BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dari rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan maksud dan tujuan
yang ingin dicapai :
1. Mengetahui latar belakang munculnya manajemen Amerika
2. Memahami cirri-ciri dari manajemen Amerika
3. Menjelaskan pokok-pokok pemikiran dari manajemen Amerika
4. Memahami pelaksanaan dan pengaruh dari manajemen Amerika
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Manajemen Amerika mempunyai keunggulan dalam Tanggungjawab.
Yaitu diberikan secara perorangan dan mengakui prestasi kerja. Dengan adanya
tanggungjawab ini, maka karyawan bebas menggunakan keterampilan yang
dimilikinya.
Namun adapun kelemahannya yaitu, Pengambilan keputusan yang secara
individual. Walaupun tidak memakan banyak waktu, tetapi tingkat
keberhasilannya kecil karena tidak dilakukan secara terbuka. Manajemen Amerika
lebih menekankan kepada individu.
DAFTAR PUSTAKA
Ini merupakan perbedaan besar yang mengontraskan Jepang dan Amerika dalam
kultur manajanemen bisnisnya. Berbanding terbalik dengan Amerika, konsultasi
dalam tim untuk menemukan solusi merupakan hal yang lumrah di Jepang,
mereka bekerja secara kolektif dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini mungkin
juga berakar dari kultur bercocok tanam orang Jepang, sistem pertanian yang
mengandalkan kerja sama segenap penduduk desa untuk menciptakan hasil yang
baik. Selanjutnya, orang yang bersikeras mengatasi permasalahannya sendirian
disebut “a lone wolf” atau “serigala yang sendirian”, sebutan bagi mereka yang
tidak bisa bekerja sama dengan baik dengan orang lain. Pendek kata, Jepang
mengandalkan kerjasama dalam kelompok sementara Amerika fokus pada
kemandirian individu.
MANAJEMEN JEPANG DAN MANAJEMEN AMERIKA
A. PENGERTIAN MANAJEMEN
Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa
seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen
sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif
dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan
perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan
secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
B. MANAJEMEN JEPANG
Karakteristik yang menonjol dari manajemen gaya Jepang adalah efektivitas,
efesiensi, produktivitas tinggi dan keuletan kerja. Sebenarnya orang Jepang
sendiri mengakui bahwa sebagian kesuksesan mereka diperoleh dengan
mempelajari teknik dan konsep manajemen barat terutama dari USA.
ELEMEN DASAR MANAJEMEN GAYA JEPANG
Manajemen Jepang berasal dari tradisi ZEN dan SAMURAI, tradisi inilah yang
membuat gaya Jepang menjadi unik. Ada 4 elemen (dasar) utama yang
membentuk dasar manajemen Jepang yaitu :
a) Kebersamaan / Kolektivitas dalam kelompok
Ini merupakan aspek terpenting dalma budaya Jepang dimana individu
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok dan kelompok
merupakan unit social yang utama.
Tanpa dukungan kelompok, seorang pemimpin akan sulit mencapi tujuannya.
Dalam kelompok terdapat unsure untuk mempertahankan efektivitas dan
morals (semangat kerja) anggota kelompoknya.
b) Kesamaan/ Homogenitas
Dibentuk oleh letak geografis yang menyendiri, terpisah dari daratan
atau benua lain. Isolasi oleh laut di sekelilingnya pernah membuat Jepang
menutup diri dari dunia luar selama berabad-abad dan ini menimbulkan rasa
kesamaan, saling pengertian, dan saling mempercayai sesame bangsa Jepang.
Istilah ISHIN DENHIN yang berarti : paham tanpa perlu diucapkan (taoid
understanding) atau NAA NAA NI YARU yang berarti tanpa ikatan yang
formal, cukup atas dasar kepercayaan, adalah istilah umum yang
dipergunakan dalam praktek bisnis sehari-hari.
c) Falsafah CONFUSIUS
Falsafah CONFUSIUS yang sudah dikontrol Jepang sejak abad ke-4.
Falsafah ini diajarkan kepada kaum SAMURAI (kaum pendekar Jepang)
selama kurang lebih 300 tahun sampai dengan tahun 1868. Meskipun
falsafah CONFUSIUS tidak lagi diajarkan pada sekolah dimasa kini namun
falsafah ini telah mengakar dalam keluarga Jepang dan mendasari gaya hidup
mereka.
d) Tingkat pendidikan rakyat Jepang yang rata-rata tinggi:
90% penduduk Jepang telah melewati pendidikan tinggi menengah dan
30% pendidikan tinggi di Universitas. Tingkat pendidikan yang tinggi ini
merupakan salah satu kunci sukses PENGENDALIAN MUTU DALAM
KELOMPOK (QUALITY CONTROL CIRCLES) yang memerlukan penguasaan
control statistic dan teknis persoalan.
I. Ciri-ciri Manajemen Jepang
Sistem kerja seumur hidup
Evaluasi dan promosi lama
Sistem bonus dan kemudahan kerja
Karier tidak berdasarkan spesialisasi
Mekanisme pengawasan oleh anggota kelompok
Proses pengambilan keputusan: ringi (dari tingkat bawah)
Tanggung jawab kelompok dalam manajemen
Keterlibatan seluruh orang (konsumen, suplayer, orang tua pegawai).
II. Keunggulan Dan Kelemahan Manajemen Jepang
Keunggulan
sistem tersebut di atas untuk meningkatkan semangat kerja tim bagi
perusahaan terutama dalam menciptakan basis yang kuat. Pondasi ini dibuat
bahkan diperkuat dengan fakta bahwa dalam perusahaan Jepang tidak ada
hirarki status atau posisi di mana manajer, eksekutif, sopir, dan pekerja
semuanya makan dengan makanan yang sama di kantin yang sama.
Dampaknya adalah terbuka secara vertikal antara manajer dan para pekerja
dan juga secara herizontal di antara anggota yang berbeda bagian atau
golongan.
Manajemen Jepang pada hakekatnya menitikberatkan karyawan sebagai
modal utama dan yang terpenting dalam organisasi.
Kelemahan Manajemen Jepang
Tanggung jawab kolektif hal ini bisa membuat pekerja melempar tanggung
jawab karena bukan tanggung jawab individu
C. MANAJEMEN AMERIKA
I. Ciri-Ciri Manajemen Amerika
Sistem kerja jangka pendek
Evaluasi dan promosi cepat
Sistem bonus dan upah berdasarkan produktivitas
Karier berdasarkan spesialisasi
Mekanisme pengawasan: hierarki
Pengambilan kepusan oleh pimpinan
Tanggung jawab individual
II. Kelemahan Dan Keunggulan Manajemen Amerika
Keunggulan Manajemen Amerika
Tanggung jawab diberikan secara perorangan dan mengakui prestasi kerja,
dengan adanya tanggung jawab ini maka karyawan bebas menggunakan
ketrampilan yang dimilikinya
Kelemahan Manajemen Amerika
Pengambilan keputusan yang secara individual. Walaupun tidak memakan
banyak waktu namun tingkat keberhasilannya kecil karena tidak dilakukan
secara terbuka
Manajemen Amerika lebih menekankan pada individu
D. KESIMPULAN
Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran
(goals) secara efektif dan efesien. Gaya manajemen yang digunakan,
bergantung pada bergantung pada Organisasi tersebut, yang diutamakan
adalah Tujuan akhirnya apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan atau
tidak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen adalah seni mengkoordinasikan elemen-elemen produksi untuk
mencapai tujuan sebuah organisasi. Ini merupakan keberhasilan dari tujuan-tujuan
melalui penggunaan manusia, material/bahan, dan mesin. Bagaimana
menggabungkan ketiga faktor tersebut yang telah menjadi masalah sepanjang
tahun. Pada akhir tahun 70-an, orang Jepang muncul dengan suatu pendekatan
yang berhasil dengan baik setidaknya di Jepang.
Pendekatan orang Jepang adalah dengan memberikan perhatian pada manusia di
atas dua faktor lainnya; bahan dan mesin dalam persamaan manajemen. Dalam
filosopi manajemen orang Jepang, manusia tidak hanya dianggap sebagai faktor
produksi tetapi juga sebagai akhir dari keseluruhan usaha manajemen. Praktek ini
rupanya membuat mereka mencapai kesuksesan besar dalam persaingan bisnis
internasional pada tahun 1970-an.
Dalam bisnis dan industri di Barat, ada semacam sifat kegilaan terhadap
menajemen orang Jepang dimana ada sekelompok manajer Amerika yang ingin
bekerja pada perusahaan orang Jepang tanpa dibayar selama mereka mampu
mempelajari seni manajemen orang Jepang. Alasan utamanya adalah pada waktu
itu produksi industri Jepang sedang booming dan menguasai pasar dunia. Industri
Jepang telah mengungguli hampir semua Negara di Barat dalam produksi
komoditas seperti motor, mobil, kamera, jam, dan komputer. Secara ekonomi
Jepang tetap kuat dalam menghadapi krisis minyak dan resesi ekonomi global,
sementara banyak Negara di Barat mengalami inflasi, Jepang telah sukses
membendung inflasi dan meningkatkan produktivitasnya.
Berdasarkan para ahli Jepang, manajemen orang Jepang sebagian besar
dipengaruhi oleh sejarah masa lalu. Tahun-tahun antara 1945 sampai 1965 dikenal
dengan periode imitasi atau tiruan. Selama periode ini Jepang hanya meniru dan
mengkopi dari Negara Barat, terutama Amerika Serikat, dalam bidang manajemen
dan teknologi. Kekalahan mereka pada Perang Dunia II membuat orang Jepang
menjadi merasa rendah diri terhadap orang-orang Amerika dan Eropa. Akan tetapi
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di akhir tahun 1950-an telah membawa
perubahan besar. Orang Jepang mulai mendapatkan kembali rasa percaya diri
mereka dan mengatasi rasa rendah diri mereka yang kompleks. Kemakmuran dan
kebanggaan baru membuat Jepang melakukan berbagai eksperimen dalam
berbagai bidang termasuk bidang manajemen. Sejak saat itu, orang Jepang mulai
menyadari bahwa sistem manajemen Amerika bukanlah metode yang terbaik di
dunia untuk memanaje perusahaan, tidak juga Jepang.
Dalam mempelajari manajemen Jepang tidak boleh tidak membutuhkan
pengertian yang cermat terhadap dimensi dan konsep kerja masyarakat Jepang.
Orang Jepang terkenal dengan kerja kerasnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh
lahannya yang relatif jarang, penduduknya yang banyak dan padat, memiliki
cuaca yang buruk, dan tidak mempunyai sumberdaya alam. Jepang juga
menghubungkan etika kerja mereka dengan kepercayaan agamanya. Budha Zen
mengajarkan bahwa melalui kerja dan kreasi mereka akan mencapai
kesempurnaan pemabangunan watak. Oleh karena itu, bagi orang Jepang
pekerjaan mempunyai nilai dan memberikan arti yang mendalam bagi kehidupan
mereka.
Aspek lain dari masyarakat Jepang berkaitan dengan etos kerja adalah latar
belakang sejarah mereka. Telah berabad-abad Jepang telah dipimpin oleh kelas
militer atau kelompok Samurai. Kelompok Samurai telah menanamkan dalam diri
orang Jepang pentingnya kerja keras. Mereka memberikan penghargaan yang
tinggi terhadap aktivitas fisik ketimbang kebangggaan intelektual.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah sejarah budaya Jepang?
2) Bagaimanakah manajemen yang diterapkan Jepang?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Negara Jepang
1. Awal Mula Jepang
Jepang kini sudah dikenal masyarakat dunia bukan lagi sebagai negara
berkembang melainkan sebagai negara maju.. Hal ini dibuktikan dengan
merajalelanya produk-produk yang beredar dengan lebel Negara Matahari Terbit
tersebut. Seperti konsumsi (rumah makan), barang elektronik, transportasi,
pakaian, dan bahan baku lainnya bahkan atom & nuklir.
Jepang sendiri adalah negara yang tidak begitu luas dibandingkan dengan
Indonesia. Namun Jepang sudah mampu mengalahkan negara-negara Asia
lainnya. Luas negara Jepang sendiri adalah + 378.000km2 (ada pula yang
menyebutkan hanya 370.000 km2). Itu berarti hanya 1/25 (seper dua puluh lima)
dari negara Amerika. Bahkan cenderung lebih kecil dari Kalifornia.
Berdasarkan keadaan geografis dan sejarahnya, Jepang dibagi menjadi sembilan
kawasan dari 47 prefektur. Kesembilan wilayah tersebut adalah Hokkaido,
Tohoku, Kanto, Chubu, Kinki, Chugoku, Shikoku, Kyushu, dan Okinawa. Sedang
empat pulau utamanya adalah Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu. dan
menurut sensus tahun 2004, jumlah penduduknya 127.333.002 orang. Sekarang
yang berkuasa adalah Kaisar Akihito, yang naik tahta sebagai kaisar ke-125
setelah ayahnya, Hirahito, yang meninggal pada 7 Januari 1989.
Selain dikenal sebagai product monster, Jepang juga dikenal sebagai negara
misteri karena penuh tanda tanya dan sejarah. Mulai dari agama, bahasa,
kebudayaan, penduduk, hingga awal terjadinya kepulauannya. Jika Amerika
ditemukan oleh Colombus?, maka tidak begitu dengan Jepang.
Awal terjadinya kepulauan Jepang dimulai pada masa Palaozoic. Kala itu Jepang
masih merupakan dasar lautan. Setelah memasuki masa Mesozoic, dasar lautan
yang dimaksud mengalami perubahan dan membentuk daratan yang menyambung
dengan Asia. Namun, pada akhir periode III masa Cenozoik, daratan tersebut
kembali ke dasar laut.
Pada periode IV masa Deluvium, dasar laut tersebut timbul kembali dan sekali
lagi menyatu dengan Asia. Setelah mengalami banyak perubahan alam dan cuaca,
pada zaman es ke-3 (Dilivium), daratan yang menyatu dengan Asia ini berangsur-
angsur mengalami penurunan dan membentuk kepulauan Jepang seperti sekarang
ini.
Jepang yang memiliki ¾ kawasan pegunungan atau + 70% dari keseluruhan
daratan memiliki empat musim yang berbeda. Empat musim tersebut adalah
musim semi/haru (Maret – Mei), panas/natsu (Juni – Agustus), dingin/fuyu
(September – Nopember), gugur/aki (Desember – Februari). Meski perubahan-
perubahan iklim & cuaca sangat dinantikan masyarakat Jepang, ternyata Jepang
sangat rawan terjadi gempa bumi dan bencana alam akibat letak geografisnya
yang dipenuhi dengan pegunungan dan bukit-bukit.
