Anda di halaman 1dari 6

19

3.4 Rancangan Penelitian

Pola rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancanangan Acak Lengkap (RAL). Menurut

Hanafiah (2001), model untuk Rancangan acak lengkap (RAL) yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y0 = µ +
𝛼 1 + ∑0

Keterangan:

Y0 = Nilai pengamatan perlakuan ke-i yang dirandom ulang ke-j

µ = Nilai tengah umum

α1 = Efek perlakuan ke-i

∑0 = Efek galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Rancangan percobaan disusun dari 3 perlakuan dan 3 kali ulangan yaitu:

1. Perlakuan A = Kaki naga berbahan dasar daging ikan patin

2. Perlakuan B = Kaki naga berbahan dasar daging ikan lele

3. Perlakuan C = Kaki naga berbahan dasar daging ikan baung

3.5 Hipotesis

Hipotesis yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0: Pembuatan kaki naga dari jenis ikan berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas gizi dan organoleptik

kaki naga.

H1 : Pembuatan kaki naga dari jenis ikan berbeda berpengaruh nyata terhadap kualitas gizi dan organoleptik kaki

naga.

Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis pada penelitian dinyatakan sebagai berikut:

a. Apabila F hitung < F table (5%, 1%) berarti antara perlakuan tidak berbeda nyata, maka terima H0 dan

tolak H1.

b. Apabila F hitung > F table (5%, 1%) berarti antara perlakuan berbeda nyata maka tolak H0 dan terima H1.

3.6 Pengumpulan Data


20

Data dikumpulkan berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan secara objektif (uji kimia) dan subjektif (uji

organoleptik). Uji secara objektif meliputi uji kadar protein, karbohidrat, lemak, air dan abu (bisa dilihat pada

lampiran), sedangkan uji secara subjektif meliputi penilaian terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur produk.

3.7 Analisis Data

Data yang diperolej dari hasil pengujian disajikan dalam bentuk tabulasi. Contoh tabulasi data dapt dilihat pada

tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Contoh Tabulasi Data Hasil Pengujian

Ulangan Perlakuan

A B C U

I A1 B1 C1 U1

II A2 B2 C2 U2

II A3 B3 C3 U3

Total TA TB TC T

Rata-rata RA RB RC R

Sumber: Walpole (1997) dalam Humairah (2016)

Keterangan:

Perlakuan A = Kaki naga berbahan dasar daging ikan patin

Perlakuan B = Kaki naga berbahan dasar daging ikan lele

Perlakuan C = Kaki naga berbahan dasar daging ikan baung

U = Ulangan.

T = Jumlah/Total.

R = Rata-rata.

Data diatas kemudian dianalisa menggunakan uji normalitas. Uji normalitas data pada penelitian ini

menggunakan metode Kolmogarov Smirnov, dengan taraf signifikan α = 0,05. Adapun ketentuan untuk menerima atau

menolak pengujian normalitas atau ada tidaknya suatu distribusi data adalah sebagai berikut:

 Jika D hitung ≥ D tabel, maka distribusi data tidak normal.

 Jika D hitung ≤ D tabel, maka distribusi data normal.


21

Untuk mengetahui kehomogenan data, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas data menggunakan uji Leneve.

Setelah diketahui data yang diperoleh homogen, maka dilakukan analisa keragaman seperti terlihat pada tabel 9.

Tabel 9. Contoh Tabel Analisis Keragaman (ANOVA)

Sumber DB JK KT F Hitung F Tabel

keragaman 5% 1%

Perlakuan (t-1) JKP KTP

Galat T(n-1) JKG KTG KTP

Total (t x n)- 1 JKT KTG

Keterangan: JK = Jumlah kuadrat

KT = Kuadrat tengah

DB = Derajat bebas

t = Perlakuan

n = Ulangan

Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis didasarkan pada nilai F hitung yang diperoleh dengan

kemungkinan sebagai berikut:

1. Jika F hitung < F tabel 5% berarti antar perlakuan tidak berbeda nyata, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

2. Jika F hitung > F tabel 5% berarti antar perlakuan berbeda nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3. Jika F hitung > F tabel 1% berarti antar perlakuan berbeda sangat nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Apabila hasil perhitungan tersebut menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata atau sangat nyata, maka

dilanjutkan dengan uji lanjutan.

Nilai koefisien keragaman menentukan uji lanjutan yang sebaiknya digunaka. Menurut Hanafiah (2001)

hubungan nilai KK dan uji lanjutan yang sebaiknya digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jika KK besar (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal 20% pada kondisi heterogen) uji lanjutan

yang sebaiknya digunakan adalah uji Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test).

2. Jika KK sedang (antara 5% sampai pada kondisi homogen atau minimal 20% pada kondisi heterogen) uji

lanjutan yang sebaiknya dipakai adalah uji BNT (Beda Nyata Terkecil).
22

3. Jika KK kecil (maksimal 5% kondisi homogeny atau maksimal 10% pada kondisi heterogen) uji lanjutan yang

sebaiknya dilakukan adalah BNJ ( Beda Nyata Jujur).

Untuk menghitung koefisien keragaman (KK) digunakan rumus sebagai berikut:

KK = √𝐾𝑇𝐸 × 100%
𝑌𝑖𝑗𝑘

Keterangan:

KK = Koefisien keragaman

KTE = Kuadrat tengah eror

Yijk = ∑ rata-rata dibagi perlakuan (t).

Sedangkan pengamatan terhadap uji organoleptik dianalisa menggunakan uji tanda. Menurut

Nasution dkk, (1980) dalam Humairah (2016), rumus uji tanda sebagai berikut:

X2 = ((𝑛 −1)− 1)2


𝑛1+𝑛2

Keterangan:

X² = Uji tanda

N1 = Banyaknya beda bertanda positif

n2 = Banyaknya beda bertanda negatif

Hasil perhitungan menggunakan uji tanda ini kemudian dibandingkan dengan nilai X2 table 5% dan 9%.

Dari perbandingan akan dapat diketahui apakah terjadi perbedaan nyata atau tidak nyata, begitu pula dengan penerimaan

dan penolakan terhadap hipotesis dapat ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika X2 hitung < X2 5% dan 9% berarti tidak berbeda nyata, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

2. Jika X2 hitung > X2 5% tetapi lebih kecil X2 table 9% berarti berbeda nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3. Jika X2 hitung > X2 (5% dan 9%) berarti berbeda sangat nyata, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3.8 Penentuan Perlakuan Terbaik


23

Menurut De Carmo dkk., (1984) dalam Contani (2014), untuk penentuan perlakuan terbaik digunakan

metode indeks efektivitas dengan rumus sebagai berikut:

Neff = Nilai perlakuan−Nilai terjelek


Nilai terbaik−Nilai terjelek

Menurut De Carmo dkk., (1984) dalam Yusiati (2008), prosedur penentuan perlakuan terbaik dengan

menggunakan indeks efektivitas adalah sebagai berikut:

a. Memberikan bobot pada masing-masing variabel dengan angka-angka relatif 0 sampai 1. Bobot nilai yang

diberikan tergantung dari kepentingan masing-masing variabel yang hasilnya diperoleh sebagai akibat

perlakuan.

b. Variabel seperti kadar air, protein, lemak dan karbohidrat diberi bobot 1 karena ketiga variabel tersebut

merupakan pelengkap untuk kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan bobot 0,9 diberikan kepada sifat

organoleptik

c. Mengelompokkon variabel-variabel yang dianalisa menjadi dua kelompok yaitu:

1.Kelompok A terdiri dari variabel-variabel yang tinggi rata-rata makin baik, yaitu: kadar protein, kadar

karbohidrat dan sifat organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur.

2.Kelompok B terdiri dari variabel-variabel yang makin tinggi rata-ratanya makin jelek, yaitu: kadar air,

kadar lemak, dan kadar abu.

d. Menentukan bobot normal yaitu:

Bobot Variabel
Bobot Total
e. Menentukan nilai efektivitas (Neff) dengan rumus:

Nilai perlakuan − Nilai terjelek


Nilai terbaik – Nilai terjelek

Untuk menentukan variabel dengan rata-rata makin tinggi makin baik, nilai terendah sebagai nilai

terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik, sedang untuk variabel rata-rata makin tinggi makin jelek maka nilai

terendah sebagai nilai terbaik dan nilai tertinggi sebagai nilai terjelek.
24

f. Menghitung nilai hasil (N hsl) yaitu bobot normal X nilai efektivitas, menjumlahkan nilai hasil dari semua

variabel dan perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan dengan nilai hasil tertinggi.

3.8 Uji Organoleptik

Salah satu metode dalam uji organoleptik adalah uji kesukaan. Uji kesukaan juga disebut uji hedonik.

Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaannya terhadap produk tersebut. Tingkat-tingkat

kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat

sangat suka, sangat suka, suka, agak suka (Wagiyono, 2013). Penilaian dalam uji organoleptik ini meliputi

warna, aroma, rasa dan tekstur.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), warna memiliki arti dan peranan yang sangat penting pada

makanan, diantara peranan itu adalah sebagai daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Warna merupakan

sifat produk yang dipandang sebagai sifat fisik dan sifat organoleptik. Menurut Kartika dkk., (1987) dalam

Humariah (2016), aroma merupakan sesuatu yang dapat diamati dengan alat indra pembau.

Rasa merupakan faktor yang sangat penting bagi konsumen dalam menentukan keputusan untuk

menerima atau menolak satu produk. Walaupun parameter lainnya memiliki penilaian yang baik namun jika

rasa produk tersebut tidak enak atau tidak disukai, maka produk tersebut akan ditolak konsumen. Penerimaan

panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi

dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997 dalam Humariah 2016).

Tekstur merupakan segi penting dari mutu produk dan dapat mempengaruhi citra produk tersebut. Ciri

yang paling sering diamati adalah kekerasan, kekohesifan dan kandungan air DeMan (1997) dalam Syarwani

(2006).

Metode yang dilakukan pada uji organoleptik adalah metode perbedaan, dimana pengujian dilakukan

oleh minimal 12 orang panelis dengan menggunakan lembaran score sheet organoleptik.

Anda mungkin juga menyukai