Anda di halaman 1dari 14

EFEKTIVITAS PENGAWASAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PATEN DALAM

MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN PUBLIK

Studi Kasus: Pengawasan terhadap Program PATEN di Kecamatan Cibarusah

Annisa Vanka Atalarik

vank.aa10@gmail.com

ABSTRAK

Untuk menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan


dan kemasyarakatan, pemerintah menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan
perundang-undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijakan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) dan Keputusan Dalam Negeri
Nomor 138-270 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pedoman Pelayanan Administrasi
Terpadu Kecamatan (PATEN), dilanjutkan oleh Pemerintah Kota Bekasi berdasarkan
Peraturan Walikota Bekasi Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyelengaraan
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan Di Kota Bekasi, dalam rangka mewujudkan
pelayanan publik yang cepat, mudah, efisien dan profesional maka dibentuklah Pelayanan
Administrasi Terpadu Kecamatan yang selanjutnya akan disebut PATEN. PATEN
berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010
merupakan penyelengaraan pelayanan administrasi di kecamatan dari tahap
permohonan sampai dengan ke tahap terbitnya dokumen dalam satu tempat. Hal ini demi
mengoptimalkan peran kecamatan dalam hal pelayanan publik untuk membantu
pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun kualitas
pelayanan di kecamatan belum optimal karena dipengaruhi beberapa faktor. Penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengawasan pelayanan publik di kecamatan.
Kata Kunci: PATEN, pelayanan publik, pengawasan, administrasi.
A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan


kewenangan yang luas kepada daerah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan
pemerintahan Daerah, dengan begitu daerah otonom dapat menggali serta
memanfaatkan potensi yang ada guna menyejahterakan masyarakat. Pemerintah
daerah sebagai public service memiliki peran dalam memberikan pelayanan yang prima
untuk menyejahterakan masyarakat. Sebelum membahas lebih mendalam, Carl
Frederich (dalam Suharto, 2014) yang mengatakan bahwa kebijakan merupakan
“serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan)
dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk
mencapai tujuan yang dimaksud”. Kebijakan publik menyangkut upaya pemerintah
dalam mengatasi berbagai permasalahan publik. Salah satu kebijakan publik yang
dikeluarkan pemerintah mengenai pelayanan publik yaitu dengan adanya Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi
Terpadu Kecamatan (PATEN). Peraturan Mentri Dalam Negri tersebut mengamanatkan
bahwa maksimal tanggal 15 Januari 2015 PATEN wajib terselenggara di seluruh
Indonesia.

Kualitas pelayanan publik sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik


yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah. Rendahnya kualitas pelayanan di
Indonesia mendorong pemerintah agar segera memperbaiki kualitas pelayanan yang
diberikan, terutama yang berkenaan dengan pelayanan administrasi yang dicitrakan
dengan proses yang berbelit-belit dan lama. PATEN bertujuan untuk meningkatkan
kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta mewujudkan kecamatan
sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan
pelayanan terpadu di kabupaten/kota.

Implementasi dari kebijakan PATEN merupakan fungsi pelayanan yang


dilaksanakan dikecamatan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. PATEN
terfokus pada peningkatan kualitas penyelengaraan pelayanan publik, sebagai tolak
ukur terselengaranya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan
mewujudkan tata kelola pemerintahan kecamatan yang baik. Terbatasnya sarana
pelayanan, perilaku petugas yang belum bersifat melayani, tidak jelasnya waktu, dan
biaya yang diperlukan untuk mendapat pelayanan publik, serta panjangnya prosedur
yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu jenis pelayanan pubik menyebabkan
kualitas pelayanan dikecamatan belum optimal. Untuk mengetahui permasalahan apa
yang ada di lapangan serta lancar atau tidaknya program yang dijalankan, maka
diperlukan pengawasan sebagai kontrol terhadap prgram tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan mengkaji tentang


efektivitas pengawasan implementasi kebijakan PATEN dalam meningkatkan kualitas
pelayanan publik. Studi kasus dari penulisan ini adalh efektivitas pengawasan PATEN di
Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah


dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut:

1)

