Pola rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancanangan Acak Lengkap (RAL). Menurut
Hanafiah (2001), model untuk Rancangan acak lengkap (RAL) yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y0 = µ +
𝛼 1 + ∑0
Keterangan:
3.5 Hipotesis
H0: Pembuatan kaki naga dari jenis ikan berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas gizi dan organoleptik
kaki naga.
H1 : Pembuatan kaki naga dari jenis ikan berbeda berpengaruh nyata terhadap kualitas gizi dan organoleptik kaki
naga.
Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis pada penelitian dinyatakan sebagai berikut:
a. Apabila F hitung < F table (5%, 1%) berarti antara perlakuan tidak berbeda nyata, maka terima H0 dan
tolak H1.
b. Apabila F hitung > F table (5%, 1%) berarti antara perlakuan berbeda nyata maka tolak H0 dan terima H1.
Data dikumpulkan berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan secara objektif (uji kimia) dan subjektif (uji
organoleptik). Uji secara objektif meliputi uji kadar protein, karbohidrat, lemak, air dan abu (bisa dilihat pada
lampiran), sedangkan uji secara subjektif meliputi penilaian terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur produk.
Data yang diperolej dari hasil pengujian disajikan dalam bentuk tabulasi. Contoh tabulasi data dapt dilihat pada
Ulangan Perlakuan
A B C U
I A1 B1 C1 U1
II A2 B2 C2 U2
II A3 B3 C3 U3
Total TA TB TC T
Rata-rata RA RB RC R
Keterangan:
U = Ulangan.
T = Jumlah/Total.
R = Rata-rata.
Data diatas kemudian dianalisa menggunakan uji normalitas. Uji normalitas data pada penelitian ini
menggunakan metode Kolmogarov Smirnov, dengan taraf signifikan α = 0,05. Adapun ketentuan untuk menerima atau
menolak pengujian normalitas atau ada tidaknya suatu distribusi data adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui kehomogenan data, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas data menggunakan uji Leneve.
Setelah diketahui data yang diperoleh homogen, maka dilakukan analisa keragaman seperti terlihat pada tabel 9.
keragaman 5% 1%
KT = Kuadrat tengah
DB = Derajat bebas
t = Perlakuan
n = Ulangan
Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis didasarkan pada nilai F hitung yang diperoleh dengan
1. Jika F hitung < F tabel 5% berarti antar perlakuan tidak berbeda nyata, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
2. Jika F hitung > F tabel 5% berarti antar perlakuan berbeda nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
3. Jika F hitung > F tabel 1% berarti antar perlakuan berbeda sangat nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Apabila hasil perhitungan tersebut menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata atau sangat nyata, maka
Nilai koefisien keragaman menentukan uji lanjutan yang sebaiknya digunaka. Menurut Hanafiah (2001)
hubungan nilai KK dan uji lanjutan yang sebaiknya digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jika KK besar (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal 20% pada kondisi heterogen) uji lanjutan
yang sebaiknya digunakan adalah uji Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test).
2. Jika KK sedang (antara 5% sampai pada kondisi homogen atau minimal 20% pada kondisi heterogen) uji
lanjutan yang sebaiknya dipakai adalah uji BNT (Beda Nyata Terkecil).
22
3. Jika KK kecil (maksimal 5% kondisi homogeny atau maksimal 10% pada kondisi heterogen) uji lanjutan yang
KK = √𝐾𝑇𝐸 × 100%
𝑌𝑖𝑗𝑘
Keterangan:
KK = Koefisien keragaman
Sedangkan pengamatan terhadap uji organoleptik dianalisa menggunakan uji tanda. Menurut
Nasution dkk, (1980) dalam Humairah (2016), rumus uji tanda sebagai berikut:
Keterangan:
X² = Uji tanda
Hasil perhitungan menggunakan uji tanda ini kemudian dibandingkan dengan nilai X2 table 5% dan 9%.
Dari perbandingan akan dapat diketahui apakah terjadi perbedaan nyata atau tidak nyata, begitu pula dengan penerimaan
dan penolakan terhadap hipotesis dapat ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika X2 hitung < X2 5% dan 9% berarti tidak berbeda nyata, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
2. Jika X2 hitung > X2 5% tetapi lebih kecil X2 table 9% berarti berbeda nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
3. Jika X2 hitung > X2 (5% dan 9%) berarti berbeda sangat nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Menurut De Carmo dkk., (1984) dalam Contani (2014), untuk penentuan perlakuan terbaik digunakan
Menurut De Carmo dkk., (1984) dalam Yusiati (2008), prosedur penentuan perlakuan terbaik dengan
a. Memberikan bobot pada masing-masing variabel dengan angka-angka relatif 0 sampai 1. Bobot nilai yang
diberikan tergantung dari kepentingan masing-masing variabel yang hasilnya diperoleh sebagai akibat
perlakuan.
b. Variabel seperti kadar air, protein, lemak dan karbohidrat diberi bobot 1 karena ketiga variabel tersebut
merupakan pelengkap untuk kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan bobot 0,9 diberikan kepada sifat
organoleptik
1.Kelompok A terdiri dari variabel-variabel yang tinggi rata-rata makin baik, yaitu: kadar protein, kadar
2.Kelompok B terdiri dari variabel-variabel yang makin tinggi rata-ratanya makin jelek, yaitu: kadar air,
Bobot Variabel
Bobot Total
e. Menentukan nilai efektivitas (Neff) dengan rumus:
Untuk menentukan variabel dengan rata-rata makin tinggi makin baik, nilai terendah sebagai nilai
terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik, sedang untuk variabel rata-rata makin tinggi makin jelek maka nilai
terendah sebagai nilai terbaik dan nilai tertinggi sebagai nilai terjelek.
24
f. Menghitung nilai hasil (N hsl) yaitu bobot normal X nilai efektivitas, menjumlahkan nilai hasil dari semua
variabel dan perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan dengan nilai hasil tertinggi.
Salah satu metode dalam uji organoleptik adalah uji kesukaan. Uji kesukaan juga disebut uji hedonik.
Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaannya terhadap produk tersebut. Tingkat-tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat
sangat suka, sangat suka, suka, agak suka (Wagiyono, 2013). Penilaian dalam uji organoleptik ini meliputi
Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), warna memiliki arti dan peranan yang sangat penting pada
makanan, diantara peranan itu adalah sebagai daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Warna merupakan
sifat produk yang dipandang sebagai sifat fisik dan sifat organoleptik. Menurut Kartika dkk., (1987) dalam
Humariah (2016), aroma merupakan sesuatu yang dapat diamati dengan alat indra pembau.
Rasa merupakan faktor yang sangat penting bagi konsumen dalam menentukan keputusan untuk
menerima atau menolak satu produk. Walaupun parameter lainnya memiliki penilaian yang baik namun jika
rasa produk tersebut tidak enak atau tidak disukai, maka produk tersebut akan ditolak konsumen. Penerimaan
panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi
dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997 dalam Humariah 2016).
Tekstur merupakan segi penting dari mutu produk dan dapat mempengaruhi citra produk tersebut. Ciri
yang paling sering diamati adalah kekerasan, kekohesifan dan kandungan air DeMan (1997) dalam Syarwani
(2006).
Metode yang dilakukan pada uji organoleptik adalah metode perbedaan, dimana pengujian dilakukan
oleh minimal 12 orang panelis dengan menggunakan lembaran score sheet organoleptik.