Penghuni Jepang sendiri berasal dari beberapa negara yang bersinggah dan
melakukan jual beli. Banyak pihak yang berpendapat berbeda akan hal ini.
Masyarakat awam cenderung beranggapan bahwa suku Ainu lah sebagai
penduduk pertama Jepang. Namun, pendapat tersebut belum dapat dibenarkan.
Pendapat lain juga menyebutkan bahwa penduduk asli atau nenek moyang Jepang
adalah yang memiliki kebudayaan Jōmon. Hal ini dikarenakan telah
ditemukannya fosil dari hasil kebudayaan Jōmon. Ada pendapat lain yang
menyebutkan, dan terkenal dengan sebutan Teori Selatan-Utara bahwa nenek
moyang Jepang yang asli berasal dari daratan Asia yang tinggal dan menamakan
dirinya sebagai Kikajin yang berawal pada jaman Yayoi.
Teori Selatan menyebutkan bahwa nenek moyang Jepang berasal dari Asia
Tenggara seperti Tibet, Taiwan, Kepulauan Pasifik Barat Daya, Melayu, dan
bahkan Indonesia. Teori ini dapat dibenarkan dengan adanya penemuan tentang
cara bercocok tanam yang dilakukan oleh nenek moyangnya dengan cara
membuat sawah.
Teori Utara menyebutkan lain. Di sini disebutkan bahwa nenek moyang Jepang
berasal dari pusat daratan Asia seperti Mongol, Manchuria, Siberia, dan Turki.
Teori juga dapat dibenarkan karena tata bahasa yang digunakan dalam keseharian
msyarakat Jepang sesuai dengan susunan bahasa Korea, Ural, Turki, dan
sebagainya.
2. Zaman di Jepang
Pada dasarnya, Jepang memiliki banyak jaman sesuai dengan perubahan masa dan
kekuasaan. Namun, secara garis besar Jepang dibagi menjadi 5 periode. Periode
tersebut meliputi :
a) Abad kuno atau disebut dengan ‘Kodai’. Periode ini meliputi zaman primitif /
Genshi Jidai (abad ke-3), zaman Yamato (592), zaman Nara (710), dan zaman Hei
An (794-1192)
b) Abad pertengahan atau disebut dengan ‘Chuusei’ yang meliputi zaman
Kamakura (1192-1333), zaman Muromachi (1334-1573), dan zaman Azuchi
Momoyama (1573-1603)
c) Abad pra modern atau ‘Kinsei’ yang dimulai dengan zaman Edo (1603-1868)
d) Abad modern atau ’Kindai’. Pada periode Jepang banyak mengalami perubahan
dan mulai dikenal dunia luar. Zaman yan sering dibicarakan ini dikenal dengan
zaman Meiji (1868-1912)
e) Dewasa ini atau lebih dikenal dengan ‘Gendai’. Periode ini meliputi zaman
Taisho (1912-1926), zaman Showa (1926-1991), dan zaman Heisei (1991-
sekarang)
3. Budaya Jepang
Budaya Jepang harus diakui memiliki keunikan sendiri. Terlahir dari cerita
perjalanan yang panjang masa-masa kekaisaran, budaya Jepang menjelma menjadi
primadona pariwisata sendiri di dunia ini. Di mata para wisatawan, budaya Jepang
menjadi daya tarik utama.
Sebagai sebuah negara maju, Jepang nyatanya tidak meninggalkan gaya hidup
yang penuh dengan filosofi dan budaya. Di tengah maraknya berbagai penemuan
fenomenla yang lahir dari warganya, budaya jepang terus mengalir seperti air
yang mebasahi setiap seluk beluk kehidupan warganya.
Jangan tanyakan tentang kepedulian masyarakat sebuah negara terhadap
kebudayaan negaranya, jawabanya pasti sangat peduli. Begitupun dengan
masyarakat Jepang, terhadap budayanya. Mereka seolah telah menyediakan
tempat tersendiri untuk kebudayaan negaranya. Bersandingan dengan kemajuan
teknologi yang banyak lahir dari negaranya tersebut.
Budaya Jepang memiliki banyak sekaali varian, kehidupan masyarakatnya sehari-
hari juga sudah merupakan salah satu bentuk budaya Jepang yang paling
sederhana. Budaya Jepang yang lebih kompleks pun sangat banyak, mulai dari
makanan khas Jepang, rumah adat, pakaian adat, tarian, bahasa dan satu hal yang
tidak bisa dilepaskan dari budaya jepang adalah samurai.
Samurai sangat identik dengan negara matahari terbit ini, namun sayangnya
keterkenalan samurai di kalangan masyarakat dunia atau Indonesia tidak diikuti
dengan informasi yang berisi kebenaran tentang samurai ini. Budaya Jepang yang
satu inipun hanya sedikit dimengerti betul oleh masyarakat.
Kita sering salah memahami kata samurai dengan mengartikannya sebagai nama
jenis senjata dalam budaya Jepang. Padahal samurai merujuk pada orang atau
jalan hidup. Sedangkan senjata sejenis pedang yang selama ini banyak diartikan
sebagai samurai, sebenarnya adalah katana. Dalam budaya Jepang, katana
merupakan senjata khas para samurai berbentuk pedang.
a) Samurai
Dalam budaya Jepang, istilah samurai pada awalnya digunakan untuk menyebut
orang yang mengabdi kepada bangsawan. Berawal dari kata “saburau” yang
popular pada zaman Nara (710-784), yang pengucapanya bergeser menjadi
saburai.
Pada zaman Kamamura abad ke-12 dalam budaya Jepang, arti kata saburai
bersisian dengan “bushi”, yang berarti orang yang dipersenjatai. Lantas, kata
saburai berubah menjadi samurai pada zaman Azuchi-Momoyama (1573-1600)
dan awala zaman Edo (1603), yang memiliki arti “orang yang mengabdi”.
Daya Jepang juga diisi dengan berbagai cerita sejarah yang menarik. Dahulu,
pertempuran yang berkepanjangan menimbulkan kematian di kalangan penguasa,
sehingga banyak samurai kehilangan tuannya. Mereka kemudian menjadi
sekelompok samurai liar dan tidak terikat, yang disebut sengan istilah ronin.
Istilah ini muncul pertama kali pada zaman Muromachi (1392) dan semakin
definitive pada zaman Edo (1603-1867).
Samurai memiliki posisi unik dalam struktur kekuasaan Jepang masa lalu.
Berawal dari kekacauan politik akibat pajak yang berat dan memicu
pemberontakan di banyak tempat, penjarahan terhadap tuan tanah, memaksa
mereka mempersenjatai keluarga dan para petani.
Pada masa Hojo (1199-1336), ajaran Zen berkembang di kalangan samurai dan
menjadi gerakan missal yang melahirkan cirri bahwa para samurai menganut
paham keseimbngna dalam falsafah hidup mereka. Dalam budaya Jepang, para
samurai mendapatkan tempat yang istimewa di kalangan masyarakat.
b) Filosofi Samurai
Sama seperti jenis budaya Jepang yang lain, samurai memiliki senuah filosofi.
Filosofi yang dimiliki samurai terletak pada seragam kebesaran dengan symbol
bulan sabit di atas helm. Jalan hidup samurai yang mengambil inti ajaran Zen,
menekankan bahwa ketengan jiwa dan keyakinan hati adalah sumber kehidupan.
Hal mendasar adalah ajaran menjunjung tinggi kejujuran, jujur kepada diri sendiri
dan orang lain. Karena itu, berbohong adalah aib yang tak mungkin ditanggung.