B. PEMBAHASAN

Dewasa ini kondisi pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia belum sesuai


dengan kebutuhan serta perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Jika dicermati secara seksama, hal ini bisa disebabkan
dampak dari berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu tatanan
baru masyarakat indonesia dihadapkan pada suatu harapan bahkan desakan serta
tantangan global yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan, tekhnologi, informasi,
komunikasi, transportasi, investasi, mobilitas masyarakat, dan perdagangan. Kondisi
dan perubahan cepat yang tidak berjalan sebanding dengan nilai yang ditanggapi
dengan bijak oleh para pelaku pelayanan publik mengakibatkan masyarakat kecewa
dalam berbagai aspek pelayanan. Sehingga diperlukan konsepsi sistem pelayanan
publik yang berisi nilai, persepsi, asas dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan
Hak Asasi Manusia sebagaimana yang dicantumkan dalam UUD 1945 dan mampu
diterapkan sehingga masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan harapan dan
kebutuhan masyarakat modern.

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009


tentang Pelayanan Publik, bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka
pelayanan publik yang merupakan amanat UUD Tahun 1945. Dalam Pasal 1angka (1)
UU tersebut, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Peluncuran program PATEN di Kbupaten Bekasi diluncurkan oleh Bupati Bekasi


dr. Hj. Neneng Hasanah Yasin di 23 Kecamatan, termasuk di dalamnya Kecamatan
Cibarusah. PATEN yang merupakan kepanjangan dari Pelayanan Administrasi terpadu
Kecamatan merupakan pelayanan yang bertujuan untuk melayani pembuatan dokumen
administrasi secara terpadu di satu atap, yaitu di kecamatan.

Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Pasal 3 Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, maksud dari penyelenggaraan
PATEN adalah mewujudkan kecamatan sebagai pusat pelayanan masayarakat dan
menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di kabupaten/kota.
Selain itu penyelenggaraan PATEN bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
mendedikasikan pelayanan kepada masyarakat.

PATEN juga terintegrasi dengan sistem online di Dinas Komunikasi dan


Informatika Kabupaten Bekasi di Pemkab Bekasi, dengan terintegrasinya PATEN ini
maka data-data yang tersimpan di komputer PATEN di kecamatan-kecamatan juga akan
dapat diakses di Pemkab Bekasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 tentang


Pedoman Umum Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan pada Pasal 5, bahwa
“Kecamatan sebagai penyelenggara PATEN harus memenuhi syarat substantif,
administratif dan teknis”. Penjelasan dari ketiga syarat tersebut, yaitu:

Persyaratan Substansif yaitu adanya pelimpahan sebagian kewenangan


bupati/walikota kepada camat. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal
126 ayat (2) dan diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008
tentang Kecamatan pada Pasal 15 ayat (2). Pelimpahan sebagian kewenangan
dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga peran dan
fungsi kecamatan menjadi lebih optimal dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik. Dalam konteks PATEN, pelimpahan wewenang yang dilimpahkan
terkait pelayanan administrasi perizinan maupun non perizinan. Dalam
menyelenggarakan PATEN ada syarat substantif yaitu pendelegasian sehingga
wewenang bupati/walikota kepada camat. Agar efisiensi dan efektivitas dan
penyelenggaraan pelayanan tersebut tercapai maka dilakukan pendelegasian sebagian
wewenang bupati/walikota. Penyelenggaraan PATEN ini meliputi pelayanan bidang
perizinan dan non perizinan.

Persyaratan administratif mencakup standar pelayanan dan uraian tugas


personil kecamatan. Standar pelayanan digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
dan acuan penilaian kualitas PATEN. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan
pada Pasal 8 ayat (2), bahwa PATEN memiliki standar pelayanan yang meliputi: a) Jenis
pelayanan; b)Persyaratan pelayanan; c) Proses/prosedur pelayanan; d) Pejabat yang
bertanggung jawab terhadap pelayanan; e) Waktu pelayanan; dan f) Biaya pelayanan.
Uraisan mengenai tugas personil diatur dalam Peraturan Bupati/Wali Kota.

Persyaratan teknis meliputi sarana prasarana dan pelaksana teknis di dalam


ruang pelayanan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010
tentang Pedoman Umum Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan. Sarana
prasarana sesuai dengan Pasal 10, yaitu meliputi sebagi berikut: 1) Loket/meja
pendaftaran; 2) Tempat pemrosesan berkas; 3) Tempat pembayaran; 4) Tempat
penyerahan dokumen; 5) Tempat pengolahan data dan informasi; 6) Tempat
penanganan pengaduan; 7) Tempat piket; 8) Ruang tunggu; 9) Perangkat pendukung
lainnya. Sedangkan untuk pelaksana teknis untuk penyelenggaraan PATEN sesuai
dengan Pasal 11, meliputi 1) Petugas informasi; 2) Petugas loket/penerima berkas; 3)
Petugas operator komputer; 4) Petugas pemegang kas; 5) Petugas lain.

Masyarakat di Kecamatan Cibarusah yang merupakan salah satu kecamatan yang


sudah memenuhi ketiga persyaratan diatas sangat terbantu dengan adanya kebijakan
PATEN di Kecamatan Cibarusah. Masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi untuk mengurus
administrasi dokumen karena saat ini dapat dilakukan cukup hanya dengan datang ke
Kecamatan Cibarusah saja. Terlebih lagi wilayah Kecamatan Cibarusah yang jaraknya
cukup jauh dari Pemkab Bekasi, sehingga pengurusan administrasi dokumen terkait
perizidan maupun non perizinan saat ini menjaadi lebih mudah dan lebih efisien.
Sebagaimana yang terdapat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan publik, PATEN menganut asas-asas pelayanan publik sesuai dengan
UU tersebut. Asas-asas tersebut yaitu:

1. Kepentingan umum, bahwa pemberian pelayanan oleh petugas pelaksana PATEN


tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan.
2. Kepastian hukum, bahwa ada jaminan bagi terwujudnya hak dan kewajiban
antara penerima pelayanan (warga) dan pemberi pelayanan (kecamatan) dalam
menyelenggarakan PATEN.
3. Kesamaan hak, bahwa pemberian pelayanan dalam PATEN tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. Dalam melayani
masyarakat, petugas PATEN di Kecamatan Cibarusah telah berusaha untuk tidak
membeda-bedakan dalam hal kekerabatan maupun dalam hal jabatan.
4. Keseimbangan hak dan kewajiban, bahwa pemenuhan hak itu harus sebanding
dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun
penerima pelayanan.
5. Keprofesionalan, bahwa setiap pelaksana PATEN harus memiliki kompetensi
yang sesuai dengan bidang tugasnya.
6. Parsitipasif, bahwa peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
PATEN dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
Saat ada masyarakat yang datang, Petugas PATEN Kecamatan Cibarusah akan
menyapa lalu menanyakan keperluan dri masyarakat tersebut. Kemudian akan
diarahkan ke loket pelayanan PATEN. Apabla ada loket yang sedang
ditinggalkan oleh petugasnya, maka petugas PATEN yang lain akan mengisi
kekosongan loket tersebut apabila ada masyarakat yang berkepentingan.
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, bahwa dalam penyelenggaraan
PATEN setiap warga masyarakat berhak mendapat pelayanan yang adil.
Melayani masyarakat dengan adil serta memberikan peayanan yang prima
merupakan harapan dari para petugas PATEN di Kecamatan Cibarusah.
8. Keterbukaan, bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah
mengakses dan memperoleh informasi tentang PATEN. Petugas PATEN
Kecamatan Cibarusah telah bersikap terbuka terhadap inormasi terkait waktu
penyelesaian berkas administrasi masyarakat.
9. Akuntabiltas, bahwa proses penyelenggaraan PATEN harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
10. Fasilitas dan perlakuan hukum bagi kelompok rentan, bahwa ada pemberian
kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadailan dalam
pelayanan.
11. Ketepatan waktu, bahwa penyelesaian setiap jenis pelayanan yang dikelola
dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan PATEN. Waktu
pelayanan merupakan kepastian jadwal pelaksanaan pelayanan yang diberikan
suatu lembaga pelayanan. Sehingga masyarakat tidak perlu dipusingkan lagi
dengan diulurnya waktu penyelesaian.

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa
yang disebut dengan “kebijakan publik”. Kebijakan-kebijakan tersebut kita teukan
dalam bidang kesejahteraan sosial (social welfare), pembangunan ekonomi, dan lain
sebagainya. Istilah dari kebijakan publik ini sebenarnya sering kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan akademis. Kebijakan publik
menitikberatkan pada apa yang oleh Dewey (1927) katakan sebagai “publik dan
problem-problemnya”. Kebijakan publik membahas tentang bagaimana isu-isu, dan
persoalanpersoalan tersebut disusun (constructed) dan didefinisikan, dan bagaimana
kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik.1

Pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang


sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu
persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatuproses yang
mencakup tahap implementasi dan evaluasi. Definisi mengenai kebijakan publik akan
lebih tepat bila definisi tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan
dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan. Menurut James Anderson
kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh
seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.
Berdasarkan definisi kebijakan tersebut terdapat korelasi bahwa kebijakan dibuat
untuk mencapai tujuan di mana kebijakan merupakan suatu tindakan atau cara guna
memecahkan masalah. Kebijakan dibuat oleh pembuat kebijakan untuk kemudian

1Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktk Analisis Kebijakan, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2011, hlm. xi.
dilaksanakan oleh pelaksana sebagai perintah yang wajib dilaksanakan. Kebijakan
PATEN dikeluarkan demi menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang
lebih efisien.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pegertian yang luas, merupakan tahap


dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi
dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana
berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk
menjalankan kebijakan dalam upaya untuk merai tujuantujuan kebijakan atau program-
program. Implementasi dari sisi yang lain merupakan enomena yang kompleks yang
mungkin dapat dipahami sebagai proses, suatu keluaran (output) maupun sebagaisuatu
dampak (outcome). Ripley dan Franklin berpendpat bahwa implementasi adalah apa
yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan dengan memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output).
Implementasi dari kebijakan PATEN dapat diartikan sejauh mana tujuan-tujuan yang
telah direncanakan dalam PATEN mendapatkan dukungan. Pada akhirnya dalam tingkat
abstrasi yang paling tinggi, dampak dari implementasi kebijakan PATEN mempunyai
makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur dalam masalah yang luas yang
dikaitkan dengan pelaksanaan PATEN telah dapat mengurangi permasalahan yang
terjadi di masyarakat. Impementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
penyataan maksud tentang tujuan-tujuan kebijakan PATEN dan hasil-hasil yang
diinginkan oleh para pejabat pemerintah pembuat kebijakan PATEN. Implementasi
mencakup tindkan-tindakan apa yang dilakukan para petugas pelayanan agar program
dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Secara formal, suatu masalah dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau
situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang
menginginkan pertolongan atau perbaikan. Suatu masalah akan menjadi masalah publik
apabila ada orang atau kelompok yang menggerakan ke arah tindakan guna mengatasi
masalah tersebut.2 Theodore J. Lowi membedakan masalah publik ke dalam masalah
prosedural dan masalah substantif. Masalah prosedural berhubungan dengan
bagaimana pemerintah diorganisasikan dan bagaimana pemerintah melakukan tugas-

2 Kebijakan puRblik 74
tugasnya, sedangkan masalah substantif berkaitan dengan akibat-akibat nyata dari
kegiatan manusia, seperti menyangkut kebebasan berbicara, maupun polusi
lingkungan.3 Dalam hal ini, permasalahan pelayanan publik yang lahir dari kebijakan
pemerintah berupa PATEN dapat dikategorikan sebagai masalah prosedural karena
berkaitan dengan bagaimana pemerintah diorganisasikan dan bagaimana pemerintah
melakukan tugas-tugasnya. Masalah kerap terjadi karena petugas yang kurang responsif
dalam memberikan pelayanan dan belum mengerti tentang prosedur maupun tahapan
alur pelayanan. Akibatnya, mayarakat tidak merasa nyaman dan terbantu oleh petugas
pelayanan terhadap pelayanan yang diberikan. Penjelasan, alur pelayanan dan syarat
apa saja yang harus dipenuhi, belum sepenuhnya disosialisasikan kepada masyarakat.
Misalnya dalam hal pembuatan Kartu Keluarga, alur yang harus ditempuh terlebih
dahulu adalah meminta surat pengantar dari RT/RW dan kelurahan dengan disertai
belangko perubahan KK, tetapi masih saja ada masyarakat yang datang kekecamatan
dengan tidak membawa surat pengantar dan blangko perubahan KK, serta masih ada
yang belum melengkapi persyaratan. Melihat permasalahan yang terjadi di lapangan,
peranan penegakan hukum sangat diperlukan, hal ini bisa diwujudkan dengan
melakukan kontrol atau pengawasan terhadap berjalannya PATEN. Dengan
dilakukannya pengawasan terhadap lancar atau tidaknya pelaksanaan PATEN serta
evaluasi yang rutin dilakukan, maka hal ini segera menyelesaikan permasalahan yang
terjadi di lapangan.

Penegakan hukum hakikatnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai ataupun


kaidah-kaidah yang memuat kebenaran serta keadilan, sehingga penegakkan hukum
bukan hanya dari para penegak hukum yang selama ini sudah kita kenal secara
konvensional, melainkan menjadi tugas setiap insan manusia. Soerjono Soekanto
mengemukakan 5 faktor yang saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari serta
tolak ukur penegakan hukum, yaitu: Faktor hukum itu sendiri; Faktor penegak hukum
yang merupakan para pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; Faktor
masyarakat dimana lingkungan hukum tersebut diterapkan; Faktor kebudayaan sebagai
hasil karya, cipta, dan rasa berdasarkan karsa manusia dalam pergaulan hidup. Untuk
memaksimalkan fungsi hukum, mentalitas petugas yang menegakkan hukum harus baik.

3 Ibid, 75
Apabila regulasi sudah baik namun mental penegak hukum kurang baik maka akan
mengganggu sistem penegakan hukum.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh P. Nicolai dan kawan-kawan, bahwa sarana


penegakan Hukum Administrasi Negara berisi: pertama, pengawasan bahwa organ
pemerintahan mampu menaati undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan
pengawasan terhadap keputusan yang meletakan kewajiban kepada individu; kedua,
penerapan kewenangan sanksi pemerintahan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
instrumen penegakan Hukum Administrasi Negara adalah pengawasan dan penegakan
sanksi. Langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan merupakan pengawasan,
sedangkan langkah represif untuk melaksanakan kepatuhan merupakan penegakan
hukum.

Dalam Hukum Administrasi Negara, Paulus E. Lotulung mengemukakan


beberapa macam pengawasan, yaitu ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ
yang melaksanakan kontrol itu teradap badan/organ yang melaksanakan kontrol, dapat
dibedakan menjadi kontrol intern dan kontrol ekstern. Apabila pengawasan tersebut
dilakukan oleh badan yang secara organisatoris/struktural masih termasuk dalam
lingkungan pemerintah sendiri maka pengawasan ini disebut kontrol intern. Sedangkat
yang dimaksud dengan kontrol ekstern yaitu pengawasan yang dilakukan oleh organ
atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerntah.
Jenis kontrol yang dilakukan dalam pengawasan PATEN adalah kontrol intern karena
pengawasan dilakukan oleh petugas piket pelayanan yang dipimpin oleh kepala seksi
secara bergiliran kemudian diawasi juga oleh camat.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 mengatur bahwa Camat
adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja
kecamatan dalam pelansanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan
pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah
dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Ruang lingkup PATEN meliputi
pelayanan di bidang perizinan maupun non perizinan. Kecamatan sebagai
penyelenggara PATEN harus memenuhi syarat substantif, yaitu pendelegasian sebagian
wewenang bupati/walikota kepada camat yang meliputi bidang perizinan maupun non
perizinan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pada delegasi terjadi
pelimpahan wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang
telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan
Tata Usaha Negara lainnya.4

Jika ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan, maka pengawasan


atau kontrol dibagi menjadi dua jenis, pertama, kontrol a-priori, yaitu pengawasan yang
dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan pemerintah. Kedua, kontrol a-posteriori,
yakni pengawasan yang pelaksanaannya dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan
pemerintah. Maka bila ditinjau dari waktu dilakukannya pengawasan, pengawasan
terhadap PATEN merupakan kontrol a-posteriori karena pengawasan terhadap
berjalannya PATEN dilakukan setelah kebijakan PATEN dikeluarkan.

Selain ditinjau dari segi kedudukan dan segi waktu, pengawasan atau kontrol
dapat pula dtinjau dari segi objek yang diawasi. Kontrol dapat dibedakan menjadi
kontrol dari segi hukum dan kontrol dari segi kemanfaatan.

Dalam melakukan pengawasan terhadap suatu kebijakan publik yang dalam hal
ini berupa PATEN, maka dalam pengawasan tersebut akan dilakukan evaluasi terkait
jalannya PATEN. James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe: Tipe
pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional; Tipe kedua, tpe
evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program
tertentu; dan Tipe ketiga, tipe evaluasi kebijakan sistematis. Pada tipe evaluasi
kebijakan sistematis, tipe ini secara komparatif masih dianggap baru namun telah
mendapatkan banyak perhatian dari para peminat kebijakan publik. Evaluasi secara
sistematis melihat secara objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk
mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang
telah dimaksudkan itu tercapai. Lebih lanjut lagi, evaluasi sistematis diarahkan untuk
melihat dampak sejauh mana kebjakan tersebut yang dalam hal in merupakan PATEN
dapat menjawab kebutuhan atau masalah masyarakat. Dengan demikian, evaluasi
sistematis akan membantu menjawb pertanyaan seperti: Apakah kebjakan PATEN yang
dijalankan mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya? Berapa
biaya yang dibutuhkan serta keuntungan apa yang didapat? Siapa yang menerima
keuntungan dari program kebijakan yang telah dilaksanakan? Dengan mendasarkan

