Anda di halaman 1dari 7

TUGAS BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

Disusun Oleh:

Jalu Wikan Wisnumurti 23030116170001

PROGRAM STUDI S-1 AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
Budidaya Padi SRI (System Rice Intensification)

SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas


padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara,
terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di
beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali ditemukan
secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr. Henri de
Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup
bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam
bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI.
Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification
disingkat SRI. Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM
Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell
International Institution for Food, Agriculture and Development
(CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di
sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US
Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia,
Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif. Metode SRI ini
sangat ramah lingkungan, sangat hemat dalam pemakaian air dan ekonomis dalam
penggunaan benih.
Menurut beberapa hasil penelitian, hasil yang diperoleh dengan sistem SRI
ini sangat tinggi, lebih tinggi daripada dengan metode konvensional biasa. (Zheng
et al., 2004) menyatakan bahwa sistem SRI dapat menghasilkan padi sampai 12
ton ha-1. SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff
(Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di
Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar
Madagaskar. Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada
beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang
menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani
memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Lebih lanjut
(Mutakin, 2008) menyatakan bahwa sementara metode konvensional hanya
memberikan rata-rata hasil antara 2 – 4 ton ha-1, metode SRI dapat menghasilkan
rata-rata hasil antara 7 – 8 ton ha-1, bahkan sampai 15 ton ha-1. Metode SRI
minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa
dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima
metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI tanaman
diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan
diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam
tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan
pertumbuhannya. Metoda SRI ini dinamakan bersawah organik dan menghasilkan
padi / beras organik karena mulai dari pengolahan lahan, pemupukan hingga
penanggulangan serangan hama sama-sekali tidak menggunakan bahan-bahan
kimia. Dari hasil penelitian dan percobaan oleh para ahli selama bertahun-tahun di
berbagai negara menunjukan bahwa hasil yang diperoleh dengan metoda SRI
sangat tinggi jika sepenuhnya tidak memakai bahan-bahan sintetis
(kimia/anorganik) baik untuk pupuk maupun untuk pembasmi hama dan penyakit
padi.
Manfaat sistem SRI yaitu sebagai berikut :
1. Hemat air (tidak digenang), air yang dibutuhkan hanya 20-30 % dari
kebutuhan air untuk cara konvensional.
2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan
keseimbangan ekologi tanah.
3. Membentuk petani yang mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli
dilahannya sendiri, dan tidak tergantung pada pupuk dan pestisida kimia
buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.
4. Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan
meningkatkan pendapatan keluarga petani.
5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak
mengandung residu kimia.
6. Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang.
Budidaya Padi Jajar Legowo

Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi


tanaman dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki
barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada
barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo
merupakan salah satu rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Sistem tanam jajar legowo juga merupakan
suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki
jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Sistem
tanam jajar legowo menjadikan semua tanaman atau lebih banyak menjadi
tanaman pinggir. Tanaman pinggir akan memperoleh sinar matahari lebih banyak,
sirkulasi udara yang lebih baik, dan tanaman akan memperoleh unsur hara yang
lebih banyak dibandingkan dengan cara tanam tegel (Yunizar et al. 2012). Seperti
diketahui bahwa tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan
tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh
intensitas sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir). Adanya
lorong kosong pada sistem legowo mempermudah pemeliharaan tanaman, seperti
pengendalian gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah.
Menurut (Salahuddin et al., 2009), jarak tanam mempengaruhi panjang malai,
jumlah bulir per malai, dan hasil per ha tanaman padi.

Ada beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo yang secara umum dapat
dilakukan yaitu ; tipe legowo (2 : 1), (3 : 1), (4 : 1), (5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya
yang sudah ada serta telah diaplikasikan oleh sebagian masyarakat petani di
Indonesia. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian diketahui jika tipe sistem tanam jajar legowo terbaik dalam
memberikan hasil produksi gabah tinggi adalah tipe jajar legowo (4:1) sedangkan
dari tipe jajar legowo (2 : 1) dapat diterapkan untuk mendapatkan bulir gabah
berkualitas benih. Orientasi pertanaman jajar legowo meskipun pada populasi
yang sama berpeluang menghasilkan gabah yang lebih tinggi karena lebih
banyaknya fotosintesis yang terjadi, karena lebih efektifnya pertanaman
menangkap radiasi surya dan mudahnya difusi gas CO2 untuk fotosintesis. (Lin et
al., 2009) menyatakan jarak tanam yang lebar dapat memperbaiki total
penangkapan cahaya oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil biji. Lebih
lebarnya jarak antar barisan dapat memperbaiki total radiasi cahaya yang
ditangkap oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil. Oleh sebab itu, penerapan
sistem tanam jajar legowo yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat
hampir dapat dipastikan akan meningkatkan produktivitas tanaman padi dan
keuntungan bagi petani, sedangkan perluasannya secara nasional dapat
meningkatkan produksi padi. Menurut Sohel et al. (2009), jarak tanam yang
optimum akan memberikan pertumbuhan bagian atas tanaman dan pertumbuhan
bagian akar yang baik sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak cahaya
matahari serta memanfaatkan lebih banyak unsur hara. Sebaliknya, jarak tanam
yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman yang
sangat hebat dalam hal cahaya matahari, air, dan unsur hara. Akibatnya,
pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman rendah.
Adapun manfaat dan tujuan dari penerapan sistem tanam jajar legowo
adalah sebagai berikut :
1. Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 % yang diharapkan
akan meningkatkan produksi baik secara makro maupun mikro.
2. Dengan adanya baris kosong akan mempermudah pelaksanaan
pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yaitu
dilakukan melalui barisan kosong/lorong.
3. Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama
tikus. Pada lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang suka tinggal di
dalamnya dan dengan lahan yang relatif terbuka kelembaban juga akan
menjadi lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan.
4. Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam
barisan.
5. Dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah
kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir
dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang
berada pada barisan pinggir. Semakin banyak intensitas sinar matahari yang
mengenai tanaman maka proses metabolisme terutama fotosintesis tanaman
yang terjadi di daun akan semakin tinggi sehingga akan didapatkan kualitas
tanaman yang baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.
DAFTAR PUSTAKAN

Lin, XQ, D.F. Zhu, H.Z. Chen, and Y.P. Zhang. 2009. Effects of plant density and
nitrogen application rate on grain yield and nitrogen uptake of super hybrid
rice. Rice Science 16(2):138-142.

Mutakin, Jenal. 2008. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik dengan Metode
SRI. Garut

Salahuddin, K.M., S.H. Chowhdury, S. Munira, M.M. Islam, & S. Parvin. 2009.
Response of nitrogen and plant spacing of transplanted Aman Rice.
Bangladesh J. Agric. Res. 34(2): 279-285.

Sohel M. A. T., M. A. B. Siddique, M. Asaduzzaman, M. N. Alam, & M.M.


Karim, 2009. Varietal Performance of Transplant Aman Rice Under
Different Hill Densities. Bangladesh J. Agric. Res. 34(1): 33-39.

Yunizar dan A. Jamil 2012. Pengaruh sistem tanam dan macam bahan organik
terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah di daerah Kuala Cinaku,
Kabupaten Indragiri Hulu Riau. Prosiding Seminar Nasional Hasil
Penelitian Padi. Balai Besar Penelitian Padi. Badan Litbang Pertanian. Buku
3.

Zheng Z, Bao B, Jian Y, Xiu T. 2004. Studies On Chemical Constitutents In


Roots Of Jasminum sambac. Zhongguo Zhong Yao Za Zhi.

Anda mungkin juga menyukai