Anda di halaman 1dari 15

INSTRUMEN YURIDIS MENGENAI PENGADAAN TANAH AKIBAT DARI

PEMBANGUNAN FLY OVER RAWA PANJANG

Studi Kasus: Prosedur Pengadaan Tanah di Rawa Panjang

Miftahulvi Dwi Ashari

mithadwiashari@gmail.com

Abstrack

Agar terwujudnya kepentingan umum, Pemerintah Kota Bekasi melakukan


kegiatan pembangunan fly over di Rawa Panjang yang mengakibatkan pengadaan tanah
di daerah tersebut. Dalam Pelaksanaannya, Pemerintah melakukan penetapan lokasi dan
Surat Keputusan untuk melakukan kegiatan tersebut. Analisis dilakukan dengan melihat
langsung fakta yang ada di lapangan agar dapat mendeskripsikan bahwa mekanisme
tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
proses pengadaan tanah, pemerintah sudah melakukan prosdur atau tahap-tahap sesuai
undang-undang yang berlaku, tetapi jika ditinjau lebih dalam, masih ada kekurangan
yang harus diperbaiki oleh Pemerintah Kota Bekasi

Kata Kunci: Pengadaan Tanah, Pemerintah Kota Bekasi, Kepentingan Umum

A. PENDAHULUAN

Hukum Administrasi negara merupakan bagian dari hukum perdata dan hukum
publik. Hukum Administrasi negara disebut sebagai hukum publik karena berisi
peraturan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang ada di masyarakat,
kesejahteraan rakyat, kepentingan nasional, kesejahteraan negara, apabila di simpulkan
adalah mengatur mengenai kepentingan umum. Agar terwujudnya kepentingan umum
tersebut maka pemerintah menggunakan instrumen yuridis sebagai alat untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pemerintah, maka pemerintah diberi wewenang dalam
bidang pengaturan. Fungsi pengaturan ini muncul dengan adanya beberapa instrumen
yuridis untuk mengahadapi masalah - masalah umum tersebut.

Pemerintah menggunakan instrumen yuridis dalam melakukan berbagai


kegiatannya, seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, perizinan dan
sebagainya. Terlebih negara yang menganut welfare state, yakni pemerintah
mendapatkan kewenangan yang luas, salah satunya adalah memberikan kewenangan
kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana demi
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan. Namun, kewenangan pemerintah dalam
menciptakan berbagai instrumen yuridis harus berdasarkan asas legalitas dan salah
satu intrumen yang akan dibahas mengenai perizinan. Instrumen yuridis merupakan
salah satu unsur perizinan, adapun beberapa unsur-unsur perizinan lainnya, yakni:
peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa kongkret dan prosedur
dan persyaratan.

Sebelum membahas lebih dalam mengenai perizinan, terdapat beberapa


pengertian dari kata izin itu sendiri. Menurut Bagir Manan, izin dalam arti luas adalah
suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan perarturan perundang-undangan untuk
memperbolehkan melakukan tindakan atu perbuatan tertentu yang secara umum
dilarang. Sjachran Basah mengemukakan bahwa izin adalah perbuatan hukum
administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto
berdasarkan persyaratandan prosedur sebagaiman yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-perundangan. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin, izin bertujuan dan
berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh.1

Perizinan yang akan dibahas salah satunya adalah mengenai perizinan


pengadaan tanah. Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena
mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan
masyarakat Indonesia untuk hidup (Social Asset) dan kehidupan dan sebagai faktor
modal dalam pembangunan (Capital Asset).2 Tanah sebagai capital asset harus
dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, secara
lahir, batin, adil dan merata.

