Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN INDIKASI EFUSI PLEURA

Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Tugas


Departemen Emergency di IGD RSUD Bangil

Wisnu Rama Widjaya


180070300111031
Kelompok 2A

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
EFUSI PLEURA

A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis dan Terapi / UPF ilmu
penyakit paru, 1994, 111). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk
penimbunan cairan dalam rongga pleura (Price, 2005).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal,
ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Suzanne, 2002).

B. Epidemiologi
Bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan sering
untuk eksudat. Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah infeksi
(50-70% efusi parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah penyebab yang lebih
sedikit (5- 15%) dan keganasan adalah kasus yang jarang.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar
50-60 % penderita keganasan pleura primer atau metastatic. Sementara 5 % kasus
mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 5 %
penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila
di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang
1,3 juta org/thn. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul
oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang
disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi
pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical
dalam cairan pleura.

C. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis:
1. Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh).
Penyakit yang menyertai transudat :
a. Gagal jantung kiri.
b. Sindrom nefrotik.
c. Obstruksi vena kava superior.
d. Asites pada serosis hati
e. Sindrom meig’s (asites dengan tumor ovarium).
2. Eksudat (ekstravasasi cairan kedalam jaringan). Cairan ini dapat terjadi karena
adanya :
a. Infeksi
b. Neoplasma/tumor
c. Infark paru
3. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral
dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-
penyakit dibawah ini: Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites,
infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma.
Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

D. Tanda dan Gejala


1. Sesak napas, merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan. Mengindikasikan
efusi luas, namun biasanya <500ml.
2. Nyeri dada pleuritik (pneumonia), biasanya dideskripsikan sebagai nyeri tajam
atau menusuk, terutama saat inspirasi dalam.
3. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak.
4. Batuk, biasanya nonproduktif
5. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, panas tinggi
(kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, dan banyak sputum.
6. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
7. Dispneu bervariasi.
8. Perkusi meredup diatas efusi pleura
9. Ruang intercostals menonjol (efusi yang berat).
10. Fremitus vokal dan raba berkurang
11. Suara napas berkurang di atas efusi pleura.
E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga
pleura.Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis.
Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian
kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan
disini mencapai 1 liter per hari. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi
pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu
misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat
pleura.Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena
disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic
koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan
infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya
transudate kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
(Guytondan Hall , 1997)

F. Clinical Pathways

G. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2001), komplikasi efusi pleura yaitu:
 Infeksi
 Fibrosis paru

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-
paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas
dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan
foto dada dengan posisi lateral dekubitus.

2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya
tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang
meliputi:
 menentukan adanya tumor dan ukurannya
 mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus,
mediatinum dan pembuluh darah besar
 mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan,
mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.

3. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

4. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisis. Pada
sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

5. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.

I. Penatalaksanaan Medis
1. Aspirasi cairan pleura
Pungsi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu pungsi ditujukan pula
untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya
desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi
ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin
lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa
diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka
akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan obat-obatan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
ASUHAN KEPARAWATAN

A. Identitas Klien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui identitas klien seperti nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, dan status pekerjaan.

B. Keluhan Utama
Pasien mengatakan bahwa mengalami sesak nafas, rasa berat pada dada, batuk
(batuk non produktif), dan nyeri (nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas).

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri,
rasa berat pada dada, dan berat badan menurun.

D. Riwayat Kesehatan Terdahulu


Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita TB paru, pneumonia, gagal
jantung, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk mengetahui kemungkinan
adanya factor predisposisi.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit efusi pleura yang disebabkan
oleh Ca Paru, TB Paru dan sebagainya.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien tidak mengetahui tentang informasi dari penyakit yang dideritanya.
Pasien menganggap bahwa penyakitnya hanya factor kelelahan. Setelah
diberikan pendidikan kesehatan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit pasien
mengetahui informasi penyakitnya.
2. Pola nutrisi/metabolic
Pasien mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas, keadaan
pasien secara umum lemah.
3. Pola eliminasi
Pasien lebih banyak bed rest sehingga menimbulkan konstipasi, hal ini
disebabkan oleh menurunnya peristaltic otot di usus dan kolon.
4. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas Harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum x
Toileting x
Berpakaian x
Mobilitas di tempat tidur x
Berpindah x
Ambulasi/ROM x
Ket : 0: tergantung total, 1: bantuan petugas dan alat, 2: bantuan petugas, 3:
bantuan alat, 4: mandiri

