Anda di halaman 1dari 11

Struktur Cerita Pendek

 Abstrak (pilihan) : Inti cerita yang akan dikembangkan.


 Orientasi : Pengenalan latar cerita (biasanya meliputi 5 W + I H)
 Komplikasi : Urutan kejadian yang dihubungkan secara sebab akibat,
maksudnya dibagian ini terdapat konflik dan menuju sebab konflik dan
akibatnya apa.
 Evaluasi : Diarahkan pada pemecahan masalah.
 Resolusi : Solusi dari konflik.
 Koda (pilihan) : Nilai-nilai yang bisa dipetik oleh pembaca dari cerpen yang
dibaca.
Note : Pada Abstrak dan Koda terdapat kata pilihan, artinya biasanya terdapat atau
tidak terdapat di cerita pendek, tetapi kebanyakan ada di cerita pendek.
Contoh Cerita Pendek Tema kewirausahaan

OPTIMISTIS

Mokhammad Fatkhun Najaa


Ramainya usaha via online membuat pria sebatang kara ini tertarik pada dunia wirausaha
karena menghasilkan financial yang cukup besar, sebelum ditinggal kedua orang tuanya wafat
pada tahun yang sama. Kejadian ini sangat miris buatnya, tetapi ia semakin tegar dan tabah
karena sejak umur lima tahun ia sudah belajar di pondok pesantren, sayangnya sifat borosnya
itu membuat ia terlilit hutang. Padahal ia anak sulung dari dua bersaudara. Dari situlah
bakatnya pandai berkomunikasi muncul. Ia terus berusaha meskipun jatuh bangun ketimpa
tangga pula, dari usaha gypsum hingga menjadi pemandu traveler ke beberapa gunung di
Indonesia. Usaha terakhir yang menjadi seorang pemandu traveler, itulah momok
keberhasilannya hingga sekarang.
**
Setelah lulus dari pondok pesantren, ia ingin melanjutkan jenjang pendidikannya di perguruan
tinggi negeri tetapi masalah ekonomi keluarga yang membuatnya tak mampu untuk melanjutkan
sekolah lagi walaupun keinginannya sangat besar. Langkah terakhir ia beranikan untuk
membangun usaha kecil-kecilan. Tahun 2009 lalu, Pria kelahiran 1984 ini mulai berkecimpung
pada usaha gypsum. Belajar dari teman-temannya dengan sentuhan kerja keras dan doa, ia
mencoba dengan modal yang pas-pasan namun hasilnya cukup membuahkan keuntungan. Tetapi
lama-kelamaan usaha gypsum menjadi persaingan usaha, seiring berjalannya waktu banyak
orang lain mencoba usaha sepertinya. Jalan akhir, ia mencoba mempromosikan usahanya itu ke
dunia maya seperti facebook dan blog miliknya. Keputusannya cukup memberi respon bagi
khalayak umum. Banyak pelanggan yang memuji dan tak sedikit juga yang mengoloknya.“Hallo,
selamat pagi. Apa yang bisa saya bantu?”.(Tanya Budi)“Begini mas, saya mau mendekor
rumah. Nanti mohon desain yang saya pilih tadi segera dibuatkan”.(Jawab Pak Tyo)“Ya Pak,
segera saya telpon balik”.(Dengan nada pasti)Dari rumah berdindingkan bambu, beratapkan
genting bolong hingga lantai beralaskan tanah, ia berhasil merenovasi rumah ibunya dengan
layak. Ibunya pun Bangga.“Nak, kamu sekarang sudah sukses. Ibu bangga Nak. Umurmu
sekarang 25 tahun, selayaknya lepas masa lajangmu”.(Rasa bangga dan haru)“Ya Bu, tapi
belum ada yang cocok. Saya ingin berkarir dulu, lagian usaha ini masih belum tahu kedepannya
bagaimana”.(Nada pasti, meski bimbang)“Jika itu keputusanmu, Ibu juga mendukung”.(Dengan
memeluk)Ayahnya yang sakit-sakitan, membuatnya semakin semangat bekerja karena menjadi
tulang punggung keluarga. Satu tahun lalu Ayahnya divonis dokter terkena TBC, meski sudah
