manusia
dan kehidupannya meliputi aturan tentang makanan, minuman, pakaian, tempat
tinggal, mata pencarian dan rezeki.
b) Ilmu Fiqih mengambil bagian bidang hukum yang berkaitan dengan urusan
ibadah, muamalah, uqubah, dan sebagainya yang bersifat amaliyyah. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa dengan mempelajari fiqih mana yang boleh
mana tidak.

c) Mengatur hubungan antara manusia dan alam sekitarnya atau alam semesta,
meliputi aturan mengenai suruhan atau meneliti keadaan alam, memeliharanya,
memanfaatkan kekayaan alam dan larangan berperilaku boros atau mubazir serta
larangan mengeksploitasi dan merusak alam.

d) Kemampuan manusia tidaklah sama dan tentunya terbatas. Fiqih merupakan


suatu produk ijtihad yang tidak mampu dihasilkan oleh setiap orang. Bahkan
Alloh SWT menjelaskan bahwa Dia telah melebihkan sebagian atas sebagian
yang lain. Kelebihan yang dimaksud ada yang bersifat ilmu, harta, dan lainnya.
Jadi Ijtihad yang dihasilkan itu akan digunakan oleh awam untuk kepentingan
praktis menjalankan ibadah dan muamalah

C. Muamalah Fiqh dalam Ekonomi Syariah dan Akuntansi Syariah


Islam merupakan agama yang lengkap, memiliki banyak faktual, dan dimensi
yang mampu menjadi petunjuk bagi mahluk hidup. Salah satu dimensi kehidupan
yang diatur oleh islam adalah muamalah / iqtishadiyah (ekonomi syariah),
menurut Ahmad Azhar Basyir Muamalah artinya pergaulan hidup tempat setiap
orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain yang
menimbulkan hak dan kewajiban.

a. Syarat muamalah fiqh dalam transaksi ekonomi syariah antara lain :


1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan
pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa.
2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.
3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan
(ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul).
b. Obyek transaksi menurut syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa,
bahkan jasa dapat juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada
prinsipnya obyek transaksi dapat dibedakan kedalam :
1. Obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas
keberadaannya atau segera dapat diperoleh manfaatnya. 2.
2. Obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang
timbul akibat suatu transaksi yang tidak tunai.
c. Obyek transaksi yang dilarang antara lain :
1. Barang yang haram dimakan
Allah SWT berfirman(QS. An-Nahl115) : “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan atas kalian memakan bangkai, darah, daging babi dan
apa-apa yang disembelih bukan karena Allah SWT.”
2. Khamer (minuman keras atau yang terkait dengannya)
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda; Dari Jabir bin Abdillah
ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah
mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi dan berhala”.
Dalam riwayat lain dijelaskan : “Rasulullah SAW melaknat dalam
khamer sepuluh macam; pemerasnya, yang menyuruh memeras,
peminumnya, pembawanya, penampungnya, pelayan yang
menghidangkannya, penjualnya, yang memakan harganya, pembelinya
dan yang menyuruh dibelikannya.” (HR. Turmudzi & Ibnu Majah)
3. Barang-barang yang dipergunakan untuk maksiat, mengarah pada
kemusyrikan, dsb.
4. Barang yang samar
Barang yang samar atau mengandung kesamaran, pada prinsipnya haram
diperjual belikan, karena akan menimbulkan pertengkaran dan
perselisihan di kemudian hari. Selain itu, jual beli ini dilarang karena
hilangnya kesempurnaan salah satu rukun jual beli, yaitu ma’qud alaih
(objek akad). Dimana objek akad/ barang yang diperjual belikan tidak
jelas.
5. Barang yang belum sempurna diserah terimakan
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda; Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW bersabda; “Jika engkau membeli sesuatu, janganlah
dijual sebelum engkau menerimanya.” (HR. Ahmad & Thabrani)
6. Barang yang tidak ada / tidak dimiliki
Rasulullah SAW bersabda; “Janganlah kalian menjual sesuatu yang
bukan (belum) menjadik milikmu.” (HR. AshabusSunan)
7. Barang hasil rampasan, curian, dan sejenisnya
Dalam sebuah hadits diriwayatkan; “Barang siaya yang membeli barang
hasil curian dan ia mengetahuinya, maka ia juga sama mendapatkan dosa
dan kejelekannya.” (HR. Bukhari)

d. Transaksi yang berkaitan dengan fiqh muamalah antara lain :