5. Pola tidur dan istirahat


Akibat nyeri dada dan sesak nafas berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
tidur dan istirahat. Serta perubahan kondisi lingkungan dimana di rumah sakit
banyak orang-orang yang mondar-mandir.
6. Pola kognitif dan perceptual
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan.
7. Pola persepsi diri
Pasien tidak ingin terlalu dekat dengan orang sekitar karena takut menularkan
penyakit yang dideritanya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
9. Pola peran dan hubungan
Pasien lebih memilih untuk tidur dan tidak berinteraksi dengan lingkungan
sekitar.
10. Pola manajemen koping-stress
Mengalami stress yang ringan baik emosional maupun fisik.
11. System nilai dan keyakinan
Pasien tidak melaksanakan ibadahnya dikarenakan kondisi badan yang
lemah.

G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2. Mata:
Terdapat lingkar hitam pada mata (sianosis)
3. Hidung:
Terdapat pernafasan cuping hidung
4. Dada
a. Suara pekak atau menurunnya resonansi pada perkusi
b. Suara pernafasan berkurang atau menghilang
c. Tactile fremitus melemah
d. Egofoni
e. Suara gesekan pleura
f. Pengembangan rongga torak yang asimetris sehingga sisi yang mengalami
efusi terjadi ketinggalan bernafas (Hoover sign).
g. Pergeseran mediastinum hanya terlihat pada efusi yang masif (>1000 mL).
Pada gambaran radiologi dijumpai adanya pergesaran trakea dan
mediastinum ke arah kontra lateral lesi efusi.
h. Pada jantung terdengar S3 gallop
i. Abdomen: massa intra abdomen atau nodul pada payudara
j. Ekstremitas: dapat mengalami edema, bahkan edema anasarka

H. Pemeriksaan Penunjang dan laboratorium


Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat
Kadar protein dalam
<3 >3
effusi 9/dl
Kadar protein dalam
< 0,5 > 0,5
effuse
Kadar protein dalam
- > 200
serum
Kadar LDH dalam
< 200 > 200
effusi (1-U)
Kadar LDH dalam
< 0,6 > 0,6
effuse
Kadar LDH dalam
serum
Berat jenis cairan
< 1,016 > 1,016
effuse
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b) Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c) Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3) : Empiema
Banyak Netrofil : Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : Tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis. Bila erytrosit > 100000 (mm 3 menunjukkan infark paru, trauma
dada dan keganasan).
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas.

d) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis,
E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter.
a. Analisis Data
Data Subjektif/ Data
NO. Etiologi Problem
Objektif
1. DS : pasien mengatakan Transudasi Pola nafas tidak
sesak napas efektif
Penumpukan cairan dlm
DO : penurunan tekanan rongga pleura
inspirasi/ekspirasi, nafas
Ekspansi paru
pendek, penurunan
Frekuensi paru
kapasitas vital, respirasi
>24x/menit Pola nafas tidak efektif
2. DS : pasien mengatakan Transudasi Nyeri kronis
nyeri pada bagian dada
Penumpukan cairan dlm
DO : pasien memegang rongga pleura
dadanya ketika nyeri,
Ekspansi paru
pasien tidak nyenyak
Frekuensi paru
tidur, perubahan dalam
nafsu makan Sesak nafas

Nyeri dada
3. DS : pasien mengatakan Transudasi Ketidakseimbanga
nyeri pada bagian perut n nutrisi kurang
Penumpukan cairan dlm
dari kebutuhan
DO : kurang nafsu rongga pleura
tubuh
makan, bising usus yang
Ekspansi paru
berlebih, konjungtiva
Frekuensi paru
pucat
Sesak nafas

Nafus makan

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
b. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)
dan frekuensi paru yang ditandai dengan sesak nafas, nafas pendek.
2. Nyeri kronis b.d sesak nafas yang ditandai dengan nyeri pada bagian dada dan
perubahan pola tidur.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan, sesak nafas yang ditandai dengan nyeri pada bagian abdomen.
c. Rencana Tindakan Keperawatan
No. Hari/Tgl/J Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf&N
am Keperawatan Hasil ama
1. Pola nafas tidak efektif Tujuan : 1. Identifikasi faktor 1. Dengan
Pasien mampu
b.d penurunan penyebab. mengidentifikasikan
mempertahankan 2. Posisikan pasien untuk
ekspansi paru penyebab, kita dapat
fungsi paru secara memaksimalkan ventilasi
(akumulasi menentukan jenis effusi
normal (posisi semi fowler)
udara/cairan) dan pleura sehingga dapat
3. Kaji kualitas, frekuensi
frekuensi paru yang Kriteria hasil : mengambil tindakan
dan kedalaman
1. Tidak
ditandai dengan sesak yang tepat.
pernafasan, laporkan
nafas, nafas pendek. ditemukannya 2. Penurunan diafragma
setiap perubahan yang
akumulasi cairan memperluas daerah
terjadi.
dan tidak ada dada sehingga ekspansi
4. Observasi tanda-tanda
dipsneu paru bisa maksimal.
vital (suhu, nadi, tekanan
2. Irama nafas, 3. Dengan mengkaji
darah, RR dan respon
frekuensi nafas kualitas, frekuensi dan
pasien).
dalam rentang kedalaman pernafasan,
5. Kolaborasi dengan tim
normal kita dapat mengetahui
medis lain untuk
3. Tanda-tanda vital
sejauh mana perubahan
pemberian O2 dan obat-
dalam rentang
kondisi pasien.
obatan serta foto thorax.
normal 4. Peningkatan RR dan
tachcardi merupakan
indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
5. Pemberian oksigen dapat
menurunkan beban
pernafasan Dengan foto
thorax dapat dimonitor
kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
kembalinya daya
kembang paru.
2. Nyeri kronis b.d sesak Tujuan : 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui penyebab
Nyeri kronis pasien
nafas yang ditandai secara komprehensif timbul rasa nyeri, kualitas
berkurang setelah
dengan nyeri pada menggunakan PQRST nyeri, lokasi nyeri, skala
dilakukan tindakan 2. Observasi nonverbal dari
bagian dada dan nyeri, dan waktu nyeri
keperawatan ketidaknyamanan
perubahan pola tidur. yang dirasakan pasien.
3. Gunakan teknik
2. Masih ada atau tidakkah
Kriteria hasil :
komunikasi terapeutik
1. Tidak ada nyeri yang dirasakan
untuk mengetahui
ganguan tidur pasien
2. Tidak ada pengalaman nyeri pasien 3. Memahami nyeri yang
4. Kontrol lingkungan yang
ekspresi dirasakan pasien
dapat mempengaruhi 4. Menurunkan rasa nyeri
menahan nyeri
nyeri seperti suhu akibat lingkungan
5. Pemberian obat
ruangan, pencahayaan analgesic yang
dan kebisingan diresepkan oleh dokter
5. Kolaborasikan dengan
dan teknik non
dokter jika ada keluha
farmakologi oleh perawat
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
3. Ketidakseimbangan Tujuan : 1. Beri motivasi tentang 1. Kebiasaan makan
Kebutuhan nutrisi
nutrisi kurang dari pentingnya nutrisi seseorang dipengaruhi
pasien teratasi 2. Auskultasi suara bising
kebutuhan tubuh b.d oleh kesukaan dan
usus
penurunan nafsu Kriteria hasil : kebiasaannya
3. Beri makanan dalam
1. Konsumsi lebih 2. Bising usus yang
makan, sesak nafas
porsi kecil tapi sering
dari 40% jumlah menurun atau meningkat
yang ditandai dengan 4. Kolaborasi dengan tim
makanan menunjukkan adanya
nyeri pada bagian gizi dalam pemberian
2. Berat badan
gangguan pada fungsi
abdomen. TKTP
normal
5. Kolaborasi dengan pencernaan
3. Makanan dalam porsi
dokter atau konsultasi
kecil tidak
untuk melakuka
memubutuhkan energy,
pemeriksaan
banyak selingan
laboratorium albumin dan
memudahkan reflek
suplemen nutrisi lainnya
4. Diet TKTP sangat baik
untuk kebutuhan
metabolisme dan
pembentukan antibody
5. Peningkatan intake
protein, vitamin dan
mineral dapat
menambahkan asam
lemak dalam tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.


Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Potter, P.A., & Perry A.G. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep
Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A, Patofisiologi: Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed6. Jakarta.
EGC. 2005.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai