Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung.
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa sedangkan hasil foto
memperlihatkan iregularitas mukosa. Gastritis dibagi menjadi 2 macam :
1. Gastritis akut
Merupakan lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor
agresik atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.
2. Gastritis kronik
Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multi faktor dengan perjalanan klinik
yang bervariasi.
B. Etiologi
1. Pola Makan
Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh
pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah
makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
a. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara
3-4 jam.Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung
(Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis.
Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam
lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri
(Ester, 2001).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam
jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam

1
darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan
pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai
2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih
sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar
epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi.
Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga
dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak
peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual.Gejala tersebut bisa
naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul,
2005).Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik,
yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan
merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan
makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).
b. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan
diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani,
2011).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.Bila
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu
selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada
lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan
tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih
mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau
mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung

2
membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat
meneruskannya kebagian usus selebih-nya.Akibatnya, isi lambung dan asam
lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke
dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati
dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).
c. Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah
benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan
berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas
(kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi
lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung
menurun.Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada
lambung (Baliwati, 2004).
2. Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis
bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati
yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.Ada dua
unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan
asam chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor
seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu
tingginya asam lambung.Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus
bertanggung jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak),
sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak
heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar,
bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas

3
lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin.Hormon gastrin yang
dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam
dari bagian fundus lambung.Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi
dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum
kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung).Beberapa orang yang
memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya
disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak
bertambah parah (Warianto, 2011).
3. Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The Miracle of Enzyme”
menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih
dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai
contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan
memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek
radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan
membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa
buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya,
2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap
protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung).
Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan
menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi
mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin
menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada
membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah
berubah menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein
mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan
sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang

4
tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic,
hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).
4. Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.Dalam sebatang
rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun.
Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti
gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene,
hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane,
coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin,
peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut
bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto,
2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus
dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung,
dan menurunkan pH duodenum.Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas
sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan
cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam
menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan
penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat
mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah
di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi
tambahan karena infeksi H. pylori.Merokok juga dapat menghambat penyembuhan
spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi
perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung.Penyembuhan
berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti
merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
5. AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan
sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).Asam asetil salisilat

5
lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.Asam asetil salisilat merupakan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang
dapat dipakai secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin
dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenasemerupakan enzim
yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin
mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting,
selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi
karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak
sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat
menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor
defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya
dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan
ulkus peptikum.Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan
gastritis (Rosniyanti, 2010).
6. Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan
seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan
mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia,
yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter,
2005).
a. Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada
beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat
dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat
menyebabkan terjadinya gastritis.Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya
tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya

6
secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup,
olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).
b. Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu
atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada
lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil
radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding
lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis.Bile (empedu) adalah
cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh.Cairan ini diproduksi
oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan
menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk
seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam
lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
7. Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang
terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun.Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras
lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan
hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang
tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung.Dalam
jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan
berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi
mukosa lambung dan duodenum.Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa

7
lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak
peptik.Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap
makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta
fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).
8. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan
batang.Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan
lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia.Sebagian besar populasi di dunia
terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa
yang melapisi dinding lambung.Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana
bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi
melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh bakteri ini.Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan
dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.Infeksi Helicobacter
pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan
penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).
9. Usia
Usiatua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan
dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia
mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi
Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup
yang tidak sehat.Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat
sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade
ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia
mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga
berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan
penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).

8
C. Patofisiologi
1. Gastitis Akut
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan
jaringan, cairan dan darah) dan mengalami erosi superfisial bagian ini mensekresi
sejumlah getah lambung, yang sangat sedikit asam tetapi banyak mucus. Ulserasi
superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi.Mukosa lambung
memperbaiki diri sendiri setelah mengalami gastritis, kadang hemoragi memerlukan
intervensi bedah.
2. Gastritis Kronis
Dapat diklisifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai
gastritis autoinum) diakibatkan dari perubahan sel parietal yang menimbukan atrofi
dan infiltrasi seluler, hal ini jika dibandingkan dengan penyakit autoimun seperti
anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung . Tipe B (kadan
disebut sebagai gastritis H Pylory ) mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung
bawah lambung dekat duodenum) ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylory.
Faktor diet, seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan, alkohol,
merokok atau refluk isi usus ke dalam lambung.
D. Manifestasi Klinis
1. Keluhan utama dari gastritis (Sujono Hadi, 2002) :
a. Gastritis Akut
Keluhan yang sering diajukan pasien adalah : rasa pedih, kadang – timbul
rasa berdenyut-denyut perut atas yang ada hubungan dengan makanan. Keluhan
ini timbul mendadak setekah makan atau minum-minuman yang iritatif atau
korosif.
b. Gastritis kronik
Keluhan yang sering diajukan oleh penderita pada umumnya bersifat
ringan dan dirasakan sudah berbulan-bulan bahkan sudah bertahun-tahun.Pada
umumnya mengeluh rasa tidak enak diperut atas,lekas kenyang, mual, rasa pedih
sebelum atau sesudah makan dan kadang mulut terasa masam.