Tanah juga dapat dijadikan sarana untuk mencapai kepentingan umum serta
kesejahteraan hidup bangsa Indonesia sehingga negara juga turut ikut serta untuk
mengaturnya. Sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, disebutkan bahwa “ Bumi, air
dan kekayaan tanah yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Salah satu masalah mengenai tanah merupakan masalah yang menyangkut hak
rakyat yang paling dasar. Mengenai pengadaan tanah atau sering disebut dengan
pembebasan lahan, dimana tanah tidak hanya mempunyai nilai ekonomis melainkan

1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2018, h.198
2
Herma Yulis, “Aspek-Aspek Hukum Hak Pakai Atas Tanah Negara Sebagai Objek Jaminan, Hukum Bisnis,
Volume 10, Jakarta, 2000, h. 49
juga berfungsi sosial, maksudnya adalah kepentingan pribadi atas tanah tersebut harus
dikesampingakan guna kepentingan umum. Hal tersebut dilakukan dengan pelepasan
hak atas tanah dengan mendapat ganti rugi yang tidak hanya berupa uang semata tetapi
juga berupa tanah atau fasilitas lainnya yang diberi oleh pemerintah.

Tertulis pada pasal 16 ayat (1) UUPA, yang di dalamnya ditentukan macam-
macam hak atas tanah yang diantaranya adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan
hak-hak lainnya yang tidak termasuk dalam hak-hak di atas yang akan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 53.

Macam-macam hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1), bahwa tanah
mempunyai fungsi sosial. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang
Pokok Agraria yang menentukan bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial.” Maksud dari ketentuan Pasal 16 UUPA tersebut adalah hak atas tanah apapun
yang dikuasai oleh siapapun tidak dapat dibenarkan oleh hukum kalau hanya untuk
dipergunakan kepentingan pribadi tetapi wajib memperhatikan kepentingan
masyarakat luas. Maka dapat diartikan tidak bahwa kepentingan perorangan tidak
dapat diabaikan melainkan antara kepentingan perorangan dan kepentingan
masyarakat luas harus dapat berjalan seimbang agar tidak ada pihak yang merasa
dirugikan.

Dengan adanya pasal 6 UUPA, maka dapat diigatkan kembali bahwa hak milik
atas tanah harus tetap memperhatikan fungsi sosial atas tanah yang dimiliki. Dapat
diartikan bahwa harus memperhatikan kepentingan sosial, bukan hanya kepentingan
pemegang hak milik atas tanah.

Tertulis dalam pasal 27 UUPA, hak milik dapat dihapus karena beberapa hal yang
ditentuka dalam pasal tersebut. Hak milik hapus bila:

1. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;


2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. Karena diterlantarkan
4. Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2).
Dalam ayat 1 pasal 27 UUPA tertulis bahwa “karena pencabutan hak berdasarkan pasal
18 UUPA, yang tertulis bahwa : “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan
bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat
dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dlam
undang-undang”3

Maksudnya adalah bahwa pencabutan hak atas tanah tersebut juga harus sesuai
dengan prosedur atau syarat-syarat yang sudah ditentukan. Dalam mengemukakan
kepentingan umum, maka pencabutan hak harus disertai dengan gati rugi yang layak,
ditinjau dari nilai, manfaat dan kemampuan tanahnya.

Demi mewujudkan kepentingan umum tersebut maka pemerintah harus


membangun beberapa fasilitas yang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat. Dalam
proses pembangunan tersebut, pemerintah harus mengadakan pengadaan tanah.
Pengertian Pengadaan Tanah tertulis dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012, bahwa: ”Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”. Maksud
dari pasal tersebut adalah pengadaan tanah merupakan kegiatan menyediakan tanah
oleh pemilik hak atas tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada pihak yang
hak atas tanahnya dicabut. Dengan kata lain, pihak tersebut melakukan pelepasan Hak.

Dalam pasal 1 angka (9) Perpres No. 71 2012, disebutkan bahwa “Pelepasan Hak
adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara
melalui Lembaga Pertanahan”. Maksudnya adalah, pelepasan hak merupakan
penyerahan hak atas tanah tersebut oleh pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut
kepada negara melalui lembaga pertnahan, yang dimaksud lembaga perthanan itu
sendiri adalah Badan Pertanahan Nasional melalui beberapa prosedur yang sudah
ditetapkan.

Kemudian Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2012 tertulis “Pihak yang berhak wajib
melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk kepentingan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Artinya adalah pihak wajib menyerahkan tanahnya tersebut apabila ganti kerugian
sudah diberikan atau putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekutan hukum
tetap.
3
Ketentuan UUPA
Pengadaan tanah demi kepentingan umum yang akan dibahas disini adalah
pengadaan tanah yang dilakukan di Rawa Panjang, Kelurahan sepanjang jaya,
Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi. Pengadaan tanah atau pembebasan lahan tersebut
dilakukan untuk pembangunan Fly over dari arah Bekasi Kota ke Narogong atau
menghubungkan Jalan Ahmad Yani dan Jalan Raya Narogong guna mengurangi
kemacetan di daerah tersebut.

Pemerintah Kota Bekasi dalam melakukan pengadaan tanah berlandaskan


kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dengan peraturan pelaksana yaitu Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kedua peraturan tersebut menjadi patokan
pemkot bekasi dalam pelaksanaan tugas pemerintah agar tidak adanya
penyalahgunaan, penyelewengan dan memberikan ganti rugi yang semena-mena
terhadap masyarkat yang hak atas tanahnya harus dicabut demi kepentingan umum.

Perpres Nomor 71 Tahun 2012 mengalami beberapa perubahan sebelum dan


sesudahnya. Sebelumnya, peraturan mengenai pengadaan tanah diatur dalam
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, kemudian peraturan tersebut digantikan
oleh Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Untuk Kepentingan Umum. Perubahan terhadap aturan tersebut
dikarenakan dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tersebut tidak
ditentukan mengenai ganti kerugian fisik dan nonfisik sehingga harus adanya
perubahan atas peraturan tersebut.

Selanjutnya, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 diubah menjadi


Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dengan peraturan pelaksana Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum. Selanjutnya ditetapkan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
pengadaan tanah bagi kepentingan umum.4

Hingga pada tahun 2014, dibuat Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang
kemudian diubah lagi dengan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan
selanjutnya mengalami perubahan lagi menjadi Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun
2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Adapun dalam proses pengadaan tanah harus sesuai dengan prosedur yang
sudah ditetapkan hingga pada tahap ganti kerugian yang harus sesuai dengan aturan
yang ditinjau dari nilai, manfaat dan kemampuan tanahnya. Pengadaan Tanah untuk
kepentingan umum dilakukan melalui beberpa tahap, seperti yang tertera pada Pasal 13
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, yaitu :

a. Perencanaan;
b. Persiapan
c. Pelaksanan; dan
d. Penyerahan hasil.5

Pengadaan tanah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bekasi harus dilakukan
dengang prosedur yang telah tertulis dalam pasal 13 UU No. 2 Tahun 2012. Pengadaan
tanah atau pembebasan lahan tersebut harus mealui beberapa tahapan agar tidak
bertentangan dengan pasal tersebut. Kemudian dalam menetukan ganti rugi terhadap
warga masyarakat yang harus kehilangan hak atas tanah juga harus sesuai dengan
aturan-aturan yang sudah ditetapkan.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas, jurnal ini akan merinci
kegiatan Pemerintah Kota Bekasi dalam melaksanakan kegiatan Pengadaan Tanah di
Rawa Panjang. Apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan Peraturan atau tidak? Apakah
4
Jesica Suciawan, “ Pelaksanaan Pemberian Ganti Kerugian Bagi Pemegang Hak Milik Atas Tanah Dalam
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung Dalam Rangka Mewujudkan Perlindungan
Hukum Di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara”, Jurnal Pengadaan Tanah, 2016, h. 3
5
Ketentuan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
ganti kerugian yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan apa yang warga
yang terkena pembebasan lahan di Rawa Panjang? Ataukah ada hambatan dan/atau
kendala dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan negoisasi mengenai ganti
kerugian?

B. PEMBAHASAN dan ANALISIS


1. Pengadaan tanah akibat pembangunan Fly Over

Pada perkembangan zaman saat ini, Indonesia mengalami banyak sekali


pembangunan infrastruktur yang cukup signifikat di hampir seluruh daerah, mulai dari
kota-kota besar hingga daerah-daerah terpencil. Salah satu perubahan besar yang
terjadi di Indonesia adalah pada wajah kota Bekasi, dimana ada beberapa pembangunan
jalan layang atau yang biasa disebut Fly Over, jalan Tol hingga bangunan-bangunan
pencakar langit yang setiap tahunnya memberikan banyak kemajuan pada Kota Bekasi.
Namun, untuk pembangunan-pembangunan tersebut harus ada pihak atau warga yang
menyerahkan hak atas tanahnya kepada Pemerintah maupun pihak swasta demi
kepentingan umum yang kemudian Pemerintah memberikan ganti kerugian kepada
pihak kehilangan hak atas tanahnya tersebut. Pembangunan-pembangunan yang
dilakukan juga tidak bisa dilakukan tanpa perizinan atau perintah dari Pemerintah itu
sendiri. Terlebih pihak swasta harus terlebih dahulu meminta izin kepada pemerintah
saat ingin membangun suatu bangungan, sedangkan Pemerintah hanya melakukan
Penetapan Lokasi apabila ada pembangunan demi kepentingan umum seperti yang
dikatakan oleh Pak Anton selaku salah satu staff ahli Pemkot Bekasi di bagian
Pertanahan dan mewakili Kabid Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan
Pertanahan (DISPERKIMTAN).

Dalam Pembangunan Fly Over dan pembebasan lahan yang dilakukan oleh
pemerintah tidak ada surat perizinan, karena pembangunan fly over dan pembebasan
lahan adalah kegiatan pemerintah, sehinga tidak mungkin Pemerintah kota Bekasi izin
kepada Pemerintah. Maka dari itu, untuk pelaksaan kegiatan-kegiatan tersebut,
Pemerintah hanya perlu mengeluarkan Penetapan Lokasi dan mengeluarkan Surat
Keputusan saja.
Salah satu pembangunan fly over berada di Rawa Panjang, Kelurahan Sepanjang
Jaya, kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi. Dalam tahap pembangunan fly over tersebut,
pemerintah membutuhkan lahan tanah untuk pelebaran jalan sehingga mengakibatkan
pengadaan tanah atau pembebasan lahan di daerah tersebut. Pengadaan tanah adalah
adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak
dan adil kepada pihak yang berhak. Artinya pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut
harus melepaskan haknya tersebut kepada pemerintah dengan ganti kerugian sesuai
penilaian yang ditetapkan.

Pemerintah Kota Bekasi sendiri berlandaskan UU Nomor 2 Tahun 2012 Tentang


Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum serta Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah
tersebut. Maka dari itu, Pemerintah Kota Bekasi dalam melakukan kegiatan pengadaan
tanah hingga tahap ganti rugi dan pengembalian sertifikat yang telah diubah oleh
pemerintah harus sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan tersebut.

2. Prosedur atau tahap Pengadaan Tanah

Dalam melakukan pengadaan tanah, ada ketetuan-ketentuan yang harus


dilakukan Pemerintah Kota Bekasi. Pembangunan Fly Over yang mengakibatkan
pengadaan tanah tersebut sudah direncanakan oleh Pemertintah kota bekasi dari
tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah sudah menyusun rencana kerja dan anggaran
mengenai kegiatan apa saja yang akan dilakukan di tahun yang akan datang dengan
meyusus anggaran dengan memperhatikian resikonya, sama halnya seperti
perencanaan Pembangunan Fly Over yang kemudian mengakibatkan pengadaan tanah
sehingga warga harus melepaskan hak atas tanahnya kepada pemeintah yang kemudian
mengganti kerugian kepada warga yang kehilangan hak atas tanah.

Kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum melalui pencabutan hak


atau pelepasan hak atas tanah milik masyarakat harus didasarkan Asas-Asas
Pengadaan Tanah Untuk kepentingan Umum, yaitu: Asas Kesepakatan; Asas Keadilan;
Asas Kemanfaatan; Asas Kepastian Hukum; Asas Musyawarah; Asas Keterbukaan; Asas
Partisipasi; Asas Kesetaraan; Asas Minimalisasi Dampak dan Kelangsungan
Kesejahteraan Ekonomi. Dalam prosesnya, pengadaan tanah harus dipenuhi oleh asas-
asas terseebut agar melindungi hak setiapn orang atas tanahnya agar tidak dilanggar
atau dirugikanketika dihadapkam dengan keperluan negara atas tanah untuk
pembangunan bagi kepentingan umum.6

Pengadaan tanah yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi harus sesuai dengan
prosedur yang sudah ditetapkan hingga pada tahap ganti kerugian yang harus sesuai
dengan aturan yang ditinjau dari nilai, manfaat dan kemampuan tanahnya. Pemerintah
membuat penetapan lokasi yang selanjutnya Pemkot Bekasi mengeluarkan Surat
Keputusan untuk pelaksanaan Pengadaan Tanah tersebut. Pengadaan Tanah untuk
kepentingan umum dilakukan melalui beberapa tahap, seperti yang tertera pada Pasal
13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang menjadi acuan bagi Pemerintah Kota
Bekasi dalam melakukan kegiatan pengadaan tanah, yaitu :

a. Perencanaan;
b. Persiapan
c. Pelaksanaan; dan
d. Penyerahan hasil.

Maka dalam prosesnya, Pemerintah Kota Bekasi sudah melakukan perencanaan


untuk melakukan kegiatan pengadaan tanah beserta anggaran yang sudah disusun dari
tahun-tahun sebelumnya, kemudian melakukan persiapan kegiatan pelaksanaan
pengadaan tanah. Selanjutnya, pemerintah dalam hal ini yang melaksanakan kegiatan
tersebut adalah Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) berdasarkan berlakunya UU Nomor
2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012.7 P2T dalam melakukan pelaksaan
Pengadaan tanah perlu beberapa yang dilakukan beberpa proses, yaitu:

1) Setelah adanya kesepakatan tanah, Masyarakat yang tinggal di depan jalan Rawa
Panjang mendapatkan undangan dari Kelurahan Sepanjang Jaya untuk
melakukan rapat. Rapat tersebut merupakan sosialisasi dari pemerintah atau
P2T yang membahas mengenai tujuan dari sosialisasi tersebut mulai dari
pemberitahuan akan ada pembangunan Fly Over yang bermanfaat demi

6
Achmad Rubaei, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang: Bayumedia Publishing, 2007,
h. 29
7
Mudakir Iskandar, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Edisi Revisi, Cet. Ketiga,
Jakarta: Jala Permata Aksara, 2014, h. 37
kepentingan umum, yang kemudian untuk pembangunan tersebut Pemerintah
membutuhkan lahan tanah seluas 1.600, dimana lahan tersebut merupakn tanah
milik masyarakat sehingga terjadi pengadaan tanah.
Pada pasal 11 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012, tertulis bahwa
sosialisasi bertujuan untuk pemberitahuan rencana pembangunan memuat
informasi mengenai:
a. Maksud dan tujuan dari rencana pembangunan fly over tersebut;
b. Letak tanah dan luas tanah yang dibutuhkan;
c. Tahapan rencana Pengadaan Tanah;
d. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;
e. Perkiraan jangkab waktubpelaksanaan pembangunan; dan
f. Informasi lainnya yang dianggap perlu8
Sosialisasi dilakukan selama tiga kali, dilakukan mulai dari tahun 2017. Awalnya
masyarakat banyak yang tidak setuju atas pembebasan lahan tersebut, terlebih
mereka sudah sangat lama tinggal di daerah itu dan harus menutup usaha
mereka. Hingga pada sosialisasi yang terakhir, masyarakat akhirnya menyetujui
dan salah seorang masyarakat mengatakan “ lebih baik pasrah saja, dari pada
kita tidak setuju, Cuma buang-buang duit untuk pergi kesana kemari hanya
untuk mengurus tanah, toh, pada akhirnya kita tidak akan menang melawan
pemerintah”.
Setelah semua masyarakat setuju, selanjutnya P2T melakukan pendataan,
pendataan ini meliputi jenis kepemilikan, status kepemilikan, dan data
adminidtrasi lainnya seperti luas, batas tanah, dan sebagainya. Hasil dari
pendataan tersebut akan diumumkan kepada warga masyarakat untuk
dilakukan akurasi data.9 Apabila ditemukan ketidakakuratan pada data maka
akan dilakukan klarifikasi data. Seperti halnya yang dialami oleh salah satu
masyarakat yang mengatakan bahwa, “ada tanah yang tidak diukur, tetapi
langsung ditentukan sendiri oleh pemerintahnya, sehingga data sangat tidak
akurat. Jadi, saya minta untuk mendata dan mengukur ulang”
2) Setelah melakukan sosialisasi dan pendataan, selanjutnya Pemerintah Kota
Bekasi melakukan musyawarah, P2T harus mengundang para Pemegang hak
8
Ketentuan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum
9
Ibid, h.37
tanah atau perwakilan pemegang hak tanah, dengan bentuk undangan tertulis
dengan mengambil tempat lingkungan dimana lahan itu dibebaskan, yakni
Kelurahan Sepanjang Jaya.
Pemerintah dan masyrakat melakukan negoisasi mengenai ganti rugi. Penetapan
ganti rugi dilakukan oleh P2T berdasarkan kepada Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2006. Pemkot Bekasi mengganti rugi untuk tanah itu sesuai dengan harga
tanah menurut pemeriksaan notaris, tidak berdasarkan NJOP. Kemudian untuk
ganti kerugian bangunan Pemerintah menggunakan orang yang ahli dalam
bidang bangunan, untuk memeriksa apakah bangunan tersebut bangunan lama
atau bangunan baru, bahan-bahan yang digunakan pada bangunan untuk
mengetahui berapa jumlah ganti rugi yang harus diberikan.
3) Setelah negoisasi, dan masyrakat menyetujui jumlah ganti rugi yang diberikan
pemerintah. Kemudian Pemerintah Kota Bekasi melakukan panggilan terhadap
masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang dipanggil secara bergantian
tiap empat KK atau tiap empat pemilik rumah untuk datang ke gedung Pemkot
Bekasi dan dimintai tanda tangan.
4) Setelah mendapat ganti rugi, masyarakat tinggal menunggu untuk pengembalian
sertifikat tanah yang telah diubah oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Bekasi.

3. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah


a. Hambatan karena dana

Pada proses pengadaan tanah demi kepentingan umum tersebut, Banyak berita
yang menyebutkan bahwa Pemerintah kota bekasi dalam melakukan pengadaan tanah
untuk pembangunan flyover Rawa Panjang masih kekurangan dana. Pemerintah
membutuhkan dana hingga Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar) lebih hanya untuk
Rawa Panjang saja, belum lagi daerah-daerah lain. Adapun dikatakan dalam berita
tersebut bahwa sumber dana proyek pembangunan Fyover cipendawa dan Rawa
Panjang sendiri berasal dari APBD kota Bekasi serta dana hibah dari Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Namun, pada kenyataannya setelah bertanya langsung kepada
staff ahli Pemkot Bekasi dan juga mewakili Kabid DISPERKIMTAN, ada beberapa
pemberitaan yang tidak sesuai dengan fakta ada saat ini.
Dari sekian banyak pemberitaan yang tidak sesuai, salah satunya mengenai dana
untuk pengadaan tanah yang dimana disebutkan bahwa pemerintah kekurangan dana
untuk pengadaan tanah. Namun, pemerintah membantah mengenai berita tersebut,
bahwasanya Pemerintah Kota Bekasi sudah menyusun Anggaran serta rencana
kegiatan, sehingga dana yang disusun saat itu dapat dibilang cukup untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang sudah dirancanakan sebelumnya.

