vank.aa10@gmail.com
ABSTRAK
2. RUMUSAN MASALAH
1)
B. PEMBAHASAN
Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Pasal 3 Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, maksud dari penyelenggaraan
PATEN adalah mewujudkan kecamatan sebagai pusat pelayanan masayarakat dan
menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di kabupaten/kota.
Selain itu penyelenggaraan PATEN bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
mendedikasikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa
yang disebut dengan “kebijakan publik”. Kebijakan-kebijakan tersebut kita teukan
dalam bidang kesejahteraan sosial (social welfare), pembangunan ekonomi, dan lain
sebagainya. Istilah dari kebijakan publik ini sebenarnya sering kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan akademis. Kebijakan publik
menitikberatkan pada apa yang oleh Dewey (1927) katakan sebagai “publik dan
problem-problemnya”. Kebijakan publik membahas tentang bagaimana isu-isu, dan
persoalanpersoalan tersebut disusun (constructed) dan didefinisikan, dan bagaimana
kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik.1
1Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktk Analisis Kebijakan, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2011, hlm. xi.
dilaksanakan oleh pelaksana sebagai perintah yang wajib dilaksanakan. Kebijakan
PATEN dikeluarkan demi menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang
lebih efisien.
Secara formal, suatu masalah dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau
situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang
menginginkan pertolongan atau perbaikan. Suatu masalah akan menjadi masalah publik
apabila ada orang atau kelompok yang menggerakan ke arah tindakan guna mengatasi
masalah tersebut.2 Theodore J. Lowi membedakan masalah publik ke dalam masalah
prosedural dan masalah substantif. Masalah prosedural berhubungan dengan
bagaimana pemerintah diorganisasikan dan bagaimana pemerintah melakukan tugas-
2 Kebijakan puRblik 74
tugasnya, sedangkan masalah substantif berkaitan dengan akibat-akibat nyata dari
kegiatan manusia, seperti menyangkut kebebasan berbicara, maupun polusi
lingkungan.3 Dalam hal ini, permasalahan pelayanan publik yang lahir dari kebijakan
pemerintah berupa PATEN dapat dikategorikan sebagai masalah prosedural karena
berkaitan dengan bagaimana pemerintah diorganisasikan dan bagaimana pemerintah
melakukan tugas-tugasnya. Masalah kerap terjadi karena petugas yang kurang responsif
dalam memberikan pelayanan dan belum mengerti tentang prosedur maupun tahapan
alur pelayanan. Akibatnya, mayarakat tidak merasa nyaman dan terbantu oleh petugas
pelayanan terhadap pelayanan yang diberikan. Penjelasan, alur pelayanan dan syarat
apa saja yang harus dipenuhi, belum sepenuhnya disosialisasikan kepada masyarakat.
Misalnya dalam hal pembuatan Kartu Keluarga, alur yang harus ditempuh terlebih
dahulu adalah meminta surat pengantar dari RT/RW dan kelurahan dengan disertai
belangko perubahan KK, tetapi masih saja ada masyarakat yang datang kekecamatan
dengan tidak membawa surat pengantar dan blangko perubahan KK, serta masih ada
yang belum melengkapi persyaratan. Melihat permasalahan yang terjadi di lapangan,
peranan penegakan hukum sangat diperlukan, hal ini bisa diwujudkan dengan
melakukan kontrol atau pengawasan terhadap berjalannya PATEN. Dengan
dilakukannya pengawasan terhadap lancar atau tidaknya pelaksanaan PATEN serta
evaluasi yang rutin dilakukan, maka hal ini segera menyelesaikan permasalahan yang
terjadi di lapangan.
3 Ibid, 75
Apabila regulasi sudah baik namun mental penegak hukum kurang baik maka akan
mengganggu sistem penegakan hukum.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 mengatur bahwa Camat
adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja
kecamatan dalam pelansanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan
pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah
dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Ruang lingkup PATEN meliputi
pelayanan di bidang perizinan maupun non perizinan. Kecamatan sebagai
penyelenggara PATEN harus memenuhi syarat substantif, yaitu pendelegasian sebagian
wewenang bupati/walikota kepada camat yang meliputi bidang perizinan maupun non
perizinan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pada delegasi terjadi
pelimpahan wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang
telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan
Tata Usaha Negara lainnya.4
Selain ditinjau dari segi kedudukan dan segi waktu, pengawasan atau kontrol
dapat pula dtinjau dari segi objek yang diawasi. Kontrol dapat dibedakan menjadi
kontrol dari segi hukum dan kontrol dari segi kemanfaatan.
Dalam melakukan pengawasan terhadap suatu kebijakan publik yang dalam hal
ini berupa PATEN, maka dalam pengawasan tersebut akan dilakukan evaluasi terkait
jalannya PATEN. James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe: Tipe
pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional; Tipe kedua, tpe
evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program
tertentu; dan Tipe ketiga, tipe evaluasi kebijakan sistematis. Pada tipe evaluasi
kebijakan sistematis, tipe ini secara komparatif masih dianggap baru namun telah
mendapatkan banyak perhatian dari para peminat kebijakan publik. Evaluasi secara
sistematis melihat secara objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk
mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang
telah dimaksudkan itu tercapai. Lebih lanjut lagi, evaluasi sistematis diarahkan untuk
melihat dampak sejauh mana kebjakan tersebut yang dalam hal in merupakan PATEN
dapat menjawab kebutuhan atau masalah masyarakat. Dengan demikian, evaluasi
sistematis akan membantu menjawb pertanyaan seperti: Apakah kebjakan PATEN yang
dijalankan mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya? Berapa
biaya yang dibutuhkan serta keuntungan apa yang didapat? Siapa yang menerima
keuntungan dari program kebijakan yang telah dilaksanakan? Dengan mendasarkan
4
Ridwan HR 101
pada pertanyaan-pertanyaan evaluatif seperti ini, maka konsekuensi yang diberikan
oleh evaluasi sistematis ini adalah bahwa evaluasi ini akan memberi suatu pemikiran
tentang dampak dari kebijakan dan merekomendasikan perubahan-perubahan
kebijakan dengan mendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepada para pembentuk
kebijakan dan masyarakat umum. Penemuan-penemuan kebijakan dapat digunakan
untuk mengubah kebijakan-kebijakan dan program-program saat ini dan membantu
dalam merencanakan kebjakan-kebijakan dan program-program lan di masa yang akan
datang. Dengan mengevaluasi kinerja para petugas pelayanan serta memaksimalkan
kinerja petugas pelayanan, tentunya dapat mereduksi permasalahan yang terjadi di
lapangan.
Namun demikian, suatu evaluas tidak selamanya digunakan untuk hal-hal yang
baik. Oleh karena itu, motivasi seorang evaluator dalam melakukan evaluasi dapat
dibedakan ke dalam dua bentuk, yakni motvasi untuk melayani kepentingan publik dan
motvasi untuk melayani kepentingan pribadi. Apabila seorang evaluator mempunyai
motivasi pelayanan publik, maka evaluasi digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik,
diantaranya dalam rangka membenahi kualitas kebijakan publik. Namun bila para
evaluator lebih mengedepankan melayani kepentingan diri sendiri, maka evaluasi
kebjakan yang dilakukan digunakan untuk halhal yang kurang baik.5
5
Kebjakan 195
C. PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
Lebih jauh menghadapi era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan
peluang serta harapan tersebut aparatur pemerintah seharusnya bisa memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya yang berorientasi kepada kebutuhan dan kepuasan
penerima pelayanan. KAITKAN DENGAN PENGAWASAN LAGI!
DAFTAR PUSTAKA