9
2. Menurut Diane C. Baughman dan Joann C. Heckly, 2000 manifestasi klinis pada :
a. Gastritis akut
1) Dapat terjadi ulserasi superfisal dan mengarah pada hemoragi
2) Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala kelesuan, mual,
anoreksia mungkin terjadi mual dan muntah serta cegukan.
3) Beberapa pasien menunjukkan asimtomatik
4) Dapat terjadi lokil dan diare apabika tidak dimuntahkan tetapi malah
mencapai usus
5) Pasien biasanya mulai pulih kembali sekitar sehari meskipun nafsu makan
mungkin akan hilang selama 2-3 hari
b. Gastritis Kronis
1) Gastritis tipe A pada dasarnya asimtomatik kecuali untuk gejala–gejala
defisiensi vitamin B 12
2) Gastritis tipe B pasien mengeluh anoreksia nyeri ulu hati setelah makan
berdahak , rasa asam dalam mulut atau mual dan muntah.
E. Komplikasi
1. Gastritis akut :
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis.
Kadang – kadang perdarahan cukup banyak sehingga dapat menyebabkan
kematian.
b. Terjadi ulkus kalau prosesnya hebat.
c. Jarang terjadi perforasi.
2. Gastritis kronik :
a. Atropi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terutama terhadap
vitamin B12. Gangguan penyerapan terhadap vitamin B12 selanjutnya dapat
menyebabkan anemia yang secara klinik hampir sama dengan anemia pernisiosa.
Keduanya dapat dipisahkan dengan memeriksa antibodi terhadap faktor intrinsik.
Selain vitamin B12 penyerapan besi juga dapat terganggu.
b. Gastritis kronik antrum pilorum dapat menyebabkan penyempitan daerah
antrum pilorum. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan keganasan lambung,
terutama gastritis kronik antrum pilorus.

10
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang gastritis akut
a. Gastroskopi : mukosa lambung erosi
b. Nasogastrik aspiration : stolsel
c. Barium kontras : erosi superfisial
2. Pemeriksaan penunjang gastritis kronik
a. Gastrin serum
b. Schilling test
c. Barium swallow
G. Penatalaksanaan
Menurut Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare (2002) penatalaksanaan gastristis
terdiri dari :
1. Gastritis akut
Diatasi dengan menginstruksikan untuk menghindari minuman alcohol dan
makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menelan cairan perlu diberikan secara
parenteral. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam
atau alkalis.Pengobatan gastritis akut terdiri dari pengenceran dan penetralisasi
agen penyebab :
a. Untuk menetralkan asam, digunakan antasida asam (missal alumunium
hidroksida), untuk menetralisasi alkali dengan makan jus lemon encer atau cuka
encer.
b. Bila korosi luas atau berat, emotik dan loyase dihindari karena bahaya perforasi.
Terapi pendukung mencakup intubasi sederhana, antasida serta cairan intravena.
Endoskopi fiberoptik mungkin diperlukan pembedahan darurat mungkin
diperlukan untuk mengangkat gangren atau jaringan perforasi.Gastrojejenostomi/
reseksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus.
2. Gastritis kronis
Diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi
stress dan melalui farmakoterapi II. Pylori dapat diatasi dengan antibiotik (seperti
tetra siklin atau amoksisilin) dan garam bismus (pepto-bismol).

11
Pasien gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 yang
disebabkan oleh adanya antibodi terhadap faktor intrinsik.
H. Pencegahan
1. Melakukan olahraga rutin
2. Menghindari stress
3. Memilih makanan sehat dan bergizi
4. Mengonsumsi air putih serta makanan berserat
5. Menghindari makanan pedas/asam/coklat
6. Tidak merokok
7. Tidak mengonsumsi alkohol, kopi dan teh yang terlalu pekat
8. Mengatur pola makan 4-5 kali sehari, dalam porsi sedikit namun dengan
kandungan kalori yang cukup dalam sehari
I. Prognosis
Apabila tidak diberikan penanganan khusus dapat mengakibatkan komplikasi.

I. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian tingkat depresi klien
2. Skala tingkat ketergantungan klien
3. Riwayat pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan.
Pengetahuan tentang penyakit dan pemeliharaan kesehatan selama ini.
4. Pola pemenuhan nutrisi metabolik
a. Program diet RS
b. Intake makanan dan cairan
5. Pola Eliminasi
a. Buang air besar
b. Buang air kecil
c. Karakteristik feses dan urine
6. Pola aktivitas dan latihan
a. Bernafas (pernafasan klien)
b. Sirkulasi (Mekanisme Kardio Pulmoner)

12
c. Aktivitas / Mobilitas
d. ADL = makan, berpakaian, mandi, mobilitas umum, berhias, eliminasi,
memasak.
7. Pola tidur dan istirahat
Lama tidur, gangguan tidur, pengawasan saat bangun
8. Pola Persepsi kognitif
a. Pandangan klien tentang sakitnya
b. Kecemasan
c. Konsep diri
9. Pola persepsi Konsep Diri
Pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri
10. Pola peran dan hubungan
Komunikasi hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan
11. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Fertilisasi, libido, menstruasi, kontrasepsi
12. Pola Koping dan Toleransi Stress
Perubahan/kemampuan klien dalam bertahan terhadap situasi sepanjang hidupnya
13. Pola nilai dalam kepercayaan
Pandangan klien tentang agama dan kegiatan keagamaan.
14. Pemeriksaan diagnostic
EGD : Tes diagnostic kunci untuk perdarahan GI atas, dilakukan untuk
melihat sisi perdarahan. Minum barium dengan ronsen : dilakukan untuk
membedakan penyebab. Analisa gaster : dapat dilakukan untuk menentukan
adanya darah, menkaji aktifitas adanya skretori mukosa gaster. Angiografi :
vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
hipotensi, pengisian kapiler lambat, perubahan mental, gelisah, urine pekat, pucat,
berkeringat.

13
2. Risiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemia.
3. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian ditandai dengan peningktan tegangan, gelisah, mudah terangsang, takut.
Gemetar, takikardia, berkeringat, menolak, panic atau perilaku menyerang.
4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral
ditandai dengan berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah
mengkerut.
5. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informs/kurang mengingat, tidak
mengenal sumber informs, kesalahan interpretasi.
C. Intervensi
Diagnosa 1
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
hpotensi, pengisian kapiler lambat, perubahan mental, gelisah, urine pekat, pucat,
berkeringat.
Tujuan : menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil : haluaran urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil,
membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat.
Intervensi/Rasional :
1. Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.
Rasional : Membantu dalam membedakan penyebab distress gaster.
2. Awasi tanda vital : bandingkan dengan hasil normal pasien/sebelumnya. Rasional
: perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah
dan adi >110 diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml.
3. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, mis, perubahan
mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan
suhu.
Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat/lamanya episode
perdaahan.
4. Ukur CVP, bila ada.

14
Rasional : menunjukkan volume sirkulasi dan respon jantung terhadap perdarahan
dan penggantian cairan.
5. Awasi masukan haluaran dan hubungan dengan perubahan berat badan. Rasional :
memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
6. Pertahankan pencatatan akurat subtotal caran/darah selama terpai penggantian.
Rasional : potensial kelebihan transfuse cairan. Khsusnya bila volume tambahan
diberikan sebelum transfuse darah.
7. Kolaborasi :Berikan cairan/darah sesuai indikasi.
Rasional : pengantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya
perdarahan.
8. Darah lengkap segar/kemasan sel darah merah.
Rasional : darah lengkap segar diindikasikan untuk perdarahan akut.
9. Masukan pertahankan selang NG pada perdarahan akut.
Rasional : memberikan kesempatan untuk menghlangkan sekresi iritasi gaster.
10. Berikan obat sesuaidengan indikasi.
Rasional : penghambat histamine H2 menurunkan produksi asam gaster.

Diagnosa 2
Risiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
Tujuan : Mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan.
Kriteria hasil : dibuktikan denga tanda vital yang stabil, nadi perifer teraba, GDA
dalam batas normal, keluaran urin adekuat.
Intervensi/Rasional :
1. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/sakit kepala.
Rasional :perubahan dapat menunjukkan ketidakseimbangan perfusi serebral
sebagai akibat darah arterial.
2. Selidiki keluhan nyeri dada. Catat lokasi, kualitas, lamanya, dan apa yang
menghilangkan nyeri.
Rasional : dapat menunjukkan ischemia jantung sehubungan dengan penurunan
perfusi.
3. Auskultasi nadi apical. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu ada.

15
Rasional : disebabkan oleh kehilangan darah dapat menimbulkan IM pada psien
dengan penyakit jantung.
4. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat, dan nadi
perifer lemah.
Rasional : vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi.
5. Kolaborasi :Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.
6. Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional :mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.

Diagnosa 3
Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian ditandai dengan peningktan tegangan, gelisah, mudah terangsang, takut.
Gemetar, takikardia, berkeringat, menolak, panic atau perilaku menyerang. Tujuan :
awasi respon fisiologis mis. Takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi
kesemutan.
Kriteria hasil : dapat menjadi derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga
berhubungan dengan kondisi fisik/status syok.
Intervensi/Rasional :
1. Catat petunjuk perilaku contoh gelisah, mudah terangsang, kurang kontak mata,
perilaku melawan/menyerang.
Rasional : indicator derajat takut yang dialami pasien mis. Pasien akan merasa tak
terkontrol terhadap situasi atau mencapai status panic.
2. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional : membuat hubungan terapeutik.
3. Membantu pasien menerima perasaan yang normal dapat membantu pasien merasa
kuarng terisolasi. Beriakan informasi akurat.
Rasional : memindahkan pasien dri stressor luar meningkatkan relaksasi.
4. Dorong orang terdekat tnggal dengan pasien

16
Rasional : membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi
seorang diri.

5. Kolaborasi :Berikan obat sesuai indikasi, Diazepam, klorazepat, alprazoplam.


Rasional : sedate/tranquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan
ansietas.

Diagnosa 4
Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral
ditandai denga berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut.
Tujuan : menyatakan nyeri hilang.
Kriteria hasil : Menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur/istirahat dengan
tepat.
Intervensi/Rasional :
1. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas.
Rasional : nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala
nyeri pasien sebelumnya dimana dapat membantu.
2. Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri.
Rasional : membantu dalam membuat diagnose dan kebutuhan terapi.
3. Catat petunjuk nyeri non-verbal.
Rasional : petunjuk non-verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis.
4. Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien.
Rasional : makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan
kandungan gaster.
5. Bantu latihan rentang gerak aktif.
Rasional : menurunkan kekaun sendi, meminimalkan nyeri/ketidaknyamanan.
6. Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan.
Rasional :napas bau karena tertahannya secret mulut menimbulkan tak napsu
makan dan dapat meningkatkan mual.
7. Kolaborasi :Berikan dan lakukan perubahan diet.
Rasional : pasien mungkin dipuasakan pada awalnya.

17
8. Gunakan susu biasa dariapda susu krim.
Rasional : lemak pada susu biasa dapat menurunkan sekresi gaster.

Diagnosa 5
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informs/kurang mengingat, tidak mengenal sumber
informs, kesalahan interpretasi.
Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri dan penggunaan
tindakan pengobatan.
Kriteria hasil : mulai mendiskuskan perannya dalam mencegah kekambuhan,
mengidentifikasi/melakukan perubahan pola hidup yang perlu, berpartisipasi daalm
program pengobatan.
Intervensi/Rasional :
1. Tentukan persepsi pasien terhadap perdarahan.
Rasional : membuat pengetahuan dasar dan memberika beberapa kesadaran yang
konstruktif pada individu ini.
2. Kaji ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek perilaku pola hidup, dan
cara menurunkan risiko/faktro pendukung.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimaan pasien dapat membuat pilihan
informasi/keputusan tentang masa depan kotrol masalah kesehatan.
3. Bantu pasien mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan pencetus/atau
hilangnya nyeri epigastrik.
Rasional : kafein dan rokok merangsang keasaman lambung.
4. Anjurkan makan sedikit tapi sering/makanan kecil.
Rasional : sering makan mempertahankan netralisis HCI, melarutkan isi lambung
pada kerja minimal asam mukosa lambung.
5. Tekankan pentingnya tanda/gejala seperti warna kopi gelap, feses hitam, distensi
abdomen.
Rasional : evaluasi medic cepat/intervensi dibituhkan untuk mencegah komplikasi
lebih serius.
6. Dukung penggunaan teknik penanganan stress.

18
Rasional : menunrunkan rangsang ekstrenik.
7. Kaji ulang program obat, kemungkina efek pemberian interaksi dengang obt lain
dengan cepat.
Rasional : dapat mempengaruhi pilihan obat dan/atau penetuan resep.
D. Evaluasi
1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
2. Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan
3. Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya.
4. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan
5. Nyeri hilang

19

Anda mungkin juga menyukai