dirawat dirumah sakit dan membaik tapi penyakitnya kambuh lagi. Hiburan tiap hari
hanyamemandang eloknya hamparan sawah demi mengobati rasa sedihnyasambil menyanyikan
sebuah lagu.
***
Suatu hari, ia mendapatkan orderan via online. Tetapi masalahnya orderan itu dari luar jawa.
Ia tak habis pikir kalau ada juga yang memesan dekorasi rumah hingga pulau luar jawa. Ia
bingung karena jarak yang jauh berarti biaya pun tak sedikit. Ia pun menolak penyebabnya juga
pekerja dan sarana yang dimiliki kurang memadai karena usahanya tergolong menengah ke
bawah.Ada pula pelanggan yang mencemoohnya. Ibu Rani namanya, ia datang ke tempat kerja
Syafi’i.“Mas gimana ini, kapan selesainya sudah dua minggu!”.(Nada kesal)“Iya bu, akhir-
akhir ini kami kekurangan pekerja jadi kurang maksimal”.(berusaha menyakinkan dengan
sabar)“kalau seperti ini lebih baik saya cari yang lain”.(Menyindir)“Tidak bisa seperti itu bu
karena pesanan sudah setengah jalan, kami akan rugi”.(berusaha menyakinkan lagi)“pokoknya
stop sampai disini. Saya tidak mau membayar. Kamu memang tidak pecus!”.(Nada Marah)Ia
pun bingung dan akhirnya Ibu Rani tidak mau melanjutkan pesanannya yang sudah setengah
jalan digarap. Rugilah yang didapat Syafi’i. Belajar dari kejadian yang lalu ia mencoba dan
terus mencoba memperbaiki kekurangan yang ada. Keuntungan dari usaha gypsum ini
ditabungnya sedikit demi sedikit bagai bukit. Persaingan usaha gypsum baik via online maupun
promosi biasa menjadikan mata pencaharian satu-satunya semakin sepi hari demi
hari. Penghasilan yang biasanya cukup menutupi kebutuhan sehari-hari semakin menyusut.
Sudah tiga tahun ia menggeluti usaha gypsum. Setelah gulung tikar ia mencari pekerjaan
dengan segala keterbatasan kemampuan yang ada pada dirinya. Ia pernah menjajakan makanan
dan minuman di beberapa toko, bahkan sampai menjadi pengacara alias pengangguran banyak
acara. Hidup seperti ini hampir membuatnya putus asa. Tak lama angin membawa berita segar
yang menyapanya di pagi hari.Desas-desus dari warga sekitar, mulai diminatinya peternakan
bebek. Akhirnya, ia pun melirik dan mencoba usaha peternakan bebek dari uang hasil jerih
payah sebelumnya. Dari pekarangan kecil milik ayahnya itu, ia membuat kandang bebek yang
sederhana dari bambu. Awalnya ia membeli empat ekor bebek jantan dan enam ekor bebek
betina karena sebagian besar yang dijual adalah telur bebek. Tidak hanya telurnya saja yang
dijual tetapi ia juga menernakkan bebek itu untuk dijual dipasar atau warung makan terdekat.Ia
melakukan pekerjaan itu sendirian tanpa dibantu pekerja lain jadi penghasilannya lebih
mencukupi untuk dirinya, orang tuanya dan adiknya. Ibunya pun ikut membantu dengan
berjualan makanan kecil di SD yang ada di desanya. Wanita berusia setengah abad ini sebagai
pendorong semangatnya dalam menjalani hidup. Tak lupa ayahnya yang tegar dan tabah
melawan penyakitnya memberikan pentingnya kesabaran dalam segala hal.Berkat semua
pembelajaran tersirat itu lama-kelamaan terpaku di pikirnya dan tak pernah ia lupa darimana ia
berasal dan ia ingat bahwa kehidupan kita diatur oleh yang Kuasa hanya kita harus terus
berusaha dan berdoa supaya cita-cita kita terwujud. Usaha kedua yang ia geluti semakin
berkembang dari sepuluh ekor bebek menjadi ratusan ekor bebek. Ia semakin mahir jual beli
bebek, banyak suka maupun duka yang terus berdatangan tetapi ia semakin tegar dan sabar. Tak
sampai dua tahun menjadi peternak bebek, dikarenakan harga pakan bebek semakin naik tiap
bulannya penyebabnya cuaca yg tak tentu membuat harga dedak dan pakan campuran
lainnya harganya selangit. Keadaan semakin memburuk hingga ia memutar otaknya supaya
bebeknya ini tidak kurus dan masih laku dipasaran. Tapi belum ketemu jalan tengahnya.
Akhirnya ia mengambil jalan akhirnya dengan melepaskan usaha ini dan beralih ke usaha yang
resikonya tidak separah usaha baik yang pertama maupun yang kedua. Bertambahnya
pengalaman berwirausaha, ia semakin faham bagaimana menjadi wirausaha yang sukses.Tahun
2014 ayah dan ibunya wafat. Ayahnya mendadak meninggal karena penyakit TBC
yangmenggerogoti tubuhnya. Beberapa bulan kemudian ibunya pun wafat karena hipertensi,
ketika itu karena banyak beban pikiran akhirnya ibunya jatuh di depan teras kemudian di bawa
kerumah sakit terdekat. Aku ingat waktu itu pertengahan bulan ramadhan dan ibunya wafat. Aku
juga merasa sedih karena ibunya adalah kakak tiriku yang selalu membantu jika ada saudara
yang membutuhkan bantuan. Sifatnya yang baik itu membuatnya disegani di desanya.
Teringatnya membuatku malah sedih.Sejak itu ia berjuang sendirian merasakan pahitnya hidup.
****
Belajar dari pengalaman berwirausaha sebelumnya. Ia terus mengupdate informasi tentang
menjadi wirausahawan yang sukses. Ilmunya semakin bertambah dan ia mencoba memulai
usaha di bidang pariwisata. Usahanya ini cukup menggugah adrenalin khususnya bagi orang-
orang yang berjiwa petualang. Ia bimbang apa pekerjaan ini cocok untuknya, tapi
pengalamannya di bidang ini sudah cukup membawanya beralih profesi. Sudah lama ia cinta
mendaki gunung, memang hanya beberapa gunung di Indonesia saja bukan di luar negeri
meskipun juga hanya sampai di gunung rinjani. Cita-citanya ingin mendaki gunung jayawijaya
di Papua dan gunung everest di Nepal. Keinginan itu akan terwujud bila dananya cukup. Tetapi
karena keterbatasan dana membuat ia mengurungkan niatnya itu.Peralatan mendakinya juga
cukup lengkap meski peralatan lama tapi kekuatan alatnya ini sudah memenuhi standar
keselamatan pendaki gunung baik saat cuaca extreme maupun tidak. Lama tidak bekerja
keuangan semakin menipis dan banyak hutang penyebabnya ya.. saking cintanya mendaki
beberapa gunung itu. Ibarat ranting dan daun yang tak dapat dipisahkan. Idenya pun muncul
“kenapa aku tidak mencoba untuk menjadi pemandu traveler saja ya. Akukan sangat suka
mendaki gunung. Terima kasih Tuhan Engkau sudah menunjukkan jalan yang pasti buatku”.
Angan-angannya itu semakin melekat dan ia pasti akan melakukannya. Kisah hidupnya seperti
sungai yang berliku-liku, sulit ditebak sampai mana ujung sungai itu, rela menerima kehidupan
sesulit ini, sampai akhirnya berhenti pada sebuh harapan pasti.
*****
Tinggal dua harapannya yaitu membesarkan adiknya menjadi anak yang baik dan menikah.
Dari harapan tersebut ia berusaha mencapainya meskiterseok-seok di kemudian hari. Keputusan
akhirnya untuk menjadi pemandu traveler gunung di Indonesia terwujud. Awalnya ia bingung
bagaimana untuk menyakinkan traveler untuk percaya padanya. Hari demi hari ia terus belajar
dan bekerja. Teriknya mentari tak membuatnya putus asa malah ia semakin semagat karena
kecintaannya untuk mendaki gunung dapat terwujud kembali. Adiknya yang tinggal sendiri
dirumah dititipkan ke kakak kandung ibunya. Jadi saat ia bekerja tak akan memberi beban pikir
lebih.“jo, seperti biasa kamu aku titipkan ke bibi ya”.“oke mas bro. Jangan lupa oleh-
olehnya”.“sip dah, kita kan friend”.Ibarat sendok dan garpu mereka itu saling
melengkapi sehingga ia berusaha memberi oleh-oleh seadanya supaya adiknya tidak sedih
karena hidup tanpa mereka bertiga serasa hampa. Tiap kamis ia nyekar di makam orang tuanya
dan selalu curhat tentang kehidupannya yang sekarang. Usahanya berkembang pesat hingga
banyak orang lain yang menawarkan untuk membantu dalam pekerjaan barunya itu. Keindahan
alam di Indonesia khususnya gunung hingga dapat membius orang ketika melihat panorama
yang indah itu, tiap tahun kunjungan wisata banyak diminati baik turis domestik maupun
mancanegara. Peluang usaha ini sangat menjanjikan keuntungan yang besar. Terkadang turis
memberi pesangon yang cukup buat satu bulan hidup disana belum uang muka untuk menyewa
jasa mereka. Sehari mereka bisa mendapat lebih dari satu juta sekali jalan, karena kebanyakan
turis disana dari luar Indonesia. Semua itu tergantung kemana tujuan kita. Meski sudah punya
pekerjaan tetap tetapi ia masih belum bertemu jodoh yang tepat menurutnya. Sekarang ia masih
saja lajang. Ia percaya jodoh ada didepan mata yang penting meminta terus kepada yang
Kuasa. Jodoh emang gak kemana, usaha itu membuatnya bertemu banyak orang dan salah
satunya memikat hatinya tapi tak tau kapan ia akan menikah. Sampai sekarang usahanya terus
berkembang pesat.
******
Kehidupan sulit yang terus menerpanya lebih memberikan manfaat yang sangat
berharga dibandingkan harta benda. Perjuangan jatuh bangunnya tidak sia-sia ia lakukan
meski rasa sedih masih terbelenggu pada dirinya. Hiburan yang paling ia senangi hanya
ingin berkumpul kawan-kawan seperjuangan. Bertemu dengan mereka merupakan obat
manis di hati.Kesukaran seakan hilang tertelan bumi. Dukungan motivasi dari keluarga
membuatnya semakin tegar, tabah dan percaya bahwa kita dapat mengubahnya
dengan usaha dan doa. Belajar dari pengalaman hidup yang harus berani mengambil
resiko dan selalu positif thinking, sehingga ia memiliki jiwa yang kuat dan etos kerja
yang tinggi. Berkat rahmat Allah yang maha kuasa ia dapat menjalani hidup dengan
tawakkal dan ridho dengan apa yang dimilikinya. Bang Speck sebutannya, semua akan
tahu bahwa ia anak Indonesia yang sangat mencintai alam di Indonesia.
Abstrak (tidak ada tanda bintang).
Orientasi (**).
Komplikasi (***).
Evaluasi (****).
Resolusi (*****).
Koda (******).
Warna Merah : Gaya Bahasa (majas).
Tiga Mimpi, Tiga Materi
Sebentar lagi ulangan kenaikan kelas, tapi pikiranku malah yang tidak-tidak. Ada
sesuatu yang membuat aku takut. Bukannya takut gagal atau tak mencapai target yang
diinginkan. Aku hanya tidak ingin mengecewakan keluargaku. Duh, pengaruh luar! Aku
sampai mimpi aneh pula.

Sesuatu yang aneh mulai muncul tiga hari menjelang UKK. Berturut-turut aku mimpi
orang yang sama dan benda yang sama. Aku mimpi tentang teman sekelasku yang
bernama Orin. Sudah lama dia akrab denganku, walaupun orangnya nyebelin banget.
Orin yang jelek, nyebelin dan sok pintar itu, aku heran. Tiba-tiba muncul dalam
mimpiku. Bukan cuma itu. Benda yang sama pun juga muncul di sana. Bunga mawar
dan seragam pramuka.
Mimpi pertama, hari itu adalah hari Jumat. Seluruh siswa memakai seragam pramuka.
Waktu itu ada praktek kimia. Salah satu bahan yang digunakan untuk praktek adalah
bunga mawar. Tapi aku lupa tidak membawanya. Lalu Orin datang. Dia memberikan
bunga mawarnya padaku.

Bunga mawarnya merah pekat dan indah sekali. Aku mengucapkan terima kasih. Ketika
aku akan menuju lab kimia, tiba-tiba dia memegang tanganku yang memengang bunga
mawar. Ternyata dia tidak bermaksud membantu tugas kimiaku. Tapi malah....

"I love you, Al.."


Hah? Apa-apaan ini? Oh, no! Akupun menggerutu dalam hati.
"Maaf." kataku. "Aku cuma ingin bunga mawarnya, bukannya itu."
Paginya di kelas, aku mulai meragukan sikapnya padaku.

Mimpi kedua, teman-teman sekelas mengadakan study tour private. Kami menginap di
salah satu kampung tradisional dan mengunjungi berbagai tempat di sekitarnya. Saat itu
kami memakai seragam pramuka. Ketika berkunjung ke museum, aku duduk sendirian
sambil membaca majalah. Orin menghampiriku. Sepertinya dia ingin mengatakan
sesuatu tapi gugup. Dia berjalan kembali ke tempat semula dan menemui ketua kelas
kami, Heni, beserta teman-temannya. Sepertinya membicarakan sesuatu. Sebenarnya aku
dengar, tapi aku pura-pura tidur. Aku dengar Heni berkata,"Cepet sana, Rin. Katanya
naksir sama Alia. Cepet tembak aja. Nih, bunganya!"

Orin menjawab, "Duh, aku deg-degan, Hen! Gimana dong?"


Heni dan teman-temannya lalu mendorong Orin menuju tempatku duduk.
Orin yang ada di hadapanku ternyata ingin menyatakan cintanya, sambil membawa
bunga mawar merah yang cantik. Dalam hati aku kaget. Tetapi aku masih pura-pura
tidur. Orin kelihatan bingung. Lalu dia meletakkan bunga mawarnya di kepalaku. Dia
berlari. Heni marah.
"Gimana sih, Rin, kok malah lari?"

"Gapapa ah, yang penting sudah kuberikan." jawabnya. "Dia tidur kok."
Setelah mereka pergi, aku bangun. Kuambil bunga mawar di kepalaku. Oh, kasihan!
Bunganya sampai layu. Kuperhatikan baju dan rambutku berantakan seperti orang
mabuk. Aku kembali ke penginapan. Cewek-cewek menghadang di depan pintu. "Cie
cieee...", sambar mereka. Aku cuek saja. Lalu aku menerobos masuk ke dalam. Ada
cowok-cowok, tapi tak ada Orin. Mereka mengenakan pakaian hitam ala boyband Korea.
Katanya, "Ehem... Ehem..." sambil cekikikam memandangku. Aku bersikap cuek lagi.
Aku menuju kamar mandi dan bercermin.

"Ternyata aku kacau sekali."


Rahma mengintip, lalu kututup rapat-rapat pintunya. Aku dengar sepertinya mereka
sedang membicarakan aku dan Orin. Aku ingin menguping. Tiba-tiba aku terpeleset.
Huaaaa...!
Aku terbangun dari tidurku. Oh, ternyata cuma mimpi! Sangat menyebalkan sekali.

Mimpi ketiga, hari Sabtu, masih memakai seragam pramuka. Aku stres, banyak pikiran.
Apalagi orang-orang di rumah selalu ribut, ujung-ujungnya aku yang kena. Belajar di
rumah jadi tidak nyaman. Aku bahkan sering menangis. Depresi pun muncul. Sepulang
sekolah aku memutuskan untuk kabur dari rumah. Karena dua hari sebelumnya aku
mimpi tentang Orin, maka kali ini (pada mimpi ini) aku ingin membuntutinya.

Aku melihat dia sudah keluar duluan dari sekolahan dengan sepeda motornya. Cepat-
cepat aku menghadang ojek. Kusuruh tukang ojek itu mengikutinya. Ternyata rumahnya
jauh. Ketika hampir sampai aku turun. Aku mengintip di balik pohon. Kulihat Orin
masuk ke rumahnya. Lalu aku berjalan sampai depan rumahnya. Aku pun berhenti.

Aku kembali menangis. Telah aku sadari, aku terlanjur kabur dari rumah dan tak tahu
jalan pulang. Orin melihatku. Dia langsung menghampiri. Dia mengelap air mataku
dengan sapu tangannya yang berwarna merah. Lalu duduk di sampingku dan bertanya.
"Kenapa, Al? Kok nangis?"

Aku diam, memalingkan wajahku.


"Kamu kok bisa sampai sini? Rumahmu kan jauh."
"Emm... Aku... Aku kabur dari rumah."
"Kenapa? Ada masalah?", tanyanya.
"Kamu gak perlu tahu,” jawabku dengan nada yang kasar.
"Aku gak tahu harus ke mana. Aku jadi pengen pulang lagi, tapi gak tahu jalan pulang."
"Ya udah, aku anterin, ya."
"Gak usah, gak usah. Makasih."
"Ayolah, Al! Aku anterin, ya. Aku kasihan sama kamu."
"Sungguh, gak usah!" Aku tetap menolak. "Aku bisa pulang sendiri kok."
"Sudahlah, pokoknya aku anterin."

Orin tetap memaksa. Apa boleh buat, kalau ini yang harus aku lakukan supaya bisa
pulang. Dia segera mengambil sepeda motornya dan dua helm.
Aku membonceng, pipiku masih basah. Sapu tangannya masih kubawa.
Kejadian yang tak pernah kuharapkan terjadi. Aku kira dia mau mengantarku pulang,
ternyata malah menuju ke pantai. Aku jadi bingung. "Kok kita ke sini. Mau ngapain?"

"Lho, katanya ada masalah. Jadi aku anterin kamu ke sini biar tenang."
Ya sudah, aku ikuti saja apa katanya. Setelah memarkir kendaraan, dia menggandengku
menuju ke sebuah bangku. Aku duduk. Dia pergi sebentar untuk membeli dua eskrim
cornetto coklat. Perasaanku tidak enak. Aku juga khawatir kalau ada orang yang
mengetahui almamater sekolah kami, karena kami masih memakai seragam pramuka.
Lama menunggu, dia datang juga. Kulahap eskrim itu sambil melihat lautan pantai
dengan tatapan kosong. Tentunya tanpa melihat Orin.

"Udah enakan kan sekarang."


Aku mengangguk.
Saat aku berhenti menjilat, tiba-tiba dia menghadapkan wajahku ke hadapannya,
sehingga kami saling bertatapan. Sebenarnya apa yang dia inginkan?

"Aku telah menunggu momen tepat seperti ini, untuk menyatakan perasaanku padamu.
Sudah lama aku menyukaimu. Jadi, apakah kamu bersedia jadi pacarku?"
Dia menunjukkan setangkai bunga mawar di depanku. Seperti mimpiku sebelumnya.
Aku kaget, terharu, menangis. Rasanya semua kesedihan yang ada dalam diriku hilang.
Aku merasa sangat bahagia. Kuterima bunga itu. Dan artinya, aku bersedia menjadi
pacarnya.

Sayang seribu sayang. Tiga mimpi yang berlangsung berturut-turut. Tiga materi yang
sama. Sayangnya itu tak ada di kehidupan nyata. Semuanya hanya mimpi.
Dari ketiga mimpiku aneh itu, aku ingin tahu arti dari semua ini. Ada apa dengan Orin,
bunga mawar, dan seragam pramuka? Kalau dipikir-pikir, mungkin aku jatuh cinta pada
Orin.

Mungkin, hanya mungkin. Bisa jadi tidak mungkin. Dia kan jelek dan nyebelin. Tapi dia
juga hebat dalam pemprograman komputer. Aku jadi ingin diajari, itung-itung untuk
membalas fisika dan matematika yang pernah aku ajarkan padanya. Sampai dipotret pula
kami berdua oleh teman yang jahil. Wow! Itu tandanya... Alia lagi jatuh cinta nih,
hahaha!

Coba aku bayangin. Kalau seumpama mimpi ini jadi nyata, pasti Orin akan nembak aku
pada hari Jum'at atau Sabtu, pasti membawa bunga mawar merah. Kalau begitu mungkin
juga ada yang berkomentar, "Masa sih, Alia yang pintar di kelas, profesor fisika kita,
jadian sama Orin si aneh itu? Gak mungkin banget keles...!"

Aku masih tidak percaya mengapa aku mimpi seperti itu. Oh, mungkin saja diawali dari
cerita drama yang pernah aku mainkan dengan Orin.
Kisah rumah tangga Pak Herman dan Bu Sinta.

@@@

Di sekolah, entah apa yang terjadi. Aku jadi canggung setiap bertemu Orin. Perasaan
gugup mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Padahal dia duduk tak jauh dari tempat aku
duduk. Kami biasa berbicara, bercanda, belajar bersama, menyelesaikan tugas bersama.
Kali ini, sungguh, tubuhku serasa kaku. Aku lebih memilih diam daripada berbicara
padanya. Saat ulangan kenaikan kelas dimulai. Sampai berhari-hari hampir usai. Aku
masih tak ingin bicara, walau hanya menyapa. Rasanya jarak di antara kita semakin jauh.

Kulihat, sikapnya acuh tak acuh seperti biasanya. Mungkin dia tidak merasakan sikap
anehku ini. Aku juga tidak ingin dia tahu kalau aku memikirkannya. Bahwa aku
memikirkan tiga mimpi dan tiga materi itu. Bahwa aku telah jatuh cinta padanya. Dan
aku ingin dan sangat ingin tahu, apa maksud semua ini.

Ulangan kenaikan kelas telas usai. Kami tinggal menunggu hasilnya seminggu lagi.
Sikapku masih sama terhadap Orin- diam, diam dan diam.
Diam-diam aku memendam perasaan. Dia duduk tak jauh dari tempat aku duduk. Dia
sedang bicara pada temannya. Aku hanya seorang kutu buku yang selalu pegang buku.
Buku yang tengah kubaca bergetar. Oh, jangan lagi! Ada rasa ingin mendekatinya. Aku
ingin sekali berbincang dengannya. Dulu itu mudah kulakukan, kali ini terasa berat.

Ada apa dengan Orin, bunga mawar, dan seragam pramuka? Pertanyaan itu belum lekas
hilang dari ingatanku. Jika aku mengira ini akan menjadi nyata, maka aku harus
bertindak. Aku harus bicara padanya. Ya, aku harus bicara. Tinggal menunggu temannya
pergi, lalu aku bisa duduk berdua dengannya. Ya, itu yang akan kulakukan.

"Hai!", sapaku.
Pandangannya aneh. Aku melanjutkan lagi.
"UKK kemarin gimana? Soal-soalnya lumayan sulit, ya."
"Hah? Apa kamu bilang sulit? Soal-soal itu sih kecil."
Seperti yang aku duga. Nada bicaranya menyebalkan sekali. Meremehkan sesuatu yang
belum tentu dia bisa lakukan.
"Pergi sana! Kamu duduk di sini mau bikin malu aku lagi?"
Apa? Baru sebentar aku duduk di sini. Tiba-tiba aku diusir begitu saja. Apa yang dia
pikirkan? Tak seperti biasanya dia begitu.
"Apa-apaan kamu ini? Kalau gak suka aku di sini bilang aja."
"Aku memang gak suka sama kamu."

Deg! Aku seperti ditembak senapan. Sangat menyakitkan, sakit sekali.


Dadaku terasa sesak. Tempo nafasku tak stabil. Pahit sekali air liurku. Tak kusangka
rasanya akan seperti ini. "Aku tahu kenapa kamu sering deketin aku. Kamu suka kan
sama aku? Ya kan? Orang-orang mengira kita pacaran. Padahal kita cuma berteman.
Tahu gak, aku malu! Aku malu dideketin kamu terus. Aku malu teman-teman ngledek
kita terus. Aku malu guru-guru juga meledek kita."
Begitulah kiranya, aku disemprot habis-habisan. Aku bingung.

"Terus?", ketus aku seolah ingin tahu kelanjutannya.


"Terus aku mohon kamu jangan deketin aku lagi. Berhentilah mengejarku!
Aku lebih suka sikapmu yang kemarin menghindari aku. Sekali lagi, aku gak suka sama
kamu. Kamu mau bikin aku malu lagi?"
Deg!

Yang tadi itu, yang barusan itu, apa dia serius? Ternyata selama ini itu yang dia rasakan.
Pantas dia sangat menyebalkan. Sikap menyebalkannya itu dia lakukan agar aku
menghindarinya. Oh, betapa bodohnya! Mengapa aku tidak menyadari hal ini dari dulu?
Sudah terlanjur. Dia, orang yang bernama Orin itu, dia membenciku. Aku telah menelan
ludah yang sangat pahit. Dadaku semakin sesak. Tadinya aku ingin menyangkal, tapi
aku tak bisa. Aku tak bisa berbuat apa-apa.

Bahkan diamku seperti batu. Dunia seakan terbalik.


Akhirnya, inilah yang kudapat. Aku telah memecahkan teka-teki yang selama ini ingin
kuungkap. Tiga mimpi, dan tiga materi: Orin, bunga mawar, dan seragam pramuka.
Orin~ Dalam mimpi, Orin menyukaiku. Bahkan dia ingin aku menjadi pacarnya. Tapi
kenyataannya dia tidak menyukaiku. Dia membenciku. Dia malu berteman denganku.
Dia ingin aku menghindarinya.
Bunga mawar~ Seindah-indahnya bunga mawar pasti ada duri di tangkainya. Dalam
mimpi aku melihat keindahanny. Tapi kenyataannya aku seperti memegang tangkai
berduri. Duri yang telah menusuk batinku.

Menyakitkan rasanya hati ini tertancap duri tajam.


Seragam pramuka~ Baju yang biasa dipakai di sekolah pada hari Jum'at dan Sabtu ini
berwarna coklat. Coklat itu warna tanah. Tanah bisa berupa lumpur. Mendengar
pengakuannya, aku merasa dilempar lumpur tepat mengenai mukaku. Mukaku jadi
kotor. Lumpur yang coklat, kotor dan menjijikan itu - sungguh tega ia lemparkan
padaku. Aku merasa malu. Malu sekali.

Hasil UKK dibagikan. Aku puas dengan hasil yang kudapat. Setidaknya ini bisa
melunturkan rasa sedihku yang telah lalu. Sedangkan Orin, dia itu, entahlah. Aku sudah
tidak peduli lagi dengannya. Aku tak peduli tahun depan dia sekelas lagi denganku atau
tidak. Yang pasti aku tidak peduli. Mungkin mulai saat itu, saat ini dan seterusnya, aku
tak mau mengenalnya lagi. Maafkan aku.
Oleh Wishna Aliadina

Penulis tinggal di Desa Tamangede, Kecamatan Gemuh, Kendal, Jawa Tengah. Dapat
dihubungi di alamat email wishnaaliadina@gmail.com
(Bagi Anda yang memiliki cerita pendek dan bersedia dipublikasikan, silakan
kirim ke alamat email: news.okezone@mncgroup.com)
(ful)

Anda mungkin juga menyukai