1. Jual Beli
Jual beli merupakan kegiatan menukar barang dengan barang lainnya
berdasarkan tata cara atau akad tertentu. Firman Allah SWT, yang artinya
: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al
Baqarah (2))
Rukun dan syarat jual beli diantaranya :
a. Penjual dan pembeli
- Penjual dan pembeli adalah orang yang berakal sehat.
- Penjual dan pembeli tidak boleh ada paksaan.
b. Uang dan barang yang diperjual belikan
- Barang yang diperjual belikan suci dari najis dan halal.
- Barang yang sudah dijual oleh penjual dan dibeli oleh pembeli
sepenuhnya menjadi barang pembeli.
- Barang yang diperjual belikan dapat dilihat oleh pembeli baik
bentuk ukuran dan sifatnya.
- Barang yang diperjual belikan barang penjual sendiri atau milik
orang lain yang sudah dikuasakan.
c. Ikrar atau Pernyataan jual beli
Ikrar jual beli adalah ijab (pernyataan penjual) dan kabul (pernyataan
pembeli)
2. Pinjam Meminjam
Pinjam meminjam merupakan kegiatan memberikan suatu barang yang
halal kepada orang lain untuk digunakan manfaatnya tanpa merubah
zatnyaa, agar barang tersebut dapat dikembalikan lagi. Firman Allah SWT,
yang artinya :” Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan
taqwa dan janganlah kamu menolong untuk berbuat dosa dan
permusuhan.” (QS AL Maidah (2))
Rukun dan syarat dalam pinjam meminjam diantaranya.
a. Mu’ir (yang memberi pinjaman)
- Mu’ir atau peminjam haruslah orang yang berakal sehat.
- Sebagai pemilik barang yang dipinjamkan.
b. Musta’ir (yang menerima pinjaman)
- Sebagai pemerima barang pinjaman
- Berakal sehat
c. Musta’ar (barang yang dipinjamkan).
- Dapat dimanfaatkan
- Barang harus halal
- Pemanfaatannya tidak mengurangi fisik barang.
d. Shighah
Shighah dalam akad diartikan sebagai pernyataan ijab kabul antara
mu’ir dan musta’ir.
e. Dalam muamalah fiqh diatur juga tatacara bertransaksi yang baik ,
berikut beberapa tatacara transaksi yang dilarang atau tidak
diperbolehkan :
1. Membeli barang yang telah dijual kepada orang lain, Menjual
barang yang telah diakad oleh pihak lain hukumnya adalah haram.
Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda, “Dan janganlah diantara
kamu menjual barang yang telah dijual kepada pihak lain.” (HR.
Ahmad)
2. Jual beli paksa (Bai’ Ikrah)
Rasulullah SAW bersabda, “Bahwasanya jual beli itu adalah
berdasarkan saling keridhaan.” (HR. IbnuMajah)
3. Jual beli Najasyi
Artinyan Memuji-muji dagangannya sendiri secara berlebihan agar
laris dan bersekongkol dengan orang lain yang berpura-pura
menawar barang dengan harga tinggi agar orang lain merasa tidak
kemahalan, lalu terpengaruh membelinya. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW bersabda: “Dan janganlah kalian melakukan
tanajusy (menambahkan harga pada barang dagangan untuk
menipu pembeli).” (MuttafaqunAlaih)
4. Jual beli dengan pengecualian.
Dalam sebuah hadits : “Dari Jabir ra berkata, bahwasanya
Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara muhaqalah
(menjual biji-bijian yang masih di tangkai), muzabanah (menjual
buah yang basah dengan buah yang kering) dan jual beli dengan
pengecualian. Kecuali jika yang dikecualikan itu diketahui.” (HR.
Bukhari)
5. Jual beli urbun (uang panjar hilang), Jual beli urbun adalah jual beli
dengan uang muka, dan ketika akad jual beli tidak terjadi uang muka
menjadi milik si penjual.
6. Melakukan “akad” ketika azan jum’at.
Para ulama sepakat mengenai larangan jual beli ketika azan shalat
jum’at berkumandang. Hal ini didasarkan firman Allah SWT (QS.
Al-Jumu’ah : 9)
“Hai orang-orang yang beriman, jika diserukan shalat pada hari
jumat, maka pergilah kalian untuk mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli.”
7. Akad di dalam masjid
Larangan ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW : “Apabila
kalian melihat orang yang berjual beli didalam masjid, maka
katakanlah kepadanya: “Mudah-mudahan Allah tidak akan
memberikan keuntungan perniagaanmu itu.” (HR. Nasa’i&
Turmudzi)
8. Jual beli dengan lemparan batu (bai’ alhasha), Pada zaman jahiliyah
terjadi jual beli dengan lemparan batu, misalnya: dalam jual beli
tanah yang tidak ditentukan ukurannya. Pembeli dipersilakan
melemparsejauh-jauhnya, dimana batu jatuh distiulah yang menjadi
batas tanah yang dijualnya. Atau jual beli suatu barang dengan
lemparan: pembeli diminta melempar, mana saja yang terkena batu,
barang itulah yang dibelinya.
9. Melakukan dua akad dalam satu akad.

Seperti yang dijelaskan diatas dalam ekonomi syariah mualamalah fiqh


memegang peran sebagai prinsip-prinsip yang harus diikuti dalam
pelaksanaannya, begitu pula pada akuntansi syariah. Prinsip dasar muamalah fiqh
dalam akuntansi syariah dapat diartikan sebagai asas yang dijadikan dasar
pemikiran terkait kegiatan akuntansi syariah (mencatat, menggolongkan,
meringkas, dan melaporkan). Secara umum prinsip muamalah merupakan
landasan utama yang menjadi kerangka pedoman bagi setiap muslim untuk
berpiraku, pedoman ini berladaskan Al-Qur’an dan Hadist yang memuat nilai etik
(ethis value) dan nilai norma (norm value). Jika dikaitakan dengan kegiatan
akuntansi syariah, muamalah fiqh menjadi dasar bagi para muslim untuk
melaksanakan kegiatan akuntansi syariah berdasarkan nilai etik dan nilai norma
yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadist.

Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu


bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar” (QS. Al Baqarah :282).

Tujuan laporan keuangan syariah adalah menyediakan informasi


menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan keuangan dalam suatu
entitas syariah yang bermanfaat bagi pemakainya dalam pengambilan keputusan
ekonomi, tujuan lainnya adalah: (1) Meningkatkan penggunaan prinsip syariah
dalam transaksi dan kegiatan usaha. (2) Memberikan informasi yang berkaitan
dengan kegiatan yang tidak sesuai prinsip syariah. (3) Mengevaluasi pemenuhan
tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
mengumpulkan dan menginvestasikannya. (4) memberikan informasi mengenai
keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana dan
informasi mengenai pemenuhan kewajiban. Termasuk pengelolaan dan
penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf.
Akuntansi syariah diharapkan dapat mencapai keadilan sosial-ekonomi, dan
sebagai bentuk menjalankan ibadah atau kewajiban kepada Allah SWT, sebagai
bentuk pertanggungjawaban kita terhadap tugas individu dalam melaporkan
segala hal yang berkaitan dengan laporan keuangan. Hasil akhir teknik akuntansi
syariah berupa informasi akuntansi yang akurat untuk menghitung zakat dan
pertanggungjawaban secara horizontal kepada Allah SWT dengan berlandaskan
moral, iman, taqwa serta vertikal kepada para pemegang saham (Stakeholder).

D. Islam dan Tujuan Syariah


1. Makna Islam
Ketidaktahuan dan ketidakpahaman tentang islam, membuat banyak orang
berpendapat dan beranggapan bahwa islam adalah sebatas agama transedental
yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan. Bahkan ada yang
memojokkan bahwa islam adalah penghambat kemajuan peradaban.
Dari sisi bahasa, kata “Islam” berasal dari kata “aslama, yuslimu,
islaman” yang artinya “tunduk dan patuh”. Jadi, seorang yang tunduk dan patuh
kepada kepala negara, secara bahasa bisa dikatakan “aslama li-rais ad-daulah”.
Inilah generik atau makna bahasa dari kata islam. Secara terminologi, makna
islam yang digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabda beliau:
“Islam adalah bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya
tiada Tuhan selain Allah SWT dan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad
SAW adalah utusan Allah SWT, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat,
serta melaksanakan shaum ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke
baitullah jika engkau berkemampuan melaksanakannya”
Ketundukkan, kepatuhan, dan kepasrahan manusia termasuk alam semesta
kepada ketentuan Allah SWT merupakan suatu konsekuensi dari kenyataan bahwa
Allah SWT adalah pencipta, pemilik, pemelihara, dan penguasa tunggal alam
semesta termasuk manusia didalamnya. Manusia adalah makhluk yang
dimuliakan oleh Allah SWT, karena memiliki roh dan keistimewaan berupa akal
serta diberi tugas oleh Allah SWT untuk menjalankan peran sebagai
khalifah/wakil Allah di bumi untuk mengatur alam dan seisinya sesuai dengan
ketentuan Allah SWT.
Ketentuan Allah SWT tersebut merupakan suatu sistem hidup yang lengkap
dan komprehensif. Islam tidak hanya mengatur hubungan dan interaksi antara
manusia dengan Allah (Hablum minallah) namun juga mengatur hubungan dan
interaksi antar sesama manusia (hamblum minannas), serta hubungan dan
interaksi antara manusia dengan makhluk lain termasuk dengan alam dan
lingkungan melalui aturan muamalah dan dengan dirinya sendiri.
Jadi, islam adalah sebuah pedoman hidup dan berkehidupan yang
dikeluarkan langsung oleh Allah SWT sebagai pencipta, pemilik, pemelihara, dan
penguasa tunggal alam semesta, agar manusia tunduk, patuh, dan pasrah dengan
ketentuan-Nya untuk meraih derajat kehidupan lebih tinggi yaitu kedamaian,
kesejahteraan, dan keselamatan baik didunia maupun di akhirat.
2. Dasar-Dasar Ajaran Islam
Islam sebagai pedoman hidup dan berkehidupan yang dikeluarkan langsung
oleh pemegang otoritas tunggal yaitu Allah SWT mencakup 3 aspek yaitu akidah,
syariah, dan akhlak yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

a. Akidah
Kedudukan akidah dalam ajaran islam sangat penting, islam tidak dapat
ditegakkan tanpa akidah. Kata akidah berasal dari bahasa arab ‘aqad’ yang
berarti ikatan. Menurut ahli bahasa, akidah adalah perjanjian yang teguh dan kuat
terpatri dalam hati dan tertanam didalam lubuk hati yang paling dalam. Jadi,
akidah ini bagaikan ikatan perjanjian yang kokoh dan tertanam jauh didalam
lubuk hati sanubari manusia.
Substansi dari akidah ini adalah keimanan. Sebagaimana terangkum dalam
rukun iman atau pokok-pokok keimanan islam yaitu iman kepada Allah, iman
kepada Malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada Nabi dan Rasul, iman
kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar. Iman merupakan dasar dari
ajaran islam, mengingat iman adalah perjanjian dalam hati sehingga iman setiap
muslim tidak dapat dilihat secara kasat mata. Namun iman berfungsi sebagai
fondasi dalam hidup seorang muslim.
c. Syariah
Kata syariah dalam bahasa arab memiliki arti jalan yang ditempuh atau
garus yang seharusnya dilalui. Dari sisi terminologi, syariah bermakna pokok-
pokok aturan hukum yang digariskan oleh Allah SWT untuk dipatuhi dan dilalui
oleh seorang muslim dalam menjalankan segala aktivitas hidupnya (ibadah) di
dunia.
Ketentuan syariah bersifat komprehensif dan universal. Komprehensif,
berarti mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dengan Allah SWT.
Didalamnya meliputi ibadah mahdhah dan ibadah muamalah. Ibadah mahdhah
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT seperti sholat, puasa,
haji, dan lainnya. Sedangkan ibadah muamalah mengatur mengenai hubungan
antara sesama manusia serta antara manusia dengan makhluk atau ciptaan Allah
SWT lainnya termasuk alam semesta. Sedangkan universal bermakna dapat
diterapkan bagi semua manusia dalam setiap waktu dan keadaan. Islam bukan
agama sejarah, maka islam tidak tunduk oleh perubahan zaman, oleh sebab itu,
dalam masalah ekonomi syariah, kaum muslim tetap mengacu pada ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Bukan hanya secara
prinsipnya, tetapi juga tentang seluk beluk tata perekonomian syariah.
Dengan demikian cakupan aturan syariah dalam kehidupan begitu luas,
termasuk didalamnya mengenai hukum ekonomi, maka akuntansi syariah
merupakan salah satu bentuk pengamalan dari aturan syariah. Selain itu,
akuntansi syariah juga berfungsi untuk menguatkan pelaksanaan ekonomi islam
atau transaksi yang sesuai dengan kaidah islam melalui pola pengolahan
informasi akuntansi yang juga berlandaskan nilai-nilai islam.
c. Akhlak
Akhlak sering disebut sebagai ihsan (dari kata arab ‘hasan’ yang berarti
baik). Definisi ihsan menurut Nabi Muhammad SAW: “Ihsan adalah engkau
beribadat kepada Tuhanmu seolah-olah engkau melihat-Nya, kalaupun engkau
tidak melihat-Nya, maka ia melihatmu”. (HR Muslim).

Melalui ihsan, seseorang akan selalu merasa diawasi dan dilihat oleh Allah
SWT yang maha mengetahui, melihat, dan mendengar sekecil apapun perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang walaupun dikerjakan di tempat tersembunyi.
Bahkan Allah SWT juga mengetahui segala pikiran dan lintas hati makhluknya.
Dengan memiliki kesadaran seperti ini, seorang mukmin akan selalu terdorong
untuk berperilaku baik, dan menjauhi perilaku buruk.

Akidah (iman), syariah, dan akhlak (ihsan) terkait satu sama lain, tidak bisa
dipisahkan karena ketiganya diperlukan untuk membentuk kepribadian yang
utuh pada diri seorang muslim. Di ibaratkan sebuah bangunan, akidah (iman)
merupakan sebuah fondasi untuk dapat tegaknya bangunan tersebut. Iman
membutuhkan pengamalan-pengamalan berupa ketaatan dalam menjalankan
ketentuan-ketentuan Allah SWT (menjalankan apa yang diperintahkan dan
meninggalkan apa yang dilarang) yakni syariah yang digambarkan sebagai
tiang-tiang penyangga. Menjadi sempurnalah ketika diiringi dengan akhlak
(ihsan) dan perilaku yang mulia.

Upaya pengembangan ilmu apapun didunia ini termasuk akuntansi syariah,


hendaknya dimulai dari niat yang ikhlas mengharap rida Allah SWT, untuk
kemudian dilanjutkan oleh pikir yang didasari dan dijiwai oleh nilai akidah,
syariah, dan akhlak islami untuk kebaikan manusia dunia dan akhirat.

3. Hukum Islam
Hukum Islam secara istilah disebut juga hukum syara’ adalah hukum Allah
yang mengatur perbuatan manusia yang ada didalamnya mengandung tuntutan
untuk dikerjakan atau ditinggalkan atau pilihan antara dikerjakan atau
ditinggalkan oleh para mukalaf. Hukum syara’ hanya dapat diambil dari sumber-
sumber hukum islam, yaitu Al-Qur’an. As-Sunah, Ijma’ dan Qiyas. Hukum atau
norma perbuatan yang tidak diambil dari sumber-sumber tadi tidak disebut
sebagai hukum syara’. Misalnya kaidah-kaidah (norma) adat istiadat, undang-
undang, atau hukum selain Islam.

Empat Mazhab Fiqh yang bersumber dari para Ahli Fiqh seperti Al-Imam
Abu Hanifah, Al Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’i, dan Al-Imam Ahmad bin
Hanbali, mengklasifikasikan hukum islam menjadi lima (5):
1. Wajib
Wajib adalah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat
pahala dan apabila di tinggalkan akan mendapat dosa. Wajib ditinjau dari
beban kewajiban kepada setiap orang/sekelompok orang mukalaf. Yang
dimaksud mukalaf adalah orang-orang telah terkena kewajiban mengikuti
syariah, dapat dibagi dua (2) berikut ini:

a. Wajib ‘ain, kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang mukalaf.