4
Ridwan HR 101
pada pertanyaan-pertanyaan evaluatif seperti ini, maka konsekuensi yang diberikan
oleh evaluasi sistematis ini adalah bahwa evaluasi ini akan memberi suatu pemikiran
tentang dampak dari kebijakan dan merekomendasikan perubahan-perubahan
kebijakan dengan mendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepada para pembentuk
kebijakan dan masyarakat umum. Penemuan-penemuan kebijakan dapat digunakan
untuk mengubah kebijakan-kebijakan dan program-program saat ini dan membantu
dalam merencanakan kebjakan-kebijakan dan program-program lan di masa yang akan
datang. Dengan mengevaluasi kinerja para petugas pelayanan serta memaksimalkan
kinerja petugas pelayanan, tentunya dapat mereduksi permasalahan yang terjadi di
lapangan.

Namun demikian, suatu evaluas tidak selamanya digunakan untuk hal-hal yang
baik. Oleh karena itu, motivasi seorang evaluator dalam melakukan evaluasi dapat
dibedakan ke dalam dua bentuk, yakni motvasi untuk melayani kepentingan publik dan
motvasi untuk melayani kepentingan pribadi. Apabila seorang evaluator mempunyai
motivasi pelayanan publik, maka evaluasi digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik,
diantaranya dalam rangka membenahi kualitas kebijakan publik. Namun bila para
evaluator lebih mengedepankan melayani kepentingan diri sendiri, maka evaluasi
kebjakan yang dilakukan digunakan untuk halhal yang kurang baik.5

Program PATEN di Kecamatan Cibarusah, dapat dikatakan berjalan dengan baik


dan lancar. Proses implementasi kebijakan PATEN di Kecamatan Cibarusah telah
diterapkan dengan baik. Tujuan kebijakan PATEN ini sudah jelas untuk meberikan
pelayanan prima kepada masayarakat dalam hal pengurusan baik dalam bidang
periznan maupun non perizinan dan juga memberikan kemudahan bagi masyarakat.
Semua terkait perizinan masyarakat yang menjadi kewenangan camat, KTP, KK, IMB,
izin keramaian, keterangan tidak sengketa pertahanan, semua berjalan dengan lancar.
Pengawasan yang dilakukan pun sudah cukup baik. Kehadiran PATEN sebagai solusi
permasalahan masyarakat mengenai efisiensi pelayanan publik membawa dampak
positif bagi masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peran pengawasan yang dilakukan
oleh kepala seksi serta camat yang bersangkutan.

5
Kebjakan 195
C. PENUTUP
1. KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di pembahasan, maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa kebijakan PATEN merupakan amanat dari Menteri Dalam Negeri
yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010.

Program PATEN di Kecamatan Cibarusah, dapat dikatakan berjalan dengan baik


dan lancar. Proses implementasi kebijakan PATEN di Kecamatan Cibarusah telah
diterapkan dengan baik. Tujuan kebijakan PATEN ini sudah jelas untuk meberikan
pelayanan prima kepada masayarakat dalam hal pengurusan baik dalam bidang
periznan maupun non perizinan dan juga memberikan kemudahan bagi masyarakat.
Semua terkait perizinan masyarakat yang menjadi kewenangan camat, KTP, KK, IMB,
izin keramaian, keterangan tidak sengketa pertahanan, semua berjalan dengan lancar.
Pengawasan yang dilakukan pun sudah cukup baik. Kehadiran PATEN sebagai solusi
permasalahan masyarakat mengenai efisiensi pelayanan publik membawa dampak
positif bagi masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peran pengawasan yang dilakukan
oleh kepala seksi serta camat yang bersangkutan.

2. SARAN

Lebih jauh menghadapi era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan
peluang serta harapan tersebut aparatur pemerintah seharusnya bisa memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya yang berorientasi kepada kebutuhan dan kepuasan
penerima pelayanan. KAITKAN DENGAN PENGAWASAN LAGI!
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai