Anda di halaman 1dari 10

Berikut akan diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya

kualitas pendidikan secara umum:


1. Efektifitas Pendidikan
Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang memungkinkan siswa
untuk belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan
pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Maka, seorang pendidik dituntut
untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran supaya pembelajaran
tersebut dapat berguna.
Tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan merupakan salah satu penyebab rendahnya
efektifitas pendidikan. Hal ini menyebabkan siswa dan pendidik tidak tahu
tujuan apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang
jelas dalam proses pendidikan. Tentunya hal ini merupakan masalah terpenting
jika menginginkan efektifitas pendidikan.
Selama ini, pendidikan formal dianggap hanya menjadi formalitas saja
untuk membentuk sumber daya manusia. Tidak peduli bagaimana hasil
pembelajaran formal tersebut, yang terpenting hanyalah telah melaksanakan
pendidikan di jenjang yang lebih tinggi serta dianggap hebat oleh masyarakat.
Anggapan itu juga yang menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan. Setiap
orang memiliki kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat
mengambil pendidikan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya bukan hanya
semata-mata dianggap hebat oleh masyarakat.
Contohnya di jenjang pendidikan SMA, siswa mempunyai kelebihan di
bidang sosial kemudian dipaksa mengikuti program studi IPA akan
menghasilkan efektifitas pendidikan lebih rendah dibandingkan siswa yang
mengikuti program studi sesuai dengan bakat dan minatnya.
2. Efisiensi Pengajaran
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan
dengan proses yang lebih mudah. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih
baik jika memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula.
Namun masyarakat cenderung kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya
bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran adalah mahalnya biaya
pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajaran
dan hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan. Yang
juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia yang lebih baik.
Biaya pendidikan bukan hanya tentang biaya sekolah, training, kursus
atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun juga
tentang properti pendukung seperti buku serta biaya transportasi yang ditempuh
untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang pilih. Di sekolah sudah
diberlakukan pembebasan biaya pengajaran atau biasa disebut Dana Bos,
namun yang diperlukan siswa bukan hanya itu saja, melainkan kebutuhan
lainnya seperti buku pembelajaran atau buku paduan, alat tulis, seragam dan
lain sebagainya. Dan hal itu diwajibkan oleh guru mata pelajaran yang
bersangkutan.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan, masalah lainnya adalah
waktu pengajaran. Contohnya dalam di SMP, ada sekolah yang jadwal
pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan berakhir pukul 16.00. Hal
tersebut jelas tidak efisien, karena memerlukan banyak waktu untuk siswa
mengikuti proses pendidikan formal. Selain itu, banyak siswa yang mengikuti
lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, ekstrakuriler,
dan lain-lain. Jelas terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak
efektif juga, karena siswa akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk
melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Masalah lain dari efisiensi pengajaran adalah mutu pengajar. Kurangnya
mutu pengajar juga yang menyebabkan siswa kurang mencapai hasil yang
diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga
membutuhkan biaya lebih. Kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar
yang mengajar tidak pada kompetensinya atau tidak pada keahliannya. Namun
yang terjadi dilapangan, seorang pengajar yang mempunyai dasar pendidikan di
bidang matematika diperintahkan mengajarkan kesenian yang sebenarnya
bukan kompetensinya. Sehingga pendidik tidak dapat mengomunikasikan
bahan pengajaran dengan baik, sehingga siswa tidak mengerti apa yang
disampaikan guru tersebut.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam
meningkatkan efisiensi pendidikan. Namun sistem pendidikan sering berubah-
ubah sehingga membingungkan pendidik dan siswa.
Contohnya saja di Indonesia, dalam beberapa tahun belakangan ini,
pendidikan di Indonesia menggunakan sistem pendidikan yang sering berubah-
ubah mulai dari kurikulum 1994, kurikulum 2004, KTSP, K13 hingga
kurikulum K13 yang direvisi. Ketika mengganti kurikulum, juga mengganti
cara pendidikan guru, dan guru harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga
menambah biaya pendidikan.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran atau output yang diinginkan
dapat dihasilkan secara maksimal dengan hanya menggunakan masukan yang
relative tetap, atau jika dengan masukan yang sekecil mungkin dapat
menghasilkan keluaran atau output yang maksimal. Konsep efisiensi sendiri
terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis
diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan
ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika
ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas
merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat
dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan
dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung
ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber
pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien
adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan
dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian
tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standarisasi Pendidikan
Jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan, juga berkaitan erat dengan
standarisasi pengajaran yang diambil. Tentunya setelah melewati proses untuk
menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berubah seiring dengan perubahan zaman.
Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat terus-menerus berubah di era
globalisasi saat ini. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh
seseorang dalam suatu lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Kualitas pendidikan diukur oleh standar kompetensi di dalam berbagai versi,
sehingga terbentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standarisasi dan
kompetensi tersebut seperti Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standarisasi dan kompetensi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan juga membawa bahaya yang tersembunyi, yaitu
kemungkinan adanya pendidikan yang terkepung oleh standar kompetensi saja
sehingga kehilangan makna dan tujuan dari pendidikan tersebut.
Siswa terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar
pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan
dapat digunakan. Tidak peduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau nilai
yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar yang
telah ditentukan.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena artinya pendidikan seperti


kehilangan makna karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas
salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan.

Contohnya di Indonesia adanya sistem penentuan standar lulus/tidak


lulus melalui Ujian Akhir Nasional. Namun hasil dari sistem tersebut belum
bisa memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap siswa. Siswa
yang pintar hanya dalam semua mata pelajaranlah dan sering mendapatkan nilai
tertinggi yang menjadi patokan apakah siswa tersebut memenuhi keriteria dari
sistem tersebut. Tentunya hal ini tidaklah adil bagi seluruh siswa. Siswa dengan
berbagai karakter dipaksa mengikuti sistem dan cara belajar yang sama.
Padahal tidak semua siswa memiliki satu jenis cara mereka dalam menyerap
ilmu. Yang selama ini dilihat di sekolah-sekolah, guru menerangkan, murid
mendengar lalu latihan. Metode ini sudah ketinggalan zaman dan terlalu kaku.
Dan yang paling fatal mudah menghilangkan minat belajar pada siswa.
Memang ada beberapa karakter siswa yang bisa atau malah mudah dengan
metode belajar seperti itu, namun tidak sedikit pula siswa yang tidak bisa
menyerap materi pelajaran dengan metode seperti itu karena perbedaan karakter
dan ditambah pola pendidikan berbeda yang diterapkan oleh orang tua masing-
masing siswa. Perlu diketahui bahwa metode belajar setiap manusia berbeda-
beda sesuai dengan karakter mereka, ada tipe belajar secara visual, lingual,
pendengaran, analisis, debat, individu, kelompok dan lain-lain. Untuk itu ada
baiknya sistem pendidikan yang seperti itu diubah dengan menganalisis
kebutuhan belajar serta metode belajar yang tepat bagi siswa sebelum siswa
tersebut masuk ke jenjang sekolah, kemudian mengelompokan siswa ke
beberapa kelompok sesuai dengan kebutuhan dan metode belajar yang dapat
diterima siswa. Dengan begitu potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap siswa
dapat tergali lagi dengan maksimal.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut


ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan
rendahnya kualitas pendidikan.
1. Kualitas Sarana Fisik
Kualitas sarana fisik mempengaruhi kualitas pendidikan. Banyak
sekolah yang gedungnya rusak, buku perpustakaan tidak lengkap, kursi dan
meja rusak serta media belajar yang tidak ada. Selain itu, laboratorium tidak
standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan
masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki
perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Dengan kondisi
seperti itu, proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Maka
rendahnya kualitas sarana fisik akan menyebabkan rendahnya kualitas
pendidikan.
2. Kualitas Guru
Tugas guru yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan,
melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian
masyarakat. Namun kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang
memadai untuk menjalankan tugasnya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan,
juga sebagai cermin kualitas. Tenaga pengajar memberikan andil besar pada
kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan
pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.
3. Kesejahteraan Guru
Kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan
oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik
di kalangan pendidik. Namun kenyataannya masalah kesejahteraan guru belum
mendapatkan perhatian besar dari pemerintah. Rendahnya kesejahteraan guru
mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan. Guru
sebagai tenaga kependidikan juga memiliki peran yang sentral dalam
penyelenggaraan suatu sistem pendidikan.
4. Mutu Sumber Daya Manusia Pengelola Pendidikan
Sumber daya pengelola pendidikan bukan hanya seorang guru atau
kepala sekolah, melainkan semua sumber daya yang secara langsung terlibat
dalam pengelolaan suatu satuan pendidikan. Rendahnya mutu dari Sumber
Daya Manusia pengelola pendidikan dapat menghambat keberlangsungan
proses pendidikan yang berkualitas, sehingga adaptasi dan sinkronisasi terhadap
berbagai program peningkatan kualitas pendidikan juga akan berjalan lamban.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat
Sekolah Dasar. Selain itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini akan menghambat pengembangan
sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan
dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan karena mahalnya biaya
untuk memperoleh pendidikan menyebabkan masyarakat yang berpendapatan
atau yang kondisi ekonominya rendah lebih memilih untuk tidak
menyekolahkan anaknya dan anak-anak tersebut pun lebih memilih bekerja
untuk membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal
tersebut adalah salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kesempatan
pemerataan pendidikan.
6. Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan dapat dilihat dari
banyaknya lulusan yang menganggur. Hal tersebut disebkan adanya
ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Ini
disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan
yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah. Semakin mahalnya pendidikan tidak terlepas dari kebijakan
pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Pada
realitanya MBS lebih dimaknai sebagai suatu usaha untuk melakukan
mobilisasi dana. Oleh karena itu, komite sekolah/dewan pendidikan sebagai
organ MBS memiliki syarat adanya unsur pengusaha
8. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahteraan guru
pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Padahal prestasi
siswa juga menjadi tolak ukur dari tinggi rendahnya kualitas pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Wibawa, Wigih.. 2013. Rendahnya Kualitas Pendidikan Di Negara
Indonesia diunduh dari Http://Wiare.Blogspot.Com/2013/02/Rendahnya-
Kualitas-Pendidikan-Di-Negara.Html, pada tanggal 23 Maret 2019.

Kulsum, Umi. Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia diunduh dari


http://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/2013/12/rendahnya-kualitas-
pendidikan-di_29.html, pada tanggal 23 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai