Anda di halaman 1dari 12

FIS 40 (1) (2013)

FORUM ILMU SOSIAL


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/forum ilmu sosial JURNAL
FORUM ILMU SOSIAL

PENENTUAN LOKASI PRIORITAS PENANGANAN KASUS DEMAM


BERDARAH DI KOTA SEMARANG BERBASIS SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS

Ariyani Indrayati, Wahyu Setyaningsih*


Jurusan Geografi FIS Unnes, Semarang, Jawa Tengah Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel Beranjak dari keprihatinan mengenai tingginya angka kesakitan akibat demam
Diterima Mei 2013 berdarah dengue (DBD) di Kota Semarang, yaitu mencapai 2.685 orang
Disetujui Juni 2013 hingga akhir Juli tahun 2009 maka penelitian ini dilakukan. Metode dasar
Dipublikasikan Juni 2013 yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
pendekatan yang bersifat deskriptif.Penelitian ini menemukan bahwa pola
Keywords: distribusi keruangan Kasus DBD di Kota Semarang, cenderung
dengue hemorrhagic fever (DHF), mengelompok. Faktor Lingkungan yang berpengaruh adalah: suhu, curah
GIS, hujan, kelembaban udara, jarak sungai, topografi, kepadatan penduduk,
kepadatan pemukiman dan daya terbang nyamuk Aedes aegypti. Hampir
semua lokasi di kelurahan-kelurahan yang ada di Kota Semarang masuk
dalam prioritas pertama penanganan DBD karena melebihi angka kesakitan
nasional.Oleh karenanya disarankan penelitian lanjutan dengan arena dan
skala yang lebih detail, apakah di tingkat kecamatan atau kelurahan.

Abstract
Moving from concern about the high rate of morbidity due to dengue
hemorrhagic fever (DHF) in the city, which reached 2,685 people until
late July of 2009, this research is done. The basic method used in this
research is the approach that is deskriptif.This method research is found
that the spatial distribution pattern of dengue cases in the city, tend to
cluster. Factors that influence the environment: temperature, precipitation,
humidity, river distance, topography, population density, residential
density and power flying mosquito Aedes aegypti. Almost all in sub-urban
locations in the city of Semarang included in the first priority because it
exceeds the handling of dengue morbidity nasional.Therefore
recommended further research with larger scale arena and detail, whether
at the district or sub-district level.

2013 Universitas Negeri Semarang

* Alamat korespondensi
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang
email: ariyani.ideas@gmail.com

56 Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013


PENDAHULUAN prioritas pada kecamatan tertentu, belumsampai
Sejumlah media masa melaporkan bahwa pada lokasi yang lebih rinci. Penelitian ini akan
hingga akhir Juli tahun 2009, jumlah penderita menganalisis distribusispasialdan temporalkasus
DBD di Kota Semarang mencapai 2.685 orang, Demam Berdarah diKota Semarang pada bulan
hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari Juli–Desember tahun 2010. Gambaran spasial
tahun sebelumnya, (http:// yang nantinya diperoleh mengenaikasus Demam
www.semarangkota.go.id). Tahun sebelumnya, Berdarah (DB) diharapkanmenjadi acuan dalam
yaitu tahun 2008 kasus demam berdarah di Kota mengidentifikasi faktor-faktor risiko keruangan
Semarang pada tercatat sebanyak 3.368 kasus terhadap penyebaran DB tersebut.
dan hal ini merupakan jumlah kasus tertinggi Sampai dengan saat ini pemerintah maupun
dalam kurun 15 tahun terakhir. Hal ini sangat lembaga-lembaga lainnya yang terkait belum
memprihatinkan karena berdasarkan informasi melakukan studi yang mendalam berdasarkan
yang terakhir diperoleh bahwa Kota Semarang, aspek spasial (keruangan) mengenai distribusi
merupakan Kota dengan jumlah kasus DBD lokasi dari kasus-kasus demam berdarah yang
terbanyak kedua diIndonesia setelah Bali, (http:/ terjadi. Padahal kasus-kasus demam berdarah
/eniharyanti.com). Berdasarkan kenyataan sangat erat kaitannya dengan kondisilingkungan,
tersebut maka penelitianmengenaiDBD inisangat yang artinya analisis spasial yang mengacu
penting untuk dilakukan. kepada lokasi, dan analisis ekologikal yang
Hal bahwa bulan Juli sebagai puncak DBD mengacu pada interaksi manusia dengan
ini, secara umumrelatif sesuai dengan kebiasaan lingkungannya menjadi halyang sangat penting
bahwa pada bulan Juli danAgustus merupakan untuk dilakukan.
musim nyamuk kedua setelah Maret. Hal ini Permasalahan mengenai tidak adanya
dikarenakan cuaca yang belum stabil sehingga informasi akurat yang berbasis spasial
ada kemungkinanpeningkatankasus DBD. Lebih (keruangan), tentu saja akan menyebabkan
lanjut dikatakan bahwa di Kota Semarang ini, program yang dijalankan tidak efektif, tidak
wilayah dengan kasus DBD yang cukup tinggi efisien, dan bahkan mungkin dapat terjadi salah
adalah:Tembalang, Banyumanik, Gajahmungkur sasaran. Hal ini lebih lanjut berdampak pada
dan Gunungpati. Dijelaskan bahwa selain kecilnya tingkat keberhasilan program.
lingkungan, perilaku masyarakat juga memicu Pertanyaan penelitian yang diajukan berkaitan
peningkatan kasus DBD. Misalnya perilaku dengan permasalahan di atas adalah
hidup yang tidak teratur yang berpengaruh bagaimanakah pola sebaran spasial kasus-kasus
terhadap hidup dan berkembangnya nyamuk demam berdarah yang terjadi di Kota Semarang
Aedes Aegypti. pada periode Juli-Desember 2010. Pertanyaan
Namun demikian, sampai saat ini belum berlanjut pada bagaimanakah hubungan antara
diketahui pola spasial yang terinci mengenai pola sebaran spasial kasus demam berdarah
distribusi kasus demam berdarah di Kota dengan kondisilingkunganfisiknya dankemudian
Semarang. Informasi yang ada baru menyebut lokasi-lokasi manakah yang perlu diprioritaskan
pada penanganan deman berdarah melalui

Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013 57


pengelolaan lingkungan fisiknya. Dengan kedua Seharusnya hal tersebut sudah diantisipasi oleh
analisis tersebut, yang kemudian dinamaidengan pemerintah dan setiap tahun sudah ada anggaran
analisis eko-spasial, maka akan diperoleh rutin untuk pemberantasan DBD.
informasi yang akurat mengenai lokasi-lokasi Tempat yang lebih disukai Aedes aegypti
mana yang harus diprioritaskan untuk untuk beristirahat adalah di dalam rumah, yaitu
diwaspadai, dan akan diketahui pula masyarakat yang menggantung danmemilikipermukaan licin,
mana yang harus mendapatkan prioritas untuk sepertipakaian yang digantung, gorden atau alat-
mendapatkan pro gram pendidikan alat rumah tangga. Nyamuk ini lebih menyukai
penanggulangan demam berdarah. Hal ini akan tempat yang gelap, berbau dan lembab.
sangat mendukung keberhasilan program Sedangkan Aedes albopictus lebih memilih
pemerintah yaitu melakukan pendidikan beristirahat di luar rumah, seperti perdu atau
mengenai kesadaran warga mengenai penyakit rumput-rumputan dekat tempat perindukan yang
demam berdarah yang berbasis masyarakat. tidak kena sinar matahari. Tempat perindukan
Demam berdarah (DB) atau demam yang sering dipilih nyamuk Aedes aegypti adalah
berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam kawasan yang padat dengan sanitasiyang kurang
akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan memadai, terutama digenangan air dalam rumah,
penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. seperti pot, vas bunga, bak mandi atau tempat
Penyakit inidisebabkanoleh salah satu dariempat penyimpanan air lainnya seperti tempayan, drum
serotipe virus dari genus Flavivirus, famili atau ember plastik.
Flaviviridae.Setiap serotipe cukup berbeda Aedes aegypti juga diketahui meletakkan
sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah telurnya di genangan-genangan air hujan yang
yang disebabkan beberapa serotipe beserakan di dalam atau sekitar rumah, seperti
(hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam kaleng, botol, ban bekas, talang air atau aki
berdarah disebarkan kepada manusia oleh bekas. Aedes aegypti memiliki organ
nyamuk Aedes aegypti. kemoreseptor dan mekanoreseptor, sehingga
Terdapat beberapa studi yang mengatakan dapat mengetahuitempat untuk meletakkantelur,
bahwa sebenarnya pola kejadian DB secara tempat makanan, mengenal sesama jenis,
temporal, dapat dikenali. Jika melihat data dari membedakan musuh (pemangsa) atau
Ditjen PMP dan PLP Depkes, terlihat ada menemukan lawan jenis. Dengan organ
ledakan kasus DBD setiap 5 tahun sekali.Jika fotoreseptor yang ada pada mata majemuknya
melihat fenomena tersebut maka ledakan kasus (ommatidium)Aedes aegypti dapat
setiap 5 tahunan tersebut mestinya terjadi pada membedakan warna.
tahun 2003 atau 2004, dan sekarang sudah Dari beberapa kajian diketahui bahwa
menjadi kenyataan. Dalam tahun 2004 ini data nyamuk Aedes aegypti, terutama yang betina
diDepkes tercatat sudah 5 ribu kasus DBD (data lebih menyukai benda atau obyek yang berwarna
tersebut belum dari seluruh daerah). Selain itu gelap daripada yang terang, baik untuk
harus dicatat, data itu baru data 2 bulan, padahal beristirahat atau bertelur (ovoposisi) nyamuk
puncak DBD bisa terjadi sampai bulan Mei. betina.

58 Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013


Setelah mengetahui perilaku dan sifat-sifat karena akan mencegah nyamuk betina bertelur.
nyamuk Aedes aegypti, maka seharusnya dapat Cara lain adalah dengan memutuskan daur hidup
diketahuilangkah-langkahefektifuntuk mencegah nyamuk Aedes aegypti. Tindakanyang dilakukan
penularan atau penyebaran DBD. Pengendalian adalah secara rutin mengganti atau menguras air
populasi nyamuk Aedes aegypti adalah cara pada tempat-tempat yang biasa dijadikan tempat
yang murah dan efektif untuk mencegah bertelur (perindukan) seperti tempayan, bak
penularan dan penyebaran DBD. Ada banyak mandi atau tempat penampungan air lainnya.
cara yang dapat dilakukan, misalnya
memberantas sarang nyamuk, membasmi jentik- METODE PENELITIAN
jentik (larva) untuk memutuskan daur hidupnya
Metode dasar yang dipergunakan dalam
atau membasmi nyamuk dewasa. Caranya bisa
penelitian ini adalah metode survei dengan
dilakukan dengan carakimiawi, fisik danbiologis.
pendekatan yang bersifat deskriptif, yaitu
Pemberantasan secara dengan bahan kimia
penelitian yang memusatkan diripada pemecahan
dapat dilakukan dengan memakai larutan lation
masalah yang aktual, data yang dikumpulkan
4% dengan cara pengasapan untuk membunuh
mula-mula disusur, dijelaskan dan dianalisis
nyamuk dewasa atau dengan abate temefos 1%
(Mantra, 1987). Berikut merupakan penjabaran
yang berbentuk granula pasir untuk membasmi
secara teknis tentang metode yang dipakai.
larvanya. Cara kimiawi ini yang lebih sering
Penelitianinidilakukan menggunakan urutan
dipakai. Pemakaian bahankimia ini cukup efektif,
sebagai berikut, mendesain peta dasar dengan
namun harus diwaspadai karena pasti ada
metode potong lintang, berdasarkan peta citra
dampak negatifnya. Bahan kimia tersebut dapat
Kota Semarang, yaitu menggunakan Citra Quick
berdampak langsung terhadap nyamuk Aedes
Bird, kemudian memasukkan lokasi kejadian
aegypti, misalnya membuat nyamuk kebal.Atau
berdasarkan alamat korban demam berdarah,
juga dapat berdampak terhadap ekosistem
yang di dapat dari Dinas Kesehatan. Subjek
secara keseluruhan.
adalah penderita demam berdarah yang tinggal
Sebenarnya, selain dengan bahan kimia ada
diKota Semarang dan tercatat diregister Demam
cara lain yang paling murah dan efektif untuk
Berdarah di Dinas Kesehatan Kota Semarang
mengendalikan populasi Aedes aegypti adalah
dari 1 Juli-31 Desember 2010.
dengan memberantas sarang nyamuk. Apa saja
Berdasarkan register demam berdarah yang
yang bisa menjadisarang atau tempat perindukan
memuat data demografis dan status penderita,
yang harus dihilangkan, sehingga tidak ada tempat
penelitimengumpulkankoordinat tempat tinggal
lagi bagi Aedes aegypti untuk bertelur atau
penderita menggunakan alat bantu GPS (Global
bersarang. Cara ini bisa dilakukan siapa saja.
Positioning System) merek Garmin tipe 72S
Namun cara ini akan efektif jika dilakukan setiap
yang memiliki akurasi 15 meter. Data diolah
saat tidak hanya pada musim hujan atau ketika
denganArc-Viw danArc-GIS, yang merupakan
sudah ada kasus DBD. Menutup tempat
software untuk analisis keruangan. Melakukan
penampungan air juga dapat efektif
analisis ekologis mengenai lokasi yang menjadi
mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti

Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013 59


kluster demam berdarah berdasarkan aspek selanjutnya dilakukan perhitungan, didapatkan
geografis (lingkungan). Memberikan arahan nilai sebesar Rn=0,16309179 yang jika
lokasi-lokasi menurut prioritas, dalam dibulatkan adalah sebesar 0,2 artinya pola
penanganan Demam Berdarah. sebaran keruangannya adalah clustered atau
mengelompok. Dengan diketahui polanya
HASIL DAN PEMBAHASAN mengelompok maka secara lokasi dapat
diketahui bahwa terjadi pemusatan penderita
Analisis distribusispasialdan temporalkasus
pada lokasi tertentu sehingga penanganan
tuberkulosis di Kota Semarang dilakukan pada
terhadap DBD inilebih mudah relatiflebihmudah
bulan Juli–Desember tahun 2010.Gambaran
dilakukan, dari pada jika diketahui bahwa
spasial yang nantinya diperoleh mengenai kasus
lokasinya menyebar dengan merata diseluruh
Demam Berdarah (DB) diharapkan menjadi
wilayah. Pengelolaan juga akan sulit dilakukan
acuandalammengidentifikasifaktor-faktor risiko
jika lokasinya tidak membentuk pola sama sekali,
keruangan terhadap penyebaran DB tersebut.
atau bersifat acak.
Analisis spasial dituangkan pada Gambar 1.
Kasus DBD Kota Semarang mengalami
Setelah dilakukan pemetaan yang
kenaikan yang cukup signifikan dari tahun 2009
menggunakan teknik analisis Moran, maka

Gambar 1. Analisis Pola Spasial DBD di Kota Semarang

60 Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013


yang mencapai 3.883 kasus menjadi sebanyak nasional. Kenyataan ini sudah terjadi dalam 5
5.556 kasus pada tahun 2010. Jumlah tersebut tahun terakhir.
menunjukkan kenaikan sebesar 43%. Kasus Kasus DBD Kota Semarang Tahun 2010
DBD Tahun 2010 juga merupakankasus tertinggi mencapai 5.556 kasus dengan 47
3 tahun terakhir dan tertinggi selama ada DBD kematian.Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa
di Kota Semarang. Kasus DBD bulan Maret, puncak kasus tertinggi ada di Bulan Maret, yaitu
April, Agustus, Oktober dan Nopember 2010 1.125 kasusdan terus turun sampaidengan Bulan
merupakan bulan dengankasus DBD tertinggi 3 April. Pada Mei terjadi kenaikan dan kembali
(tiga) tahun terakhir. turun sampai dengan September. Kenaikan
Sedangkan gambaran penderita DBD per terjadi kembali mulai bulan Oktober sampai
bulan dari tahun 2007 sampai dengan 2010 November dan kembali menurun pada bulan
memiliki kecenderungan fluktuatif berdasarkan Desember. Kasus terendahTahun 2010 terjadi
bulannya, namun memuncak pada bulan-bulan diBulan September. Pada bulan Oktober sampai
tertentu, terutama Maret. Yang menjadi catatan November juga mengalami kenaikan yang
adalah bahwa kasus DBD pada bulan Maret, moderat. Kasus kematian termasuk tinggi, yaitu
April, Agustus, Oktober dan Nopember 2010, 47 orang. Kasus kematian tertinggi ada di bulan
mencapai angka maksimal dalam 5 tahun Februari sebanyak 8 orang dan terendah
terahir.Hanya pada Bulan Januari 2010 kasus ditemukan pada bulan September dan Oktober.
DBD berada di bawah median kasus DBD 5 Tidak adasatu bulanpundiKotaSemarangTahun
Tahun terakhir. Untuk kasus di Kota Semarang, 2010 tanpa kematian akibat DBD. Dengan
tidak adasatu bulanpun yangmemilikikasus yang demikian DBD menjadi satu jenis penyebab
berada di bawah garis minimal kasus DBD kematianyang harus diwaspadaisepanjang tahun.

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Semarang (2009).

Gambar 2. Grafik Bulanan DBD tahun 2010

Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013 61


Kasus DBD dapat dipengaruhi oleh faktor umur yang jumlah penderita DBD paling tinggi,
umur dan jenis kelamin karena faktor tersebut yakni sebesar 28,67%, yang kedua adalah umur
ada kaitan dengan daya tahan tubuh terhadap lebih dari 15 tahun dengan penderita sebanyak
seseorang dalam penularan penyakit demam 28,43%, yang ketiga adalah umur antara 6
berdarah. Distribusi kasus DBD menurut jenis (enam) sampai 10 tahun dengan penderita
kelamin di Kota Semarang tahun 2010 dapat sebasar 25,04%, sedangkan paling terendah
dilihat pada Gambar 3. adalah umur antara 11 sampai 15 tahun yang
Berdasarkan Gambar 3,di atas kasus DBD mencapai 13.86%. Kesimpulan dari kasus
yang diderita perempuan lebih tinggi daripada tersebut adalah anak-anak balita menjadisasaran
yang diderita olehlaki-laki yaknisebesar 53,65%. penyebaran virusDBD yang paling rawan. Untuk
Penyebab kasus DBD pada perempuan lebih itu perlu kewaspadaan dini dan pengetahuan
tinggi daripada laki-laki dimungkinkan karena pencegahan-pencegahan penularan penyakit
daya kekebalan tubuh perempuan lebih rendah demam berdarah.
dari laki-laki. Kemungkinan juga disebabkan hal Analisis ekologis kondisi lingkungan
lain, misalnya aktivitas perempuan lebih sering di dilakukan pada lokasi-lokasi yang menjadi
lingkungan rumah sedangkan aktivitas laki-laki pemusatan kasus (lokasimengelompoknya kasus/
berada di tempat bekerja. Sebagaimana di kluster- kluster DB). Kluster DBD terdapat di
maklumi, data diambilberdasarkan alamat rumah kecamatan. Untuk mendapatkan gambaran awal
penderita kesakitan DBD. dari kondisi lingkungan, selanjutnya analisis
Faktor umur perlu diketahui karena daya dilakukan berdasarkan tingkatan/kategorisasi
tahan tubuh atau sistemimun (kekebalan) antara Angka Kesakitan. Gambar 5, berikut dapat
anak-anak dan orang dewasa berbeda terhadap dijadikan dasar awal melakukan diskripsi
penularan penyakit demam berdarah. Distribusi mengenaikondisilingkungan yang berhubungan
kasus DBD menurut umur di Kota Semarang dengan kasus DBD tersebut.
tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan peta (Gambar 5) memiliki unit
Berdasarkan Gambar4,diketahui bahwa analisis batas administrasi tingkat
umur 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun merupakan

Gambar 3. Diagram Kasus DBD Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010Kota Semarang

62 Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013


1 - 5 th 6 - 10 Th 11 - 15 Th > 15 Th
(%) 28.67 25.04 13.86 28.43

Gambar 4. Diagram Kasus DBD Menurut Umur Penderita

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Semarang (2010).

Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013 63


kelurahan.Terlihat bahwa hampir seluruh angka bulan Juli merupakan bulan dengan curah hujan
kesakitan (Incidence Rate/IR) DBD di seluruh paling rendah di antara 12 bulan, yakni 70 mm
kelurahan yang ada di Kota Semarang, berada di tahun 2010, naik 52% daritahun sebelumnya
di atas target nasional, (< 55/100.000 2009 dengan curah hujan 46mm. Pola
penduduk). Angka inijuga menunjukkan bahwa berkembangnya nyamuk menjadi lebih maksimal,
angka kesakitan melebihitarget yang ditetapkan mengikuti bulan-bulan dengan curah hujan yang
sendiri oleh Dinas Kesehatan KotaSemarang (< relatiftinggi.
260/100.000 penduduk). Hanya ada 3 kelurahan Kelembaban udara diKota Semarang tahun
tanpa penderita DBD yaitu kelurahan Polaman, 2010 mengalami peningkatan. Bulan September
Karangmalang dan Pesantren yang semuanya tahun 2010 merupakan bulan dengan perubahan
berada di Kecamatan Mijen. kelembaban udara yang kenaikannya paling tinggi
Kondisi lingkungan perlu diketahui karena diantara 12 bulan lainnya, yakni 80(%) atau naik
kasus penderita DBD dapat dipengaruhi oleh 6% dari tahun sebelumnya 2009 hanya 67(%).
faktor kondisi lingkungan, diantaranya kondisi Sedangkan bulan Januari dan Februari
suhu, curah hujan, kelembaban udara, jarak merupakan bulandengan perubahan kelembaban
sungai, topografi, kepadatan penduduk, udara paling rendah diantara 12 bulan lainnya,
kepadatan pemukiman dan daya terbang yakni masing-masing 82(%) di tahun 2010 atau
nyamuk Aedes aegypti. Banyak ahli turun 2% dari tahun sebelumnya 2009 dengan
menghubungkan kondisi lingkungan dengan kelembaban udara 84(%). Kelembaban udara
penyebaran penyakit menular demam berdarah. memiliki hubungan yang sangat kuat dengan
Secara umum kondisi suhu udara di Kota kejadian DBD, dan ini menjadi faktor penentu
Semarang tahun 2010 mengalami peningkatan. utama berkembangnya nyamuk Aedes aegypti.
Bulan Februari tahun 2010 merupakan bulan Berikutnya akan dianalisis adakah kaitan
dengan perubahan suhu cenderung naik paling antara jumlah penderita dengan jaraknya tempat
tinggi diantara 12 bulan lainnya. Keberadaan tinggalnya ke sungai. Jumlah kasus penderita
nyamuk inimemang lebih berkembang pada suhu DBD pada jarak antara 50 sampai 100 meter
yang lebih hangat dari bulan yang lainnya. tidak lebih dari 50%. Pada jarak 100 meter dari
Sedangkan bulan Desember merupakan bulan sungai merupakan daerah dengan jumlah kasus
dengan perubahan suhu paling rendah diantara DBD 18,95% dari kasus yang diteliti di Kota
12 bulan lainnya, yakni 27oC di tahun 2010 atau Semarang. Berikutnya adalah daerah dengan
turun 4% dari tahun sebelumnya 2009 dengan jarak 50 meter dari sungai ditemukan
suhu 28,2oC. 13,01%kasus. Dengandemikian totaknya hanya
Kondisi curah hujan di Kota Semarang, sekitar 32% saja. Dari data tersebut, dapat
tahun 2010 mengalami peningkatan. Bulan dikatakan bahwa faktor sungai tidak
Januari tahun 2010 merupakan bulan dengan berhubungan dengan kuat dengan kasus
jumlahcurah hujan paling tinggi diantara 12 bulan DBD.Hal ini mungkin karena Kota Semarang
lainnya, yakni437 mm atau naik 87% dari tahun dekat dengan sungai besar. Sungai jenis ini tidak
sebelumnya 2009 hanya 234 mm. Sedangkan sesuai untuk tempat perkembangan nyamuk

64 Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013


Aedes aegypti, yang lebih menyukai genangan Daya terbang nyamuk Aedes aegypti perlu
pada sungai-sungai kecil berorde satu. Sungai diketahuikarena banyak ahlimenghubungkannya
berorde satu, biasanya merupakan sungai yang dengan banyaknya kasus penderita DBD yang
cenderung memiliki air yang jernih dan relatif diindentifikasi jaraknya saling berdekatan antara
kering di musim kemarau, namun menyisakan 50 sampai 100 meter. Rata-rata radius terbang
genangan-genangan yang dapat dipakai sebagai 100 meter nyamuk Aedes aegypti mempengaruhi
tempat berkembang-biak nyamuk. Sedangkan pola persebaran kasus penderita DBD di Kota
kondisi pada sungai besar, sudah sangat kotor. Semarang tahun 2010, yaitu diatas 50%. Dengan
Kasus penderita DBD di Kecamatan demikian perlu diwaspadai bahwa kemungkinan
Semarang Barat berada di ketinggian tidak lebih tertularnya DBD adalah pada radius 100 meter
dari 100 meter diatas permukaan air laut (mdpl). dari rumah penderita DBD yang sudah terlebih
Hampir seluruh kejadian menunjukkan hal dahulu terjangkit penyakit tersebut.
tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Kepadatan penduduk tinggi akan
berbagai ahli kesehatan lingkungan yang mempengaruhi jumlah sebaran kasus DBD
mengatakan memang tempat berkembangnya karena penyebaran penyakit demam berdarah
nyamuk Aedes aegypti adalah pada daerah yang ditularkannyamuk Aedes aegypti didukung
dataran rendah. jumlah penduduk yang padat di daerah endemik.
Kepadatan penduduk terhadap sebaran kasus

Tabel 1.Sebaran Kasus Penderita DBD dengan Kepadatan Penduduk.

No. Kepadatan Kelas Kepadatan Jumlah sampel Persentase


(Jiwa/Km2) Penduduk Kasus DBD (%)
1 14474- 18666 Sangat Tinggi 223 31.54
2 10678- 14473 Tinggi 104 14.71
3 6724 - 10677 Sedang 193 27.30
4 3833 - 6723 Rendah 95 13.44
5 1660 - 3832 Sangat Rendah 92 13.01
Jumlah 707
Sumber : Data Primer, 2012

Tabel 2. Sebaran Kasus DBD dengan Kepadatan Pemukiman


No. Pemukiman Kelas Kepadatan Jumlah Kasus Persentase (%)
(Rumah/Ha) Pemukiman
1 6 Sangat Tinggi 91 12.87
2 7 - 16 Tinggi 132 18.67
3 17 - 26 Sedang 297 42.01
4 27 - 33 Rendah 182 25.74
5 34 - 41 Sangat Rendah 5 0.71
Jumlah 707
Sumber : Data Primer, 2012

Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013 65


penderita DBD di Kecamatan Semarang Barat kepadatan pemukiman yang tinggi juga. Peran
tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. pemerintah dalam melaksanakan program
Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa kelas penanggulangan penyakit DBD perlu diaktifkan
kepadatan penduduk yang sangat tinggi dengan salah satunya melakukan fogging atau
14474 sampai 18666 jiwa/km2 memiliki jumlah penyemprotan di daerah-daerah yang memiliki
kasus DBD paling tinggi, yaitu 223 atau 31,54%. pola cluster.
Sedangkan kelas kepadatan penduduk sangat Pemetakan distribusilokasidan penentukan
rendah dengan 1660 sampai 3832 jiwa/km2 lokasi-lokasi yang harus mendapatkan prioritas
merupakan daerah yang paling sedikit kasus pada pengelolaan lingkunganfisik dan pendidikan
DBD yang ditemukan, yaitu 92 atau 13,01%. mengenai penyakit demam berdarah berbasis
Dengan demikian kepadatan penduduk masyarakat.Dengan melihat hasil di atas dapat
merupakan faktor yang berhubungan dengan diketahui bahwa hampir semua wilayah di
kasus atau kejadian DBD. Semarang menjadiwilayahkritis, karena memang
Kepadatan pemukiman tinggi akan seluruhnya berada di atas nilai median angka
mempengaruhi jumlah sebaran kasus DBD kesakitan tingkat nasional, sehingga harus
karena penyebaran penyakit demam berdarah mendapatkan penanganan segera.
yang ditularkan nyamuk Aedes aegypti didukung
padat pemukim di daerah endemik sehingga SIMPULAN DAN SARAN
memudahkan penularan DBD dari rumah ke
rumah. Kepadatanpemukiman terhadap sebaran Simpulan
kasus DBD dapat dilihat pada tabel 2. Kesimpulan yang disampaikan berdasar
Berdasarkan tabel 2 kelas kepadatan hasilpenelitianiniadalahpola distribusikeruangan
pemukiman yang berada pada klasifikasi sedang kasus DBD di Kota Semarang, cenderung
(luasan 17 sampai26 rumah/ha), memilikijumlah mengelompok atau cluster, yang hampir
kasus DBD paling tinggi yaitu 297 atau 42,%. seluruhnya berada di dataran rendah dengan
Sedangkan kelas kepadatan pemukiman sangat ketinggian kurang dari 100 mdpl. Kondisi
rendah dengan 34 sampai 41 rumah/ha permukiman tersebut identik dengan kelompok-
merupakan daerah yang paling sedikit kasus kelompok permukiman yang padat penduduk
DBD yang ditemukan, yaitu 5 atau 0,71%. dan memiliki suhu yang hangat, dan tingkat
Dengan demikian faktor kepadatan perumahan kelembaban yang tinggi. Hampir semua lokasidi
berhubungan namun korelasinya kurang kuat kelurahan-kelurahan yang ada di Kota Semarang
dengan kasus DBD. masuk dalam prioritas pertama penanganan DBD
Pola penyebaran kasus penderita DBD perlu karena melebihi angka kesakitan nasional.
diperhitungkan sebagai salah satu pertimbangan
Saran
prioritas penanganan penyakit ini. Daerah yang
memilikipola cluster tinggidapat diartikanbahwa Saran yang dapat diberikan adalah agar
wilayah tersebut memiliki jumlah kasus DBD penelitian inidilanjutkandengan penelitiandengan
yang tinggi, kepadatanpenduduk yang tinggi dan skala yang lebih detail. Hal ini disebabkan

66 Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013


penelitian ini levelnya adalah kota, maka hasil
yang didapat dalam penentuan lokasi prioritas
penanganan tidak terlalu detil, dan cenderung
bersifat umum. Maka disarankan penelitian
lanjutan dengan skala yang lebih detail, apakah
di tingkat kecamatan atau kelurahan.

DAFTAR RUJUKAN

Dinas Kesehatan Kota Semarang.2009.


Register DB Kota Semarang Tahun
2009.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2009.
Register DB Kota Semarang Tahun
2010.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2004. Profil
Kesehatan Kota Semarang Tahun
2004.
Mantra, I. B., 1987. Metode Penelitian Survei,
BPFG Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.
http://www.semarangkota.go.id, diakses tangal
: 18 Februari 2011
http://eniharyanti.com, diakses tangal : 18
Februari 2011
http://strenkali.org/ diakses tangal: 18 Februari
2011
Kompas, 17 Pebruari, 2004, “Nyamuk
Demam Berdarah dan Warna Bak
Mandi”, (Hermawan Some 12 April
2008).

Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 1 Juni 2013 67

Anda mungkin juga menyukai