Ditemukan berita bahwa Pemerintah menggunakan dana hibah dari Pemerintah


Provinsi DKI Jakarta. Namun, sekali lagi Pemerintah Kota Bekasi juga bahwa dana hibah
memiliki konteksnya sendiri, dan untuk menggunakan dana hibah membutuhkan
proses yang sedikit rumit untuk pengadaan tanah menggunakan dana dari pemerintah.
Pemerintah menyusun anggaran sudah sesuai dengan kegiatan, sehingga tidak ada
kekurangan dana dalam pelaksanaan kegiatanya.

b. Hambatan dari pihak swasta

Setiap pembangunan sudah pasti ada kendala dan hambatan yang harus
dihadapi. Salah satunya adalah kendala dari pihak swasta yang tidak ingin tanah dan
bangunannya untuk dilepaskan haknya kepada pemerintah, sehingga pihak swasta
tersebut tetap bersikukuh untuk mempertahankan tanahnya.

Seperti halnya yang terjadi pada Universitas Bina Insani yang sampai saat ini
masih mempertahankan tanahnya agar tidak digusur. Sehigga Universitas tersebut
mengajukan masalah tersebut ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi. Menurut Pemerintah
Kota Bekasi, yang dilakukan oleh kampus tersebut sebenarnya tidak akan ada pengaruh
yang terjadi. Dapat dikatakan seperti itu karena pembebasan lahan yajg dilakukan
Pemkot Bekasi ini guna kepentingan umum untuk mengurangi kemacetan dan
memudahkan truk-truk sampah mengangkut sampah dari Jakarta ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang berada di sumur batu.

Pemkot Bekasi menyatakan bahwa, jika pihak kampus belum mau menerima
ganti rugi yang sudah diberikan oleh Pemkot Bekasi, maka dana ganti rugi tersebut
akan dititipkan ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi sampai perkara selesai, kemudian
uang ganti rugi tersebut diberikan kepada pihak kampus. Misalnya, kapus tersebut
mendapat gant rugi sebesar Rp. 1.000.000.00,- (satu miliar), tetapi pihak kampus malah
menolak dan membawa perkara ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi. Agar proses
pembangunan tidak terhambat, pemerintah tetap harus melakuka kegiatan tersebut
agar pembangunan cepat rampung dan memudahkan para pengandara agar kemacetan
berkurang. Maka uang ganti rugi sebesar satu miliar tersebut dititpkan kepada
Pengadilan Negeri Kota Bekasi, hingga perkara selesai dan uang tersebut diberikan
kepada pihak kampus. Jumlah uang ganti rugi tetap sama meskipun perkara baru akan
selesai dalam jangka waktu bertahun-tahun.

c. Hambatan dari masyarakat

Menurut pemerintah, apabila ada penolakan dari masyarakat, itu hanya kendala
non teknis. Sehingga itu menjadi kendala unik bagi pemerintah. Pemerintah meyatakan
apabila ada suatu penolakan dari beberapa masyarakat, itu bukanlah suatu kendala
yang besar. Itulah mengapa Pemerintah harus mendekatkan diri dan berbaur kepada
masyarakat dengan bersosialisasi dan memberi pengertian kepada masyarakat,
sehingga masyarakat tidak sulit untuk menyetujui kegiatan Pemerintah Kota Bekasi
guna kepentingan umum.

Pemerintah juga menyatakan, masyarakat kota bekasi tidak terlalu sulit seperti
masyarakat di beberapa daerah kota lainnya untuk diajak berkontribusi dalam
membantu melaksanakan kegiatan Pemerintah yang dilakukan demi kepentingan
umum.

Masyarakat juga menyayangkan bahwa Pemerintah Kota Bekasi dalam


melakukan pendataan tanah, ada yang tidak dilakukan perhitungan luas tanahnya
secara langsung, tetapi hanya melalui perkiraan saja. Dengan kata lain, Pemerintah
terlalu sepele dalam melakukan perhitungan luas tanah.

4. Ganti Kerugian Atas Pengadaan Tanah

Tertulis di dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, disebutkan


bahwa dalam penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per
bidang tanah, meliputi:

a. Tanah;
b. Ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. Bangunan;
d. Tanaman;
e. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. Kerugian lain yang dapat dinilai.

Pemerintah Kota Bekasi dalam melakukan penilaian besarnya ganti rugi di Rawa
Panjang hanya meliputi: Tanah, Bangunan dan Tanaman

Besarnya nilai ganti rugi yang diberikan oleh Pemerintah merupakan nilai pada
saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum. Nilai
besaran ganti kerugian yang dirancang oleh penilai menjadi dasar untuk menjadi bahan
musyawarah dengan pemilik tanah.

Dalam hal bidang tanah tertentu, pihak yang terkena Pengadaan Tanah terdapat
sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya,
Pihak yang Berhak dan dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.
Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:

a. Uang;
b. Tanah pengganti;
c. Permukiman kembali;
d. Kepemilikan saham; atau
e. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Untuk melakukan pembayaran ganti rugi, terlebih dahulu dilakukan dengan


musyawarah. Apabila musyawarah tidak tercapai atau tidak dapat persetujuan dari
masyarakat, maka besaran ganti rugi diputuskan oleh badan peradilanlah yang
memutuskan besaran ganti rugi yang harus dibayar atas pengadaan tanah untuk
kepetingan umum. Dengan pengaturan tersebut, hak kepemilikan masyarakat atas
tanah-tanahnya sangat tidak mudah untuk “diambil” oleh negara. Adanya persyaratan-
persyaratan yang ketat ini, menunjukan bahwa pembentuk undang-undang
menghormati dan melindungi kepemilikan tanah masyarakat.10

Pemerintah Kotan Bekasi dalam melakukan pembayaran Ganti Rugi tidak


berlandaskan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), hanya berdasarkan harga dari

10
Abdul Qadir, “Tinjauan Yuridis Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Fly Over
Jombor Kabupaten Sleman untuk Kepentingan Umum”, Jurnal Peninjauan Pengadaan Tanah, Volume 5,
Nomor 1, Juni 2016
pemeriksaan notaris. Menurut Pemerintah, Harga Tanah yang semakin mahal sehingga
tidak sesuai apabila ganti rugi berdasarkan NJOP.

C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari wawancara kepada staff ahli Pemerintah Kota Bekasi dan
masyarakat Rawa Panjang bahwa dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah sudah sesuai
dengan Prosedur yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang . Kemudian pendekatan
Pemerintah Kota Bekasi terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan baik. Namun
pada saat pendataan, pemerintah masih sepele pada tahap itu. Seharusnya dalam
pendataan tersebut, terlebih mengenai perhitungan luas tanah, Pemerintah Kota Bekasi
seharusnya lebih teliti lagi dan tidak asal dalam menghitung luas tanah saat kegiatan
pendataan berlangsung agar tidak ada pihak masyarakat yang dirugikan akibat
peengadaan tanah demi kepentingan umum tersebut.

D. Daftar Pustaka

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2018.

Undang-Undang Pokok Agraria

Yulis, Herma, “Aspek-Aspek Hukum Hak Pakai Atas Tanah Negara Sebagai Objek
Jaminan, Hukum Bisnis, Volume 10, Jakarta, 2000.

Suciawan, Jesica, “ Pelaksanaan Pemberian Ganti Kerugian Bagi Pemegang Hak Milik
Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung
Dalam Rangka Mewujudkan Perlindungan Hukum Di Kabupaten Minahasa Utara
Provinsi Sulawesi Utara”, Jurnal Pengadaan Tanah, 2016, h. 3

Ketentuan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum

Rubaei, Achmad, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang:


Bayumedia Publishing, 2007.

Iskandar, Mudakir, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Edisi


Revisi, Cet. Ketiga, Jakarta: Jala Permata Aksara, 2014.

Ketentuan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan


Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Abdul Qadir, “Tinjauan Yuridis Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Fly Over
Jombor Kabupaten Sleman untuk Kepentingan Umum”, Jurnal Peninjauan Pengadaan
Tanah, Volume 5, Nomor 1, Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai