Anda di halaman 1dari 2

LINK : http://library.uinsby.ac.id/?

p=3680

Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dan peluang.

Tantangan tersebut ada beberapa:

Pertama, likuiditas perbankan yang semakin ketat. Pada 2018 The Fed berniat menaikkan
kembali suku bunga acuan hingga tiga kali. Kebijakan The Fed itu akan memacu capital outflow
yang dapat mengetatkan likuiditas pasar keuangan, termasuk di Indonesia.

Kedua, maraknya penerbitan obligasi korporasi. Saat ini pembelian obligasi korporasi belum
menjadi bagian kredit perbankan. Nantinya, rasio likuiditas yang sudah ada saat ini, yaitu loan to
funding ratio (LFR), akan diubah menjadi financing to funding ratio (FFR). Sehingga obligasi
yang diterbitkan di pasar modal akan masuk sebagai komponen pembiayaan. Diharapkan, risiko
persaingan antara penerbitan obligasi korporasi dan kredit perbankan bisa diminimalkan.

Ketiga, kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Bank harus menyediakan
pencadangan dalam jumlah besar yang ujungnya menggerus laba. Kredit macet masih menjadi
momok menakutkan, lebih-lebih kalau kurs rupiah tertekan terhadap dolar AS.

Keempat, terbatasnya minat belanja masyarakat. Pertumbuhan belanja rumah tangga yang
melambat belakangan ini dibandingkan periode sebelumnya disebabkan adanya pergeseran
dalam alokasi pendapatan dan kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih gemar mena-
bung daripada konsumsi/belanja.

Kelima, maraknya financial tech nology (fintech) dan start-up menjadi pesaing perbankan.
Fintech dan start-up melalui inovasi teknologi menawarkan jasa-jasa dan produk serupa bank
sehingga mengambil ceruk pasar perbankan.

Keenam, penguatan USD karena ekonomi AS terus tumbuh berpeluang menekan nilai tukar
rupiah.

Prospek Bank kedepan :

pertama, masifnya proyek infrastruktur dan kenaikan belanja modal pemerintah. Dalam APBN
2018, alokasi anggaran infrastruktur kian diperbesar menjadi Rp 410,7 triliun. Begitu pula
belanja modal dalam APBN 2018 naik 4,1 persen atau sebesar Rp 2,220.7 triliun dibanding
APBNP 2017. Belum lagi pada 2018 terdapat penyelenggaraan Asian Games. Wajar jika Bank
Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan kredit perbankan 2018 lebih tinggi, yaitu 9–11 persen.
Bandingkan pada 2017 yang hanya + 9 persen. OJK juga memprediksi pertumbuhan kredit 2018
lebih tinggi, yakni 13,0 persen, atau lebih tinggi dari proyeksi 2017 yang hanya 10,0 persen.

Kedua, meningkatnya ekspor diindonesia. Nilai ekspor Indonesia pada Nov 2017 lalu mencapai
USD 15,28 miliar dengan presentase kenaikan sebesar 13,18% disbanding 2016. Dan secara
kumulatif, nilai ekspor Januari-November 2017 mencapai USD 153,90 miliar (17,16%)
disbanding periode 2016 sebesar USD 139,68 miliar (16,89).
Ketiga, perlunya implementasi relaksasi loan-to-value (LTV) secara berbeda tiap regional.
Relaksasi itu mempertimbangkan karakteristik industri otomotif dan properti tiap daerah yang
berbedabeda. Diharapkan, kebijakan tersebut akan lebih mendorong intermediasi perbankan di
daerah, terutama pada sektor otomotif dan properti.

Keempat, kebijakan suku bunga rendah. Pemerintah terus mendorong industri perbankan untuk
menerapkan suku bunga kredit murah.

Kelima, mulai naiknya harga beberapa komoditas global. Tingginya permintaan dunia akan
barang komoditas primer akan mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai