Anda di halaman 1dari 52

KEPERAWATAN MUSKULOSKELETAL

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR

Oleh :
Kelompok 8

Rizki Dwi Cahyono 131211131032


Wahyu Hanung Prasetyo 131211131100
Lintang Kusuma Ananta 131211132059
Itsnaini Indah F arisa 131211133030
Indah Agustina 131211133032
Arista Sulistyowati 131211133036
Mariana Puspitasari 131211133040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA, 2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Muskuloskeletal yaitu makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Fraktur Femur”.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ira Suarilah, S.Kp., MSc sebagai dosen pengajar mata kuliah Keperawatan
Mukuloskeletal yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam
memberikan materi dan penyelesaian makalah ini;
2. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga sebagai fasilitator; dan
3. Teman-teman serta semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, 21 Maret 2015

Kelompok VIII

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................. i


Kata Pengantar................................................................................................................ ii
Daftar Isi ........................................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi ............................................................................. 3
2.1.1 Anatomi ......................................................................................... 3
2.1.2 Fisiologi ........................................................................................ 5
2.2 Definisi ..................................................................................................... 9
2.3 Etiologi .................................................................................................... 9
2.4 Klasifikasi ............................................................................................... 10
2.5 Patofisiologi ............................................................................................ 12
2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................. 13
2.7 Pemeriksaan Diagnostik ........................................................................ 14
2.8 Penataksanaan ........................................................................................ 16
2.9 Komplikasi ............................................................................................ 16
2.10 Web of Caution ...................................................................................... 17
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................................... 18
3.1 Asuhan Keperawatan Umum .................................................................... 18
3.2 Asuhan Keperawatan Kasus ..................................................................... 29
BAB 4 KESIMPULAN .............................................................................................. 47
LAMPIRAN ............................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 50

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami
fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse.
Fraktur merupakan salah satu cedera yang paling sering terjadi di
Indonesia, disebabkan karena kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian,
yang paling banyak menyumbang terjadinya fraktur adalah kecelakaan
lalulintas. Kecelakaan lalulintas merupakan pembunuh nomer 3 di Indonesia,
hal ini dapat dibuktikan dari data Menurut National Consultant for Injury dari
WHO Indonesia ( dikutip dari data kepolisian RI) terdapat kecelakaan selama
tahun 2007 memakan korban sekitar 16.000 jiwa dan di tahun 2010 meningkat
menjadi 31.234 jiwa di Indonesia. Dampak fraktur yang akan ditimbulkan
selain kematian karna kecelakaan dapat juga menimbulkan dampak lain yaitu
terjadinya trauma kepala, dan kecacatan. Tingginya angka kecelakaan
menyebabkan angka kejadian atau fraktur tinggi, dan salah satu fraktur yang
paling sering adalah fraktur femur, yang termasuk dalam kelompok tiga besar
kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi(
kuat) seperti kecelakaan sepada motor atau mobil (Oktavia, 2010).
Menurut Jitowiyono (2010) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas
batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.

1
Penatalaksanaan fraktur femur ini adalah reduksi fraktur yakni
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi femur terbagi menjadi reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka.
Tindakan imobilisasi dilakukan setelah reduksi dengan tujuan mempertahankan
reduksi sampai terjadi penyembuhan. Rehabilitasi dimaksudkan untuk
mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan
imobilisasi.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Makalah ini menjelaskan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
Fraktur Femur dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat
dan tepat, serta pembaca diharapkan memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan pada kasus Fraktur Femur secara komprehensif.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi Femur
2. Menjelaskan definisi dari fraktur femur.
3. Menjelaskan etiologi dari fraktur femur.
4. Menjelaskan klasifikasi fraktur femur.
5. Menjelaskan patofisiologi dari fraktur femur.
6. Menjelaskan manifestasi klinis dari fraktur femur
7. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari fraktur femur
8. Menjelaskan penatalaksanaan dari fraktur femur
9. Menjelaskan komplikasi fraktur femur
10. Menjelaskan web of cautation dari fraktur femur

1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang asuhan keperawatan Fraktur Femur
sehingga perawat akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data
pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit,
sehingga Fraktur Femur tidak semakin berat.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


2.1.1 Anatomi
Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang,
terkuat dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari
tulang femur menyerupai bentuk silinser yang memanjang.
Femur terbagi atas tiga bagian yaitu bagian proximal, medial,
dan distal (Sloane 2003).
1. Proximal Femur
Merupakan bagian tulang femur yang berdekatan dengan pelvis.
Terdiri atas kepala (caput), leher (collum), trochanter mayor,
dan minor.
a. Kepala (Caput)
Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola
dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk
articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang
disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum untuk
menyangga caput agar tetap di tempatnya. Sebagian suplai darah
untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea.
b. Leher (Collum)
Collum femur menyerupai bentuk trapezoidal atau
piramida memanjang, merupakan penghubung antara caput femur
dengan trochanter. Bagian collum, yang menghubungkan kepala
pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan
membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit
lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut
ini perlu diingat karena dapat berubah karna penyakit.

3
c. Trochanter Mayor dan Minor
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar
pada batas leher dan batang. Trochanter mayor adalah
prominance besar yang berlokasi di bagian superior dan lateral
tulang femur. Trochanter minor merupakan prominence kecil yang
berlokasi di bagian medial dan posterior dari leher dan corpus
tulang femur. Antara trochanter major dan minor terdapat linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang
mencolok di bagian belakang, serta terdapat tuberculum
quadratum. Trochanter mayor dan minor berfungsi sebagai tempat
perlekatan otot untuk menggerakan persendian panggul.
2. Medial Femur
Medial femur adalah bagian tulang femur yang membentuk
corpus dari femur menyerupai bentuk silinder yang memanjang.
Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda
saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke
depan, licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada
bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera
melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah
sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum
adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke
bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan
posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat
tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea
aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.
3. Distal Femur
Bagian anterior dari distal femur merupakan lokasi tempat
melekat tulang patella, terletak 1,25cm di atas knee joint. Bagian
posterior dari distal femur terdapat dua buah condilus, yaitu condilus

4
lateral dan condilus medial. Kedua condilus ini dipisahkan oleh forsa
intercondilus. Condilus femoral ini membentuk sendi dengan
condilus tibia dan disebut Srticulation genu. Di atas condylus
terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium
berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

Gambar Anatomi Anterior dan Posterior Femur


Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat
produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya (Sloane 2003).
Struktur os femur memiliki bagain yang penting yaitu epifisis,
metafisis dan diafisis. Epifisis dan Metafisis adalah tulang yang
tumbuh. Metafisis adalah daerah yang sangat penting karena
merupakan daerah metabolik aktif dan banyak pembuluh darah.
Diafisis terdiri dari tulang kompakta dengan rongga sumsum tulang
yang merupakan batang os femur.
2.1.2 Fisiologi
1. Isi ruang fascial medial
Otot paha yaitu musculo gracilis, musculo adductor longus,
musculo addoctor brevis, musculo adductor magnus, dan musculo
obturatorius externus.

5
a. Arteri femoralis, terletak di ruang lateral vagina femoralis.
b. Vena femoralis, terletak di ruang medial vagina femoralis.
Pembuluh darah ruptur, darah keluar dari pembuluh darah.
a. Perdarahan luar: pembuluh darah pecah, darah keluar dari
tubuh. Dibagi 3: perdarahan kapiler, vena, arteri. Apabila
terjadi perdarahan kapiler, darah merembes perlahan, dan
biasanya berhenti dengan sendirinya. Perdarahan vena darah
berwarna merah tua (miskin O2) dan tidak memancar hebat
seperti perdarahan arteri, mudah
dihentikan dengan menekan/meninggikan lokasi yg perdarahan
lebih tinggi dari jantung. Perdarahan arteri berwarna darah
merah muda dan memancar keluar sesuai dengan denyut
nadi, biasanya sukar dihentikan.
b. Perdarahan dalam: darah tidak mengalir keluar Regio Femoralis
Medialis Sinister
Arteri femoralis terletak di ruang lateral vagina femoralis.
Bercabangmenjadi a. circumflexailium superficialis, a. epigastrica
superficialis, a. pudenda externa superficialis, a. pudenda externa
profunda, a. profunda femoris, a. genicularis descendens. Vena
Femoralis.
Terletak di ruang medial vagina femoralis. Bercabang menjadi
vena circumflexailium superficialis, vena epigastrica superficialis,
vena pudendae externa yang bermuara ke vena saphena magna

6
Perdarahan ruang facia anterior paha
1. Arteri Femoralis
Arteri femoralis sampai di tungkai atas dengan berjalan
dibelakang ligamentum ingunale, sebagai lanjutan dari arteri iliaca
externa. Disini arteri terletak dipertengahan antara spina iliaca
anterior superior dansymphysis pubis. Arteri femoralis merupakan
pembuluh nadi utama untuk membruminferius. Arteri ini berjalan ke
bawah hampir vertikal ke arah tuberculum adductorium femoris dan
berakhir di lubang pada musculo adductor magnus (hiatus
adductorius) dengan memasuki spatium poplitea sebagai arteri
poplitea.
Batas-batas arteri femoralis yaitu:
a. Anterior
Pada bagian atas perjalannya, arteri femoralis terletak
superficial dan ditutupi oleh kulit dan fascia. Pada bagian bawah
perjalannya, arteri femoralis berjalan dibelakang musculo
sartorius.
b. Posterior
Arteri femoralis terletak di atas musculo psoas yang
memisahkannya dari articulatiocoxae, musculopectineus, dan
musculo adductor longus. Vena femoralis terletak diantara arteri
femoralis dan musculo adductor longus.
c. Medial
Berbatasan dengan vena femoralis dan pada bagian
atas perjalanannya.
d. Lateral : N.femoralis dan cabang-cabangnya.
Cabang-cabang arteri femoralis yaitu:
a. Circumflexa ilium superficiales adalah sebuah cabang kecil yang
berjalan ke atasregio spina iliaca anterior superior 2.
b. Epigastrica superficiales adalah sebuah cabang kecil yang
menyilang ligamentuminguinale dan berjalan ke regio umbilicus
3.

7
c. Arteri pudenda externa superficialis adalah sebuah cabang kecil
yang berjalan ke medial untuk mempersarafi kulit scrotum 4.
d. Arteri pudenda externa profunda adalah berjalan ke medial dan
mempersarafi kulit scrotum 5.
e. Arteri profunda femoris adalah sebuah cabang besar dan penting
yang muncul dari sisilateral arteri femoralis kira2 1½ inci (4cm)
dibawah ligamentum ingunale arteri ini berjalan ke medial di
belakang arteri femoralis dan masuk ke dalam ruang
medial fascia tungkai bawah arteri ini berakhir sebagai arteri
perforans IV. Pada pangkalnya, arteria ini mempercabangkan
arteri circumflexa femoris medialis dan arteri circumflexa
femoris lateris dan dalam perjalannya mempercabangkan 3 buah
a.perforantes 6.
f. Arteri genicularis descendens adalah cabang kecil yang
dipercabangkan dari arteri femoralis dekat ujung akhirnya.
Arteri ini membantu menperdarahi articulatio genus.
2. Vena Femoralis
Vena femoralis memasuki tungkai atas dengan berjalan melalui
hiatus m. Di adducator magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea.
Vena ini berjalan ke atas melalui tungkai atas, awalnya di sisi lateral
arteri femoralis, kemudian di sebelah posterior, dan akhirnya di sisi
medialnya. Pembuluh ini meninggalkan tungkai atas pada ruang
intermedia dari vagina femoralis dan berjalan dibelakang ligamentum
ingunale untuk berlanjut sbg vena iliaca externa. Cabang-cabang
vena femoralis adalah vena saphena magna dan vena yg bersesuaian
dengan cabang-cabang arteri femoralis, vena circumflexa ilium
superficialis, vena epigastrica superficialis, dan vena pudendae
externae bermuara ke vena saphena magna.

8
2.2 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang sendi, tulang
rawan epifisis, yang bersifat total maupun parsial. Fraktur adalah patah tulang
yang disebakan oleh trauma atau tenaga fisik ( Helmi, Zairin Noor, 2012 ).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan pleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.
Menurut Jitowiyono (2010) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas
batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.

2.3 Etiologi
Secara umum penyebab fraktur dapat dibagi manjadi dua macam:
1. Penyebab Ekstrinsik
a. Gangguan langsung: trauma yang merupakan penyebab utama
terjadinya fraktur misalnya tertabrak, jatuh dari ketinggian. Biasanya
penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
b. Gangguan tidak langsung: bending, perputaran, kompresi.
2. Penyebab Intrinsik
b. Kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion fraktur.
c. Fraktur patologis: penyakit iskemik seperti neoplasia, cyste tulang,
rickettsia, osteoporosis, hiperparatiroid, osteomalacia.
d. Tekanan berulang yang dapat menyebabkan fraktur.
Sedangkan menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi tiga yaitu:
1. Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung yaitu pukulan langsung pada tulang yang
menyebabkan tulang patah secara spontan, biasanya dengan
karakteristik fraktur melintang dan terjadi kerusakan kulit yang
melapisinya.

9
b. Cedera tidak langsung yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras secara mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Kerusakan tulang disebabkan oleh proses penyakit dimana trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat terjadi pada berbagai keadaan
berikut:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan
absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
3.Secara spontan
Fraktur tulang disebabkan oleh stress tulang yang terjadi secara terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.

2.4 Klasifikasi Fraktur Femur


a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun
disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
1. Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

10
2. Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. Fraktur Subtrochanter Femur
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter
minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan
mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
1. tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2. tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
3. tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor
c. Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalulintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah
pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur
batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :
1. Tertutup
2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu
;
- Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka
kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam
menembus keluar.
- Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena
benturan dariluar.
- Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan
lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot –
otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh

11
trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan
stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
e. Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnyaterjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
f. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

2.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Fraktur biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma
yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan
tulang ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya frakturnya itu ekstrinsik
(meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah, dan
kekuatan), sedangkan intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi
trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang-tulang yang dapat
menyebabkan terjadinya patah tulang bermacam-macam, misalnya trauma
langsung dan tidak langsung, akibat keadaan patologi secara spontan (Sylvia, et
al., 2005).
Apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang

12
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M,
et al, 1993).

2.6 Manifestasi Klinis


Menurut Black (1993) manifestasi klinis dari fraktur femur yaitu:
1. Deformitas: daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi
seperti:
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness/keempukan.
6. Nyeri: kemungkinan disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (matirasa, mungkin terjadi dari rusaknya
syaraf/perdarahan).
8. Pergerakan abnormal.
9. Dari hilangnya darah.
10. Krepitasi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi,
pembengkakan lokal dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.

13
2. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar
dibanding dengan normal serta fragmendistal dalam posisi eksorotasi dan
aduksi.
4. Krepitasi (derik tulang) yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Nyeri hebat di tempat fraktur.
7. Rotasi luar dari kaki lebih pendek.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
1. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.

14
2. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
4. Computed Tomografi-Scannin
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
4. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

15
2.8 Penatalaksanaan
2.7.1 Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
a. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2.7.2 Imobilisasi fraktur, mempertahankan reduksi sampai terjadi
penyembuhan. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam
yang dapat berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
2.7.3 Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah
dilakukan reduksi dan imobilisasi.

2.9 Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam
atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi
ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah
infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke

16
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan
vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler
terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat
trauma,khususnya pada fraktur femur pelvis.
Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri
yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut.
Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau
pelvis,fraktur multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya
pada dewasa muda 20-30th pria pada saat terjadi fraktur globula lemat dapat
termasuk ke dalam darah karma tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi setres
pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula
lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok otak, paru, ginjal dan organ lain awitan dan gejalanya, yang sangat
cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera
gambaran khansya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.

2.10 Web Of Caution (TERLAMPIR)

17
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Secara Umum


A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
klien digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakahbertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian

18
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain .
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan raktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat .
2. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

19
a. Sistem Integumen: Terdapat erytema, suhu sekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
b. Kepala: Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c. Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
d. Muka: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak
oedema.
e. Mata: Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
f. Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung: Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
h. Mulut dan Faring: Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i. Thoraks: Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
j. Paru
1. Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
2. Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
3. Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
4. Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k. Jantung
1. Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

20
3. Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
1. Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
3. Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m. Inguinal-Genetalia-Anus: Tak ada hernia, tak ada pembesaran
lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler _ 5
P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah:
1. Look (inspeksi); Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
b. Cape au lait spot (birth mark).
c. Fistulae.
d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time Normal 3– 5 “

21
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu
relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa
status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau
tidak, dan ukurannya.
d. Move (pergerakan terutama lingkup gerak. Setelah
melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,
agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif.