Bunga sakura symbol samurai mengandung muatan filosofi pentingnya
menghargai waktu, sebab bunga sakura hanya bersemi dan berbunga dalam waktu
singkat seperti umur manusia. Karena itu, tidak boleh ada penyesalan di
dalamnya. Samurai juga harus menjunjung tinggi nilai keadilan.
Bagi samurai, pertempuran adalah sesuatu yang sacral. Ada etika ketat dalam
pertempuran samurai, yaitu :
1) Tidak boleh menyerang dari belakang
2) Harus dilakukan dengan keindahan dan harga diri
3) Harus dilakukan sampai tuntas
4) Pedang adalah symbol spiritual dan komitmen
Setelah kurun waktu yang lama, dalam budaya Jepang sekaligus samurai,
mengenai pandangan tentang bunuh diri sebagai tindakan yang terhormat
mengalami pergeseran dan mulai dianggap sebagai tindakan yang sia-sia.
B. Manajemen Jepang
Manajemen orang Jepang memberikan tekanan kepada para pekerja sebagai
modal utama dan terpenting dalam perusahaan. Dalam konteks ini manajer-
manajer Jepang menggunakan sistem seumur hidup bagi para pekerja. Pada
umumnya, perusahaan-perusaan Jepang berharap bisa memperkejakan para
pekerja selama 34 sampai 40 tahun, sampai mereka berhenti. Sistem pekerjaan
seumur hidup mempunyai dua pengaruh positif. Pertama, sistem tersebut
menjamin kontinuitas dan kekuatan pekerja serta mendorong para pekerja untuk
berpartisipasi dalam area manajemen perusahaan. Kedua, ketika para pekerja
mempunyai rasa aman dalam perusahaan, sikap mereka terhadap inovasi dan
teknologi adalah positif. Tidak seperti di Negara Barat, di Jepang penggunaan
robot dalam pabrik dapat diterima dengan baik oleh para pekerja.
Karakateristik industri Jepang yang menyolok dan merupakan pelajaran yang
berharga adalah harmonisnya hubungan antara para pekerja dan manajemen. Di
Jepang tidak ada konflik yang berarti antara buruh dan manajer atau antara
perusahaan dengan pemerintah. Ada dua alasan untuk hal ini. Pertama, orang
Jepang tidak mengenal perbedaan kelas yang kuat. Secara ekonomi, mayoritas
orang Jepang sekitar 69 persen menganggap diri mereka sebagai kelompok
berpendapatan menengah atau menengah atas. Kedua, kekuatan buruh Jepang
secara umum cukup terdidik, mampu dan mempunyai motivasi yang tinggi
dikarenakan tingkat pendidikan yang tinggi di negerinya.
Dimensi budaya juga memainkan peran utama dalam bisnis orang Jepang dan
industri dunia. Keselarasan dan kesatuan adalah karakteristik masyarakat Jepang
secara keseluruhan. Keselarasan ini juga terasa kuat dalam perusahaan
dikarenakan filosopi dan nilai-nilai persaudaraan dan perasaaan kesetiakawanan
yang diterima oleh seluruh anggota perusahaan. Oleh karena itu, hubungan antara
manajer dan pekerja berdasarkan filosopi, pada dasarnya perusahaan adalah
sebuah keluarga besar di mana para anggotanya hidup bersama secara harmonis.
Dalam masyarakat Jepang “diri” tidak penting. Yang paling penting adalah
semangat kerja tim; sebuah ide, di mana semangat tersebut telah mengakar begitu
dalam dalam keluarga orang Jepang dan merupakan hal terbesar dalam kelompok.
Ide ini juga berlaku di perusahaan. Buktinya adalah setiap pengakuan prestasi atau
distribusi tugas langsung ditujukan kepada kelompok daripada individu. Begitu
juga, setiap kesalahan dari seorang pekerja menjadi tanggungjawab kelompok.
Ada beberapa keuntungan mengunakan sistem tersebut di atas untuk
meningkatkan semangat kerja tim bagi perusahaan terutama dalam menciptakan
basis yang kuat. Pondasi ini dibuat bahkan diperkuat denngan fakta bahwa dalam
perusahaan Jepang tidak ada hirarki status atau posisi di mana manajer, eksekutif,
sopir, dan pekerja semuanya makan dengan makanan yang sama di kantin yang
sama. Dampaknya adalah terbuka secara vertikal antara manajer dan para pekerja
dan juga secara herizontal di antara anggota yang berbeda bagian atau golongan.
Sebuah istilah yang menonjol dalam sistem keluarga orang Jepang adalah “amae”
kata ini melukiskan sebuah perasaan keterikatan antara anak terhadap cinta
kepada ibunya. Bagaimanapun juga, ide keterikatan juga telah mempengaruhi
hubungan personal di antara orang dewasa. Yang jelas, dalam perusahaan, “amae”
memainkan peran utama dalam hubungan vertikal antara manajer dengan
subordinatnya dan juga hubungan herizontal di antara para pekerja itu sendiri.
Salah satu dimensi budaya Jepang yang juga merupakan keuntungan bagi para
manajer adalah bagaimana pendekatan mereka terhadap gejala seperti
ketidakjelasan, ketidakpastian, ketidaksempurnaan dan kepercayaan. Situasi yang
demikian sering terjadi dalam perusahaan yang menggunakan manajemen
pendekatan Barat yang perlu di atasi dengan segera dan sungguh-sungguh.
Menurut Takeo Fujisawa, seorang ahli dari The Nomura Research Institut,
manajemen orang Jepang adalah 90 % mirip dengan pendekatan Barat, akan tetapi
5 % yang membuat segalanya menjadi berbeda, karena 5 % tersebut terdapat
aspek yang paling penting yaitu pendekatan manusia secara total.
Kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan kebutuhan material. Ini adalah
keseimbangan dua faktor yang telah membuat para pekerja Jepang mempunyai
produktivitas yang tinggi. Perhatian terhadap faktor manusia dan semua yang
terkait dengannya seperti budaya, sejarah dan agama sebagai satu unit produksi
dalam manajemen orang Jepang telah menyebabkan perhatian dunia. Melalui
pendekatan orang Jepang terhadap manajemen, negara-negara lain mulai sadar
bahwa mereka tidak memberikan perhatian yang cukup kepada berbagai
pandangan akan kebutuhan manusia. Manusia dan kebutuhan dan juga masalah-
masalah sekarang nampak menjadi perhatian umum. Inilah alasan mengapa
manajemen orang Jepang telah menjadi benar-benar pujaan global.
Pendekatan orang Jepang terhadap manajemen ketimbang yang lainnya telah
membuat status Jepang sebagai salah satu ekonomi raksasa dunia pada akhir
1980-an. Menurut laporan the world Development Report Bank Dunia tahun 1993
pendapatan per kapita Jepang mencapai $26.930/tahun sementara USA hanya
$22.240/tahun. Sedangkan Indonesia tertinggal jauh dari Jepang yang hanya
memiliki pendapatan per kapita $600/tahun. Kemudian Jepang adalah anggota G7,
sebuah organisasi dunia negara-negara kaya. Bagaimanapun juga pada
pertengahan 1990-an meskipun posisi ekonominya yang kuat Jepang juga
menghadapi masalah utama ekonomi yang berhubungan dengan melemahnya
Yen, hutang yang buruk yang disebabkan oleh kesalahan manajemen sistem bank.
Meskipun begitu Jepang hanya dihadapkan pada resesi ekonomi bukan kekacauan
ekonomi dan bencana sebagaimana yang dialami oleh negara asia timur lainnya.
Di kala ekonomi Jepang tumbuh mulai tahun-tahun 1950-an dan pertumbuhan
memuncak pada tahun-tahun 1970-an, banyak orang di luar Jepang yang
terkagum-kagum akan sistem manajemen gaya Jepang yang membawa
kemakmuran bagi rakyatnya. Ekonomi berkembang baik sehingga tingkat
kesejahteraan hidup meningkat, rakyat pun menikmati hasil pembangunan
negaranya. Perusahaan-perusahaan berkembang marak, baik yang berskala besar
maupun yang kecil. Sebenarnya, apa yang menjadi pilar atau tonggak pokok dari
manajemen perusahaan Jepang? Ada tiga pilar, yaitu sistem kerja seumur hidup di
sebuah perusahaan saja, kesenioran, dan serikat pekerja berdasarkan perusahaan.
Dalam praktek umumnya hingga sekarang ? walaupun perubahan demi perubahan
tengah berlangsung ? sekali seorang calon karyawan melamar dan diterima
bekerja di sebuah perusahaan, dia akan bekerja seumur hidup di perusahaan
tersebut hingga usia pensiun. Di waktu dia harus keluar karena telah mencapai
usia pensiun (biasanya sekitar 60-65 tahun), kedudukannya biasanya sudah cukup
tinggi walau waktu baru masuk kerja yang bersangkutan diterima untuk posisi
bawah. Itulah keuntungan dari apa yang dinamakan sistem kesenioran. Serikat
pekerja yang dibentuk dalam kerangka satu perusahaan tersebut, bekerjasama baik
dengan pimpinan perusahaan bagi kepentingan kesejahteraan karyawan.
Ketiga pilar pokok tersebutlah yang telah menunjang perusahaan-perusahaan
Jepang, kecil maupun besar, berkembang baik sehingga membawa ekonomi
Jepang berkembang marak. Di samping hal tersebut, terdapat satu strategi yang
menonjol dari manajemen Jepang, yaitu Kaizen.
C. Kaizen
Pada era 60-an, Jepang mencoba bangkit dan memasuki pasar global untuk barang
hasil industri, baik industri elektronik, otomotive dan lain sebagainya. Bagaimana
respon dunia? Jepang menjadi cemohan dan bahan tertawaan, barang hasil industri
Jepang dicemooh sebagai barang tiruan, imitasi dan kuno, dan sebagainya. Mobil
Mazda “kotak”, Suzuki “mini”, saat itu dianggap sebagai mobil mainan, dan
hanya dilirik oleh orang-orang yang pengin punya mobil, tetapi duit cekak.
Pengendara mobil Jepang pada waktu itu, umumnya mendapat cibiran dari
pengendara mobil Eropah atau mobil Amerika, bahwa mobil Eropa atau mobil
Amerikalah baru mobil beneran.
Kini, industri mobil Jepang telah menjadi trend setter bagi perkembangan industri
mobil dunia. Selain itu, Mitsubishi dan Kawasaki telah masuk dalam jajaran
industri mesin dan alat-alat berat di dunia dan Sumitomo merupakan industri
besar di bidang chemical. Dan lain-lain. Demikian pula industri elektronik. Tidak
ada satu pun di dunia ini yang dapat menyangkal dominasi industri elektronik
Jepang. SONY, TOSHIBA, PANASONIC dan SHARP untuk TV dan audio.
Apa yang mereka lakukan untuk mencapai itu semua? Yang mereka lakukan
bukan hal yang rumit, bukan menjiplak berbagai teori ekonomi dari Barat, tetapi
membakar semangat tenaga kerja dan integritas tentang “etika bisnis” yang timbul
dari pemikiran Ishida Baigan pada abad ke 18, kemudian diajarkan secara luas
pada sekolah-sekolah Ishida yaitu Sekimon Shin-gaku, mengajarkan etika
kejujuran dalam mengejar laba, dan profesionalisme di dalam bekerja, telah
berhasil dengan sangat efektif.
Kemudian ditambah dengan pemikiran yang dicetuskan oleh Shibusawa Eichi
pada awal abad ke 20 yaitu semboyan : “hasilkan panen yang bermutu tinggi, dan
jual!”, telah berhasil membentuk masyarakat Jepang menjadi “masyarakat
produksi” yang mementingkan kualitas, sehingga mereka menerapkan konsep
pengendalian mutu terpadu (total quality control), bukan hanya untuk industri,
tetapi berawal dari teknik produksi pertanian. Bila anda pernah melihat filem
dokumenter tentang petani labu dan semangka di salah satu daerah Hokkaido
(bagian utara Jepang), anda akan melihat bagaimana kerja keras ”paguyuban
petani semangka” untuk menghasilkan semangka yang berkualitas, sehingga dapat
diterima dan dijual pada supermarket dan department store di Tokyo.
Bahkan dewasa ini ada pameo dikalangan dunia usaha internasional, mengatakan,
kalau ingin memasarkan barang hasil produksinya ke pasar global, lakukan dulu
test jual di Jepang. Apabila kualitasnya sudah diakui di Jepang, maka pasti,
kualitas barang tersebut akan diterima di pasar internasional. Mengapa demikian?
bangsa Jepang adalah bangsa yang paling rewel dan jelimet akan kualitas. Mereka
sungguh-sungguh menerapkan philosopy bahwa pelanggan adalah raja, sehingga
mereka menerapkan konsep “product liability”, yaitu tanggung jawab terhadap
konsumen yang mengalami resiko akibat memakai produksi mereka. Untuk itu,
Jepang tidak pernah berhenti melakukan perbaikan. KAIZEN, adalah budaya kerja
mereka, yang bahkan sering tidak mereka sadari bahwa mereka memiliki budaya
tersebut.
Di tahun 1950-an, Masaaki Imai, bekerja di Japan Productivity Center di
Washington DC. mengantar sekelompok pengusaha Jepang yang sedang
mengunjungi perusahaan Amerika untuk mempelajari “rahasia produktivitas
industri Amerika. Toshiro Yamada, sekarang pensiunan profesor di Faculty of
Engineering di Universitas Kyoto, adalah salah seorang anggota kelompok belajar
yang mengunjungi Amerika Serikat untuk mempelajari industri kendaraan. Belum
lama berselang anggota kelompoknya berkumpul kembali untuk merayakan ulang
tahun perak perjalanan mereka.
Di meja perjamuan Yamada mengatakan bahwa, belum lama ini ia kembali ke
Amerika Serikat dalam “perjalanan sentimentil” untuk meninjau kembali
beberapa perusahaan yang telah dikunjunginya, di antaranya pabrik baja River
Rouge di Dearborn, Michigan. Dengan menggelengkan kepalanya karena heran,
ia berkata, “Tahukah Anda bahwa bahwa pabrik itu tetap sama seperti 25 tahun
yang lalu”.
Ia juga bercerita tentang kunjungan ke Eropa akhir-akhir ini, di mana ia telah
memimpin sekelompok pengusaha dalam sebuah penelitian tentang perusahaan
genteng dan ubin. Waktu mereka mengembara dari satu perusahaan ke perusahaan
lain, anggota kelompoknya menjadi semakin gelisah dan kecewa atas sarana
“kuno” yang diterimanya.
