Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah irama
jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia
berarti tidak ada irama. Oleh karena itu sekarang lebih sering dipakai istilah disritmia atau
irama tidak normal. (TIierney, Mcphee, & Papadakis, 2002).
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada
usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan
pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan sedangkan pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis
kelamin tidak berbeda. (TIierney, Mcphee, & Papadakis, 2002).
Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting, terutama pada bayi karena
sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang
memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan
memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV
berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. Referat ini
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan tatalaksana terhadap takikardi
supraventikular pada bayi dan anak. (Lalani & Schneeweiss, 2011).
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi dari Supraventikel Takikardi ?
2. Apa etiologi dari Supraventrikel Takikardi ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Supraventrikel Takikardi ?
4. Bagaimana penatalaksanaan dan terapi dari Supraventrikel Takikardi ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Supraventrikel Takikardi ?
6. Bagaimana diagnosis keperawatan dari Supraventrikel Takikardi ?
7. Apa tujuan dan kriteria hasil dari Supraventrikel Takikardi ?
8. Apa intervensi dari Supraventrikel Takikardi ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui tentang pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan Supraventrikel Takikardi.

1
1.3.2 Khusus
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
(KMB II).
b. Mahasiswa/I diharap dapat :
 Menjelaskan definisi dari Supraventrikel Takikardi
 Memahami dan menjelaskan etiologi dari Supraventrikel Takikardi
 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dari Supraventrikel Takikardi
 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dan terapi dari Supraventrikel
Takikardi
 Memahami dan menjelaskan patofisiologi dari Supraventrikel Takikardi
 Merumuskan diagnosis keperawatan dari Supraventrikel Takikardi menurut
NANDA
 Merumuskan tujuan dan kriteria hasil dari Supraventrikel Takikardi menurut
NOC
 Merumuskan intervensi dari Supraventrikel Takikardi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Supraventrikel Takikardi adalah iramanya cepat yang melibatkan nodus AV dan bagian
jaringan antrium, serta ventrikel dalam sirkuit re-entry. Berkas penghantar yang ganjil sering
berada di antara antrium dan ventrikel. (Davey, 2003).

Supraventrikel Takikardi (SVT) merupakan disritmia simtomatik tersering pada anak-


anak. Walaupun jarang, dapat terjadi in utero dan dikendalikan dengan mengobati ibu. Bayi
dengan SVT sangat sakit, pingsan, dan terlihat berwarna abu-abu serta membutuhkan terapi
segera. (Meadow & Newell, 2005).
2
Denyut nadi sangat cepat, terlalu cepat untuk dihitung. EKG memperlihatkan takikardia
kompleks sempit (lebih dari 250 denyut per menit). (Meadow & Newell, 2005).

Anak dengan SVT harus diberikan oksigen dan mungkin membutuhkan perawatan
intensif. Stimulasi vagal (membasuh wajah dengan air es atau menempelkan kantung es )
kadang efektif. Injeksi cepat adenosin intravena biasanya memberikan hasil yang bagus
.Beberapa anak membutuhkan terapi jangka panjang untuk mencegah rekuensi. (Meadow &
Newell, 2005).

2.2 Etiologi

 Wolff-parkinson-white (22%)
 Penyakit jantung kongenital (23%): TGA yang terkoreksi, anomaly pascaperbaikan ASD,
Mustard, atau Fontan
 Hipertiroidisme
 Miokardittis
 Obat-obatan: Simpatomimetik, kafein, toksitosis digitalis
(Lalani & Schneeweiss, 2011).

Diritmia jantung : Disritmia yang lazim timbul segera setelah pembedahan adalah
sinus takikardia dan diritma supraventrikular dan ventrikular.Penyebab disritmia perlu di
tentukan sebelum pengobatan di laksanakan.Termaksud penyebabnya adalah adanya
penyakit jantung sebelum pembendahan , hipoksia , hiperkapmia , asidosis , respiratorik ,
ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.Hipotermia dan nyeri. (Baradero & Willfrid,
2005).

Etiologi takikardia supraventrikular (TSV) pada bayi tidak khas, umumnya terjadi
pada bayi di bawah usia 4 bulan. Bayi biasanya dibawa ke dokter karena mendadak
gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau menetek atau minum susu,. Kadang-kadang
orangtua membawa bayinya karena bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi
muntah-muntah. Laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai
gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata. (TIierney, Mcphee, & Papadakis,
2002).
3
Takikardia supraventrikular pada anak yang serangan pertamanya dimulai pada
usia yang lebih tua seringkali disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang manifes maupun
yang tersembunyi (concealed). Berbeda dengan TSV pada bayi, pada kelompok ini tidak
dijumpai tanda gagal jantung atau kegagalan sirkulasi karena frekuensi jantung yang
lebih lambat. Yang sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter adalah rasa berdebar
dan perasaan tidak enak. (TIierney, Mcphee, & Papadakis, 2002).

Kelainan TSV merupakan jenis distritmia yang paling sering ditemukan pada usia bayi
dan anak
dibandingkan dengan takidisritmia lainnya, dengan angka kejadian kurang lebih 1 :
25.000 anak normal. Lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
Kejadian TSV disebabkan oleh dua mekanisme dasar yaitu ektopik (automatic) dan re-
entry (dengan atau tanpa jaras tambahan). (Rahayuningsih, 2005)
Berbeda dengan TSV pada bayi dan anak, TSV kronik dapat berlangsung selama
berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi
denyut nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih ringan dan juga
lebih dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Pada sebagian besar pasien
terdapat disfungsi miokard akibat TSV pada saat serangan atau pada TSV sebelumnya.
(TIierney, Mcphee, & Papadakis, 2002).
Gejala klinis lain TSV dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong,
nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah,
nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan. (TIierney, Mcphee, & Papadakis, 2002).
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan TSV
tapi risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus dengan WPW dan pada
anak dengan penyakit jantung. Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan
timbulnya gagal jantung berat dan hidrops fetalis. (TIierney, Mcphee, & Papadakis,
2002).

Takikardia Supraventiikular Disebut sebagai disTItunia yang paling banyak ditemukan


pada anak. Pada bayi dan neonatus dengan takikardia supraventrikular didapatkan denyut
nadi lebih dari 220 kali menit. sedangkan pada anak didapatkan denyut nadi lebil dari 180
kali/menit. Gambaraan EKG menunjukkan takikardia dengan kompleks ORS yang sempit
dan reguler, dengan atau tanpa 710,11 gelombang P yang terbenam pada segmen ST dan

4
kadang-kadang terbalik Terdapat 3 takikardia supraventrikular, yaitu AV reentrant
tachycardia (yang tersering) terdapat jaras tambahan yang mengliibungkan nodus SA
dengan nodus AV. Tipe lain adalah Apenode reenny rachycadia terdapat dua jaras nodus
AV yang terstimulasi secara serentak yang teraklii yaituectopic antal tachycardia, dengan
terdapatnya fokus (Gambaran aritmia pada pasien penyakit jantung koronerdi RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Januari 2015 – 31 Desember 2015, 2016)

2.3 Manifestasi Klinis

SVT merupakan aritmia yang diderita sekitar 1% populasi, paling sering ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Gejala yang paling umum adalah jantung berdebar gejala lainnya meliputi pusing, sesak
napas, pingsan, nyeri dada, kelelahan, berkeringat, dan mual. Gejala dapat muncul dan
menghilang secara tiba-tiba dan bertahan beberapa menit sampai beberapa jam.

SVT merupakan aritmia yang diderita sekitar 1% populasi, paling sering ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari. (Kalangi, Jim, & Joseph, 2016)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Distribusi kasus aritmia berdasarkan APS pada dengan total 57 kasus, didapatkan

1 kasus (2%) Supraventricular Tachycardia (SVT)

5
Distribusi kasus aritmia berdasarkan Old Myocardial Infarction (OMI) dengan jumlah total 6
kasus, didapatkan 1 kasus (17%) Supraventricular Tachycardia (SVT)

Distribusi kasus aritmia berdasarkan Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)


dengan jumlah total 20 kasus, 6

kasus (30%) SVT. (Kalangi, Jim, & Joseph, 2016)

2.4 Penatalaksanaan dan Terapi

Terapi SVT yang stabil secara Hemodinamik

 Ruang resusitasi, pemantauan jantung dan saturasi oksigen

6
 EKG awal 12-sadapan, dan EKG 12-sadapan bersinambungan selama dilakukan
konversi jantung
 Menuver vegal (62% berhasi, jarang berhasil pada bayi dan anak yang lebih muda):
 Es (refleks menyelam): kantung berisi campuran es batu/ air diletakan di dahi dan
mata hanya selama 15-20 detik
 Refleks muntah, masase sinus karotikus, tekanan abdomen, atau maneuver
Valsalva: minta anak yang lebih tua untuk meniup melalui sedotan serta
mengedan (jangan menekan bola mata)
 Jalur IV
 Adenosine: 0,05-0,25 mg/kg IV/IO bolus cepat, tingkakan sebanyak 0,05 mg/kg q 2
menit atau maksimal dosis pertama 6 mg
 Konsultasi kardiologi untuk mempertimbangkan penggunaan obat lain seperti
phenylephrine, neostigmine, verapamil, propranolol, esmolol, procainamide, digoxin
 Esophageal, overdrive pacing
 EKG pascakonvensi

Terapi SVT yang tidak stabil secara hemodinamik

 ABC
 Kardioversi sinkron 0,25-1 J/kg kemudian 0,5-2 J/kg, maks 10 j/kg
(Lalani & Schneeweiss, 2011).

Kuinidin efektif pada terapi aritmia supraventrikular maupun aritia ventrikular


namun penggunaan terbatas oleh karena efek samping pada jantung yang berpotensi
menjadi bahaya serta efek samping di luar jantung yang sering terjadi.Efek
sampingnya termaksud efek antikolinergik , mual muntah , diare dan aritmia. (Neal,
2006).

Adenosin intravena digunakan untuk menghentikan takikardia supraventrikuer


akut.Secara luar adenosin menggantikan verapamil intravena untuk terapi takikardia
supraventikuler karena lebih aman , terutama bila pasien benar-benar mengalami
takikardia ventrikular , yang pada kasus tersebut efek inotropik negatif dari verapamil
dapat membahayakan. (Neal, 2006).

Amiodaron direkomendasikan untuk beberapa keadaan, antara lain: terapi pada VT


tanpa nadi atau VF yang refrakter terhadap defibrilasi; terapi VT polimorfik atau
takikardia dengan QRS kompleks yang lebar yang tidak diketahui sebabnya; kontrol

7
VT dengan hemodinamik stabil apabila kardioversi tidak berhasil, sangat berguna
terutama bila fungsi ventrikel kiri menurun; sebagai obat tambahan pada kardioversi
supraventrikular takikardia atau paroksismal supraventrikular takikardi; dapat
digunakan untuk terminasi takikardia atrial multifokal atau ektopik dengan fungsi
ventrikel kiri yang masih baik; dapat digunakan untuk kontrol denyut jantung pada
atrial fibrilasi atau atrial flutter bila terapi lain tidak efektif.

Amiodaron bekerja cukup efektif dalam menangani beberapa keadaaan aritmia mulai
dari supraventrikuler takikardia sampai takikardia ventrikuler yang mengancam
kehidupan. Namun perlu diwaspadai terjadinya efek samping pada organ lain yang
dapat menimbulkan perburukan keadaan pasien. Salah satu organ yang dipengaruhi
oleh amiodaron adalah kelenjar tiroid, dimana dapat terjadi baik hipotiroidisme
maupun tirotoksikosis. Pemantauan fungsi tiroid seharusnya dilakukan pada setiap
pemberian amiodaron untuk memfasilitasi diagnosis dan terapi yang dini terhadap
terjadinya disfungsi tiroid yang diinduksi amiodaron. (Rampengan, 2011)

8
2.5 Patofisiologi

9
2.6 Konsep Askep

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian primer :

Airway

- Apakah ada peningkatan sekret ?

- Adakah suara nafas : krekels ?

Breathing

- Adakah distress pernafasan ?

- Adakah hipoksemia berat ?

- Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?

- Apakah ada bunyi whezing ?

Circulation

- Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?

- Apakah ada takikardi ?

- Apakah ada takipnoe ?

- Apakah haluaran urin menurun ?

- Apakah terjadi penurunan TD ?

- Bagaimana kapilery refill ?

- Apakah ada sianosis ?

2. Pengkajian sekunder

10
Riwayat penyakit

a) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi

b) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi

c) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk
terjadinya intoksikasi

Kondisi psikososial

1) Pengkajian fisik

a) Aktivitas : kelelahan umum

b) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;


defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit
warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema;
haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.

c) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah,


gelisah, menangis.

d) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan,


mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit

e) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,


perubahan pupil.

f) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak
dengan obat antiangina, gelisah

g) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan


kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi)
mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

11
h) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

2.6 Diagnosa Keperawatan

 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung,


perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard

 Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan


oksigen.

 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.

 Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan


sumber informasi.

 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot
pernapasan, defornitas dinding dada.

2.7 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) dan Intervensi (NIC)

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan


sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard.

Tujuan: Penuruanan curah jantung teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24jam dengan kriteria hasil:

- Pasien tidak mengeluh pusing

- Pasien tidak mengeluh sesak

- EKG normal

- Kulit elastis BB normal

12
- Suhu: 36-37C/axila

- Pernapasan 12-21x/mnt

- Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

- Nadi 60-100x/mnt

Intervensi:

Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.

Tujuan : mengetahui keadaan pasien

Monitor bunyi napas, bunyi jantung

Tujuan : mengetahui perubaha napas /bunyi jantung

Monitor edema

Tujuan : mengetahui keadaan pasien

Batasi garam sesuai program

Tujuan : menghindari penimbunan cairan

Anjurkan untuk bed rest

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi

Beri posisi semi fowler

Tujuan : memenuhi kebutuhan oksigen

Kolaborasi/lanjutkan program EKG

Tujuan : mengetahui kelainan jantung

Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

Tujuan : mencukupi kebutuhan oksigen

Kolaborasi/lanjutkan terapi obat

Tujuan : mempercepat proses penyembuhan


13
2. Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.

Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24jam dengan kriteria hasil:

- Pasien tidak mengeluh pusing

- Pasien tidak mengeluh sesak napas

- Pernapasan 12-21x/mnt

- Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

- Nadi 60-100x/mnt

- CRT: <3 detik

Intervensi:

a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi

Tujuan : mengetahui kondisi pasien

b. Monitor capillary refill time

Tujuan : mengetahui status keadaan pasien

c. Monitor kemampuan aktivitas pasien

Tujuan : mengetahui kemampuan pasien

d. Anjurkan untuk cukup istirahat

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi

e. Beri posisi semi fowler

Tujuan : memenuhi kebutuhan oksigen

f. Bantu aktivitas pasien secara bertahap

14
Tujuan : mengurangi beban kerja pasien

g. Cegah fleksi tungkai

Tujuan : menghindari penurunan staus kesadaran pasien

h. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

Tujuan : mencukupi kebutuhan pasien

i. Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi

j. Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

Tujuan : mencukupi kebutuhan oksigen

k. Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi pasien

l. Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat


proses penyembuhan

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan


oksigen.

Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
dengan kriteria hasil:

- Pasien tidak mengeluh lemas

- Pasien tidak mengeluh pusing

- Pasien tidak mengeluh sesak napas

- Pernapasan 12-21x/mnt

- Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

15
- Nadi 60-100x/mnt

- CRT: <3 detik

Intervensi:

a. Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.

Tujuan : mengetahui keadaan pasien

b. Monitor kemampuan aktivitas pasien

Tujuan : mengetahui kemampuan pasien

c. Anjurkan untuk cukup istirahat

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi

d. Beri posisi semi fowler

Tujuan : memenuhi kebutuhan oksigen

e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

Tujuan : mencukupi kebutuhan pasien

f. Bantu aktivitas pasien secara bertahap

Tujuan : mengurangi bebar kerja pasien

g. Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi

h. Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

Tujuan : mencukupi kebutuhan oksigen

i. Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, rute

Tujuan : mempercepat penyembuhan

16
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.

Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan
kriteria hasil:

- Pasien tidak mengeluh nyeri

- Pasein tidak mengeluh sesak

- Pernapasan 12-21x/mnt

- Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

- Nadi 60-100x/mnt

Intervensi:

a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi

Tujuan : mengetahui kondisi pasien

b. Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)

Tujuan : mengetahui rasa nyeri yang dirasakan

c. Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam

Tujuan : mengurangi rasa nyeri

d. Beri posisi nyaman

Tujuan : untuk mengurangi rasa nyeri

e. Beri posisi semifowler

Tujuan : memenuhi kebutuhan oksigen

f. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

Tujuan : memenuhi kebutuhan pasien

g. Anjurkan untuk cukup istirahat

17
Tujuan : mempercepat proses penyembuhan

h. Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi

R/mengurangi rasa nyeri

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan


sumber informasi.

Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45
menit dengan kriteria hasil:

- Pasien bisa menjelaskan pengertian

- Bisa menyebutkan penyebab

- Bisa menyebutkan tanda dan gejala

- Bisa menyebutkan perawatan

- Bisa menyebutkan pencegahan

Intervensi:

Kontrak waktu, tempat, dan topik dengan pasien

Tujuan : menetapkan waktu, tempat, dan topik untuk pendidikan kesehatan

Berikan pendidikan kesehatan

Tujuan : meningkatkan pengetahuan pasien

Evaluasi pengetahuan pasien

Tujuan : mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan

Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan
kesehatan

18
Tujuan : mengingatkan kembali pada pasien

6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot
pernapasan, defornitas dinding dada.

Tujuan: pola napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
dengan kriteria hasil:

- Pasien tidak mengeluh pusing

- Pasien tidak mengeluh sesak napas

- Pernapasan 12-21x/mnt

- Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

- Nadi 60-100x/mnt

- CRT: <3 detik

Intervensi:

a. Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.

Tujuan : mengetahui keadaan pasien

b. Monitor kemampuan aktivitas pasien

Tujuan : mengetahui kemampuan pasien

c. Anjurkan untuk bedrest

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi

d. Beri posisi semifowler

Tujuan : mencukupi kebutuhan oksigen

e. Bantu aktivitas pasien secara bertahap

19
Tujuan : mengurangi beban kerja pasien

f. Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet

Tujuan : mempercepat pemulihan kondisi

g. Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen

Tujuan : mencukupi kebutuhan oksigen

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering


ditemukan pada bayi dan anak. Penyebab SVT adalah idiopatik, sindrom Wolf Parkinson
White (WPW) dan beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-
TGA).
Gejala klinis lain SVT dapat berupa gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau menetek
atau minum susu. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya karena bernafas cepat dan
tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per
menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata, palpitasi,
lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan
kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan.
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan SVT tapi
risikonya meningkat pada neonatus dengan SVT, neonatus dengan WPW dan pada anak
dengan penyakit jantung.
Diagnosis SVT berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan EKG. Penatalaksanaan SVT
berupa penatalaksanaan segera dan jangka panjang yaitu medikamentosa, DC shock, ablasi
kateter, pemakaian alat pacu jantung dan tindakan bedah.

20
3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca, mahasiswa dan calon perawat dapat
memahami tentang makalah Asuhan Keperawatan Supraventrikel Takikardi. Karena didalam
Keperawatan Supraventrikel Takikardi sangat berguna untuk mengetahui definisi,etiologi,
,manifestasi klinis, penatalaksanaan dan terapi, patofisiologi, diagnosis keperawatan, tujuan
dan kriteria hasil (NOC) dan intervensi (NIC) dalam melakukan pengkajian Asuhan
Keperawatan.

Daftar Pustaka

Kalangi, C. S., Jim, E. L., & Joseph, V. F. (2016). Gambaran aritmia pada pasien penyakit
jantung koroner di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Januari 2015 – 31
Desember 2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, 1-7.

21
Rampengan, S. H. (2011). AMIODARON SEBAGAI OBAT ANTI ARITMIA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP FUNGSI TIROID . Jurnal Biomedik, Volume 3, Nomor
2, 84-94.
Gloria M.Bulechek, Horward K.Butcher, Joanne M Dochterman, Cherly M. Wagner. (2013).
Nursing Intervesion Classification. Jakarta: Moco Media.
John Wiley , Sons Inc. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Rahayuningsih, S. E. (2005). Sindrom Wolff Parkinson White. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2 , 73 -
76.
Roy Meadow. (2005). Letuce Notes Pediatrika edisi 7. Jakarta: Gelora Aksra Pratama.
Sue moorhead , Marion , Merian L.Maas , Elisabeth Swason. (2013). Nursing Outocomes
classification. Jakarta: moco pedia.

22

Anda mungkin juga menyukai