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut.
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)

22
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
6. Risiko Syok b.d hipovolemik

C. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN dan INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. Nyeri akut b/d NOC: NIC


spasme otot,
gerakan fragmen Pain Level Pain Management
tulang, Tujuan: 1. Kaji rasa nyeri
edema,cedera secara
jaringan lunak, Setelah dilakukan komprehensif
pemasangan traksi, tindakan keperawatan untuk menentukan
stress/ansietas. selama 3x24 jam nyeri lokasi,
teratasi, dengan kriteria karakteristik,
hasil: onset/durasi,
1. Pain Level frekuensi,
kualitas, intensitas
a. Melaporkan
atau beratnya
nyeri nyeri, dan faktor
b. Panjang episode pencetus.
2. Observasi tanda-
nyeri
tanda non verbal
c. Ekspresi wajah dari
nyeri ketidaknyamanan,
terutama pada
d. Kegelisahan
klien yang
e. Agitasi mengalami
f. Meringis kesulitan
berkomunikasi.
3. Tentukan dampak
nyeri terhadap
kualitas hidup
klien (misalnya
tidur, nafsu
makan, aktivitas,
kognitif, suasana
hati, hubungan,

23
kinerja kerja, dan
tanggung jawab
peran).
4. Kontrol faktor
lingkungan yang
mungkin
menyebabkan
respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature
ruangan,
pencahayaan,
suara).
5. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal)
untuk
meringankan
nyeri.
2. Gangguan NOC: NIC:
pertukaran gas b/d
perubahan aliran Respiratory status : gas Respiratory
darah, emboli, exchange (0402) Monitoring (3350)
perubahan 326
Setelah dilakukan
membran perawatan selama 2 X 1. Monitor RR,
alveolar/kapiler 24 jam gangguan irama, kedalaman,
(interstisial, edema pertukaran gas dapat
paru, kongesti) dari pernapasan
diatasi dengan kriteria
hasil : 2. Pantau apakah ada
retraksi dada
1. Kadar PaO2
2. Kadar PaCO2 3. Pantau pola naps
3. Saturasi oksigen 4. Monitor saturasi
4. Sianosis teratasi
oksigen
5. Pantau adanya

24
kelelahan pada
diafragma ditandai
dengan pergerakan
paradox
6. Memantau nilai
PFT, khususnya
kapasitas vital,
kekuatan
pernapasan
maksimal, volume
ekspirasi paksa
dalam satu detik
7. Monitoring adanya
dyspnea dan
kejadian yang
meningkatkan dan
memperburuk
keadaan klien
3. Hambatan NOC: NIC:
mobilitas fisik b/d Terapi latihan:
kerusakan rangka Mobilitas Mobilitas sendi
neuromuskuler, Tujuan:
nyeri, terapi 1. Menentukan
restriktif Setelah dilakukan keterbatasan
(imobilisasi) tindakan keperawatan gerakan sendi
selama 3x24 jam dan berpengaruh
hambatan mobilitas pada fungsinya.
fisik teratasi, dengan 2. Berkolaborasi
kriteria hasil: dengan terapi
fisik dalam
1. Koordinasi
mengembangkan
2. Gaya berjalan
dan
3. Gerakan otot
melaksanakan
4. Pergerakan
dan program
sendi
latihan
5. Bergerak
3. Menentukan

25
dengan mudah tingkat motivasi
pasien untuk
menjaga atau
mengembalikan
gerakan sendi.
4. Menjelaskan
kepada pasien /
keluarga tujuan
dan rencana
latihan bersama.
5. Memantau lokasi
dan sifat
ketidaknyamana
n atau nyeri
selama gerakan /
aktivitas

4. Gangguan NOC: NIC:


integritas kulit b/d
fraktur terbuka, Tissue Integrity : skin Skin and wound
pemasangan traksi and muccouse management
(pen, kawat, membrane (1101)
sekrup) Tujuan:
Wound care (3660)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1. Memantau
selama 2x24 jam karakteristik luka,
integritas kulit teratasi, termasuk drainase,
dengan kriteria hasil:
warna, ukuran dan
1. elastisitas bau
2. integritas kulit 2. Mengukur tempat
3. lesi kulit luka, yang sesuai
3. Membersihkan
dengan normal
saline atau
pembersih tidak
beracun, yang
sesuai

26
4. Menempatkan
daerah yang
terkena dalam
pusaran air mandi,
yang sesuai
5. Memberikan insisi
perawatan situs,
sesuai kebutuhan
6. Mengelola
perawatan ulkus
kulit, sesuai
kebutuhan
7. Menerapkan salep
yang sesuai
dengan kulit / lesi,
yang sesuai
8. Memeriksa luka
dengan setiap
perubahan balutan
9. Teratur
membandingkan
dan mencatat
setiap perubahan
luka
10. Anjurkan pasien
atau anggota
keluarga tentang
prosedur
perawatan luka.
5. Risiko infeksi b/d NOC: NIC
ketidakadekuatan
pertahanan primer Risk control : infectious Infection protection
(kerusakan kulit, process (1924) (6550)

27
taruma jaringan Selama dilakukan 1. Pantau tanda-
lunak, prosedur perawatan klien tanda dan gejala
invasif/traksi terhindar dari infeksi infeksi sistemik
tulang) dengan kriteria hasil dan lokal
2. Monitor
- Menyatakan resiko kerentanan
infeksi personal terhadap infeksi
- Identifikasi resiko 3. Lakukan tindakan
pencegahan
infeksi setiap hari
neutropenia
- Identifikasi tanda 4. Isolasi semua
dan gejala pada pengunjung untuk
penyakit menular
indikasi resiko
5. Pertahankan
potensial asepsis untuk
- Monitor tingkah pasien berisiko
laku personal 6. Periksa kondisi
setiap sayatan
- Monitor lingkungan bedah atau luka
7. Pantau perubahan
tingkat energi atau
malaise

6. Risiko Syok b.d NOC: NIC


hipovolemik Tingkat keparahan Resusitasi
syok: hipovolemik 1. Mengevaluasi
Tujuan: tidak responsif
Setelah dilakukan
untuk
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam risiko menentukan
syok teratasi, dengan tindakan telah
kriteria hasil:
sesuai
1. Tekanan nadi
menurun 2. Meminta
2. Tekanan arteri bantuan jika
menurun
tidak ada
3. Penurunan
tekanan darah pernapasan atau
sistolik tidak ada
4. Penurunan pernapasan
tekanan darah

28
diastolic normal dan
5. Pengisian kapiler tidak ada respon
tertunda
3. Memanggil
6. Peningkatan
denyut jantung kode sesuai
7. Oksigen arteri dengan standar
menurun
lembaga
8. Peningkatan
karbon dioksida 4. Yakinkan
arteri defibrilasi
9. Dingin, kulit
cepat, yang
lembab dan
dingin sesuai
5. Napas yakinkan
pasien terbuka
6. Menyediakan
peralatan siaga
7. Menyediakan
obat-obatan
yang tepat
8. Menerapkan
memantau
jantung atau
apnea.

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus


A. Kasus
Sdr. E berusia 17 tahun dibawa ke RSUA tanggal 1 Maret 2015 pada jam
14.23 WIB oleh keluarganya. Pasien mengatakan pada tanggal 17 Juli
2014 yang lalu pernah jatuh dari sepeda motor, kemudian pasien dibawa ke
dukun pijat oleh keluarganya. Setelah dibawa ke dukun pijat pasien tidak
kunjung sembuh tetapi tambah parah dan kaki membengkak. Pasien telah
menjalani operasi pada tanggal 2 Maret 2015. Pada tanggal 11 Maret 2013
pasien mengatakan nyeri, skala nyeri 7, ekspresi wajah tampak meringis

29
kesakitan, ekspresi wajah tegang, bingung saat ditanya perawatan luka post
operasi. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD: 110/70
mmHg, N:88 x/menit, S:36OC. Luka operasi pasien sepanjang 20 cm,
jumlah jahitan 20, luka tampak basah tidak ada PUS, leukosit 8000H/mm3.
Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan
membutuhkan bantuan orang lain, personal hygiene kurang, aktifitas
pasien di bantu keluarga.
B. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Sdr. E
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Tanggal MRS : 1 Maret 2015
Diagnosa Medis : Mal union fraktur femur sinistra post op ke -8
b. Keluhan Utama : Pasien mengatakan kaki sebelah kirinya yang patah
nyeri saat di gerakkan.
c. Riwayat Perawatan Sekarang : Pasien mengatakan pada tanggal 17 Juli
2014, pasien pernah jatuh dari sepeda motor, kemudian pasien dibawa
ke dukun pijat oleh keluarganya. Setelah dibawa ke dukun pijat kaki
pasien tidak kunjung sembuh tetapi tambah parah, kaki membengkak,
maka pada tanggal 1 Maret 2015 baru pasien dibawa ke RSUA pada
jam 14.23 WIB oleh keluarganya. Kemudian dilakukan operasi pada
tanggal 2 Maret 2015. Pada tanggal 11 Maret 2015 pasien mengatakan
nyeri, skala nyeri 7, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan,ekspresi
wajah tegang,bingung saat di tanya perawatan luka post operasi, TD:
110/70 mmHg, N:88 x/menit, S:36OC. Luka operasi sepanjang 20 cm,
jumlah jahitan 20, luka tampak basah tidak ada PUS, leukosit
8000H/mm3, pasien dalam mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa

30
mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain dan alat. Dalam berjalan
pasien masih menggunakan tongkat, personal hygiene kurang, aktifitas
pasien di bantu keluarga.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya tidak pernah
mempunyai riwayat penyakit patah tulang seperti ini dan pasien juga
belum pernah dirawat di Rumah Sakit, tidak mempunyai riwayat
penyakit menular dan keturunan seperti DM, Hipertensi, TBC,
hepatitis, dll.
e. Riwayat Keperawatan Keluarga : Pasien mengatakan bahwa
keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit seperti pasien dan
keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menular
seperti TBC dan hepatitis, penyakit keturunan seperti hipertensi dan
DM serta tidak ada yang mempunyai penyakit tulang seperti
osteoporosis.
f. Pola Kebiasaan
1. Pola Persepsi dan Manajemen
Keluarga pasien sangat mementingkan kesehatannya sehingga
apabila sakit segera memeriksakan diri ke Puskesmas/dokter
bahkan ke dukun terdekat.
a. Sebelum dirawat : Pasien menggosok gigi sehari (2x setelah mandi
dan 1x sebelum tidur). Mandi 2x dengan sabun dan ganti baju 2x.
b. Saat dirawat : klien jarang mandi, mandi hanya jika ada
keluarga yang membantu
2. Pola Nutrisi
a. Sebelum dirawat :
A = BB : 63 kg
B = Albumin 3,5 dl
C = Rambut bersih, tidak rontok, tidak mudah dicabut
D = Pasien makan 3x sehari dengan porsi 1n piring habis (lauk,
nasi, sayur) dan minum air putih + 8 gelas/hari.
b. Saat dirawat:
A = BB : 60 kg

31
B = Hb : 14,4 gr/dl
C = Rambut agak kotor, tidak rontok, tidak mudah dicabut
D = Nutrisi TKTP, Pasien makan 3x sehari dengan porsi ½
piring habis (lauk, nasi, sayur) dan minum air putih + 8 gelas/hari.
3. Pola Eliminasi
Sebelum dirawat : Pasien BAB 1-2x sehari dengan konsistensi
lembek warna kuning, bau khas, BAK 4-5x sehari, warna kuning
jernih bau khas.
Saat dirawat : Pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek
warna kuning, bau khas, BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih bau
khas. Terakhir BAB tanggal 10 April 2008 hari Kamis.
4. Pola Istirahat Tidur
Sebelum dirawat : Pasien tidur 7-8 jam sehari kadang-kadang tirud
siang ½ - 1 jam sehari.
Saat dirawat : Pasien tidur selama 5-6 jam karena nyeri pada
kaki sebelah kiri dan tidak pernah tidur siang.
5. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum dirawat :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √ - - - -
Minum √ - - - -
Berpakaian √ - - - -
Toileting √ - - - -
Ambulasi √ - - - -
Saat dirawat :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √ - - - -
Minum √ - - - -
Berpakaian - - √ - -
Toileting - √ - - -
Ambulasi - - √ - -

32
Keterangan :
0 : Mandiri 3 : Bantuan orang lain + alat
1 : Alat Bantu 4 : Bantu dengan bantuan
2 : Bantuan orang lain
Pasien mengatakan bila berubah posisi/beraktivitas kakinya terasa
nyeri dan sakit.
6. Pola Persepsi dan Kognitif
Sebelum dirawat : Penglihatan baik
Saat dirawat :Antara telinga kanan dan kiri terdengar suara
yang sama
Pembau : Normal, dapat membedakan antara bau busuk dan harum
Perasa : Normal, dapat membedakan rasa manis, asam, asin, pahit
Peraba : Normal, dapat membedakan pemukaan kasar dan halus
Kognitif : Pasien dan keluarga beranggapan bahwa kesehatannya
akan membaik setelah mendapatkan perawatan dari RS. Pasien
mengatakan kurang tahu cara perawatan luka operasi dirumah.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Tingkat Kesadaran : Composmentis
3. Vital Sign :
TD : 110/70 mmHg
RR : 20x /menit
N : 88x /menit
S : 369 C
4. Kepala : Mesochepal
Rambut : Kurang bersih, hitam tidak mudah rontok, tidak mudah
dicabut
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
tidak mengalami gangguan penglihatan
Hidung : Simetris, tidak ada polip
Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran

33
Muka : Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan, ekspresi
wajah tampak tegang, ekspresi wajah tampak bingung
Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
peningkatan JVP
5. Paru-paru :
I : Ictus simetris ka/ki
P : Vocal fremitus ka/ki sama
P : Sonor ka/ki
A : Tidak ada wheezing, tidak ada ronchi
6. Jantung :
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada iga 4 dan 5
P : Pekak
A : Teratur, tidak ada murmur (53)
7. Perut :
I : Perut datar
A : Bunyi peristaltik 14 x/menit
P : Tidak terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen
P : Tympani
8. Genetalia : Tidak terpasang DC, bersih
9. Anus : Tidak ada hemoroid
10. Ekstremitas :
Atas : Tidak ada oedema, terpasang infus RL 120 tetes/menit
pada tangan kiri, tidak ada lesi, CRT 2 detik.
Bawah : Tidak ada oedema, akral tidak dingin, CRT 2 detik,
terdapat luka post operasi, panjang luka operasi 20 cm, terdapat 20
jahitan, keadaan lukanya basah, tidak ada PUS, kesemutan
Kulit : Turgor Baik
h. Data Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan tanggal 2 Maret 2015
KIBC : 8.000 H/mm3 (3.500-10.000)
HGM : 14,4 g/dl (11,0-16,5)

34
PLT : 228.000 H/mm3 (150.000-390.000)
Pemeriksaan post op tanggal 3 Maret 2015
Hb : 11,3 g/dl
2. Hasil rongent sebelum operasi : mal union fraktur femur sinistra
3. Therapy tanggal 11 April 2013
Cipro 2 x 500 mg diberikan secara oral
Asam mefenamat 2 x 50 mg secara oral

C. Dignosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
6. Risiko Syok b.d hipovolemik

D. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN dan INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. Nyeri akut b/d NOC: NIC


spasme otot,
gerakan fragmen Pain Level Pain Management
tulang, Tujuan: 1. Kaji rasa nyeri
edema,cedera secara
jaringan lunak, Setelah dilakukan komprehensif
pemasangan traksi, tindakan keperawatan untuk menentukan
stress/ansietas. selama 3x24 jam nyeri lokasi,
teratasi, dengan karakteristik,

35
kriteria hasil: onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
2. Pain Level intensitas atau
a. Melaporkan beratnya nyeri, dan
nyeri faktor pencetus.
2. Observasi tanda-
b. Panjang
tanda non verbal
episode nyeri dari
c. Ekspresi wajah ketidaknyamanan,
terutama pada klien
nyeri
yang mengalami
d. Kegelisahan kesulitan
e. Agitasi berkomunikasi.
f. Meringis 3. Tentukan dampak
nyeri terhadap
kualitas hidup klien
(misalnya tidur,
nafsu makan,
aktivitas, kognitif,
suasana hati,
hubungan, kinerja
kerja, dan tanggung
jawab peran).
4. Kontrol faktor
lingkungan yang
mungkin
menyebabkan
respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature
ruangan,
pencahayaan,
suara).
5. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal)
untuk meringankan

36
nyeri.
2. Gangguan NOC: NIC:
pertukaran gas b/d
perubahan aliran Respiratory status : Respiratory
darah, emboli, gas exchange (0402) Monitoring (3350) 326
perubahan Setelah dilakukan 1. Monitor RR, irama,
membran perawatan selama 2 X kedalaman, dari
alveolar/kapiler 24 jam gangguan
(interstisial, edema pernapasan
pertukaran gas dapat
paru, kongesti) diatasi dengan kriteria 2. Pantau apakah ada
hasil : retraksi dada
1. Kadar PaO2 3. Pantau pola naps
2. Kadar PaCO2 4. Monitor saturasi
3. Saturasi
oksigen
oksigen
4. Sianosis 5. Pantau adanya
teratasi kelelahan pada
diafragma ditandai
dengan pergerakan
paradox
6. Memantau nilai
PFT, khususnya
kapasitas vital,
kekuatan
pernapasan
maksimal, volume
ekspirasi paksa
dalam satu detik
7. Monitoring adanya
dyspnea dan
kejadian yang
meningkatkan dan
memperburuk
keadaan klien

37
3. Hambatan NOC: NIC:
mobilitas fisik b/d Terapi latihan:
kerusakan rangka Mobilitas Mobilitas sendi
neuromuskuler, Tujuan:
nyeri, terapi 1. Menentukan
restriktif Setelah dilakukan keterbatasan
(imobilisasi) tindakan keperawatan gerakan sendi dan
selama 3x24 jam berpengaruh pada
hambatan mobilitas fungsinya.
fisik teratasi, dengan 2. Berkolaborasi
kriteria hasil: dengan terapi
fisik dalam
1. Koordinasi
mengembangkan
2. Gaya berjalan
dan melaksanakan
3. Gerakan otot
dan program
4.Pergerakan
latihan
sendi
3. Menentukan
5. Bergerak
tingkat motivasi
dengan mudah
pasien untuk
menjaga atau
mengembalikan
gerakan sendi.
4. Menjelaskan
kepada pasien /
keluarga tujuan
dan rencana
latihan bersama.
5. Memantau lokasi
dan sifat
ketidaknyamanan
atau nyeri selama
gerakan / aktivitas

4. Gangguan NOC: NIC:


integritas kulit b/d
fraktur terbuka, Tissue Integrity : skin Skin and wound
pemasangan traksi and muccouse management
(pen, kawat, membrane (1101)
sekrup) Tujuan:
Wound care (3660)
Setelah dilakukan

38
tindakan keperawatan 1. Memantau
selama 2x24 jam karakteristik luka,
integritas kulit teratasi,
termasuk drainase,
dengan kriteria hasil:
warna, ukuran dan
1. elastisitas
bau
2. integritas kulit
2. Mengukur tempat
3. lesi kulit
luka, yang sesuai
3. Membersihkan
dengan normal
saline atau
pembersih tidak
beracun, yang
sesuai
4. Menempatkan
daerah yang terkena
dalam pusaran air
mandi, yang sesuai
5. Memberikan insisi
perawatan situs,
sesuai kebutuhan
6. Mengelola
perawatan ulkus
kulit, sesuai
kebutuhan
7. Menerapkan salep
yang sesuai dengan
kulit / lesi, yang
sesuai
8. Memeriksa luka
dengan setiap
perubahan balutan
9. Teratur

39
membandingkan
dan mencatat setiap
perubahan luka
10. Anjurkan pasien
atau anggota
keluarga tentang
prosedur perawatan
luka.
5. Risiko infeksi b/d NOC: NIC
ketidakadekuatan
pertahanan primer Risk control : Infection protection
(kerusakan kulit, infectious process (6550)
taruma jaringan (1924)
1. Pantau tanda tanda
lunak, prosedur Selama dilakukan dan gejala infeksi
invasif/traksi perawatan klien sistemik dan local
tulang) terhindar dari infeksi 2. Monitor
dengan kriteria hasil kerentanan
terhadap infeksi
- Menyatakan resiko 3. Lakukan tindakan
infeksi personal pencegahan
- Identifikasi resiko neutropenia
4. Isolasi semua
infeksi setiap hari
pengunjung untuk
- Identifikasi tanda penyakit menular
dan gejala pada 5. Pertahankan
asepsis untuk
indikasi resiko
pasien berisiko
potensial 6. Periksa kondisi
- Monitor tingkah setiap sayatan
laku personal bedah atau luka
7. Pantau perubahan
- Monitor tingkat energi atau
lingkungan malaise
6. Risiko Syok b.d NOC: NIC
hipovolemik Tingkat keparahan Resusitasi
syok: hipovolemik 1. Mengevaluasi
Tujuan: tidak responsif
Setelah dilakukan

40
tindakan keperawatan untuk
selama 2x24 jam risiko menentukan
syok teratasi, dengan
tindakan telah
kriteria hasil:
1. Tekanan nadi sesuai
menurun 2. Meminta bantuan
2. Tekanan arteri
jika tidak ada
menurun
3. Penurunan pernapasan atau
tekanan darah tidak ada
sistolik
pernapasan
4. Penurunan
tekanan darah normal dan tidak
diastolic ada respon
5. Pengisian 3. Memanggil kode
kapiler tertunda
6. Peningkatan sesuai dengan
denyut jantung standar lembaga
7. Oksigen arteri 4. Yakinkan
menurun
defibrilasi cepat,
8. Peningkatan
karbon dioksida yang sesuai
arteri 5. Napas yakinkan
9. Dingin, kulit
pasien terbuka
lembab dan
dingin 6. Menyediakan
peralatan siaga
7. Menyediakan
obat-obatan yang
tepat
8. Menerapkan
memantau
jantung atau
apnea.

41
E. Evaluasi
Subs
Seve Mode
Indikator tanti Mild None
re rate
al
1. Nyeri akut
Kontrol nyeri:
a) Melaporkan 1 2 3 4 5 NA
nyeri

b) Panjang 1 2 3 4 5 NA
episode nyeri
c) Ekspresi
wajah nyeri 1 2 3 4 5 NA

d) Kegelisahan 1 2 3 5 NA
4

e) Agitasi
1 2 3 4 5 NA
f) Meringis
1 2 3 4 5 NA
2. Gangguan
pertukaran gas b/d
perubahan aliran
darah, emboli,
perubahan
membran
alveolar/kapiler
(interstisial, edema
paru, kongesti)
a) Kadar
PaO2 1 2 3 4 5 NA

42
b) Kadar 1 2 4 5 NA
3
PaCO2

c) Saturasi 1 2 3 4 5 NA
oksigen

d) Sianosis 1 2 3 4 5 NA
teratasi
3. Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
Perfusi jaringan:
Perifer :
4
a) Koordinasi 1 2 3 5 NA

b) Gaya berjalan 1 2 3 4 5 NA

c) Gerakan otot 1 2 3 4 5 NA

d) Pergerakan 1 2 3 4 5 NA
sendi
1 2 3 4 5 NA
e) Bergerak
dengan 1 2 3 5 NA
4
mudah

4. Gangguan
integritas kulit b/d
fraktur terbuka,
pemasangan traksi
(pen, kawat,
sekrup)
4
a) Elastisitas 1 2 3 5 NA

43
b) integritas 1 2 3 5 NA
4
kulit
c) lesi kulit 1 2 3 4 5 NA
5. Risiko infeksi b/d
ketidakadekuatan
pertahanan primer
(kerusakan kulit,
taruma jaringan
lunak, prosedur
invasif/traksi
tulang)
a) Menyatakan 1 2 4 5 NA
3
resiko infeksi
personal
b) Identifikasi
3
resiko infeksi 1 2 4 5 NA
setiap hari
c) Identifikasi
tanda dan
gejala pada 1 2 3 4 5 NA
indikasi resiko
potensial
d) Monitor
tingkah laku
4
personal 1 2 3 5 NA
e) Monitor
lingkungan 1 2 3 4 4 NA

6. Hambatan
mobilitas fisik.
Mobilitas:
a. Koordinasi 1 2 3 4 5 NA

44
b. gaya berjalan 1 2 4 5 NA
3

4
c. gerakan otot 1 2 3 5 NA

d. pergerakan 1 2 3 4 5 NA
sendi
e. bergerak 1 2 3 4 5 NA
dengan mudah
7. Risiko Syok b.d
hipovolemik
1. Tekanan nadi 1 2 3 4 5 NA
menurun
2. Tekanan
arteri 1 2 3 5 NA
4
menurun
3. Penurunan
4
tekanan darah 1 2 3 5 NA
sistolik
4. Penurunan
4
tekanan darah 1 2 3 5 NA
diastolic
5. Pengisian
kapiler 1 2 3 5 NA
4
tertunda
6. Peningkatan
denyut 1 2 3 4 5 NA
jantung
7. Oksigen arteri
menurun 1 2 3 4 5 NA
8. Peningkatan
karbon
dioksida arteri 1 2 3 4 5 NA

45
9. Dingin, kulit 1 2 3 5 NA
4
lembab dan
dingin

46
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Menurut Jitowiyono (2010) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas
batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu yang pertama cedera traumatic pada tulang yang dibedakan menjadi
cedera langsung dan tidak langsung serta kontraksi keras secara mendadak dari
otot yang kuat. Kedua disebabkan karena fraktur patologik yakni kerusakan
tulang disebabkan oleh proses penyakit dimana trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dan yang ke tiga secara spontan oleh stress tulang yang
terjadi secara terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang
bertugas di kemiliteran.
Penatalaksanaan fraktur femur ini adalah reduksi fraktur yakni
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi femur terbagi menjadi reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka.
Tindakan imobilisasi dilakukan setelah reduksi dengan tujuan mempertahankan
reduksi sampai terjadi penyembuhan. Rehabilitasi dimaksudkan untuk
mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan
imobilisasi.

47
LAMPIRAN
WEB OF CAUTION

Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan Peubahan fragmen tulang, Fraktur terbuka ujung


integritas tulang kerusakan pada jaringan, tulang menembus otot
dan pembulu darah dan kulit

Ketidakstabilan posisi
fraktur, apabila organ Perdarahan lokal Luka
fraktur digerakkan

Hematoma pada MK: Gangguan


Fragmen tulang daerah fraktur Integritas Kulit
yang patah menusuk
organ sekitar
MK: Resiko Syok Kuman mudah
Hipovolemik masuk
MK: Nyeri Akut
Aliran darah ke MK: Resiko
distal berkurang atau Infeksi
terhambat

Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan

Kerusakan
neuromuskuler

Gangguan fungsi
organ distal

MK: Gangguan
Mobilitas Fisik
48
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC
Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku
kedokteran EGC
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses -
proses penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

49

Anda mungkin juga menyukai