OPTIMISTIS
Sesuatu yang aneh mulai muncul tiga hari menjelang UKK. Berturut-turut aku mimpi
orang yang sama dan benda yang sama. Aku mimpi tentang teman sekelasku yang
bernama Orin. Sudah lama dia akrab denganku, walaupun orangnya nyebelin banget.
Orin yang jelek, nyebelin dan sok pintar itu, aku heran. Tiba-tiba muncul dalam
mimpiku. Bukan cuma itu. Benda yang sama pun juga muncul di sana. Bunga mawar
dan seragam pramuka.
Mimpi pertama, hari itu adalah hari Jumat. Seluruh siswa memakai seragam pramuka.
Waktu itu ada praktek kimia. Salah satu bahan yang digunakan untuk praktek adalah
bunga mawar. Tapi aku lupa tidak membawanya. Lalu Orin datang. Dia memberikan
bunga mawarnya padaku.
Bunga mawarnya merah pekat dan indah sekali. Aku mengucapkan terima kasih. Ketika
aku akan menuju lab kimia, tiba-tiba dia memegang tanganku yang memengang bunga
mawar. Ternyata dia tidak bermaksud membantu tugas kimiaku. Tapi malah....
Mimpi kedua, teman-teman sekelas mengadakan study tour private. Kami menginap di
salah satu kampung tradisional dan mengunjungi berbagai tempat di sekitarnya. Saat itu
kami memakai seragam pramuka. Ketika berkunjung ke museum, aku duduk sendirian
sambil membaca majalah. Orin menghampiriku. Sepertinya dia ingin mengatakan
sesuatu tapi gugup. Dia berjalan kembali ke tempat semula dan menemui ketua kelas
kami, Heni, beserta teman-temannya. Sepertinya membicarakan sesuatu. Sebenarnya aku
dengar, tapi aku pura-pura tidur. Aku dengar Heni berkata,"Cepet sana, Rin. Katanya
naksir sama Alia. Cepet tembak aja. Nih, bunganya!"
"Gapapa ah, yang penting sudah kuberikan." jawabnya. "Dia tidur kok."
Setelah mereka pergi, aku bangun. Kuambil bunga mawar di kepalaku. Oh, kasihan!
Bunganya sampai layu. Kuperhatikan baju dan rambutku berantakan seperti orang
mabuk. Aku kembali ke penginapan. Cewek-cewek menghadang di depan pintu. "Cie
cieee...", sambar mereka. Aku cuek saja. Lalu aku menerobos masuk ke dalam. Ada
cowok-cowok, tapi tak ada Orin. Mereka mengenakan pakaian hitam ala boyband Korea.
Katanya, "Ehem... Ehem..." sambil cekikikam memandangku. Aku bersikap cuek lagi.
Aku menuju kamar mandi dan bercermin.
Mimpi ketiga, hari Sabtu, masih memakai seragam pramuka. Aku stres, banyak pikiran.
Apalagi orang-orang di rumah selalu ribut, ujung-ujungnya aku yang kena. Belajar di
rumah jadi tidak nyaman. Aku bahkan sering menangis. Depresi pun muncul. Sepulang
sekolah aku memutuskan untuk kabur dari rumah. Karena dua hari sebelumnya aku
mimpi tentang Orin, maka kali ini (pada mimpi ini) aku ingin membuntutinya.
Aku melihat dia sudah keluar duluan dari sekolahan dengan sepeda motornya. Cepat-
cepat aku menghadang ojek. Kusuruh tukang ojek itu mengikutinya. Ternyata rumahnya
jauh. Ketika hampir sampai aku turun. Aku mengintip di balik pohon. Kulihat Orin
masuk ke rumahnya. Lalu aku berjalan sampai depan rumahnya. Aku pun berhenti.
Aku kembali menangis. Telah aku sadari, aku terlanjur kabur dari rumah dan tak tahu
jalan pulang. Orin melihatku. Dia langsung menghampiri. Dia mengelap air mataku
dengan sapu tangannya yang berwarna merah. Lalu duduk di sampingku dan bertanya.
"Kenapa, Al? Kok nangis?"
Orin tetap memaksa. Apa boleh buat, kalau ini yang harus aku lakukan supaya bisa
pulang. Dia segera mengambil sepeda motornya dan dua helm.
Aku membonceng, pipiku masih basah. Sapu tangannya masih kubawa.
Kejadian yang tak pernah kuharapkan terjadi. Aku kira dia mau mengantarku pulang,
ternyata malah menuju ke pantai. Aku jadi bingung. "Kok kita ke sini. Mau ngapain?"
"Lho, katanya ada masalah. Jadi aku anterin kamu ke sini biar tenang."
Ya sudah, aku ikuti saja apa katanya. Setelah memarkir kendaraan, dia menggandengku
menuju ke sebuah bangku. Aku duduk. Dia pergi sebentar untuk membeli dua eskrim
cornetto coklat. Perasaanku tidak enak. Aku juga khawatir kalau ada orang yang
mengetahui almamater sekolah kami, karena kami masih memakai seragam pramuka.
Lama menunggu, dia datang juga. Kulahap eskrim itu sambil melihat lautan pantai
dengan tatapan kosong. Tentunya tanpa melihat Orin.
"Aku telah menunggu momen tepat seperti ini, untuk menyatakan perasaanku padamu.
Sudah lama aku menyukaimu. Jadi, apakah kamu bersedia jadi pacarku?"
Dia menunjukkan setangkai bunga mawar di depanku. Seperti mimpiku sebelumnya.
Aku kaget, terharu, menangis. Rasanya semua kesedihan yang ada dalam diriku hilang.
Aku merasa sangat bahagia. Kuterima bunga itu. Dan artinya, aku bersedia menjadi
pacarnya.
Sayang seribu sayang. Tiga mimpi yang berlangsung berturut-turut. Tiga materi yang
sama. Sayangnya itu tak ada di kehidupan nyata. Semuanya hanya mimpi.
Dari ketiga mimpiku aneh itu, aku ingin tahu arti dari semua ini. Ada apa dengan Orin,
bunga mawar, dan seragam pramuka? Kalau dipikir-pikir, mungkin aku jatuh cinta pada
Orin.
Mungkin, hanya mungkin. Bisa jadi tidak mungkin. Dia kan jelek dan nyebelin. Tapi dia
juga hebat dalam pemprograman komputer. Aku jadi ingin diajari, itung-itung untuk
membalas fisika dan matematika yang pernah aku ajarkan padanya. Sampai dipotret pula
kami berdua oleh teman yang jahil. Wow! Itu tandanya... Alia lagi jatuh cinta nih,
hahaha!
Coba aku bayangin. Kalau seumpama mimpi ini jadi nyata, pasti Orin akan nembak aku
pada hari Jum'at atau Sabtu, pasti membawa bunga mawar merah. Kalau begitu mungkin
juga ada yang berkomentar, "Masa sih, Alia yang pintar di kelas, profesor fisika kita,
jadian sama Orin si aneh itu? Gak mungkin banget keles...!"
Aku masih tidak percaya mengapa aku mimpi seperti itu. Oh, mungkin saja diawali dari
cerita drama yang pernah aku mainkan dengan Orin.
Kisah rumah tangga Pak Herman dan Bu Sinta.
@@@
Di sekolah, entah apa yang terjadi. Aku jadi canggung setiap bertemu Orin. Perasaan
gugup mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Padahal dia duduk tak jauh dari tempat aku
duduk. Kami biasa berbicara, bercanda, belajar bersama, menyelesaikan tugas bersama.
Kali ini, sungguh, tubuhku serasa kaku. Aku lebih memilih diam daripada berbicara
padanya. Saat ulangan kenaikan kelas dimulai. Sampai berhari-hari hampir usai. Aku
masih tak ingin bicara, walau hanya menyapa. Rasanya jarak di antara kita semakin jauh.
Kulihat, sikapnya acuh tak acuh seperti biasanya. Mungkin dia tidak merasakan sikap
anehku ini. Aku juga tidak ingin dia tahu kalau aku memikirkannya. Bahwa aku
memikirkan tiga mimpi dan tiga materi itu. Bahwa aku telah jatuh cinta padanya. Dan
aku ingin dan sangat ingin tahu, apa maksud semua ini.
Ulangan kenaikan kelas telas usai. Kami tinggal menunggu hasilnya seminggu lagi.
Sikapku masih sama terhadap Orin- diam, diam dan diam.
Diam-diam aku memendam perasaan. Dia duduk tak jauh dari tempat aku duduk. Dia
sedang bicara pada temannya. Aku hanya seorang kutu buku yang selalu pegang buku.
Buku yang tengah kubaca bergetar. Oh, jangan lagi! Ada rasa ingin mendekatinya. Aku
ingin sekali berbincang dengannya. Dulu itu mudah kulakukan, kali ini terasa berat.
Ada apa dengan Orin, bunga mawar, dan seragam pramuka? Pertanyaan itu belum lekas
hilang dari ingatanku. Jika aku mengira ini akan menjadi nyata, maka aku harus
bertindak. Aku harus bicara padanya. Ya, aku harus bicara. Tinggal menunggu temannya
pergi, lalu aku bisa duduk berdua dengannya. Ya, itu yang akan kulakukan.
"Hai!", sapaku.
Pandangannya aneh. Aku melanjutkan lagi.
"UKK kemarin gimana? Soal-soalnya lumayan sulit, ya."
"Hah? Apa kamu bilang sulit? Soal-soal itu sih kecil."
Seperti yang aku duga. Nada bicaranya menyebalkan sekali. Meremehkan sesuatu yang
belum tentu dia bisa lakukan.
"Pergi sana! Kamu duduk di sini mau bikin malu aku lagi?"
Apa? Baru sebentar aku duduk di sini. Tiba-tiba aku diusir begitu saja. Apa yang dia
pikirkan? Tak seperti biasanya dia begitu.
"Apa-apaan kamu ini? Kalau gak suka aku di sini bilang aja."
"Aku memang gak suka sama kamu."
Yang tadi itu, yang barusan itu, apa dia serius? Ternyata selama ini itu yang dia rasakan.
Pantas dia sangat menyebalkan. Sikap menyebalkannya itu dia lakukan agar aku
menghindarinya. Oh, betapa bodohnya! Mengapa aku tidak menyadari hal ini dari dulu?
Sudah terlanjur. Dia, orang yang bernama Orin itu, dia membenciku. Aku telah menelan
ludah yang sangat pahit. Dadaku semakin sesak. Tadinya aku ingin menyangkal, tapi
aku tak bisa. Aku tak bisa berbuat apa-apa.
Hasil UKK dibagikan. Aku puas dengan hasil yang kudapat. Setidaknya ini bisa
melunturkan rasa sedihku yang telah lalu. Sedangkan Orin, dia itu, entahlah. Aku sudah
tidak peduli lagi dengannya. Aku tak peduli tahun depan dia sekelas lagi denganku atau
tidak. Yang pasti aku tidak peduli. Mungkin mulai saat itu, saat ini dan seterusnya, aku
tak mau mengenalnya lagi. Maafkan aku.
Oleh Wishna Aliadina
Penulis tinggal di Desa Tamangede, Kecamatan Gemuh, Kendal, Jawa Tengah. Dapat
dihubungi di alamat email wishnaaliadina@gmail.com
(Bagi Anda yang memiliki cerita pendek dan bersedia dipublikasikan, silakan
kirim ke alamat email: news.okezone@mncgroup.com)
(ful)