Kelompok tersebut heran ketika menemukan bahwa pabrik-pabrik masih
mempergunakan ban berjalan, dan bahwa baik kayawan maupun pengunjung
harus berjalan melangkahi ban berjalan atau berjalan dengan membungkukkan
badan di bawahnya, membuktikan bahwa tidak ada tindakan pengamanan. Salah
seorang anggota berkata “Bila mereka tidak memperhatikan keselamatan
karyawan, maka di sana tidak ada manajemen”. Di Jepang modern jarang
dijumpai ban berjalan. Bila masih dipergunakan juga, maka ban berjalan
dirancang sedemikian rupa sehingga seseorang tidak perlu berjalan melangkahi
ataupun berjalan dengan membungkukkan badan di bawahnya.
Walaupun demikian Yamada juga menyatakan bahwa sarana di universitas Barat
dan lembaga riset lebih maju keadaannya, dan bahwa proyek riset Barat kaya akan
daya cipta dan kreativitas.
Belum lama ini dia mengadakan perjalanan ke Amerika Serikat dengan Fujio
Umibe, specialis kepala pada Toshiba Research and Development Center. Umibe
bercerita tentang pertemuannya dengan teman sekerjanya dari salah satu
perusahaan Toshiba yang terpencil di Jepang. Setelah mendengar bahwa Umibe
belum meninjau kembali perusahaan tersebut selama hampir sepuluh tahun,
temannya menegurnya, katanya: “Anda harus datang dan meninjaunya. Anda
tidak akan mengenalinya sekarang!” Sebagai bukti dia diberitahu bahwa
seperempat bagian dari lini produksi pada salah satu perusahaan Toshiba telah
diubah sewaktu perusahaan itu ditutup selama seminggu pada liburan musim
panas tahun 1984.
Pembicaraan ini membuat dia berpikir tentang perbedaan besar antara ancangan
manajer Jepang dengan Barat terhadap cara kerja mereka. Tidak mungkin
perusahaan Jepang tetap tidak berubah selama waktu seperempat abad.
Sudah lama dia mencari konsep kunci untuk menerangkan kedua ancangan
manaje-men yang sangat berbeda itu. Suatu konsep yang juga dapat membantu
menerangkan bagaimana banyak perusahaan Jepang memperoleh keunggulan
kompetisi yang sedemikian hebat. Misalnya, bagaimana menerangkan kenyataan
bahwa walaupun kebanyakan gagasan baru datang dari Barat dan beberapa
perusahaan lembaga, dan teknologi yang paling mutakhir ada di sana, toh masih
ada perusahaan yang tidak berubah sejak 1950?
Perubahan adalah hal yang yang lazim. Belum lama ini seorang eksekutif
Amerika dalam sebuah perusahaan multinasional bercerita bahwa pada awal rapat,
panitia eksekutif, pimpi-nan perusahaannya berkata: “Tuan-tuan, tugas kita ialah
memanajemeni perubahan. Bila kita gagal, kita harus mengubah manajemennya.”
Eksekutif itu tertawa dan berkata: “Kami semua memahami maksudnya!”
Perubahan juga merupakan gaya hidup orang Jepang. Tetapi apakah kita berbicara
tentang perubahan yang sama sewaktu kita berkata tentang memanajemeni
perubahan atau manajemen perubahan lainnya? Dia menyadari bahwa mungkin
ada beberapa jenis peru-bahan: bertahap dan mendadak. Walaupun kita dapat
melihat dengan jelas perbedaan kedua jenis perbedaan ini di Jepang, tetapi
perubahan bertahap tidak begitu jelas terlihat dalam gaya hidup orang Barat.
Bagaimana kita dapat menerangkan perbedaan ini?
Pertanyaan ini mendorongnya menyimak tentang nilai. Mungkinkah perbedaan
sistem nilai di Jepang dan di Barat yang menjadi alasan adanya perbedaan sikap
mereka terhadap perubahan dan perubahan mendadak? Perubahan mendadak
dapat dilihat dengan jelas oleh setiap orang dan mereka biasanya menyukainya.
Hal ini umumnya berlaku baik di Jepang maupun di Barat. Tetapi bagaimana
halnya dengan perubahan bertahap? Pernyataannya yang terdahulu bahwa tidak
mungkin perusahaan Jepang tetap tidak mengalami perubahan selama bertahun-
tahun, mengacu baik kepada bertahap maupun perubahan mendadak.
Setelah menyimak kembali semua ini, dia menarik kesimpulan bahwa kunci
perbedaan antara pandangan orang Barat dan orang Jepang terhadap perubahan
terletak pada konsep KAIZEN – sebuah konsep yang begitu lazim dan masuk akal
bagi kebanyakan manajer Jepang sehingga mereka bahkan sering tidak menyadari
bahwa mereka memilikinya! Konsep KAIZEN menerangkan mengapa perusahaan
Jepang mustahil tidak mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Selain itu,
setelah bertahun-tahun mempelajari praktik bisnis orang Barat, dia menarik
kesimpulan bahwa konsep KAIZEN tidak ada atau sedikit sekali diterapkan dalam
perusahaan Barat saat ini. Lebih buruk lagi, mereka menolaknya tanpa terlebih
dahulu mempelajari apa manfaatnya. Hal ini merupakan gejala “tidak ditemukan
di sini” yang kuno. Akibat kekurangan konsep KAIZEN-lah maka sebuah pabrik
Amerika atau Eropa tidak mengalami perubahan selama seperempat abad.
1. Pengertian Kaizen
Karena tidak ada paku, ladam hilang. Karena tidak ada ladam kuda hilang. Karena
tidak ada kuda, jenderal hilang. Karena tidak ada jenderal, tentara hilang. Karena
tidak ada tentara, pertempuran kalah. Karena kalah dalam pertempuran, perang
kalah. Karena kalah perang, Negara hilang. Karena semua itu karena tidak ada
paku. (Sheila cane, 1998:265)
Kaizen telah menjadi bagian dari teori manajemen Jepang di pertengahan tahun
1980-an dan para konsultan manajemen di Barat dengan cepat mengambil dan
menggunakan istilah Kaizen untuk diterapkan dalam praktek manajemen secara
luas, yang pada pokoknya Kaizen dianggap milik Jepang dan cenderung membuat
perusahaan Jepang menjadi kuat di bidang peningkatan yang terus-menerus
dibandingkan yang terus menerus dibandingkan dengan inovasi.
Gambar 1 : Kaizen
Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan Total
Quality Management (TQM). Bahkan sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau
sebelum system mutu dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan maka filosofi
ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga perbaikan secara terus menerus (Just in
time) ini adalah usaha yang melekat pada filosofi TQM itu sendiri. Sehingga
Kaizen bisa juga merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan
terintegrasi yang memiliki ciri khas :
a) Berorientasi pada pelanggan.
b) Pengendalian mutu secara menyeluruh (Total Quality Management)
c) Robotik
d) Gugus kendali mutu
e) System saran
f) Otomatisasi
g) Displin ditempat kerja
h) Pemeliharan produktiftas
i) Kanban (pengontrol inventory)
j) Penyempurnaan dan perbaikan mutu
k) Tepat waktu
l) Tanpa cacat
m) Kegiatan kelompok kecil
n) Hubungan kerjasama antara manajer dan karyawan
o) Pengembangan produk baru
c) Menghilangkan pemborosan
untuk menghindari pemborosan pada persediaan, pembelian dan penjadwalan
dengan menggunakan system kartu kanban yang smendukung system produksi
tarik, selain menghasilkan produksi dengan baik sejk awal yaitu pantang
menerima, pantang memproses dan pantang menyerahkan produk cacat dengan
bekerjasama dengan pemasok dengan persediaan yaitu mengurangi jumlah barang
yang dating, menghilangkan persediaan penyangga, mengurangi biaya pembelian,
memperbaiki penanganan bahan baku, tercapainy persediaan dalam jumlah kecil
dan mendapatkan pemasok yang dapat dipercaya.
g) Menghilangkan ketidakpastian
untuk menghilangkan ketidakpastian dengan pemasok dengan cara menjalin
hubungan abadi dan memilki satu pemasok yang lokasinya berdekatan dengan
perusahaan yang masih kerabat dengan pemilik perusahaan, sedang dalam proses
produksi dengan cara menerapkan system produksi tarik dengan bantuan kartu
kanban dan produksi campur merata (Heijunka).
h) Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang.
Karakteristik pemeliharaan dengan berpegang pada kontrak jangka panjang,
memperbaiki mutu, fleksibilitas dlm mengadakan pesnan barang, pemesanan dlam
jumlah kecil yang dilakukan berkali-kali, mengadkan perbaikn secara terus
menerus dan berkesinambungan.
Istilah lain yang bertujuan mengimbangi system kaizen ini adalah reengineering
yaitu mengadakan perombakan proses bisnis secara total sampai keakar-akarnya
dan system ini diciptakan Amerika untuk mengejar ketinggalannya dari Jepang
yang pernah dibantu ekonominya, baru kalau perombakan ini telah dilakukan
maka pemeliharaan dan peningkatan secara terus menerus dan berkesinambungan
dapat dilaksanakan. Bisa juga menerapkan konsep benchmarking yaitu cara untuk
mengadakan perbaikan dengan meniru praktek bisnis terbaik dikelasnya, baik
untuk produksi, jasa maupun proses dan sistemnya.
b) MURA
Menurut terminologi diartikan sebagai ketidak merataan, ketimpangan, tidak
teratur.Hal ini dapat dihindari melaui penerapan sistem J I T (Just In Time)
terkhusus untuk bidang inventory. Metode J I T :
1) Supplay barang yang benar
2) Dalam jumlah yang benar
3) Menggunakan Metode F I F O (First in First Out).
c) MURI
Secara terminologi diartikan sebagai pembebanan yang berlebihan, keterpaksaan,
atau melampaui batas yang diberikan kepada sumber daya. Kejadian ini dapat
dihindari melalui pemberian spesifikasi atau standar kepada suatu produk atau
Sumber daya.
Dalam dunia manufaktur dapat diterapkan : Aliran material yang logis, Langkah
proses yang berulang dgn proses mesin atau metode rasional untuk melakukannya,
Tack Time( lamanya waktu proses yang rasional) dan ketahanan yang
diperbolehkan.
Pemborosan karena beban yang berlebihan. Ilustrasinya sebagai berikut: Bila kita
memiliki 10 karung beras masing-masing 30 kg. Lalu kita juga memiliki troli
dengan kapasitas 120 kg per sekali angkut. So, bila kita memindahkan beras 2 kali
atau 1 kali angkut sekaligus, kelebihan beban itu mengakibatkan roda troli patah
atau shaft rodanya bengkok. Akhirnya, kita tidak memiliki toli lagi, dan ini adalah
biaya atau pemborosan karena kita harus memperbaiki troli atau membeli troli
yang baru.Contoh : Spesifikasi sebuah truk adalah dibebani sampai 15 ton (max)
tetapi aktual tiap harinya dibebani sampai 20 ton.
Kerja yang distandarisasi akan mendorong anda mengamati : Energomis dan
keselamatan kerja, Efisiensi biaya, Mutu dan produtifitas. Bila orang mengetahui
standarisasinya dan urutan kerja yang distandarisasi maka akan mengahsilkan :
Antusiasme karyawan meningkat, Mutu dan produktifitas akan meningkat,
Efisiensi Biaya dapat dilakukan.
Maka, setiap kali kita selesai melaksanakan sesuatu atau menyelesaikan sebuah
proyek. Kita perlu bertanya, apakah ada mura, muri, dan muda yang perlu
dihilangkan? Lalu, kita bisa tanyakan pada diri sendiri:
• Apa yang perlu ditingkatkan?
• Apa yang perlu dikurangi/dihemat?
• Apa yang perlu dihilangkan?
• Apa yang perlu diadakan?
Empat pertanyaan evaluatif ini akan membuat kerja kita hari demi hari makin
efisien. Dan jika kita terapkan setiap hari, bukankah akan meningkatkan kinerja
kita?
Ada pun manfaat yang diperoleh perusahaan jika memanfaatkan sikap kerja 5S
yaitu :
• keamanan. Dengan adanya pemilihan dan penataan maka barang-barang dan
kelengkapan kerja yang digunakan tersedia dan mengurangi angka kecelakaan
kerja yang disebabkan oleh kesalahan manusia (Human Factor). Misalnya
mencegah terpeleset dan kebakaran dari kebocoran minyak.
• Kondisi kerja yang rapi. Dengan kondisi kerja yang rapi, produktivitas
meningkat.
• Efisiensi. dianalogikan sebagai koki masak terkenal, pelukis yang terkenal
mereka memelihara peralatan mereka. Tidak ada pisau yang berkarat. Tidak ada
kuas yang kusut. Sehingga saat digunakan peralatan tersebut selalu tersedia dan
siap digunakan. Jika di industri maka efisiensi mesin menjadi tinggi dan
mengurangi waktu macet mesin.
• Mutu. Industri Elektronik dan mesin memerlukan tingkat presisi dan kebersihan
yang tinggi. Setitik kotoran dapat menyebabkan kecacatan sebuah produk. dengan
adanya 5S maka kualitas akan terjaga.
Di indonesia sendiri, sudah banyak perusahaan-perusahaan yang mengadopsi dan
sudah menggunakan prinsip dari 5S itu sendiri. Namun seperti diketahui secara
teori penerapan 5S itu mudah namun pelaksanaannya memerlukan usaha dan
waktu. Pelaksanaannya harus terintegrasi dari Top-Down management.
Sebenarnya 5S ini bisa diterapkan di mana saja, tidak harus diterapkan di
lingkungan kerja. Di lingkungan rumah pun bisa diterapkan. misalnya mencuci
piring setelah makan, membersihkan barang sesudah dipakai, Menempatkan
peralatan dan segala sesuatu pada tempatnya, memperhatikan sesuatu sehingga
anda tidak akan selalu mencarinya. Misalnya, mengetahui dimana letak sendok,
garpu dan piring. Tujuan dari 5S adalah menjaga sesuatu dalam kondisi terbaik.
c. Check
1. Evaluasi hasil proyek
• Bertujuan untuk efektivitas proyek tersebut
• Membandingkan target dengan hasil pencapaian proyek (data yang dikumpulkan
dan teknik pengumpulan data harus sama)
• Target yang ingin dicapai 80%
• Teknik yang digunakan: observasi dan survei
• Alat yang digunakan: kamera dan kuisioner
2. Membuat kesimpulan proyek
• Hasil menjanjikan namun perlu perubahan
• Jika proyek gagal, cari penyelesaian lain
• Jika proyek berhasil, selanjutnya dibuat rutinitas
d. Action
1) Standarisasi perubahan
• Pertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan
• Revisi proses yang sudah diperbaiki
• Modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada
• Komunikasikan kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang
dilakukan.
• Lakukan pelatihan bila perlu
• Mengembangkan rencana yang jelas
• Dokumentasikan proyek
2) Memonitor perubahan
• Melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur
• Alat yang digunakan.