Artinya, bila hanya sebagian orang mukalaf saja yang mengerjakan,
sedang orang lain tidak mengerjakannya, maka kewajiban tersebut tidak
membebaskan beban orang yang tidak mengerjakannya.
b. Wajib kifa’i (kifayah), kewajiban yang dibebankan pada sekelompok
orang mukalaf. Artinya, apabila untuk mengerjakan suatu kewajiban,
dibutuhkan jumlah orang tertentu untuk melaksanakannya, dan jumlah
orang yang mengerjakan tersebut dianggap cukup maka orang mukalaf
lain yang tidak mengerjakannya tidak berdosa. Akan tetapi bila tidak,
maka seluruh orang mukalaf memikul dosanya karena tidak terlaksanya
kewajiban tersebut.
2. Mandab/Sunah, ialah perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala
dan apabila ditinggalkan, orang yang meninggalkannya tidak mendapat dosa.
3. Haram, ialah perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala dan
apabila dikerjakan orang yang mengerjakannya akan mendapat dosa
4. Makruh, ialah perbuatan yang apabila ditinggalkan, akan mendapat pahala dan
apabila dikerjakan tidak mendapat dosa.
5. Mubah, ialah suatu perbuatan yang bila dikerjakan tidak mendapat pahala dan
bila ditinggalkan tidak mendapat dosa.
4. Sasaran Hukum Islam
Hukum islam memiliki 3 (tiga) sasaran, yaitu: penyucian jiwa, penegakan
keadilan dalam masyarakat, dan perwujudan kemaslahatan manusia.
a. Penyucian Jiwa
Penyucian jiwa dimaksudkan agar manusia mampu berperan sebagai
sumber kebaikan bukan sumber keburukan bagi masyarakat dan
lingkungannya. Hal ini dapat tercapai apabila manusia dapat beribadah
dengan benar yaitu dengan hanya mengabdi kepada Tuhan yang benar-benar
merupakan pencipta, pemilik, pemelihara, dan penguasa alam semesta, bukan
kepada yang mengaku Tuhan serta dengan cara yang benar pula.

Allah SWT memerintahkan manusia yang beriman kepada-Nya untuk


shalat, zakat, puasa, dan haji, yang dijamin Allah akan memberi dampak
positif bagi kehidupan manusia apabila dilakukan dengan benar dan dengan
niat yang benar pula. Misalnya, shalat wajib 5 waktu dalam sehari, apabila
dilakukan dengan benar, maka akan mencegah manusia dari perbuatan
mungkar. Kemudian zakat, disebut oleh Al-Qur’an bahwa zakat merupakan
media untuk membersihkan harta manusia. Pelaksanaan zakat akan
menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa tolong menolong di antara manusia
yang berbeda status. Kemudian puasa dengan menahan lapar dan haus, dapat
menjadi media bagi manusia yang beriman untuk berempati merasakan
bagaimana rasanya orang yang kelaparan karena tidak mampu secara
ekonomi, sehingga menimbulkan rasa kasih sayang yang ikhlas. Selain itu
puasa tidak hanya bertujuan untuk menahan rasa lapar dan haus, namun juga
untuk meninggalkan berbagai akhlak yang tidak terpuji seperti ghibah atau
bergosip dan sebagainya. Selanjutnya adalah menunaikan ibadah haji ke
tanah suci hukumnya wajib bagi yang mampu. Sebagian besar ritual ibadah
haji dilakukan bersama-sama, oleh karena itu diperlukan sikap saling
tenggang rasa menghargai orang lain dan bersabar agar segala sesuatu
berjalan dengan rapi dan tertib.
Dapat disimpulkan bahwa ibadah yang dilakukan dengan niat dan cara yang
benar akan menumbuhkan rasa kasih sayang, jiwa tolong menolong,
kesetiakawanan sosial sehingga akan tercipta masyarakat yang aman dan
tentram.

b. Menegakkan Keadilan dalam Masyarakat


Keadilan disini adalah meliputi segala bidang kehidupan manusia
termasuk keadilan dari sisi hukum, ekonomi, dan persaksian. Semua
manusia akan dinilai dan diperlakukan Allah secara adil dan sama tanpa
melihat kepada latar belakang strata sosial, agama, keyakinan, keturunan,
warna kulit, dan sebagainya.

Keadilan adalah harapan dan fitrah semua manusia, sehingga Allah


melarang manusia untuk berlaku tidak adil. Dalam peperangan pun islam
mengajarkan manusia untuk tidak boleh berbuat keji, serta harus tetap
menjunjung tinggi hak asasi manusian dan akhlak yang mulia.

c. Mewujudkan Kemaslahatan Manusia


Semua ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunah mempunyai manfaat yang
hakiki yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia, karena Al-Qur’an
berasal dari Allah yang sangat mengetahui tabiat dan keinginan manusia,
dan As-Sunah dari Rasul yang mendapat bimbingan langsung dari Allah
SWT.

Sebagian manusia ada yang memperdebatkan sebagian ketentuan yang


ada dalam Al-Qur’an, namun demikian apabila cara pandang mereka tidak
tercampur dengan hal-hal lain, maka akan sangat jelas ada kemaslahatan
dari setiap ketentuan Allah tersebut.
Mewujudkan kemaslahatan manusia didalam islam dikenal dengan
Maqashidus Syariah (Tujuan Syariah). Untuk mencapai tujuan syariah
ini ada lima unsur pokok yang harus dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta.

1) Memelihara Agama (Al Muhafazhah ‘alad Dien)


Setiap manusia memiliki kebebasan untuk memilih agama yang
dianutnya, dengan demikian yang harus kita ingat adalah kita akan
diminta pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang kita lakukan
termasuk agama yang kita anut.

Sikap muslim dalam hal ini adalah tidak boleh memaksa, membujuk,
memberi materi agar seseorang mau masuk islam. Rasulullah hanya
menganjurkan agar setiap muslim menyampaikan firman Allah
meskipun hanya satu ayat.
Untuk memelihara agamanya, Allah mewajibkan manusia untuk
melaksanakan shalat, zakat, puasa, dan haji. Apabila manusia tidak
melaksanakannya maka di mata Allah ia akan mendapatkan dosa karena
tidak menjalankan apa yang diperintahkanNya.

2) Memelihara Jiwa (Al Muhafazhah ‘alan Nafs)


Memelihara jiwa ialah memelihara hak untuk hidup secara
terhormat agar manusia terhindar dari pembunuhan, penganiayaan, baik
fisik maupun psikis, caci maki dan perbuatan lainnya.

Allah saja sebagai zat yang menciptakan manusia sangat


menghormati atau menjaga jiwa manusia. Misalnya untuk melindungi
nyawa manusia. Allah menghalalkan makanan yang semula
diharamkan. Ini merupakan bukti betapa tingginya nilai menjaga jiwa
manusia.
Allah melarang manusia memfitnah, karena fitnah dapat memberi
pengaruh yang lebih buruk daripada pembunuhan. Setelah dibunuh,
kehidupan manusia didunia dapat selesai, sementara fitnah, telah terjadi
pembunuhan karakter atau pelecehan kehormatan, yang dapat membuat
manusia terhina sepanjang kehidupannya. Islam juga menganjurkan
manusia untuk memanggil dengan panggilan yang baik.

3) Memelihara Akal (Al Muhafazhah ‘alal Aql)


Menjaga akal bertujuan agar tidak terkena kerusakan yang dapat
mengakibatkan seseorang menjadi tidak berguna lagi di masyarakat
sehingga dapat menjadi sumber keburukan.

Akal membuat manusia mampu membedakan antara yang baik dan


yang buruk, serta antara yang benar dan salah. Oleh karena itu apabila
seseorang akalnya sudah tidak benar, maka dia akan melakukan apa saja
yang dia suka tanpa peduli bagaimana pengaruhnya pada orang lain dan
lingkungannya. Dampaknya bukan hanya dapat membahayakan diri
sendiri tapi juga dapat membahayakan orang lain dan lingkungannya.

4) Memelihara Keturunan (Al Muhafazhah ‘alan nasl)


Memlihara keturunan adalah memlihara kelestarian manusia dan
membina sikap mental generasi penerus agar terjalin rasa persahabatan
dan persatuan diantara sesama umat manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pernikahan yang sah,


sesuai dengan ketentuan syariah, sehingga dapat terbentuk keluarga yang
tentram dan saling menyayangi. Oleh karena itu, untuk memelihara
keturunan diterapkan sanksi hukuman yang keras bagi orang yang
melakukan perbuatan zina.

5) Memelihara Harta (Al Muhafazhah ‘alal mal)


Menjaga harta bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia
diperoleh dan digunakan sesuai dengan syariah. Aturan syariah mengatur
proses perolehan dan pengeluaran harta. Dalam memperoleh harta harus
bebas dari riba, judi, menipu, merampok, mencuri, dan tindakan lainnya
yang dapat merugikan orang lain.

Sedangkan untuk penggunaan harta juga harus sesuai dengan


tuntunan syariah, seeprti ada kewajiban membayar zakat sesuai
ketentuan, tidak boros dan tidak kikir.

BAB III
SIMPULAN
Fiqih muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT, yang
ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia. dalam urusan keduniaan atau
urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial masyarakat.

Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh


kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa
peraturan peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah.

Prinsip Fiqh Muamalah Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah


mubah, kecuali yang ditentukan oleh al-qur’an dan sunnah rasul, Muamalah
dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan,
Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari mudharat dalam bermasyarakat, Muamalah dilaksanakan dengan
memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-
unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Islam merupakan agama yang lengkap, memiliki banyak faktual, dan
dimensi yang mampu menjadi petunjuk bagi mahluk hidup. Salah satu dimensi
kehidupan yang diatur oleh islam adalah muamalah / iqtishadiyah (ekonomi
syariah), menurut Ahmad Azhar Basyir Muamalah artinya pergaulan hidup
tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang
lain yang menimbulkan hak dan kewajiban.

Islam adalah sebuah pedoman hidup dan berkehidupan yang


dikeluarkan langsung oleh Allah SWT sebagai pencipta, pemilik, pemelihara,
dan penguasa tunggal alam semesta, agar manusia tunduk, patuh, dan pasrah
dengan ketentuan-Nya untuk meraih derajat kehidupan lebih tinggi yaitu
kedamaian, kesejahteraan, dan keselamatan baik didunia maupun di akhirat.
Dasar-dasar ajaran islam adalah akidah, syariah, dan akhlak.

Sasaran hukum islam adalah adalah penyucian jiwa, menegakkan


keadilan dalam masyarakat, dan mewujudkan kemaslahatan manusia.
Mewujudkan kemaslahatan manusia didalam islam dikenal dengan
Maqashidus Syariah (Tujuan Syariah). Untuk mencapai tujuan ini ada lima
unsur pokok yang harus dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi. 1997. Fiqih Muamalah. Bandung : Gunung Djati Press.
Wiroso. 2011. Akuntansi Transaksi Syariah. Jakarta : Ikatan Akuntan
Indonesia.
Nurhayati, Sri & Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat
Widiana. 2017. Analisa Perkembangan Peraturan dan Penerapan Akuntansi
Syariah di Indonesia. Jurnal Law and Justice : Vol. 2 No. 2.
Maulan, Rikza. 2015. Fiqh Muamalah Dalam Islam. [pdf].
(https://www.takafulumum.co.id/upload/literasi/pengetahuan/Fiqh%20
Muamalah%20Dalam%20Islam.pdf.)
Abatasa. 2011. Pinjam-Meminjam (ariyah).
http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/muamalah/691/pinjam-
meminjam-ariyah.html
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, Hal 3-4

Harun. 2017. Fiqih Muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press

Nurfaizal. 2013. Prinsip-prinsip muamalah dan Implementasinya di Indonesia.


Riau Jurnal Hukum Islam: Vol XIII No. 1

Dimyaudin, Djuwain. 2010. Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka


Belajar
Dr. Achmad Syafei, MA Fiqih Muamalah Untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan
Umum. Bandung: CV Pustaka Setia 2001 Anwar Fuadi dkk 2008
Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum Padang : Padang Press.
Pasang

Anda mungkin juga menyukai