7. Konsep Kaizen
Dalam konsep berpikir Kaizen:
• Masalah adalah kumpulan sesuatu yang berharga dan orang bukan masalah.
Yang benar, jadikan orang menjadi pemecah masalah. Kalau tidak mengalami
kesulitan, “ide perbaikan” tidak akan muncul.
• Bila ada kesalahan segera perbaiki. Pertanyakan cara kerja yang sekarang, lebih
baik memikirkan cara untuk melaksanakan perbaikan dari pada mencari alasan
mengapa tidak bisa. Hindarkan alasan-alasan/teori klasik.
• Jangan mengandalkan uang untuk Kaizen, lebih baik melakukan Kaizen
pekerjaan dulu dari pada equipment. Dan yang terpenting, jangan menunggu
sempurna, 50% OK, segera lakukan.
• Lihat dengan mata kepala sendiri, cari penyebab sesungguhnya dengan jujur
dengan menanyakan 5 kali mengapa-mengapa-mengapa-mengapa dan mengapa,
sehingga akar permasalahan dapat diketahui dengan baik.
• Kaizen itu tidak terbatas, karena ruang yang paling luas di dunia ini adalah ruang
untuk membuat perbaikan. Dibanding ‘pengetahuan’ 1 orang masih lebih baik
‘ide’ 10 orang.
• Dalam melakukan Kaizen, keselamatan dan kualitas jangan dilupakan.
Inilah sedikit pengenalan Kaizen yang telah banyak memberikan keuntungan bagi
perusahaan seperti Toyota. Padahal pada prinsipnya, Kaizen dapat dilakukan
dalam bidang apa saja termasuk rumah tangga.
Salah satu tujuan dari konsep kaizen adalah untuk mengurangi sampai
menghilangkan waste dalam proses produksi. Waste tersebut ada tujuh macam,
yaitu:
• Waste dalam transportasi
• Waste dalam proses
• Waste dalam inventori
• Waste dalam gerakan:
• Waste akibat cacat produk;
• Waktu karena menunggu;
• Produksi yang berlebihan.
8. Penerapan Kaizen
Dalam menerapkan Kaizen, para pemimpin perusahaan/organisasi di Jepang
berpegang pada dua prinsip. Pertama, perlu proses atau cara kerja yang baik untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan proses atau cara kerja demikian, kita
bisa bekerja lebih cekatan (bukan bekerja lebih berat). Untuk mendapatkan proses
yang baik, para pemimpin perusahaan perlu mengetahui sumber masalah-masalah,
kemudian meminta ide/gagasan/solusi dari semua karyawannya. Bagaimanapun
juga, merekalah yang menjalani pekerjaan sehari-hari/dekat dengan pekerjaannya.
Biasanya, solusi terbaik adalah solusi yang paling sederhana, logis, dan mudah
dilaksanakan. Kedua, memilih gagasan-gagasan yang bisa dilaksanakan,
“mengeksekusinya”, dan bersabar menunggu hasilnya.
Tahukah Anda, perusahaan otomotif raksasa, Toyota, menerima 2 juta ide per
tahun, dari para karyawannya! Sebanyak 80% berhasil dilaksanakan. Ternyata,
satu perbaikan kecil dapat menghasilkan akibat yang besar! Waktu dan uang dapat
dihemat. Para karyawan pun semakin bersemangat kerja, karena mereka melihat
ide-ide mereka diterima dan dilaksanakan oleh perusahaan.
9. Prinsip-prinsip Kaizen
Kaizen mengandung sepuluh prinsip, yaitu:
• Berfokus pada Pelanggan.
Fokus utama Kaizen adalah kualitas produk, tetapi tujuan terpenting Kaizen
adalah kepuasan pelanggan. Segala sesuatu / aktivitas yang tidak menambah nilai
produk atau meningkatkan kepuasan pelanggan merupakan pengeluaran biaya
yang tidak perlu.
• Mengadakan Peningkatan Secara Terus Menerus.
Dalam kaizen, suatu keberhasilan bukanlah hasil akhir tetapi merupakan awal
untuk melangkah ketahap berikutnya karna suatu keberhasilan merupakan factor
dalam meningkatkan semangat untuk mencapai keberhasilan yang lain.
• Mengakui Masalah Secara Terbuka.
Membangun budaya yang tidak saling menyalahkan. sehingga para karyawan
dalam perusahaan kaizen dapat mengakui kesalahan secara terbuka, dengan sadar
menunjukkan kelemahan dari prosesnya dan meminta bantuan jika tidak mampu
mengatasinya. Keterbukaan tersebut merupakan suatu kekuatan yang bisa
mengendalikan dan mengatasi berbagai masalah dengan cepat serta meningkatkan
kesempatan-kesempatan perbaikan.
• Mempromosikan Keterbukaan.
Ilmu pengetahuan bagi Kaizen adalah untuk saling dibagikan dan hubungan-
¬hubungan komunikasi yang mendukungnya merupakan sumber efisiensi.
• Menciptakan Tim Kcrja.
Dalam kaizen, tim adalah fondasi yang membentuk struktur organisasi. Melalui
keikut-sertaan para karyawan dalam tim, perusahaan mendapatkan keuntungan
dari karyawannya. Kerjasama tim ini dapat menanamkan rasa saling memiliki,
tanggung jawab kolektif, dan berorientasi pada perusahaan serta dapat
memperkuat keterbukaan, saling berbagi dan komunikasi.
• Memanajemeni Proyek Melalui Tim Fungsional-silang.
Proyek perusahaan kaizen direncanakan dan dilaksanakan dengan menggunakan
sumber daya antar-departemen atau fungsional-silang serta sumber daya yang
berasal dari luar perusahaan. Hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya.
mengontrol pemborosan sampai tingkat tertentu serta memuaskan pelanggan.
• Memelihara Proses Hubungan yang Benar.
Perusahaan Jepang melakukan segala sesuatu yang mampu mereka lakukan
supaya terpelihara keharmonisan dalam hubungan antar-manusia terutama Para
staf, manajer dan Para pemimpin tim. Hubungan tersebut dapat menumbuhkan
loyalitas dan komitmen dari karyawan.
• Mengembangkan Disiplin Pribadi.
Disiplin pribadi di tempat kerja merupakan sifat alamiah orang Jepang.
• Memberikan Informasi pada Semua Karyawan.
Berbagi informasi merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan Kaizen.
Deegan memberikan informasi yang penting pada setiap orang maka tantangan
perusahaan berubah menjadi tantangan pribadi. Informasi ini juga merupakan
langkah penting untuk menciptakan budaya berdasarkan pengetahuan.
• Memberikan Wewenang Kepada Setiap Karyawan.
Dalam pelaksanaan kaizen, setiap karyawan diberikan wewenang untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan kata lain melibatkan peran
karyawan dalam melakukan peningkatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya dan sejarah adalah salah factor yang bisa
membuat sebuah bangsa maju dan berkembang. Hal ini juga terjadi pada
masyarakat Jepang, yang mana dengan filosofi samurai (jalan samurai), sebagai
pandangan hidup dan pegangan, dapat mengangkat mereka yang pernah kalah
telak pada Perang Dunia II.
Budaya ini telah mengakar kuat di benak masyarakat Jepang, sehingga mereka
bisa menghasilkan strategi Kaizen sebagai manajemen hidup ataupun dalam
menjalankan bisnis industry dan lain sebagainya.